Anda di halaman 1dari 25

Oleh:

Anisa hanif Rizki Ainia


132011101063

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

KSM ILMU KESEHATAN MATA RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2018
TB
Mycobacteriu
m tuberculosis

Di tahun 2015, diperkirakan 10,4 juta kasus TB baru di seluruh dunia, dimana 5,9 juta (56%) adalah di antara
pria, 3,5 juta (34%) di antara wanita dan 1,0 juta (10%) di antara anak-anak. Indonesia berada di posisi kedua
dari 20 negara teratas dalam jumlah dan keparahan absolut dari TB. Sekitar 6,9-10,5% kasus uveitis adalah TB
intraokular tanpa diketahui penyakit sistemik dan 1,4-6,8% pasien dengan penyakit paru aktif telah terjadi
bersamaan TB okular. Akan tetapi tidak ada data tentang kejadian TB okular di Indonesia.
Anatomi dan Fisiologi Mata
 Ini Berukuran Lebar 0,3 – 0,6 µm Dan Panjang 1 – 4 µm.
 Dinding M.Tuberculosis Sangat Kompleks, Terdiri Dari Lapisan Lemak Cukup Tinggi (60%).
Penyusun Utama Dinding Sel M.Tuberculosis Ialah Asam Mikolat, Lilin Kompleks (Complex-
waxes), Trehalosa Dimikolat Yang Disebut “Cord Factor”, Dan Mycobacterial Sulfolipids Yang
Berperan Dalam Virulensi.
 Definisi : Tuberkulosis Mata Adalah Suatu Infeksi Oleh Spesies Mycobacterium Tuberculosis
Yang Dapat Mempengaruhi Beberapa Bagian Mata (Intraokular Atau Extraokular) Tanpa Adanya
Gejala Sistemik.
 Frekuensi TB Mata Pada Pasien Dengan Uveitis Dan TB Sistemik Masing-masing 0-0,16% Dan
0,27%-1,4%. Insidensi Gejala Mata Pada Pasien Yang Diketahui Memiliki TB Sistemik Hanya 1-
3%.
 Demografi Dari Infeksi Bervariasi, dimana negara berkembang menanggung beban terberat dari
Penyakit Tersebut
 Etiologi : Mycobacterium tuberculosis. Timbulnya manifestasi klinis pada mata dapat disebabkan
karena infeksi aktif atau reaksi imunologis yang berkaitan dengan respon delayed
hypersensitivitas atau reaksi aseptik.

Primer

TB
Okular

Sekund
er
a. Tahap 1
b. Tahap 2
c. Tahap 3
d. Tahap 4
e. Tahap 5
Tuberkulosis intraokuler melibatkan komponen dari
segmen posterior mata dengan dapat menimbulkan
kondisi vitritis, retinitis, choroiditis dan retinal vaskulitis.
Terbentuknnya lesi choroidal granuloma dapat membantu
 Tuberkulosis intraocular
penegakkan diagnosis TB intrakuler. Pada beberapa
kondisi dapat terjadi neuritis optic atau papillitis jika
infeksi mencapai saraf optik hingga menyebabkan adanya
inflamasi pada saraf optic. Jika peradangan tersebut
meluas dapat pula menyebabkan endoftalmitis genous.

Tuberkulosis ekstraokuler memberikan beberapa


 Tuberkulosis ektraocular manifestasi berupa blefaritis kronik atau kalazion atipikal
yang ditandai dengan terdapatnya mukopurulen
konjungtivitis, atau bisa juga terdapat phyctenule (yaitu
nodul inflamasi disekitar kornea dan skleara), keratitis,
keratitis interstisial atau scleritis. Untuk memudahkan
penentuan diagnosisnya dapat dilakukan dengan
mengambil sampel untuk kultur atau biopsy.
 Tuberkulosis sistemik menunjukkan gejala mudah lelah, penurunan berat badan, berkeringat
malam hari, batuk dan demam. Sedangkan pada anak yang menderita tuberculosis tanpa
memperlihatkan gejala sistemik akan menunjukkan maniftasi berupa post auricular
lymphadenopathy.
 Manifestasi klinis yang paling sering adalah pada kondisi uveitis posterior yang diikuti dengan
uveitis anterior, panuveitis dan uveistis intermediate. Tanda khas yang muncul adalah tampakan
granulomatosa. Pada beberapa kasus tidak tampak granulomatosa misalnya pada kondisi uveitis
yang relaps atau pada kondisi telah mengalami inflamasi kronik
 Gejala mata yang lain yang mungkin saja dapat ditemukan adalah keratitis, retinitis, skleritis,
abses orbita, optik neuropati dan kelumpuhan nervus cranial
Choroidal Tubercle Choroidal Tuberculoma Abses Subretinal

Serpiginous choroiditis
Uveitis Anterior disertai adanya Keratic Presipitate Iridosiklitis dengan karakteristik mutton-fat kertic prescipitate

Iridosiklitis yang berkembang menjadi Synekchiae Posterior


 Lupus vulgaris adalah bentuk adneksa yang kronis tuberkulosis yang mempengaruhi kulit dan
kelopak mata terjadi pada pasien yang sensitif terhadap tuberkulin antigen. Lesi bersifat soliter,
kecil, kemerahan coklat biasanya melibatkan kepala dan leher wilayah dengan konsistensi gelatin
("apel jelly ”warna saat tekanan diterapkan)
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
 Mikrobiologi dan Histopatologi
 Pemeriksaan kultur M. Tuberculosis mengambil sampel dari cairan intraocular atau jaringan yang
terkena infeksi, kemudian sampel tadi diamati melalui mikroskop.
 Pewarnaan yang digunakan adalah acid fast bacili (afb). Selain mikroskop, sampel kultur dapat
juga diamati melalui pemeriksaan PCR (polumerase chain reaction). Pemeriksaan PCR ini
merupakan pemeriksaan dengan tekni yang sensitive dan spseifik karena dapat menentukan DNA
dari M.Tuberculosis sehingga sangat berguna untuk deteksi dini. Namun pemeriksaan ini dapat
juga memberikan positif palsu sehingga tidak secara rutin direkomendasikan, selain itu PCR
membutuhkan waktu yang lama untuk memproses hasilnya
 Mantoux Skin Test
 Pemeriksaan mantoux merupakan salah satu pemeriksaan untuk skrining primer pada uveitis
tuberkular dan respon hipersensitivitas okular dengan cara melakukan injeksi derivate protein.
Infeksi M. Tuberculosis positif bila terdapat reaksi positif pada daah diinjeksi dengan ukuran
indurasi yang dianggap positif adalah lebih dari 10 mm, sedangkan hasil yang masih diragukan
pada indurasai antar 5-9 mm.
 Foto Rontgen atau CT Scan Thorax
 Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan foto rontgen atau CT scan pada thorax baik itu
posisi lateral atau PA, dari pemeriksaan ini akan mudah diketahui dari gambaran paru yang
terinfeksi paru-paru sehingga dapat dibedakan infeksi primer, reaktiviasi tuberkulosis dan lain-
lain
 Fluorescein Angiography
 Pemeriksaan ini berguna untuk mengonfirmasi diagnosis pada choidal neovascular membrane
atau pada retinalangiomatous proliferation yang telah berkembang dari fase akut dengan
pembentukan tuberkel atau juga pada lesi yang sudah tidak aktif. Choroidal tubercles, choroidal
tuberculoma, serpiginous choroiditis, retinal vasculitis, dapat didapatkan pada pemeriksaan ini

Fluorescein Angiography pada Choroidal Tubercle


 Indocyanine Green Angiography
 Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya lesi chorid subklinis pada kasus dengan
tuberculosis intraocular

Hasil pemeriksaan Indocyanine Green Angiography pada


Serpiginous Choroiditis
 Optical Coherence Tomography
 Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya kelainan pada retina, dan koroid seperti
subretinal neovascular membrane.

Optical Coherence Tomography pada Tuberculous choroiditis


 Ultrasonography (USG)
 Pemeriksaan ini berguna untuk kasus tuberculosis mata yang mengarah pada keganasan
intraocular sehingga melalui USG dapat ditemukan granuloma atau abses
 Pengobatan tuberkulosis okular sama dengan pengobatan pada tuberkulosis paru.

• Pemberian steroid dosis rendah bersamaan dengan terapi


antituberkulosis selama 4-6 minggu telah terbukti memberikan
efek untuk menghambat kerusakan jaringan akibat reaksi
hipersensitivitas.
• Pemberian salep topikal isoniazid atau dengan injeksi
subkonjungtiva dapat memberikan respon terapi pada
tuberkulosis yang mengenai segmen anterior mata. Pemberian
streptosisin sulfat topikal dianjurkan jika ditemukan adanya
defek epitel
• Penanganan dengan metode pembedahan pada subretinal
tuberkuloma terbukti sukses dengan kombinasi obat
antituberkulosis dan kortikosteroid dapat menurunkan
kemungkinan kekambuhan.
 Pada tuberkulosis okular dapat diobati dan mata bisa terlindungi selama rutin mengonsumsi obat
anti tuberkulosis. Pemberian terapi secara dini sejak munculnya gejala awal merupakan pilihan
terapi terbaik untuk mencegah morbiditas dan kebutan ocular. Keberhasilan pengobatan sulit
terjadi jika terjadi kegagalan dalam menghentikan pemakaian imunosupresif oral serta
kekambuhan atau persistensi peradangan selama 6 bulan pertama
1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan infeksi mycobacterium tuberculosis dan menyerang paru-paru.
2. Tuberkulosis mata (okular) merupakan penyakit tuberkulosis ekstraparu yang mengenai jaringan mata sehingga menimbulkan
kerusakan pada mata.
3. Tuberkulosis okular terbagi atas dua yaitu tuberkulosis intraokular dan ektraokular.
4. Penyebab terjadinya tuberkulosis okular diakibatkan karena penyebaran bakteri secara hematogen dari tempat yang jauh atau
invasi langsung melalui struktur yang berdekatan seperti sinus dan rongga cranial dan reaksi delayed type hypersensitivity
5. Manifestasi klinis yang paling sering pada segmen anterior mata adalah uveitis anterior dan segmen posterior adalah
choroidal tubercle
6. Prinsip terapi tuberkulosis okular mencakup terapi sistemik (pemberian obat anti tuberkulosis), terapi topical, terapi steroid
dosis rendah dan laser
7. Terdapat banyak efek samping pada pemberian obat-obatan anti tuberkulosis sehingga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
sebelum memulai terapi seperti penilaian visus, pemeriksaan laboratorium darah dan fungsi enzim hati.

Anda mungkin juga menyukai