Anda di halaman 1dari 19

MATERI 2

KONSEP CIPTA SENI


1. Konsep seni (konsep non visual)
2. Konsep tatasusun (konsep visual
(1). Mengenal konsep seni dan mampu mencari
dengan studi literer (studi pustaka) . (2) Mengenal
konsep tata susun karya seni dan mampu mencari
dengan studi literer (studi pustaka)

Prof. Dharsono
KONSEP CIPTA SENI MODERN
Konsep cipta seni berdasarkan konsep seni (Non Visual)

Herbert Read dalam bukunya yang berjudul The


Meaning of Art (l959), menyebutkan bahwa seni
merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-
bentuk yang menyenangkan. Bentuk yang
menyenangkan dalam arti bentuk yang dapat
membingkai perasaan keindahan dan perasaan
keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat
menangkap harmoni atau satu kesatuan dari bentuk
yang disajikan (Herbert Read, l959:l).
Suzanne K. Langer yang dirujuk dalam buku berjudul The Principles
of Art oleh Collingwood (1974), mengatakan, seni merupakan
simbol dari perasaan. Seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari
perasaan manusia. bentuk-bentuk simbolis yang mengalami
tranformasi yang merupakan universalisasi dari pengalaman, dan
bukan merupakan terjemahan dari pengalaman tertentu dalam karya
seninya melainkan formasi pengalaman emosionalnya yang bukan
dari pikirannya semata.

Ekspresi atau ungkapan estetika itu merupakan cabang psikologi


sepanjang yang dipelajari dengan metode obyektif. Fakta estetika itu
fakta jiwa, suatu karya seni bagaimanapun nyata tampak, namun
bukan pada pengamatan semula, itu hanya hadir dalam pengamatan
dan penikmatan. Catus-catus patung marmer itu indah hanya bila
masuk dan menjadi hidup dalam pengalaman penghayat (SD.
Humardani, 1980: 11).
Tujuan ungkapan seni dibuat dan dinilai untuk dirinya sendiri, untuk
keperluan lain, dan kita selalu akrab dengannya, dan kita sengaja
membuatnya dan merenunginya. Bandingkan antara "sajak cinta "
dengan pernyataan cinta. Sajak yang dinilai akan mengalami emosi
berirama yang ditimbulkan pada penulis sekaligus pembacanya. Sedang
pernyataan cinta, sekalipun dinikmati oleh yang menyatakan, namun
nilai utama terletak pada akibat yang ditimbulkan, makin cepat
persyaratan itu selesai semakin baik. Sajak tujuannya pada dirinya
sendiri, dapat diulang-ulang; nanti, esok kapan saja, sedang pernyataan
cinta yang pada pokoknya merupakan alat untuk mencapai tujuan bukan
untuk dirinya sendiri, sehingga tidak ada artinya lagi untuk diulang
setelah tujuan itu tercapai/gagal. Sajak cinta bukan sekedar alat tetapi
ungkapan seni yang tetap bernilai, walaupun tujuan itu telah
tercapai/gagal (Parker, 1946: 14).
KONSEP VISUAL
Merupakan konsep tatasusun karya seni modern

A. Berdasarkan teori Parker


1. The principle of organic unity (asas kesatuan/utuh).
Asas ini berarti bahwa setiap unsur dalam sesuatu karya seni adalah
perlu bagi nilai karya itu dan karyanya tersebut tidak memuat unsur-
unsur yang tidak perlu dan sebaliknya mengandung semua yang
diperlukan. Nilai dari suatu karya sebagai keseluruhan tergantung pada
hubungan timbal-balik dari unsur-unsurnya, yakni setiap unsur
memerlukan, menanggapi dan menuntut setiap unsur lainnya. Pada
bagian terdahulu asas ini disebut kesatuan dalam keanekaan (unity in
variety). Ini merupakan asas induk yang membawakan asas-asas
lainnya.
2. The principle of theme (asas tema).
Dalam setiap karya seni terdapat satu (atau beberapa) ide induk atau peranan
yang unggul berupa apa saja (bentuk, warna, pola irama, tokoh atau makna)
yang menjadi titik pemusatan dari nilai keseluruhan karya itu. Ini menjadi
kunci bagi penghargaan dan pemahaman orang terdapat pada karya seni itu.
3. The principle of thematic variation (asas variasi menurut tema).
Tema dari suatu karya seni harus disempurnakan dan diperbagus dengan
terus-menerus dengan mengumandangkannya. Agar tidak menimbulkan
kebosanan pengungkapan tema yang harus tetap sama itu perlu dilakukan
dalam pelbagai variasi. Kepentingan yang jauh lebih besar daripada unsur-
unsur lainnya.
4. The principle of balance (asas keseimbangan).
Keseimbangan adalah kesamaan dari unsur-unsur yang berlawanan atau
bertentangan. Dalam karya seni walaupun unsur-unsurnya tampaknya
bertentangan tetapi sesungguhnya saling memerlukan karena bersama-sama
mereka menciptakan suatu kebulatan. Unsur-unsur yang saling berlawanan
itu tidak perlu hal yang sama karena ini lalu menjadi kesetangkupan,
melainkan yang utama ialah kesamaan dalam nilai. Dengan kesamaan nila-
nilai yang saling bertentangan terdapatlah keseimbangan secara estetis.
5. The principle of evolution (asas perkembangan).
Dengan asas ini dimaksudkan oleh Parker sebagai proses yang bagian-
bagian awalnya menentukan bagian-bagian selanjutnya dan bersama-
sama menciptakan suatu makna yang menyeluruh. Jadi misalnya, dalam
sebuah cerita hendaknya terdapat suatu hubungan sebab dan akibat atau
rantai tali-temali yang perlu yang ciri pokoknya berupa pertumbuhan dari
makna keseluruhan.
6. The prinnciple of hierarchy (asas tata jenjang).
Kalau asas-asas variasi menurut tema, keseimbangan dan perkembangan
mendukung asas utama kesatuan utuh, maka asas yang terakhir ini
merupakan penyusunan khusus dari unsur-unsur dalam asas-asas
tersebut. Dalam karya seni yang rumit kadang-kadang terdapat satu unsur
yang memegang kedudukan memimpin yang penting. Unsur ini
mendukung secara tegas tema yang bersangkutan dan mempunyai
kepentingan yang jauh lebih besar daripada unsur-unsur lainnya.
SENI MODERN
De Witt H. Parker: dalam Teori Bentuk Seni

Filsafat seni Karya seni Disebut karya


estetik
modern

Seniman/disainer
De Witt H. Parker: dalam Teori Bentuk Seni
Sedikitnya ada 6(enam) prinsip untuk membuat indah (estetik)
berdasarkan bentuk seni (1) The principle of Organic unity (asas
kesatuan/utuh), (2) The principle of theme (Asas tema). (3) The principle of
thematic variation (Asas variasi menurut tema). (4) The principle of balance
(Asas keseimbangan), (5) The principle of evolition (Asas perkembangan), (6)
The prinnciple of hierarchy (Asas tata jenjang).
B. Berdasarkan Teori Monroe Beardsley
Monroe Beardsley dalam Problems in the Philosophy of Criticism,
menjelaskan adanya 3 ciri yang menjadi sifat-sifat membuat baik
(indah) dari benda-benda estetis pada umumnya. Ketiga ciri termaksud
ialah:
1.Kesatuan (unity); ini berarti bahwa benda estetis ini tersusun secara
baik atau sempurna bentuknya.
2.Kerumitan (complexity); benda estetis atau karya seni yang
bersangkutan tidak sederhana sekali, melainkan kaya akan isi maupun
unsur-unsur yang saling berlawanan ataupun mengandung perbedaan-
perbedaan yang halus.
3.Kesungguhan (intensity); suatu benda estetis yang baik harus
mempunyai suatu kualitas tertentu yang menonjol dan bukan sekedar
sesuatu yang kosong. Tak menjadi soal kualitas apa yang
dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut
atau kasar), asalkan merupakan sesuatu yang intensif atau sungguh-
sungguh.
SENI MODERN
Monroe C. Beardsley dalam teori kreatifitas seni

Filsafat seni
Karya seni Disebut karya
estetik
modern

Seniman/disainer
Monroe Beardsley dalam Problems in the Philosophy of Criticism,
secara filsafati dijelaskan sedikitnya ada 3 langkah utk membuat baik
(indah) dari benda-benda estetis pada umumnya. Yaitu, Unity, complexsity
dan intensity
KONSEP CIPTA SENI TRADISI
Konsep cipta seni berdasarkan konsep seni (Non Visual)

Pandangan orang Jawa dalam melihat, memahami, dan berperilaku juga


berorientasi terhadap budaya sumber. “Proses budaya Jawa selaras
dengan dinamika masyarakat yang mengacu pada konsep budaya induk,
yaitu “sangkan paraning dumadi” (Geertz 1981: X-XII). Kelahiran dan
atau keberadaan karena adanya hubungan antara manusia dengan
Tuhannya melalui proses kelahiran, hidup dan mendapatkan kehidupan,
yang semuanya terjadi oleh adanya sebab dan akibat. Geertz
mengkaitkannya persoalan tersebut dengan beberapa pemakaian istilah
dalam agama Jawa2 yang berintikan pada prinsip utama yang
dinamakan “sangkan paraning dumadi”. Konsep tersebut dalam budaya
Jawa dikenal dengan istilah nunggak semi3 (Dharsono 2007:115)
2
Pandangan tentang makrokosmos mendudukkan manusia sebagai
bagian dari semesta. Manusia harus menyadari tempat dan
kedudukanya dalam jagad raya ini. Pandangan tentang mikro-meta-
makrokosmos, dalam konsep yang kemudian disebut ajaran
Tribuana/Triloka, yakni: (1) alam niskala (alam yang tak tampak dan
tak terindera), (2) alam sakala niskala (alam yang wadag dan tak
wadag, yang terindera tetapi juga tak terindera, dan (3) alam sakala
(alam bawah). Manusia dapat bergerak ke tiga alam metakosmos tadi
lewat sakala niskala (alam tengah) dan niskala (alam atas). Pandangan
masyarakat terhadap hubungan mikrokosmos dan makrokosmos,
konsep “mandala” membentuk keseimbangan, keselararasan dan
kesatuan dan masing-masing memberi kekuatan/energi secara sentral
(centering of life). Bentuk ritual pada konsep mandala yaitu konsep
hubungan interaksi yang kemudian membentuk satu kesatuan dan
keseimbangan kosmos “Centering”. Konsep “mandala” membentuk
keseimbangan, keselararasan dan kesatuan dan masing-masing
memberi kekuatan/energi secara sentral (centering of life) (Arguelles,
1972:85).
Ajaran masyarakat Jawa dalam menjaga keseimbangan secara vertikal
dan horisontal dalam budaya Jawa dikenal dengan keblat papat
kalima pancer, juga disebut “dunia waktu”, dikenal dengan
penggolongan keempat dimensi ruang, berpola empat mata angin
dengan satu pusat (4+1). Bersama-sama berarti keseluruhan, kesatuan
dasar dari pertentangan menuju pengendalian. Bersama berarti
keseluruhan adalah kesatuan dasar dari pertentangan menuju
pengendalian, artinya bahwa satu-kesatuan yang terjadi karena adanya
perbedaan, dan perbedaan merupakan dasar dari kekuatan yang harus
diupayakan sebagai satu keseimbangan, keselarasan hidup dengan
cara pengendalian diri. (Dharsono 2007:32-33).
Kartika:dalam struktu seni sebagai tuntunan dan tontonan
Studi kasus terhadap keindahan yang tampil dalam ujud kesenian,
tidak lain adalah manifestasi citarasa. Secara visual dapat kita
hayati sebagai bentuk ekspresi kehidupan, sesuai dengan
pandangan kosmologi dari kebudayaan Indonesia-Hindu. Kaidah
perlambangan seni budaya yang berpijak pada agama, membentuk
jalinan kompromi alam pikiran kosmis-magis dengan pandangan
filsafat Hindu atau Budha, yang berlanjut pada jaman Islam.
Bentuk wayang merupakan penggambaran tentang sifat dan
karakter manusia dalam wujud perlambangan. Proses transformasi
budaya pada jaman Islam terus berlangsung hingga kini. Wayang
sebagai salah satu bukti dalam sejarah budaya Indonesia yang
mencerminkan kesinambungan tradisi hasil dari tranformasi
budaya yang menjadi ciri budaya Indonesia. (Kartika 2015:42)
KONSEP VISUAL
Merupakan konsep tatasusun karya seni tradisi
Bentuk adalah struktur atau komposisi merupakan tata susun yang terdiri dari
pengulangan atau susunan pol. Pola terdiri dari motif utama, motif pengisi
(selingan), dan motif isian.
Motif utama, merupakan unsur pokok berupa gambar-gambar dari wujud tertentu.
Motif utama karena merupakan unsur (elemen) pokok maka sering disebut ornamen
pokok (ornamen utama). Pada Kesenian klasik, motif utama merupakan motif yang
mengandung filosofis atau ajaran (tuntunan).
Motif pengisi (motif selingan), merupakan unsur pendukung, berupa gambar-gambar
dari bentuk tertentu, dibuat untuk mengisi bidang di antara motif utama atau di antara
pola batik. Biasanya dibuat lebih kecil dari motif utama, fungsinya untuk melengkapi
tata susun dalam pembuatan pola. Motif pengisi karena dianggap sebagai unsur
pendukung, maka biasa disebut motif pendukung atau ornamen pangisi (selingan).
Fungsinya sebagai penghias pola.
Isen (isian), merupakan unsur pengisi yang fungsinya menghias motif utama maupun
motif selingan (pendukung). Motif ini pada seni rupa biasanya berupa titik-titik,
garis-garis, gabungan titik, dan garis (dalam tari- variasi gerak).
(Dharsono 2007: 87, Kartika 2015:42-43).
SENI SEBAGAI TUNTUNAN DAN TONTONAN

Seni merupakan tuntunan sekaligus tontonan: bentuk yang terdiri dari


pengulangan pola yang terdiri dari kumpulan matif yang ditata dengan indah
(tontonan) dan mampunyai makna filosofis (tuntunan hidup) pada motif
utama

merupakan bahasa metafora


Motif (simbol) yang mengandung
utama ajaran (falsafah)

BENTU POLA merupakan motif untuk


Motif
K Pendukung
memperindah bentuk/pola

Motif Isian merupakan motif untuk


(isen) memperindah motif
Kesenian Jawa terbatas dari ruang dan waktu dimana
kesenian hidup dan berkembang. Kesenian Jawa dapat
diartikan sebagai ”barang kagunan” dimana seni merupakan
kebutuhan masyarakat yang berfungsi sebagai benda pakai,
dan berguna bagi kehidupan secara pribadi maupum
komunitasnya. Estetika dalam seni (barang kagunan),
mempunya kreteria dan sebagai dogmatis. Mayarakat Jawa
terutama yang hidup di daerah ”nagari gung”, yaitu daerah
yang hidup di wilayah sona Keraton (Surakarta Hadiningrat
maupun Yogyakarta Hadiningrat), mempuyai
paugeran/pranatan atau aturan tak tertulis, tentang seni
yang mereka buat yang mereka terima dari orang tuanya
(secara vertikal maupun horisontal).
Seni (barang kagunan)

gandes, luwes, dhemes, adi, edi, peni, apik, cantik


pantes

gandes, luwes, adi, edi,


Bener lan
dhemes, pantes peni, apik
pener

Untuk mencapai tataran adi, edi, peni, apik, endah (istilah dalam estetik Jawa).
mempunyai aturan dan prisip tatasusun sesuai dengan paradigma yang berlaku
secara turun- temurun, yang disebut dengan istilah: gandes, luwes, dhemes, pantes
gandes, luwes, dhemes, pantes, merupakan aturan dan prisip tatasusun berkaitan
dengan bagaimana orang jawa memperlakukan barang-barang kagunan (seni)
tersebut dengan bener lan pener.
 
Daftar Rujukan:
Ayatrohaedi, (penyunting),1986, Kepribadian budaya bangsa(local genius),
Jakarta:penerbit Dunia Pustaka Jaya, hal.83,86.
Dharsono dan Sunarmi (2007), Estetika Seni Rupa Nusantara, Surakarta: ISI
Press, hal 2;3
Dharsono (Sony Kartika (2007), Estetika, Bandung: Rekayasa Sain. hal.11;34-
35, 126,128,135-125, 125-126, 128-129;130;133
_______(2007), Budaya Nusantara: Kajian konsep Mandala dan Konsep Tri-
loka terhadap Pohon Hayat pada Batik. Bandung; Rekayasa sain. hal 32-33; 35-
36;113; 116;129;153.
_______(2013), Wacana Seni Nusantara, ), konsepsi modern dengan sentuhan
tradisi, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti. hal 208
_______(2014), “Fenomena Global local”(Revitalisasi nilai-nlai ajaran budaya
Jawa dalam menemukan jati-diri bangsa sebagai modal agar mampu bersaing
dalam percaturan global), Makalah Seminar, Surakarta: Konggres Kebudayaan
Jawa. Surakarta, 10-13 November 2014;hal 11

Anda mungkin juga menyukai