Anda di halaman 1dari 29

1

Perdarahan Pasca Persalinan (PPP)

Witri Andi Pratiwi


20194010042
2

Perdarahan Post Partum


Kehilangan 500ml atau lebih darah setelah
persalinan pervaginam atau 1000 ml atau
lebih setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO,
2012)
3

Definisi
Batasan jumlah perdarahan dikatakan sebagai
“perdarahan yang lebih dari normal” apabila
menimbulkan perubahan tanda vital :
1. Pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,
dan menggigil.
2. Tekanan sistolik <90mmHg
3. Denyut nadi >100x/menit
(Bagian Obstetri dan Ginekologi FK.UNUD)
KLASIFIKASI

Perdarahan
Perdarahan Post
Post Partum
Partum

Perdarahan
Perdarahan Post
Post Partum
Partum
Perdarahan
Perdarahan Post
Post Partum
Partum Primer
Primer Sekunder/
Sekunder/ pada masa
pada masa nifas
nifas
(early
(early postpartum
postpartum hemorrhage)
hemorrhage) (late
(late postpartum
postpartum hemorrhage)
hemorrhage)

Perdarahan
Perdarahan yang
yang terjadi
terjadi 24
24 jam
jam Perdarahan
Perdarahan yang
yang terjadi
terjadi dalam
dalam
pertama setelah kala III
pertama setelah kala III masa
masa nifas
nifas (Puerpurium)
(Puerpurium)

4
KLASIFIKASI
Perdarahan Post Partum Primer

Perdarahan post partum yang


terjadi dalam 24 jam pertama Perdarahan Post Partum
setelah persalinan Sekunder

Minor  kehilangan darah 500ml-1000ml Perdarahan post partum yang terjadi


Mayor  kehilangan darah >1000ml setelah 24 jam pertama sampai
Masif  kehilangan darah >2000ml atau kurang
kecepatan kehilangan darah150ml/min, atau dari 12 minggu biasanya
50%volume darah yg hilang dalam kurun 3 jam disebabkan oleh sisa plasenta.
.
5
ETIOLOGI
TRAUMA
TONUS
Laserasi jalan lahir
Atonia uteri Ruptur Perineum
Ruptur Serviks
Ruptur Uteri
70%
70%

10% 20%

<1
TISSUE
TISSUE % TROMBIN
TROMBIN
Retensi plasenta Gangguan
Gangguan pembekuan
pembekuan darah
Retensi
Retensi plasenta
sisa plasenta darah
Retensi sisa plasenta
Inversio Uteri
Inversio Uteri 6
7

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum


(Manuaba, 1998)

1. Perdarahan Postpartum 2. Perdarahan Postpartum


primer, penyebab utama Sekunder, disebabkan
antara lain ; antara lain ;
 Atonia uteri  Infeksi
 Retensio plasenta  Penyusutan Rahim yang
 Sisa plasenta tidak baik
 Laserasi jalan lahir  Sisa plasenta yang
tertinggal
 Inversio uteri, Ruptura
Uteri
Terbanyak dalam 2 jam pertama
8

Atonia Uteri Retensio Plasenta Retensio Sisa Plasenta


1. Uterus tidak 1. Plasenta belum 1. Plasenta/ sebagian
berkontraksi dan lahir setelah 30 selaput yang
mengandung
lembek menit pembuluh darah
2. Perdarahan 2. Perdarahan belum lengkap
segera Segera lahir.

3. Kadang disertai 3. Uterus 2. Perdarahan segera


dengan syok berkontraksi 3. Uterus kontraksi
baik tetapi tinggi
fundus tetap

Saifuddin, 2002
9

Robekan Jalan Lahir Inversio Uteri Ruptura Uteri


1. Perdarahan segera 1. Uterus tidak 1. Perdarahan
2. Darah segar yang teraba segera
mengalir
2. Lumen vagina 2. Perdarahan
3. Uterus terisi masa intraabdominal/
berkontraksi baik
3. Tampak tali pervaginal
4. Plasenta lahir
lengkap
pusat (plasenta 3. Nyeri perut
blm lahir) hebat
5. Kadang disertai
dengan gejala ibu 4. Nyeri ringan
pucat, lemah, hingga berat
menggigil.

Saifuddin, 2002
10

Ruptur Perineum

1. Derajat 1  Laserasi epitel


vagina/laserasi kulit perineum saja
2. Derajat 2  Kerusakan pada otot
perineum, tidak melibatkan kerusakan
sfingter ani
3. Derajat 3  Kerusakan pada sfingter ani
3a : <50% sfingter ani eksterna
3b : >50% sfingter ani eksterna
3c : meliputi sampai sfingter ani interna
4. Derajat 4  Kerusakan Stadium 3 hingga
epitel anus
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, jakarta 2014
11

Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, jakarta 2014


12

Koagulopati

• Singkirkan etiologi yang lain (3T)


• Riwayat PPH pada persalinan sebelumnya
• Mudah berdarah ketika dilakukan penjahitan  timbul hematom
• Bleeding time dan clotting time memanjang
• Trombositopenia
• Hipofibrinogenemia
• PTT aPTT memanjang

PREDISPOSISI : Solusio plasenta, IUFD, Sepsis.

Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, jakarta 2014


13

Jenis Syok Berdasarkan Penyebabnya Jenis Syok Berdasarkan Severitasnya


Isselbacher,dkk (1999,hal 219) Tambunan Karmel,dkk (1990 hal 2)

1. Syok Hipovolemik 1. Syok Ringan


Perdarahan dan kehilangan cairan Sadar, Urin normal, Asidosis metabolic (-)/ringan
(gangguan hemodinamik) 2. Syok Sedang
2. Syok Kardiogenik Kesadaran menurun (relative baik), oliguria,
Depresi berat kerja jantung sistolik asidosis metabolic (+)

3. Syok Obstruktif ekstra kardiak 3. Syok Berat


Kesadaran menurun, oliguria, asidosis berat,
Ketidakmampuan ventrikel mengisi saat hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
diastole. menurun)
4. Syok Distributif
Syok septik, syok neurogenic, syok
anafilaktif
14

Syok hipovolemik

Gangguan hemodinamik yang


menyebabkan tidak adekuatnya
hantaran oksigen dan perfusi jaringan.

Guyton A, Hall J. Circulatory Shock and Physiology of Its


Treatment (Chapter 24). Textbook of Medical Physiology. 12th
ed. Philadelphia, Pensylvania: Saunders; 2010. p. 273-84
15

 FFP untuk menggantikan faktor


pembekuan (15 ml/ kg berat badan) jika
 Pada banyak kasus kehilangan
APTT dan PT melebihi 1,5 kali kontrol
darah akut, koagulopati dapat
pada perdarahan lanjut atau pada keadaan
dicegah jika volume darah
perdarahan berat walaupun hasil dari
dipulihkan segera.
pembekuan belum ada.
 Tangani penyebab (ex. solusio  PRC untuk penggantian sel darah merah.
plasenta, eklampsia).
 Kriopresipitat untuk menggantikan
 Berikan darah lengkap segar,
fibrinogen.
jika tersedia, untuk
menggantikan faktor pembekuan  Konsentrasi trombosit (perdarahan
dan sel darah merah. berlanjut dan trombosit < 20.000).
 Jika darah lengkap segar tidak
tersedia, pilih salah satu 

Pedoman Nasional Pelayanan: Kedokteran Perdarahan Pasca Salin 2016


16

RESUSITASI CAIRAN

Prinsip utama pemberian cairan kristaloid adalah


hanya
20%-30% dari jumlah cairan yang akan tetap
bertahan dalam
intravaskular dalam 1 jam setelah pemberian
sehingga
volume yang diberikan sekitar 3 kali lipat dari
jumlah perdarahan.

Pedoman Nasional Pelayanan: Kedokteran Perdarahan Pasca Salin 2016


Pedoman Nasional Pelayanan: Kedokteran Perdarahan Pasca Salin 2016
OBAT UTEROTONIKA
Oksitosin Metilergometr Misoprostol
in
Dosis Awal IV : 20-40IU/1L IM/IV: 0,2mg Oral/rektal
infus (60tpm) 400ug
Dosis Lanjutan IV: 20IU/1L Ulangi 0,2 mg 400 ug (2-4jam
infus (1 amp) setelah Setelah dosis
(40tpm) 15 menit, bila awal)
perlu
0,2mg im/iv
tiap 4 jam
Dosis Tidak lebih dari 5 ampul (1mg) 1200 ug(3
Maksimum 6 plabot infus dosis)
Kontraindikasi Preeklamsia, Asma
Pedoman Nasional Pelayanan: Kedokteran Perdarahan Pasca Salin 2016 Hipertensi
Methylergonovine is a selective and potent antagonist of serotonin
receptors in various smooth muscles, a partial agonist of serotonin
receptors in human umbilical and placental blood vessels, and a partial
agonist and antagonist in some areas of the CNS. Although all ergot
alkaloids exhibit the ability to produce uterine contractions,
methylergonovine and its parent compound, ergonovine, are the most
active of the ergot alkaloids on uterine smooth muscle. Methylergonovine
and ergonovine are additionally partial agonists of alpha-adrenergic
Bolehkah
receptors in blood vessels, but less potent agonists than ergotamine. The
normal response of the coronary arteries in response to the ergot
alkaloids is coronary vasospasm and a resultant decrease in luminal
metergin
diameter. The vasoconstrictive response is most evident after
parenteral administration of methylergonovine and rarely occurs with oral
use. Methylergonovine is a weak antagonist of dopamine in certain blood
diberikan
vessels, and a partial agonist and antagonist of dopamine receptors in
the CNS. Methylergonovine is less potent than bromocriptine in its ability
to produce emesis or inhibit the secretion of prolactin. Clinically,
pada orang
methylergonovine increases the strength, duration, and frequency of
uterine contractions and decreases uterine bleeding. Methylergonovine is
considered a second-line agent for uterine atony, used when massage
hipertensi?
and therapy with oxytocin has failed. While oxytocin stimulates
contractions of the upper uterine segment, methylergonovine stimulates
the upper and lower segments for stronger uterine tone. Endpoints of
therapeutic effect include the onset of uterine contractions and the
cessation of hemorrhaging following obstetric delivery. The drug may
increase blood pressure or induce vasospasm in therapeutic use, but rarely does
the drug cause serious cardiovascular or cerebral responses.
Oxytocin (Pitocin) is the first choice for prevention
of postpartum hemorrhage because it is as
effective or more effective than ergot alkaloids or
prostaglandins and has fewer side effects.
“Misoprostol is another prostaglandin that
increases uterine tone and decreases postpartum
bleeding. Misoprostol is effective in the treatment Misoprostol
vs
of postpartum hemorrhage, but side effects may
limit its use. It can be administered sublingually,
orally, vaginally, and rectally. Doses range from

oxytocin
200 to 1,000 mcg; the dose recommended by
FIGO is 1,000 mcg administered rectally. Higher peak
levels and larger doses are associated with more side effects,
including shivering, pyrexia, and diarrhea. Although
misoprostol is widely used in the treatment of
postpartum hemorrhage, it is not approved by the
U.S. Food and Drug Administration for this
indication.”
21

Kompresi
Masase Uteri Bimanual
22

Kondom Kateter
Metode ini dikembangkan di
Bangladesh oleh
Ginekologist, Prof. Sayeba
Achter. Diikatkan pada kateter sehingga
namanya adalah Metode Kondom Kateter.

Fungsi utamanya adalah


mengembangkan uterus
dari dalam melalui
kondom berisi air, sehingga
diharapkan mampu menekan pembuluh
darah.
Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM
23

Langkah Pemasangan
1. Pasien posisi litotomi, pastikan kandung kemih kosong
2. Alat sudah disiapkan (Sudah memasang kateter dan kondom dgn benang sutra/ benang tali pusat
steril & menyiapkan infus set)
3. Bersihkan genitalia eksterna
4. Introduksi kondom ke dalam kavum uteri bisa dengan speculum sims/ secara langsung dengan
jari (seperti memasang kateter folley untuk induksi)
5. Kondom diisi dengan cairan dari selang infus hingga perdarahan berhenti (500-1000ml)
6. Fiksasi dengan tampon bola
7. Observasi tanda vital, perdarahan, dan kontraksi uterus (berhasil apabila selama 30menit 1 jam
darah yang keluar kurang lebih 25-50ml)
8. Lepas tampon apabila pasien sudah stabil (100ml tiap 5-10 menit)

Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM &


Buku Panduan Skills lab UMY
24

Penatalaksanaan

Retensio Plasenta
1. Jika plasenta belum lahir selama 30 menit setelah pemberian
oksitosin dan uterus teraba berkotraksi  Peregangan tali pusat
terkendali
2. Hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus uteri yang terlalu
kuat  Inversio Uteri
3. Jika peregangan tali pusat terkendali belum efektif  lakukan
manual plasenta
4. Usaha melepaskan plasenta yang kuat  Perdarahan hebat/ hingga
perforasi uterus  tindakan Histerektomi

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK.UNUD


25
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK.UNUD
Inversio Uteri

26
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK.UNUD
2. Apakah pemberian kalnex (asam traneksamat)
sudah tepat dalam menghetikan perdarahan?

Kalnex adalah golongan obat


tranexamic acid. Obat ini
digunakan untuk menghentikan
kondisi perdarahan (agen
antifibrinolytic)

drugs.com (2017). Tranexamid Acid.


27
28

Berdasarkan Penelitian Anas Alatas


(2013) tentang Keefektivan Metode
Pemberian Asam Traneksamat
didapatkan hasil bahwa metode
pemberin kalnex 1 gram efektif dalam
mengurangi perdarahan pascaoperasi.
29

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai