Anda di halaman 1dari 11

KASUS MALPRAKTEK PADA KAMAR OPERASI

MAKALAH UNDANG-UNDANG DAN


HUKUM ETIK KEDOKTERAN
“KESALAHAN PADA PEMBERIAN ANASTHESI”

Disusun oleh :

Asma’ul Fitria 1511B0006


Lisa Nur Hidayah 1511B0034
Kiki Nur Hafifah 1511B0031
Ony Wida Pratama 1511B0042
Aji Kisworo 1511B0002
Tri Adi Putra 1511B0058
Yufrits Asbanu 1511B00
KRONOLOGI KASUS
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah
kamar operasi. Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan
dilakukan anastesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan oleh
dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter ahli
bedah tulang (orthopedy). Operasi berjalan lancar. Namun,
tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami
gangguan pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia
harus dirawat terus menerus di ruang perawatan intensif
dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian
ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan
operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah
tulangnya.
Lanjutan……

Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada


kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi (N2O) yang
dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata
yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk
operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga
proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak
sadar dan akhirnya meninggal.
Analisis Masalah
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap
tindakan kesengajaan (dolus) saja. Tetapi juga akibat
kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga
mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan
hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian
dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang
tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar
Undang - undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik
dengan sanksi pidana.
Lanjutan ….
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal
359, misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
 Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan
jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP),
(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat
luka- luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling
lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap
dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana
Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan
dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka
pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter
tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan
terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa
orang lain maka pencabutan hak menjalankan
pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik
Kedokteran Indonesia /KODEKI)
a. Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “
seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”.
Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan
kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional
harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum
dan agama.
b. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap
dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap
tindakannya, dokter harus betujuan untuk memelihara
kesehatan dan kebahagiaan manusia.
Undang-undang yang terkait dengan kasus:

1. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


2. UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
SOLUSI …
Dengan melihat faktor-faktor penyebab dan juga
segala macam sanksi hokum serta segala macam
pelanggaran kode etik atas kasus yang kami ambil
dalam hal ini kesalahan pemberian atau pemasangan
gas setelah operasi pembedahan tulang di atas maka
pencegahan terjadinya malpraktek harus dilakukan
dengan melakukan perbaikan sistem, mulai dari
pendidikan hingga ke tata-laksana praktek kedokteran.
KESIMPULAN …
Dalam kasus ini si pasien yang pada awalnya hanya mengalami
masalah pada tulangnya pada akhirnya harus menghembuskan
nafasnya untuk terakhir kalinya hanya karena kesalahan pemberian
gas setelah operasi.
Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian
dari dokter ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian
pelayanan kesehatan terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa
disebabkan karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik,
pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin masih minim serta
banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut tidak hanya
melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku
dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa
seseorang maka perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara;
pembenahan majemen rumah sakit, meningkatkan ketelitian dalam
menjalankan profesi kedokteran serta memperdalam segala macam
pengetahuan tentang berbagai macam tindakan pelayanan kesehatan
TERIMAKASIH BANYAK GAESS 

Anda mungkin juga menyukai