Anda di halaman 1dari 61

TOKSIKOLOGI FORENSIK

Dra. Suhartini, Apt., MS


BAGIAN ILMU KED FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL FK UGM
Tujuan instruktional umum

 Setelah mempelajari toksikologi forensik


diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan mengaplikasikan dalam penanganan
kasus-kasus forensik khususnya yang
berkaitan dengan racun, baik pada korban
hidup maupun korban meninggal
Tujuan instruksional khusus

 Mahasiswa mampu memahami pengertian


toksikologi,jenis, sifat dan kerja/efek racun
 Mahasiswa mampu menganamnesis kasus
akibat racun
 Mahasiswa mampu mengambil sampel dengan
tepat
 Mahasiswa mampu menganalisis dan
menyimpulkan diagnosa atau sebab kematian
akibat racun
 Mampu mempertanggungjawabkan hasil analisa
untuk kepentingan hukum
TOXICOLOGY
IS THE SCIENCE OF “TOO MUCH”

Intoxication of a living organism


is a consequence of having
exceeded
the maximum safe dose
of a certain substances’

W. Seinen
Pengertian Racun

 Toksikologi : ilmu pengetahuan


mengenai kerja senyawa yang
merugikan terhadap organisme hidup.
 Racun (Taylor) : bahan jumlah relatif
kecil masuk ke tubuh,timbul reaksi
kimiawi menyebabkan penyakit atau
kematian
Pengertian Racun
 Racun (skr banyak dianut) : zat bekerja pada
tubuh secara khemis dan fisiologis dalam
dosis toksis menyebabkan gangguan fungsi
tubuh, mengakibatkan penyakit atau
kematian
 Forensik : pengetahuan tentang masalah
berkaitan dengan hukum
 Toksikologi forensik : semua aspek
pemeriksaan racun yang mempunyai
implikasi hukum
Aplikasi toksikologi forensik

 Pemeriksaan obat pada jenazah 


menentukan sebab kematian
 Mengetahui mengapa peristiwa
terjadi
pemeriksaan obat ditempat kerja
penyelidikan bahan berbahaya
Tes obat/zat pada jenazah/korban

 Informasi kasus di Tempat Kejadian Perkara


 Tanda klinis pada jenazah
 Pengambilan sampel untuk pemeriksaan
toksikologi
 Pemeriksaan sampel atau pengiriman sampel
 Menentukan kematian akibat racun atau
bukan.
 Menentukan cara kematian apakah karena
kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tes obat pada tempat kerja

 Tempat kejadian perkara  urine


dan darah, muntahan, sisa barang
bukti
 Institusi  mencegah
penyalahgunaan obat, misal pada:
pegawai, calon pegawai,
mahasiswa baru/pindah sekolah,
atlit
 Pelayanan kesehatan  Intoksikasi
Identifikasi obat/zat berbahaya

 Membrantas penyalahgunaan
obat/zat berbahaya: Napza,
formalin, boraks, zat pewarna
pada makanan/minuman
 Tes cepat  kit misal narkotik tes
 Konfirmasi  pemeriksaan di
laboratorium
Masuknya racun kedalam tubuh
 Mulut (Oral, ingesti)
 Suntikan
 Inhalasi
 Kulit normal atau yang
sakit
 Dubur
 Vagina
Sumber dan cara kerja racun

 Rumah tangga
 Dunia kedokteran

 Lapangan pertanian

 Industri atau laboratorium

 Di alam bebas

Cara kerja racun :


- Setempat

- Umum

- Setempat dan umum


Intoksikasi

 Kecelakaan
 Tidak sengaja/tidak tahu
 Sengaja bunuh diri, pembunuhan

 Dokter
 Para medis memahami
 Tenaga medis intoksikasi
Intoksikasi
 Suatu kondisi dimana seseorang kemasukan
racun dan memperlihatkan gejala keracunan

 Penggunaan racun sudah sangat lama, dulu


hukuman mati dengan pemberian racun
sianida

 Yang membedakan racun atau bukan adalah


dosis dan maksud pemberian suatu zat
Efek Toksik Suatu Zat :

 Kualitas intrinsiknya
 Dosis dan bioavailabilitasnya
 Cara penggunaannya
 Konsentrasi
 Durasi dan frekuensi
penggunaan
 Interaksi terhadap zat lain
 Kondisi pengguna
Toksikologi Forensik dan
Toksikologi klinik

 Toksikologi klinik apakah pasien


mengalami intoksikasi, perlu obat apa?
Perlu dicari penyebab adanya gejala
abnormal
 Toksikologi forensik mengungkap
apakah seseorang telah mengalami
intoksikasi akibat kecelakaan,
kesengajaan atau menjadi korban
tindak kejahatan
Toksikologi Forensik dan
Toksikologi klinik

 Untuk menentukan hal tersebut perlu


koordinasi antara penyidik, ahli patologi
forensik dan laboratorium toksikologi

 Semua zat dapat menyebabkan


intoksikasi tergantung jenis, dosis,
interaksi, cara penggunaan dan kondisi
pasien.
Kriteria diagnostik pada kasus
keracunan

 Anamnesa korban kontak


dengan racun
 Tanda dan gejala
 Ditemukan kelainan pada
tubuh korban
 Sebab kematian lain dapat
disingkirkan (tergantung
kasus)
 Analisa kimia
Obat yang disalahgunakan

 Opium
 Amphetamine
 Cocaine
 Ganja
 Phencyclidine
 Over dosis obat
Cara terjadinya intoksikasi

 Racun dapat masuk kedalam


tubuh:
 karena tidak tahu termasuk
pengobatan sendiri
 penyalahgunaan obat,

 keingintahuan terhadap sesuatu.


Cara terjadinya intoksikasi

 Kecelakaan termasuk kesalahan, kecerobohan


atau ketidaktahuan. Dapat terjadi pada anak,
kondisi lingkungan kerja, terkait dengan terapi
(iatrogenic intoxication/calculated
risks/iatrogenic poisoning)

 Unsur kesengajaan termasuk disini intoksikasi


oleh diri sendiri atau orang lain.
Sampel

 Darah
 Urin hidup
 Isi lambung
 Vitreous humor
 Hati dan empedu meninggal
 Ginjal
 Rambut
Pengambilan contoh bahan utk
pemeriksaan toksikologi

 Korban hidup  jenis racun ?, cara


masuk racun ?, darah, urin dan
bilasan lambung, muntahan
 Korban meninggal  cara masuk
racun ?, metabolisme ?, ekskresi?
Target organ ?
 Pada beberapa keadaan  lemak,
rambut, darah
Pemeriksaan racun pada jenazah
- Kematian terjadi cepat 
kongesti, oedema paru, otak dan
ginjal
- Kematian terjadi lambat 
kelainan agak spesifik
- Pemeriksaan luar  pakaian,
lebam mayat, bercak sekitar mulut,
bau, kelainan lain.
- Pemeriksaan dalam  bau,
kelainan gastrointestinal mis zat
korosif
Bahan pengawet
 Pada umumnya utk jaringan
dapat dipakai alkohol absolut
 NaF 1 %
 Garam fisiologis
 NaF dan Na sitrat
 Na benzoat dan phenil merkuri
nitrat
Pengiriman ke laboratorium

 Tempat bersih
 Tiap botol satu sampel
 Contoh bahan pengawet
 Hasil pemeriksaan singkat
 Disegel
 Penyegelan ada saksi
 Apabila jenazah diawetkan, sampel
diambil sebelum diawetkan (Idries, 1979)
Analisis

 Isolasi obat dari jaringan dg pelarut tertentu


 Dimurnikan
 Analisa : obat dalam urin dapat dianalisa dg
Gas Chromatografi, Gas Chromatografi Mass
Spectrofotometri, Thyn Layer Chromatografi

(DiMaio, 2001)
Skrining

 Alkoholis
 Asam : barbiturat, salisilat, karbonat
 Basa : transkuiliser,narkotik sintetis,anestesi
lokal, antihistamin, antidepresan, alkaloid
 Narkotik:opiat, kokain, metadon dg
imunoasy pada urin; jika positif dianalisa
kuantitatif dg GCMS

( DiMaio, 2001)
Alkohol
 Sumber : berbagai minuman, bahan sintetik
spt brem, air tape
 Farmakokinetik : absorpsi dimukosa mulut
dan lambung, 80 % di usus halus dan kolon.
Metabolisme di hati, kadar alkohol darah
menurun rata-rata 15 mg% setiap jam
 Farmakodinamik: alkohol berpengaruh pada
susunan syaraf pusat, alkohol sinergis dengan
obat-obat golongan meprobamat,
klorpromazine, penenang dan morfin
Tanda dan gejala keracunan alkohol

 Kadar 10-20 mg %  penurunan


ketrampilan
 Kadar 30-40 mg %  penurunan
penglihatan
 Kadar 200 mg %  reflek menurun
 Kadar 250-300 mg %  inkoordinasi otot
 Kadar 400-500 mg %  koma, meninggal
Kelainan pada keracunan kronik
alkohol

 Saluran pencernaan: gastritis, tumor


ganas di mulut
 Hati: penimbunan lemak, hepatitis sirosis
dan hepatoma
 Jantung : kardiomiopati alkoholik
 Sistem saraf : kerusakan korpus kalosum
 Sering terjadi gangguan nutrisi
Aspek mediko legal

 Faktor pencetus kecelakaan,


pembunuhan dan bunuh diri
 Alkohol pada pengemudi
 Perlu dibedakan alkoholik yang
menimbulkan kejahatan dan
kejahatan yang mengakibatkan
kecanduan
Metil alkohol

 Sumber : destilasi kayu


 Farmakokinetik : metanol
formaldehid dan asam format.
 Farmakodinamik : metanol menekan
susunan syaraf pusat, lebih toksik
dari etanol karena efeknya lebih
lama
Tanda dan gejala keracunan metanol

 Karena metabolitnya bersifat toksik,


gejala timbul setelah masa laten
 Kebutaan dapat terjadi bila terminum
sebanyak 15 ml
 Tanda pada jenazah tidak khas,
tercium bau khas dan tanda asfiksia.
Ditemukan bendungan alat dalam dan
bintik perdarahan
Arsenikum
 Sumber : industri dan pertanian
untuk penyemprotan buah-
buahan,insektisida,
fungisida,rodentisida,herbisida. Juga
terdapat dalam tanah, air, bir,
kerang, obat-obatan
 Farmakokinetik : arsen ditimbun
dalam hati, ginjal, kulit, tulang, kuku
dan rambut
Arsenikum cont’d

 Farmakodinamik : kadar dalam


rambut pada keracunan 0,75 mg/kg
pada kuku 1 mg/kg. Dosis fatal As2O3
200-300 mg sedang Arsin 1:20000
dalam udara
 Tanda dan gejala keracunan: gastritis,
hemolisis hebat, ginjal terjadi
nekrosis. Pada keracunan kronik
tampak gizi buruk, keratosis arsenik
Pemeriksaan toksikologis Arsenikum

 Sanger black tes


 Reinsch tes
 Bettendorff tes
 Marsh tes
Insektisida
 Sumber : banyak dipakai dalam pertanian,
perkebunan dan dalam rumah tangga.
 Keracunan terjadi karena kecelakaan dan
percobaan bunuh diri, jarang sekali karena
pembunuhan
 Penggolongan : Hidrokarbon terkhlorinasi
termasuk DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin,
Chlordane, Lindane dan Inhibitor
Kolinesterase terbagi organofosfat,
karbamat
Insektisida Hidrokarbon terkhlorinasi

 Farmakokinetik : DDT dapat diabsorpsi


melalui kulit dan inhalasi, dalam jumlah besar
ditimbun didalam lemak. Hanya 20 % DDT
yang ditelan dijumpai sbg DDA dalam urin
 Farmakodinamik : stimulator SSP, sensitivitas
miokardium meningkat. Kematian akibat
depresi pernafasan atau vibrilasi ventrikel.
Dosis toksik 1 g, dosis fatal 30 g; Aldrin 2-5g;
Dieldrin 2-5 g; Endrin 10 mg/kg; klordan 6 g
DDT

 Tanda dan gejala : keracunan ringan,


lelah, sakit kepala,gelisah. Keracunan
berat, pusing, gangguan keseimbangan
 Pemeriksaan ked forensik: anamnesa
kontak dg insektisida, biopsi lemak
tubuh pd perut setinggi garis pinggang
minimal 50 g. Keadaan normal terdapat
dalam lemak tubuh kurang dari 15 ppm
Insektisida gol inhibitor kolinesterase

 Farmakokinetik : diabsorpsi cepat dan


efektif melalui oral, inhalasi, mukosa dan
kulit. Diekskresi dalam bentuk metabolit
melalui urin.
 Farmakodinamik : mengikat enzim AChE
sehingga AChE inaktif. Mula-mula stimulasi
kemudian depresi pada SSP. Kematian
akibat kegagalan pernafasan dan blok
jantung
Insektisida gol inhibitor kolinesterase

 Pemeriksaan ked forensik :


Keracunan akut ditemukan tanda
asfiksia, odem paru dan bendungan
organ serta bau zat pelarut minyak
tanah.
 Saat kritis 4-5 jam pertama.
 Keracunan kronis, diketahui dengan
penentuan kadar AChE dalam darah.
Narkotika

 Narkotika, berasal dari bahasa


Yunani berarti narkosis,
menghilangkan rasa nyeri dan
menyebabkan keadaan stupor.
 Hipnotika: gol obat tidur
 Sedativa: depresi ringan Susunan
Syaraf Pusat
Narkotika cont’d
 Penggolongan :
- Morfin dan turunannya misal morfin,
delaudid, heroin, nalorfin, kodein dan
naloxone.
- Benzomorfan misal pentazocine dan
levorphanol
- Gol. 4-fenilpiperidin misal pethidine dan
trimeperidine
- Gol difenilpropilamin misal methadone dan
ticarda
- Lain-lain misal fenotiazin dan benzimidazole
Narkotika cont’d

 Sumber : Preparat murni yang lazim


digunakan dibidang medis adalah
garam klorida, sulfat atau fosfat
 Farmakokinetik: absorpsi dapat
berlangsung di saluran cerna, selaput
lendir hidung dan paru, suntikan.
Morfin tertimbun dlm ginjal, paru, hati
dan limpa.
Narkotika cont’d

 Farmakodinamik : cara kerja belum dapat


dijelaskan secara pasti, demikian pula
terjadinya toleransi. Semua narkotika
umumnya menekan Susunan Syaraf Pusat.
 Gejala dan tanda keracunan : mula-mula
eksitasi susunan saraf kemudian narkosis
hingga syok, kematian biasanya terjadi pada
penggunaan intra-vena.
Narkotika cont’d
 Mekanisme kematian : depresi pusat
pernafasan, edema paru, syok
anafilaktik, dapat pula karena
pemakaian alat suntik.
 Takaran mematikan :
 Terkecil pernah dilaporkan 60 mg morfin,
 Biasanya 200 mg.
 Dalam urin 55mg % penggunaan
berlebih.
 Dalam urin 5-20 mg % atau dalam darah
0,1-0,5 mg %  toksik
Narkotika cont’d

 Pemeriksaan forensik: pada korban hidup,


apabila pemeriksaan lab positif, maka wajib
melaporkan kepada yang berwenang untuk
kepentingan hukum
 Pemeriksaan jenazah : bekas suntikan,
jaringan parut (intravenous/mainline tracks);
pembesaran kelenjar getah bening; lepuh
kulit; kelainan paru akut atau kronik;
kelainan hati; limpa membesar; asfiksia.
Barbiturat
 Sumber : sering digunakan sebagai
sedatif, hipnotik, antikonvulsan,
anaestetik.
 Penggolongan :
 kerja lama (6 jam) misal luminal;
 kerja sedang (3-6 jam) misal nembutal;
 kerja singkat (3 jam) misal siklobarbital;
 kerja sangat singkat misal tiopental
Karbon Monoksida

 Sumber : gas CO ditemukan pada hasil


pembakaran tidak sempurna
 Farmakokinetik : CO diserap melalui
paru sebagian besar diikat oleh Hb,
afinitas COHb 208-245 kali afinitas O.
Karbon Monoksida

 Farmakodinamik : CO bereaksi dg Fe dari


porfirin bersaing dengan O2, mengikat
Hb sehingga Hb inaktif mengakibatkan
hipoksia jaringan
 Tanda dan gejala keracunan : saturasi
COHb 50-60 % sinkop; 60-70 % koma
dan kejang; 70-80% gagal pernafasan
dan meninggal
Karbon Monoksida

 Pemeriksaan ked forensik : anamnese


kontak dan gejala keracunan CO;
miokardium ditemukan perdarahan
dan nekrosis
 Penderita yang mengalami koma, akan
menderita gejala kerusakan sel
susunan saraf pusat berupa gejala
disorientasi.
Mekanisme toksisitas CO

 Co terikat Hb anemik
anoksia

 CO yang larut dalam plasma


jaringan, mengikat enzim
pernafasan dalam sel
Pemeriksaan toksikologis CO

 Tes alkali delusi


 Mikrodifusi Conway
 Spektroskopis
 Gas khromatografi
Sianida
 Sumber : CN merupakan racun toksik, HCN
sebagai fumigasi; garam CN dipakai dalam proses
pengerasan baja, penyepuhan emas, fotografi dan
untuk pupuk penyubur.
 Farmakokinetik : diabsorpsi melalui sal
pencernaan, HCN diabsorpsi melalui sal
pernafasan.
 Tanda dan gejala : keracunan akut menyebabkan
gagal nafas; keracunan kronik pucat dan dapat
menyebabkan golter dan hipotiroid
Sianida

 Pemeriksaan ked forensik : bau


amandel, sianosis pada wajah dan
bibir, busa keluar dari mulut, lebam
mayat berwarna merah terang
karena darah vena kaya akan oksi-
Hb, terdapat cyanmet-Hb.
 Pada korban menelan garam alkali
sianida, ditemukan kelainan pada
mukosa lambung berupa korosi.
Pemeriksaan toksikologis Sianida

 Reaksi biru Berlin


 Tes asam pikrat (Guignard tes)
 Modifikasi mikrodifusi
Timbel
 Sumber : timah hitam atau
Plumbum dalam jumlah besar
dalam badan accu/batterai, pipa air
zaman dulu, timah solder, bahan
dasar cat, dempul meni, glasier
dari benda-benda keramik
 Menurut WHO maksimum air
minum mengandung Pb 40 ug/l;
dalam udara normal 2-3 ug/m3
Metode analisa Timbel

 Skrining tes : immunoassays, Thin


Layer Chromatography, UV-vis
 Analisa konfirmasi: Gas
Chromatography, GCMass
Spectrometry, LCMS
 Analisa logam: kolorimetri, Atomic
Absorption Spectrophotometry,
Neutron Activation Analysis
Buku acuan
 Ariens E.J.,dkk., 1993 : Toksikologi
umum (pengantar), Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
 Flanagan R.J., dkk., 1995 : Analisis
Toksikologi Dasar, International
Programme on Chemical Safety, WHO,
Geneva.
 Budiyanto A,dkk., 1997 : Ilmu
Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran
Forensik FK UI, Jakarta.
Buku acuan

 Vincent J. DiMaio, Dominick DiMaio, 2001 :


Forensic Pathology, second edition, CRC
Press, p 507-551
 Steven G. Gilbert, 2004 : A small dose of
Toxicology, The Health Effects of Common
Chemicals, CRC Press, Boca Raton, London,
New York, Washington, D.C.
 James, S H. and Nordby, JJ. 2005: Forensic
Science, second edition, Taylor and Francis
Group, CRC Pres, p 61- 77

Anda mungkin juga menyukai