TOKSIKOLOGI FORENSIK
Pembimbing:
Disusun oleh:
Kelompok H31
Khalishah 201820401011125
Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
Penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat pada pembaca.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam
kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................3
2.1 Definisi Toksikologi Forensik...............................................................................................3
2.2 Etiologi...................................................................................................................................3
2.2.1 Sianida.......................................................................................................................3
2.2.2 Karbon Monoksida (CO).........................................................................................11
2.2.3 Alkohol....................................................................................................................27
2.2.4 Arsen........................................................................................................................32
BAB III..........................................................................................................................................40
PENUTUP.....................................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Toksikologi forensik adalah penerapan ilmu toksikologi pada berbagai kasus dan
permasalahan kriminalitas dimana obat-obatan dan bahan kimia yang dapat menimbulkan
konsekuensi medikolegal dan dapat digunakan sebagai bukti dalam pengadilan. Metode yang
digunakan dalam toksikologi forensik terus berkembang seiring dengan berjalanya waktu.
Penggunaan metode tertentu, alat-alat yang diperlukan, serta interpretasi hasil dalam pengujian
sampel mengenai obat-obatan klinis dan cara uji laboratoris sangat membantu dalam
Pada umumnya seorang ahli forensik harus mampu mempertimbangkan suatu keadaan
tertentu dalam proses investigasi, seperti adanya gejala fisik, dan beberapa bukti tertentu yang
didapatkan dan berhasil dikumpulkan pada lokasi kejahatan yang dapat mengkerucutkan suatu
proses pencarian seperti ditemukanya barang bukti obat-obatan, serbuk , residu jejak zat toksik
pada lokasi kejadian. Dengan adanya informasi tersebut, seorang ahli toksikologi harus dapat
menentukan senyawa toksik apa, berapa konsentrasinya, dan efek yang mungkin terjadi dalam
Secara garis besar, berdasarkan Society of Forensic Toxicologist, Inc. (SOFT), Bidang kerja
dari toksikologi forensik meliputi: 1) analisis dan evaluasi racun penyebab kematian, 2) analisis
ada atau tidaknya kandungan alkohol atau obat terlarang dalam cairan tubuh atau nafas yang
dapat mengakibatkan perubahan perilaku, 3) analisis obat-oabatan terlarang di darah dan urin
pada kasus penyalahgunaan narkotika , psikotropika dan obat terlarang lainya. Tujuan lain dari
analisis toksikologi forensik adalah dapat membantu untuk melakukan rekonstruksi suatu
1
2
peristiwa yang telah terjadi , sampai mana obat atau zat kimia tersebut mengakibatkan perubahan
Pentingnya ilmu toksikologi dalam bidang kedokteran forensik menjadi latar belakang penulis
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
2.2.1 Sianida
2.2.1.1 Definisi
Sianida berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang mengacu pada
hidrogen sianida yang disebut Blausäure (“blue acid”) di Jerman. Sianida merupakan
senyawa kimia dari kelompok siano, yang memiliki 3 buah atom karbon yang
3
4
berikatan dengan nitrogen (C=N), dan dikombinasi dengan unsur-unsur lain seperti
kalium atau hydrogen (Cahyawati et al., 2017).
Sianida di alam dapat diklasifikasikan sebagai sianida bebas, sianida
sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida. Sianida bebas adalah
penentu ketoksikan senyawa sianida yang dpat didefinisikan sebagai bentuk molekul
(HCN) dan ion (CN-) dari sianida yang dibebaskan melalui proses pelarutan dan
disosiasi senyawa sianida. Kedua sepesies ini berada dalam kesetimbangan satu sama
lain yang bergantung pada pH sehingga konsentrasi HCN dan CN- dipengaruhi oleh
pH. Pada pH dibawah 7 keseluruhan sianida berbentuk HCN sedangkan pH diatas
10,5, keseluruhan sianida berbentuk CN- (Cahyawati et al., 2017). Reaksi antara ion
sianida dan air ditunjukkan dalam reaksi berikut:
Sedangkan kompleks kuat seperti kompleks sianida dengan emas, besi, dan kobalt
cenderung sukar terurai menghasilkan sianida bebas (Pitoi et al., 2015).
Sianida dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien dalam tubuh. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Konsumsi bahan pangan yang mengandung senyawa sianogenik glukosida dikaitkan
dengan beberapa penyakit yang mempengaruhi sistem saraf. Sianida merupakan
senyawa yang larut air sehingga pencucian ataupun perendaman bahan pangan sering
dilakukan untuk mengurangi kadarnya (Toro et al., 2015).
thiosianat (bentuk yang lebih aman bagi tubuh) baru kemudian dikeluarkan dari tubuh
(Pitoi, 2015).
adanya stimulasi pada kemoreseptor perifer dan sentral dalam batang otak dalam
upaya mengatasi hipoksia jaringan (Cahyawati, 2017).
Manifestasi klinis kardiovaskular pada pasien dengan keracunan sianida
awalnya pasien akan mengalami gejala palpitasi, diaphoresis, pusing atau kemerahan.
Selain itu, juga terjadi peningkatan curah jantung dan tekanan darah yang disebabkan
oleh adanya pengeluaran katekolamin. Selain terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
hipootensi, dan penurunan kemampuan inotropik jantung, sianida juga menekan
nodus sinoatrial (SA node) dan menyebabkan terjadinya aritmia serta mengurangi
kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, selama terjadi keracunan sianida,
status hemoodinamik pasien menjadi tidak stabil, karena adanya aritmia ventrikel,
bradikardia, blok jantung, henti jantung dan kematian (Cahyawati, 2017).
Penilaian Tindakan
Reduksi atau eliminasi Untuk paparan yang terhirup, pindahkan korban dari
sumber sianida tempat kejadian atau terduga
Untuk paparan yang tertelan, lakukan kumbah lambung
dengan charcoal / arang
Supportive management CPR
Administrasi O2 100%
Sodium bicarbonate untuk mengoreksi asidosis metabolik
Anticonvulsant, epinephrine , anti aritmia jika dibutuhkan
2.2.2.1 Definisi
% COHb Gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat di kepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh
darah kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, padangan jadi kabur, mausea,
muntah-muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang yang
intermetten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan
meninggal dalam beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 Meninggal dalam beberapa menit
a. Kecelakaan
Penyebab terbesar kematian pada kebakaran rumah tidak
disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal
ini disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas lain seperti
phosgene dan acrolein sebagian turut berperan. Menghirup CO dapat
membunuh manusia walaupun sedang tidur atau terperangkap pada
saat didalam gedung yang terbakar.
b. Bunuh Diri
Terdapat laporan tiga kasus kematian akibat menghirup CO dari
knalpot mobil ketika berada di luar ruangan. Konsentrasi
karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% samapai 81%. Seluruh
korban ditemukan bergeletak dekat dengan pipa knalpot mobil. Dua
17
c. Pembunuhan
Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang terjadi, namun
jangan diabaikan karena korban sebelumnya dapat dibuat tidak sadar
atau mabuk lalu dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan
kemudian bunuh diri. Pola kematian pada kasus pembunuhan
menggunakan CO harus dievaluasi dengan perhatian penuh karena
tindakan pembunuhan dapat dianggap sebagai kematian akibat
kecelakaan, bunuh diri, atau kematian yang wajar (Carolyne, 2011).
2.2.2.7 Pemeriksaan
b. Foto Thoraks
Diperlukan pada keracunan yang signifikan, gejala pulmonal, atau bila
akan diterapi dengan oksigen hiperbarik. Pada umumnya gambaran foto
thoraks tidak didapatkan kelainan. Gambaran ground glass, kesuraman
perihilus dan edema intra alveolar menunjukan prognosa yang buruk.
c. CT-Scan
21
d. MRI
MRI lebih akurat dibanding dengan CT-Scan dalam menentukan lesi
fokal dan demielinisasi substansia alba. MRI juga sering digunakan untuk
memantau kemajuan pasien.
e. EKG
Sinus takikardi adalah kelainan yang paling sering tejadi. Aritmia
mungkin terjadi akibat hipoksi, iskemia atau infark. Mungkin juga
ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufiensi koroner,
ekstrasistol dan fibrilasi atrium.
f. Pengujian Neuropsychologic
Pengujian yang dilakukan diantaranya pengujian konsentrasi, fungsi
motorik halus, dan pemecahan masalah secara konsisten (Putu, 2015).
a) Pemeriksaan luar
Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan tubuh,
membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh tubuh misal
tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang dibanding dengan yang
lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat di daerah hipostasis post mortem
dan menunjukkan kejernihan kadar COHb telah melampaui 30%. Pada
pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan pencahayaan yang baik karena
tidak semua warna cherry red yang ditemukan dalam pemeriksaan luar jenazah
22
Eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak
badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan
tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit (Carolyne,
2011).
b) Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO, walau hal ini
sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan keracunan CO dan
kehilangan oksigen.
- Pengambilan sampel darah lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan
lengkap, pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah
kanan dan sebelah kiri bila darah masih dapat ditemukan.
- Dapat diambil setiap saat sebelum terjadi proses pembusukan sebab:
o Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.
o Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang telah
terjadi.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan sumsum
tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan otak,
conjunctiva, endocard.
3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)
4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal
c) Pemeriksaan Tambahan
a) Darah lengkap
Leukositosis ringan
b) Serum elektrolit
Laktoasidosis, hipokalemia
24
c) Gula darah
hiperglikemia
f) Urinalisis
Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronis
g) Methemoglobin
Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O2 rendah dan Pa O2 normal.
h) Etanol
Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut disengaja
ataukah tidak.
i) Kadar sianida
Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik), paparan
terhadap sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik yang tidak diketahui
sebabnya.
j) Histopatologis
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan mikrokospis
di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada otak, hati, ginjal dan
limpa.
2.2.2.8 Diagnosis
Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah terbukti adanya trauma oleh karena
panas atau adanya inhalasi. Peningkatan kadar sianida dilaporkan pada korban
kebakaran, pada penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
kadar COHb dan konsentrasi sianida darah demikian pula bila korban keracunan
COHb oleh karena usaha bunuh diri, perlu juga dicari adanya obat-obat seperti
asetaminofen, salisilat dan etanol.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua paseien baik pada gejala atau
tanpa gejala, dan bila terdapat (umumnya sinus takikardi dan perubahan segmen ST),
maka pemeriksaan serial enzim kreatinin kinase (CK) dan laktat dehidrase (LDH)
sebaiknya dilakukan dan pasien diobservasi secara ketat. Gas karbon monoksida
dengan sequale neuropsikiatri maka CT-Scan kepala atau MRI kepala dapat
menunjukan adanya karakteristik abnormal seperti nekrosis bilateral dari globus
pallidus, korteks serebi dan substansi nigra.
50% dalam waktu 1-2 jam. Jika kadar karboksihemoglobin dalam darah
lebih dari 20% perlu terapi oksigen hiperbarik).
c. Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan dengan
oksigen 100% sampai pernapasan kembali normal.
2. Antidoum: oksigen yang diberikan pada tindakan gawat darurat merupakan
antidot terhadap keracunan karbon monoksida.
3. Tindakan umum
a. Usahakan suhu badan normal. Turunkan suhu badan, jika terjadi
hiperthermia.
b. Perhatikan tekanan darah penderita.
c. Untuk mengurangi edema serebral, berikan manitol 1 g / kg sebagai
larutan 20% secara IV dalam waktu lebih dari 20 menit. Untuk
mengatasi edema serebral, berikan prednisolon 1 mg / kg secara IV
atau IM tiap 4 jam, atau obat golongan kortikosteroid lain yang
setara.
d. Jika terjadi radang paru karena infeksi bakteri, berikan obat
kemoterapi yang spesifik.
e. Untuk mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi neurologik yang
timbul kemudian, perlu istirahat di tempat tidur selama 2-4 minggu.
f. Atasi konvulsi atau hiperaktivitas yang terjadi dengan diberi
diazepam 0,1 mg / kg secara IV perlahan-lahan.
4. Follow up
a. Pasien rawat inap
1) Memerlukan monitoring yang berkala
2) Pada beberapa kasus yang berat perlu dirawat di ICCU
b. Pasien rawat jalan
1) Penderita tanpa gejala dengan tingkat COHb dibawah 10%
2) Bisa dilakukan terapi O2 hiperbarik untuk membersihkan kadar CO
dalam darah.
27
2.2.3 Alkohol
2.2.3.1 Definisi
Alkohol adalah cairan tidak berwarna yang bersifat mudah menguap, mudah
terbakar, dapat digunakan pada bidang industri dan kesehatan serta zat yang dapat
memabukkan. Bahan alkohol yang bisa dikonsumsi berbentuk etil alkohol atau etanol
atau metil alkohol atau methanol. Tidak semua zat aktif alkohol aman dikonsumsi
Etil alkohol atau etanol (C2H5OH) merupakan turunan alkohol yang sering
digunakan sebagai bahan untuk minuman beralkohol. Sedangkan Metil alkohol atau
energi, daya pikir, dan ketenangan tubuh seseorang. Akan tetapi, alkohol memberikan
dampak negatif yang lebih banyak daripada positifnya. Pada dasarnya alkohol dapat
berdampak depresif pada sistem saraf pusat, memberikan efek yang sama seperti
2.2.3.2 Patofisiologi
aldehid dehidrogenase menjadi asam format yang akhirnya menjadi asam folat, asam
folinat, karbon dioksida dan air. Asam format berperan besar dalam toksisitas yang
gangguan pada jaringan saraf optikus, retina dan ganglia basalis (Wibisono, 2012).
Selain itu intoksikasi metanol dapat menimbulkan asidosis metabolik dan penurunan
bikarbonat plasma yang disebabkan oleh formaldehid, asam format dan asam laktat
dan perubahan perilaku pencandu. Jendela terapeutik yang memberikan efek anestetik
dan efek letal sangatlah kecil, sehingga memberikan dampak secara langsung apabila
salah pemberian. Zat ini dapat dinilai tingkat toksisitasnya dengan melihat hubungan
antara konsentrasi alkohol di dalam darah dan tingkatan efek yang ditimbulkannya.
Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan
jendela terapeutiknya. Dosis toksik alkohol adalah 100 mg/dL dan dosis letal minimal
alkohol adalah 300 mg/dL. Dosis toksik dapat mengakibatkan munculnya gejala-
mual dan muntah, namun tidak langsung berdampak kematian. Hubungan antara
29
dosis dengan efek zat pada tubuh dapat berbeda bergantung pada beberapa faktor,
seperti variasi individu, jenis kelamin, dosis yang diberikan, dan berapa lama
Alkohol merupakan molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat
pada saluran pencernaan. Pada 30 menit paska konsumsi alkohol, alkohol akan
distribusi untuk alkohol mendekati total air dalam tubuh (0,5-0,7 L/kg) (Tritama,
2015).
Proses distribusi juga bergantung pada jenis kelamin. Dengan dosis yang
sama per oral, wanita memiliki konsentrasi puncak yang lebih tinggi dari pria. Hal ini
karena wanita memiliki total kadar air tubuh yang lebih rendah dari pria dan karena
mOsm/L yang didalamnya mengandung natrium dan ion-ion tubuh yang ikut beredar
didalam pembuluh darah. Apabila terdapat akumulasi dari substansi yang besar
osmolaritasnya dibawah normal serum (seperti beberapa jenis alkohol) maka dapat
gap. Methanol merupakan bentukan alkohol yang memberikan efek terbesar pada
isopropanol, etil glikol, propilen glikol, dan dietilen glikol. Osmolal gap pada serum
dapat ditemukan pada orang-orang yang memiliki gejala yang mengarah kepada
30
diagnosis intoksikasi alkohol, seperti ketoasidosis, asidosis laktat, dan gagal ginjal
Pada sistem saraf pusat dapat mengganggu pengaturan eksitasi atau inhibisi otak,
(HPA) yang berpengaruh terhadap pusat kontrol stress. Hal ini juga bergantung pada
dalam tubuh yang menetap kemudian menjadi hipertensi, kerusakan jantung, stroke,
kanker payudara, kerusakan hati, dan gangguan pada organ lainnya. Selain itu alkohol
disini adalah dengan meningkatkan dosis agar mendapatkan efek yang sama seperti
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan
petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol
darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung dari
darah vena. Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, dapat ditemukan
gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda adanya
bendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan
tanda adanya bendungan, kemerahan dan tanda inflamasi akan tetapi kelainan tidak
selalu ada. Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan
histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput
32
otak, degenerasi, bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa
saluran cerna.
fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada
beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi, edema
dan vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati alhokolik akut
dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan
miokardium.
2.2.4 Arsen
2.2.3.7 Definisi
Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal
(steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida
(AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa
kristal putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas
perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak berbau,
tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun arsen pada
Arsen merupakan unsur dari komponen obat. Senyawa arsen trioksida misalnya
pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg. Dalam jangka
intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk berbagai
infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan tripanosoma, tetapi
33
kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain yang lebih aman.
Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini juga masih digunakan sebagai obat pada
resep homeopathi .
Bermacam-macam bentuk senyawa kimia dari arsen ini yaitu sebagai berikut ;
1. Arsen triokasida (As2O3), ialah bentuk garam inorganik dan bentuk trivial dari
3. Arsenat (misalnya : PbHAsO4), ialah bentuk garam dari asam arsenat, merupakan
senyawa arsen yang banyak dijumpai di alam dan bersifat kurang toksik.
4. Arsen organik, arsen berikatan kovalen dengan rantai karbon alifatik atau struktur
senyawa arsen ini kurang toksin dibandingkan denagn bentuk senyawa arsen
inorganik trivalent.
Bentuk senyawa arsen yang paling beracun ialah gas arsin (AsH3),yang terbentuk
Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat
pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam jumlah sedikit atau
komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk laut seperti ikan laut)
biasanya tidak beracun (tidak toksik). Arsen dapat dalam bentuk in organik bervalensi
tiga dan bervalensi lima. Bentuk in organik arsen bervalensi tiga adalah arsenik
34
trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida., sedangkan bentuk in organik arsen
bervalensi lima adalah arsenik pentosida, asam arsenik, dan arsenat (Pb arsenat, Ca
arsenat). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan kimia yang cukup
2.2.3.8 Patofisiologi
dari makanan atau minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung
dan usus halus kemudian masuk ke peredaran darah. Arsen dapat menjadi racun
dalam apabila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama yang berada
dalam enzim. Salah satu sistem enzim tersebut ialah kompleks piruvat dehidrogenase
yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2
sebelum masuk dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut
terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi
yang mengikat koenzim A(CoA-SH) untuk membentuk asetil CoA dan dihidrolipoil-
kelat. Kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi akibatnya bila arsen
terikat dengan sistem enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam darah.
Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua glikolosis dengan
Arsen bergabung dengan gugus –SH, maupun gugus –SH yang terdapat dalam
enzim,maka akan banyak ikatan As dalam hati yang terikat sebagai enzim metabolik.
Karena adanya protein yang juga mengandung gugus –SH terikat dengan As, maka
hal inilah yang menyebabkan As juga ditemukan dalam rambut, kuku dan tulang.
Karena eratnya As bergabung dengan gugus –SH, maka arsen masih dapat terdeteksi
Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi
racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah
eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah atau diare) maupun buatan
(pengobatan). Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat
senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat
kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun juga lebih berat (Munandar, 2013).
Arsen yang termakan dalam jumlah sedikit, tidak selalu menimbulkan tanda
dan gejala yang terlihat, sehingga diagnosis pasti tidak dapat diketahui. Akan tetapi
bila termakan dalam jumlah besar, kematian dapat terjadi dengan mendadak dan
biasanya tanpa memperlihatkan gejala klinis. Bau bafas yang khas seperti bau
bawang putih tercium pada nafas korban keracunan dan hal ini dapat dipakai sebagai
Arsen tidak memiliki rasa, bau dan warna sehingga sulit terdeteksi. Dosis
arsenik yang tinggi dengan intensitas paparan yang lebih sedikit memiliki dampak
36
yang lebih ringan bagi kesehatan manusia. Namun, dosis rendah dengan paparan terus
menerus memiliki efek yang lebih berbahaya bagi manusia (Chakraborti et al., 2018).
komposisi sel darah, pada hati menyebabkan nekrosis dan sirosis hati dan pada ginjal
pertama kali dipengaruhi oleh arsen adalah glomerulus sehingga terjadi proteinuria.
Arsen juga dapat menggantikan fosfor yang sudah disimpan selama bertahun-tahun
sehingga menyebabkan sel mati (Selfi, 2018). Gejala klinis awal pada intoksikasi
arsen akut dapat berupa nyeri otot, mual dan muntah yang parah, sakit perut kolik,
jaringan. Pasien mungkin kram otot, mati rasa di tangan dan kaki, ruam kemerahan di
Keracunan yang parah menyebabkan kulit menjadi dingin dan keruh, dan
perkembangan psikosis yang terkait dengan delusi paranoid, halusinasi, dan delirium.
Akhirnya, kejang, koma, dan kematian, biasanya karena syok (Selfi, 2018).
anorganik di dalam darah menyebabkan nekrosis sentral dan nekrosis hati. Senyawa
37
arsen adalah protoplasmik yang menyerang enzim. Gejala kronis timbal arsen
mengakibatkan:
dan 24.000 kematian orang dewasa setiap tahunnya (Flanagan et al, 2012).
produk musin lambung yang menutupi mukosa dan partikel-partikel arsenik dapat
Nafas berbau seperti bawang putih dapat ditemukan pada mayat yang
keracunan Arsen. Dalam kondisi akut, ketika 1 gram atau lebih Arsen anorganik
dikonsumsi gejala klinis yang muncul yaitu didominasi gejala gastrointestinal berupa
muntah darah dan diare parah. diare dapat menyebabkan syok dan kegagalan jantung.
Jika korban meninggal dengan sangat cepat, tidak akan ada kelainan yang muncul
saat otopsi. Namun, jika keracunan terjadi beberapa jam sebelum meninggal, pada
inspeksi saluran atas gastrointestinal ditemukan esofagus yang berwarna merah dan
meninggalkan tanda inflamasi. Dalam beberapa kasus, inflamasi pada usus memiliki
keracunan Arsen adalah perdarahan pada otot sisi kiri jantung bagian dalam (area
adanya infiltrasi sel-sel radang bulat ke miokard. Sedangkan organ lain dapat
ditemukan edema. Pada korban meninggal perlu diambil organ-organ seperti darah,
urin, isi lambung, rambut, kuku, kulit dan tulang. Pada pemeriksaan kuku juga
ditemukan ’Mee’s Line’ yaitu garis putih melintang pada kuku (James et al, 2011).
39
Pada pemeriksaan laboratorium dicurigai keracunan arsen bila kadar arsen pada
bahan yang diperiksa diatas batas normal (Budiyanto dalam Rukman, 2018).:
tembaga ke dalam larutan tersebut. Jika positif ada arsen maka akan tampak warna
kehitaman hingga abu-abu pada batang tembaga tersebut (Budiyanto dalam Rukman,
2018).
BAB III
PENUTUP
Toksikologi forensik adalah penerapan ilmu toksikologi pada berbagai kasus dan
permasalahan kriminalitas dimana obat-obatan dan bahan kimia yang dapat menimbulkan
Efek toksik dapat ditimbulkan oleh beberapa senyawa seperti alkohol, sianida, karbon
monoksida dan arsen. Zat-zat tersebut mampu menimbulkan efek toksik jika kadar zat yang
masuk ke tubuh melebihi dari kadar aman. Zat-zat tersebut mampu menimbulkan berbagai
Zat-zat yang memiliki efek toksik mampu menyebabkan kematian pada manusia jika
kadar zat toksik yang masuk ke dalam tubuh mencapai jumlah yang besar. Seseorang yang
meninggal akibat keracunan zat toksik dapat dilakukan pemeriksaan karena zat toksik
memberikan efek yang khas pada mayat. Contohnya seperti seseorang yang keracunan gas CO
maka tubuhnya akan berwarna merah ( cherry red ), ditemukannya gambaran mee’s line pada
40
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2018. Toksikologi
Klinik. KEMENKES RI
Cahyawati, P., Zahran, M., Jufri, M., dan Novian; Keracunan Akut Sianida; Wicaksana, Jurnal
Lingkungan & Pembangunan; ISSN 2597-7555; vol.1 No.1: 80-87; 2017.
Chakraborti, D., S.K. Singh, M.M. Rahman, R.N. Dutta, S.C. Mukherjee, S. Pati et P.B. Kar,
2018, Groundwater Arsenic Contamination in the Ganga River Basin : A Future Health
Danger. International journal of environmental research and public health, 15, pp. 180
Cooper G.A.A, Peterson S, Osselton M.D.(2010).Science and Justice. The united kingdom and
ireland association of forensic toxicologist forensic toxixologist laboratory guidlines
Dharma, Mohan S. et al. 2008. Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik. Faculty
Medicine University of Riau. Pekan Baru, Riau
Guy N. Shochat, MD. 2010. Toxicity, Carbon Monoxide: Differential Diagnoses and Workup.
http://emedicine.medscape.com/article/819987-Diagnosis.
Hariadi A., dkk. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Airlangga, hal 223-235, Surabaya.
Wichaksana A., Astono S., Hanum K. 2002. Dampak Keracunan Gas Karbon Monoksida bagi
Kesehatan Pekerja. In Cermin Dunia Kedokteran No. 136 p. 24-28.
41