Anda di halaman 1dari 22

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

PATOGENESIS TERJADINYA BATU PADA


SALURAN KEMIH DAN PENATALAKSANAAN
SECARA MEDIKA MENTOSA

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


Lucya Wulandari, S.Ked RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
G1A219087 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
  2020
Pembimbing: dr. Hasan Basri, Sp.PD-KGH FINASIM
PENDAHULUAN
“ Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai
pembentukan batu di saluran kemih yang meliputi batu
ginjal, ureter, buli, dan uretra. Pembentukan batu dapat
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi,
non-infeksi, kelainan genetik, dan obat-obatan.

3
TINJAUAN PUSTAKA
BATU SALURAN KEMIH
▪ Batu saluran kemih berdasarkan etiologi
▪ Di Indonesia, masalah batu saluran kemih
Batu akibat tanpa infeksi
masih menduduki kasus tersering di antara
seluruh kasus urologi. Kalsium oksalat
Kalsium fosfat
▪ Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1- Asam urat
20%. Batu akibat infeksi

Magnesium amonium fosfat


Karbonat
▪ >>
Amonium urat
▪ 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia Kelainan genetik
40-50 tahun. Sistin
Xantin
Obat

5
Faktor risiko tinggi pembentukan batu
• Kebiasaan gaya hidup dan faktor makanan / nutrisi
Faktor umum
• Gangguan metabolik
Penyakit yang berhubungan dengan pembentukan batu • Gangguan hiperkalsemik
• Komposisi urin
Kelainan genetik yang berhubungan dengan pembentukan batu • Volume urin rendah
• Infeksi saluran kemih berulang
Abnormalitas anatomis yang berhubungan dengan
• Predisposisi genetik / kelainan bawaan
pembentukan batu
• Kelainan anatomis
• Hipertensi
• Obesitas
• Perubahan iklim (pemanasan global), pekerjaan,
kondisi geografis, dan variasi musiman
• Penyakit radang usus dan malabsorpsi usus
lainnya atau penyakit terkait
• Tidak adanya bakteri pengurai oksalat usus
• Obat litogenik
6
Berdasarkan variasi komposisi mineral dan patogenesis, batu ginjal secara
umum diklasifikasikan menjadi lima jenis :
1. Batu Kalsium: Kalsium Oksalat dan Kalsium Fosfat (80%)
2. Batu Struvite atau Magnesium Ammonium Phosphate (10-15%)
3. Batu Asam Urat (3-10%)
4. Batu Sistin (2%)
5. Batu Akibat Obat (1%)

Batu Kalsium Kalsium


Batu sistin Struvite
As.urat oksalat Fosfat

7
PATOGENESIS

Pembentukan batu ginjal adalah proses biologis yang melibatkan perubahan fisikokimia dan
supersaturasi urin. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada dugaan proses
ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal, progresi kristal atau agregatasi
kristal.

8
Patogenesis

Inhibitor dalam urin : anion organik kecil seperti


sitrat, pirofosfat, kation logam multivalen seperti
magnesium, atau makromolekul seperti osteopontin,
glikosaminoglikan, glikoprotein, fragmen protrombin
urin, dan protein Tamm – Horsfall.

▪ ketidakseimbangan antara
inhibitor dan promotor adalah
menjadi penyebab
promotor seperti : lipid membran sel (fosfolipid,
kolesterol, dan glikolipid), peningkatan hormon pembentukan batu.
kalsitriol melalui stimulasi hormon paratiroid,
oksalat, kalsium, natrium, sistin, dan volume urin
yang rendah.

9
Patogenesis
Fx resiko Penyebab batu

Ekskresi bahan Ekskresi inhibitor


pembentuk batu pembentuk batu

Perubahan fisiko-kimiawi
supersaturasi

- Kelainan kristaluria
- Agregasi kristal
- Pertumbuhan kristal

BATU SALURAN KEMIH 10


TATALAKSANA
Tujuan :
1. untuk mengatasi gejala
2. Pengambilan batu
3. Pencegahan

• Pemberian analgesik pada pasien dengan nyeri kolik akut.


• NSAID dan parasetamol merupakan obat pilihan pertama.
• Obat golongan NSAID yang dapat diberikan antara lain
diklofenak, indometasin, atau ibuprofen.

Diklofenak dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif kelas


II-IV berdasarkan klasifikasi New York Heart Association (NYHA), penyakit jantung
koroner, dan penyakit serebrovaskuler, serta penyakit arteri perifer.

11
TATALAKSANA
Pemberian NSAID baik tablet maupun supositoria (seperti natrium diklofenak 100-150
mg/hari selama 3-10 hari) dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko nyeri berulang.

Penggunaan α-blocker sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti
ejakulasi retrograd dan hipotensi. Pasien yang diberikan α-blocker, penghambat kanal
kalsium (nifedipin), dan penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih besar untuk
keluarnya batu dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak diberikan terapi.

Terapi ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien dengan batu
ureter, khususnya batu ureter distal ≥5 mm.

12
EVALUASI

• Riwayat penyakit dan riwayat diet, laboratorium, urinalisis, dan kadar hormon
• Melakukan pencitraan untuk mengetahui mengukur stone burden.
• Melakukan pemeriksaan metabolik tambahan pada pasien risiko tinggi atau pertama kali
terbentuk batu dan pasien dengan batu rekurens.
• Pemeriksaan metabolik (urine 24 jam) diambil 1 atau 2 kali pada kondisi pasien diet bebas
dan minimal pemeriksaan antara lain volume total, pH, kalsium, oksalat, asam urat, sitrat,
natrium, kalium, dan kreatinin.

13
TERAPI DIET

• Mengonsumsi asupan cairan dengan target volume urine minimal 2,5 liter per hari.
• Memberikan edukasi ke pasien dengan batu kalsium dan kadar kalsium urine yang tinggi
untuk membatasi asupan natrium dan kalsium 1000-1200 mg per hari.
• Memberikan edukasi ke pasien dengan batu kalsium oksalat dan oksalat urine yang relatif
tinggi untuk membatasi asupan makanan kaya oksalat dan mempertahankan jumlah
asupan kalsium yang normal.
• Memberikan edukasi ke pasien dengan batu kalsium dan sitrat urine yang relatif rendah
untuk meningkatkan asupan buah dan sayuran dan membatasi protein hewani.
• Memberikan edukasi ke pasien dengan batu asam urat atau batu kalsium dan asam urat
urine yang relatif tinggi untuk membatasi asupan protein hewani.
• Memberikan edukasi ke pasien dengan batu sistin untuk membatasi asupan natrium dan
protein.

14
TERAPI FARMAKOLOGI
Memberikan terapi diuretik thiazid kepada pasien dengan kalsium urine tinggi atau
relatif tinggi dan batu kalsium berulang.
Dosis thiazid yang terkait dengan efek hipokalsiurik meliputi hidroklorotiazid (25 mg oral,
dua kali sehari; 50 mg oral, sekali sehari), klortalidon (25 mg oral, sekali sehari), dan
indapamid (2,5 mg oral, sekali sehari).

Memberikan terapi potasium sitrat kepada pasien dengan batu kalsium berulang
dan sitrat urine rendah atau relatif rendah.

Memberikan terapi allopurinol pada pasien dengan batu kalsium oksalat rekuren
dengan riwayat hiperurikosuria dan kalsium urine. Pemberian terapi febuxostat
dapat diberikan sebagai terapi lini kedua.

15
Memberikan terapi diuretik thiazid dan/atau potasium sitrat untuk pasien dengan batu
kalsium rekuren yang tidak memiliki kelainan metabolik atau pernah terdiagnosa
dengan kelainan metabolik, dan masih terjadi pembentukan batu saluran kemih.

Memberikan terapi kalium sitrat pada pasien dengan batu asam urat dan sistin, untuk
meningkatkan pH urine ke angka optimal.

Tidak perlu secara rutin meresepkan allopurinol sebagai obat lini pertama pada pasien
dengan batu asam urat.

Dapat memberikan obat golongan cystine-binding thiol, seperti tiopronin, untuk


pasien dengan batu sistin yang tidak memberikan respon dengan modifikasi diet dan
alkalinisasi urine, atau menderita batu besar yang berulang.
16
Terapi diet dan terapi medis untuk pencegahan rekurensi dan pertumbuhan
batu ginjal
Terapi Medis
Terapi Diet
Abnormalitas (bila setelah terapi diet selama 3 bulan
(Terapi lini pertama, 3 bulan pertama)
tidak membaik)
Tata laksana umum 1. Cairan (urine output >2.5L/ hari)  
2. Pembatasan asupan sodium (<2.300 mg
atau <100 meq per hari atau sebesar 1
sendok teh)
3. Tingkatkan konsumsi sitrat
4. Hindari minuman seperti black tea, dark
soda
5. Diet protein secukupnya (ikan atau daging
lainnya. Proporsi sebesar kepalan tangan
atau protein 0.8-1 g/kgBB/hari atau 6-8
oz/hari atau <150 gr/hari)

17
Hiperkalsiuria 1. Pembatasan asupan sodium Thiazid (Hidroklorotiazid 2x25
2. Asupan kalsium secukupnya mg atau 1x50 mg)
(1.000-1.200 mg/hari)
3. Fish oil (Omega 3, 1.200mg/ hari)
Hipositraturia 1. Menaikkan asupan sitrat (lemon, Potasium sitrat (20 mEq/hari
lime, melon, jeruk) yang dibagi menjadi 2 atau 3
2. Diet protein secukupnya dosis per hari)
3. Menaikkan asupan buah dan
sayuran
Hiperurikosuria 1. Diet protein secukupnya Allopurinol (200-300 mg per
2. Menjaga IMT tubuh hari)
Hipernatriuria Batasi asupan sodium -

18
Hiperoksaluria 1. Pembatasan makanan tinggi oksalat (bayam, Piridoksin/Vitamin B6 (mulai dosis dari 50
kacang, berries, dll) mg/hari dan bisa dititrasi sampai 200
2. Asupan kalsium yang cukup mg/hari)
pH urine rendah 1. Asupan protein yang cukup Potasium sitrat (20 mEq/hari yang dibagi
2. Menaikkan asupan buah dan sayuran menjadi 2 atau 3 dosis per hari)
Batu asam urat 1. Kontrol diabetes 1. Potasium sitrat, dengan target pH
2. Perbaikan gaya hidup urine >6.0-7.0
3. Kontrol IMT 2. Bila hiperurikosuria tidak terkoreksi
4. Bila terdapat hiperurikosuria maka batasi dengan diet rendah purin atau
asupan protein dan purin terdapat kelainan sintesis asam
urat (gout), kelainan
mieloproliferatif, tumor lisis pasca
kemo/radioterapi, maka dapat
diberikan kombinasi potasium sitrat
dan allopurinol
19
Batu sistin 1. Hiperdiuresis (target urine output Potasium sitrat, bila tidak respons
>3L/hari, edukasi minum >4L/hari, target --> acetazolamid --> thiol binding
sistin urin <200 mg sistin/L, edukasi agents
untuk bangun pada malam hari minimal
1 kali untuk BAK dan minum air)
2. Pembatasan asupan sodium
3. Asupan protein yang cukup
Batu struvit 1. Terapi utama adalah operasi Bila operasi tidak memperbaiki,
2. Tidak ada peran dari terapi diet maka dapat diberikan obat AHA
3x250 mg per hari dan awasi efek
samping seperti flebitis dan
hiperkoagulabilitas

20
Terimakasih

21
DAFTAR PUSTAKA
▪ Rasyid nur, Duarsa Kusuma wirya gede, Atmoko Widi. Panduan Penatalaksanan Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli Urologi Indonesia
(IAUI).Edisi Pertama 2018.
▪ Zuhirman Zamzamil. Penatalaksanaan Terkini Batu Saluran Kencing di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas
Riau Jurnal Kesehatan Melayu, Vol. 1 No. 2. April 2018.
▪ Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014:1132-53.
▪ Samiroh Shofa. Analisis Prevalensi, Karakteristik, Faktor Risiko Kasus Batu Kandung Kemih Di Rumah Sakit PMI Kota Bogor. Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018.
▪ Alelign T, Petros B. Kidney Stone Disease: An Update on Current Concepts. Adv Urol. 2018;2018:3068365. Published 2018 Feb 4.
doi:10.1155/2018/3068365
▪ M. Dursun, A. Otunctemur, and E. Ozbek, “Kidney stones and ceftriaxone,” European Medical Journal of Urology, vol. 3, no. 1, pp. 68–74, 2015.
▪ A. Skolarikos, M. Straub, T. Knoll et al., “Metabolic evaluation and recurrence prevention for urinary stone patients: EAU guidelines,” European
Urology, vol. 67, no. 4, pp. 750–763, 2015.
▪ P. Cunningham, H. Noble, A.-K. Al-Modhefer, and I. Walsh, “Kidney stones:pathophysiology, diagnosis and management,” British Journal of
Nursing, vol. 25, no. 20, pp. 1112–1116, 2016.
▪ M. Courbebaisse, C. Prot-Bertoye, J. Bertocchio et al., “Nephrolithiasis of adult: from mechanisms to preventive medical treatment,” Revue Medicale
Internationale, vol. 38, no. 1, pp. 44–52, 2017.
▪ S. R. Khan, M. S. Pearle, W. G. Robertson et al., “Kidney stones,” Nature Reviews Disease Primers, vol. 2, p. 16008, 2016.
▪ Q. Xi, J. Ouyang, J. Pu, J. Hou, and S. Wang, “High concentration of calcium stimulates calcium oxalate crystal attachment to rat tubular epithelial
NRK cells through osteopontin,” Urology, vol. 86, no. 4, pp.844.e1–844e5, 2015.
▪ M. Daudon, D. Bazin, and E. Letavernier, “Randall’s plaque as the origin of calcium oxalate kidney stones,” Journal of Urology, vol. 43, pp. 5–11,
2015.
▪ B. Cakıro˘glu, E. Eyyupo˘glu, A. I. Hazar, B. S. Uyanik, and B. Nuhog˘lu, “Metabolic assessment of recurrent and first renal calcium oxalate stone 22
formers,” Archivio Italiano di Urologia e Andrologia, vol. 88, pp. 101–105, 2016.

Anda mungkin juga menyukai