Anda di halaman 1dari 42

ANESTESI SPINAL

PENDAHULUAN

• Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke


dalam ruang subarakhnoid
• Anestesi spinal diindikasikan terutama untuk bedah
ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar rektum
dan perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi,
bedah abdomen bawah dan operasi ortopedi ekstremitas
inferior
INDIKASI ANESTESI SPINAL

• Bedah ekstremitas bawah


• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum dan perineum
• Bedah obstetri dan ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya
dikombinasi dengan anestesi umum ringan.
KONTRAINDIKASI ANESTESI SPINAL

Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relatif


Pasien menolak Infeksi sistemik (sepsis,
bakterimia)
Infeksi pada tempat suntikan Infeksi sekitar tempat suntikan
Hipovolemia berat atau syok Hipovolemia ringan
Koagulopati atau mendapat Kelainan neurologis dan
terapi antikoagulan kelainan psikis
Tekanan intrakranial meninggi Bedah lama
Fasilitas resusitasi minim Penyakit jantung
Kurang pengalaman Nyeri punggung kronis
KOMPLIKASI TINDAKAN

• Hipotensi
• Bradikardia
• Hipoventilasi
• Trauma pembuluh darah
• Trauma saraf
• Mual dan muntah
• Gangguan pendengaran
KOMPLIKASI PASCA TINDAKAN

• Nyeri tempat suntikan


• Nyeri punggung
• Nyeri kepala karena kebocoran likuor
• Retensio urin
• Meningitis
NEUROAXIAL BLOCKADE IN THE
SETTING OF ANTICOAGULANTS &
ANTIPLATELET AGENTS
• Penggunaan antikoagulan dan antiplatelet obat dapat
meningkatkan jumlah dari pasien yang berisiko potensial
dari hematoma epidural.
ORAL ANTICOAGULANTS

• Jika anestesi neuroaxial akan digunakan pada pasien yang


menerima terapi warfarin, waktu protrombin normal harus
didokumentasikan sebelum blok.
ANTIPLATELET DRUGS

• Aspirin dan NSAID tidak meningkatkan resiko spinal


hematoma dari prosedur neuroaxial anestesi atau pengangkatan
kateter epidural
• Asumsi ini berdasarkan normal pasien dengan normal profil
koagulasi yang tidak mendapatkan pengobatan yang mungkin
mempengaruhi mekanisme pembekuan.
• Pada pasien dengan cardiac stent, pemberhentian pengobatan
antiplatelet dapat menyebabkan trombosis stent dan Segmen ST
elevasi miokard infark.
STANDARD (UNFRATIONED)
HEPARIN
• Profilaksis heparin subkutan bukan merupakan
kontraindikasi neuroaxial anesthesia atau epidural catheter
removal.
• Pasien yang mendapatkan heparin sistemik intraoperatif,
block dapat terjadi 1 jam atau lebih sebelum perjalanan
heparin.
LOW MOLECULAR WEIGHT
HEPARIN (LMWH)
• Banyak kasus hematoma spinal berkaitan dengan anestesi neuraxial yang
diikuti dengan pemberian “low-molecular weight heparin (LMWH)
enoxaparin (Lovenox). Pada kasus tersebut LMWH diberikan intraoperatif
atau pasca operasi awal dan beberapa pasien mendapatkan obat antiplatelet
bersamaan.
• Jika jarum atau kateter terdapat perdarahan, LMWH ditunda sampai 24 jam
pasca operasi karena trauma dapat meningkatkan resiko spinal hematoma.
• Jika LMWH pasca operasi, tromboprofilaksis akan terjadi, epidural kateter
harus diangkat 2 2 jam sebelum dosis LMWH pertama. Jika sudah terjadi,
kateter harus diangkat setidaknya 10 jam setelah dosis pertama diberikan.
FIBRINOLYTIC OR
THROMBOLYTIC THERAPY
• Anestesi neuraxial tidak dapat dilakukan pada pasien yang
mendapatkan terapi fibrinolitik atau trombolitik.
AWAKE OR ASLEEP

• Argumen utama untuk pasien tertidur adalah bahwa (1)


sebagian besar pasien, jika diberi pilihan, akan lebih
memilih untuk tertidur, dan (2) kemungkinan gerakan pasien
yang tiba-tiba menyebabkan cedera.
• Argumen utama untuk blokade neuraksial sementara pasien
masih terjaga adalah bahwa pasien dapat mengingatkan
dokter untuk parastesia dan nyeri pada injeksi, dan keduanya
telah dikaitkan dengan defisit neurologis pasca operasi.
PERTIMBANGAN TEKNIS

• Blok neuraksial sebaiknya dilakukan dimana tersedia semua


fasilitas peralatan dan obat-obatan yang diperlukan utuk
intubasi, resusitasi, dan anestesi umum.
• Persiapan pasien nonfarmakologis juga sangat membantu.
• Pasien juga harus diberitahu apa yang diharapkan sehingga
dapat meminimalkan kecemasan.
• Oksigen melalui masker atau nasal kanul mungkin diperlukan
untuk menghindari hipoksemia saat sedasi digunakan.
SURFACE ANATOMY

• Prosesus spinosus umumnya teraba dan membantu untuk menentukan


garis tengah.
• USG dapat digunakan ketika tidak teraba.
• Prosesus spinosus dari tulang servikal dan lumbar hampir horisontal,
sedangkan yang di tulang belakang miring ke arah kaudal dan dapat
tumpang tindih secara signifikan. Karena itu, ketika melakukan lumbar
atau blok epidural serviks (dengan fleksi tulang belakang maksimum),
jarum diarahkan sedikit ke arah kepala, sedangkan untuk blok thoraks,
jarum harus diarahkan signifikan ke arah kepala untuk memasuki
ruang epidural thoraks
LANJUTAN...

• Di daerah serviks, prosesus spinosus teraba pertama di C2, tapi yang


paling menonjol adalah di C7 (vertebrae prominens).
• Dengan lengan disisi samping, prosesus spinosus dari T7 biasanya
pada tingginya yang sama dengan sudut inferior dari skapula. Garis
ditarik antara titik tertinggi dari kedua puncak iliaka ( garis Tuffier)
biasanya melintasi L4 atau L4-L5.
• Menghitung prosesus spinosus atas atau bawah dari titik acuan untuk
mengindetifikasi tulang belakang lainnya. Sebuah garis yang
menghubungkan tulang iliaka posterior superior melintasi foramen
posterior S2.
• Pada orang ramping, sakrum mudah teraba.
TINJAUAN PUSTAKA

• Kolumna vertebralis • Saraf spinal berjumlah 31


berjumlah 33 vertebra pasang
• 7 servikal • 8 pasang saraf servikal
• 12 thorakal (C),
• 5 lumbal • 12 pasang saraf thorakal
(T),
• 5 sakral dan
• 5 pasang saraf lumbal (L),
• 5 koksigeal yang bersatu
• 5 pasang saraf sakral (S),
 Kolumna vertebralis dan
mempunyai 4 lekukan
• 1 pasang saraf koksigeal
(Co)
TRAKTUS DESENDEN

• Traktus kortikospinalis
• Traktus retikulospinalis
• Traktus spinotektalis
• Traktus rubrospinalis
• Traktus vestibulospinalis
• Traktus olivospinalis
TRAKTUS ASENDEN
• Kolumna dorsalis

• Traktus spinotalamikus anterior

• Traktus spinotalamikus lateral

• Traktus spinoserebellaris ventralis

• Traktus spinoretikularis
• Ujung medula spinalis
pada dewasa L1, anak-
anak L3.
• Ruang subarachnoid
berakhir pada pinggir
bawah corpus vertebra S2.
• Tempat anestesi spinal
aman bila d bawah L2.
POTONGAN
MELINTANG
VERTEBRA
Kulit ▪ Lemak subkutan ▪
Ligament supraspinosum ▪
Ligamen interspinosum ▪
Ligamen flavum ▪ Ruang epidural
▪ Durameter ▪ Arachnoid ▪
rRang subarachnoid ▪ Piameter
ANESTESI SPINAL

Anestesia spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke


dalam ruang subarakhnoid di region antara lumbal 2 dan 3,
lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5 dengan tujuan untuk
mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan
blokade saraf simpatis
FARMAKOLOGI OBAT ANESTETIK LOKAL

• Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau


blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap
rangsangan transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral
atau perifer.
• Ada dua golongan : ester dan amida
JENIS ANESTESI LOKAL

Prokain Lidokain Bupivakain


Golongan Ester Amida Amida
Mula kerja 2 menit 5 menit 15 menit
Lama kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam
Metabolisme Plasma Hepar Hepar
Dosis 12 6 2
maksimal
(mg/kgBB)
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
ANESTETIK LOKAL YANG PALING SERING
DIGUNAKAN

Anestetik lokal Berat jenis Sifat Dosis

Lidokain
2% plain 1.006 Isobarik 20-100 mg (2-5 ml)

5% dalam 1.033 Hiperbarik 20-50 mg (1-2 ml)


dekstrosa 7,5%

Bupivakain
0.5% dalam air 1.005 Isobarik 5-20 mg (1-4 ml)

0.5% dalam 1.027 Hiperbarik 5-15 mg (-3 ml)


dekstrosa 8.25%
FARMAKOKINETIK DALAM CAIRAN
SEREBROSPINAL
• Penyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid
• Proses difusi obat ke dalam cairan serebrospinal sebelum menuju target
lokal sel saraf
• Obat akan diabsorbsi ke dalam sel saraf (akar saraf spinal dan medulla
spinalis)
EMPAT FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ABSORBSI ANESTETIK LOKAL DI RUANG
SUBARAKHNOID:

• konsentrasi anestetik lokal

• luas permukaan saraf

• lapisan lemak pada serabut saraf,

• aliran darah ke sel saraf


MEKANISME ABSORBSI ANESTETIK LOKAL
KE MEDULA SPINALIS

• difusi dari dairan serbrospinal ke pia meter lalu masuk ke medulla spinalis

• absorbsi terjadi ruang Virchow-Robin, dimana daerah piameter banyak


dikelilingi oleh pembuluh darah yang berpenetrasi ke sistem saraf pusat.
DISTRIBUSI DI RUANG SUBARACHNOID

• Faktor utama :
• Berat jenis atau barisitas dan posisi pasien
• Dosis dan volume anestetik lokal
• Faktor tambahan
• Umur
• Tinggi badan
• Berat badan
• Tekanan intraabdomen
• Anatomi kolumna vertebralis
• Arah penyuntikkan
• Barbotase atau kecepatan penyuntikkan
FARMAKODINAMIK

• Mekanisme aksi obat anestesi lokal adalah mencegah


transmisi impuls saraf atau blokade konduksi dengan
menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion
natrium selektif pada membran saraf
• blokade saluran natrium, hambatan konduksi natrium,
penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi
potensial, dan terjadi blokade saraf
• Obat anestesi lokal juga memblok kanal kalsium dan
potasium dan reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDA)
dengan derajat berbeda-beda
• Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter
aksonal dan derajat mielinisasi serta berbagai faktor
anatomi dan fisiologi lain
KLASIFIKASI SERABUT SARAF
Serabut Mielin Diameter Fungsi Kepekaan
saraf terhadap blokade
A-alfa ++ 6-22 Eferen motorik, +
aferen proprioseptik

A-beta ++ 6-22 Eferen motorik, ++


aferen proprioseptik

A-gamma ++ 3-6 Eferen kumparan ++


otot (spindle)
A-delta ++ 1-4 Nyeri, suhu, rabaan +++

B + <3 Otonomik ++++


preganglionik
C - 0.3-1.3 Nyeri, suhu, rabaan ++++
Otonom
pascaganglionik
• Urutan blokade saraf oleh anestetik lokal: otonom, sensorik
dan motorik.
• Blokade simpatis 2-3 segmen lebih tinggi dari blokade
sensorik
• Blokade sensorik 2-3 segmen lebih tinggi dari blokade
motorik.
• Urutan kembalinya fungsi sel saraf setelah anestesi spinal:
motorik, sensoris, otonom.
PERBANDINGAN GOLONGAN ESTER DAN
GOLONGAN AMIDA
Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas
Ester
Prokain 1 (rendah) Cepat 45-60 Rendah
Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah

Tetrakain 8-16 (tinggi) Lambat 60-180 Sedang

Amida
Lidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 Sedang
Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Sedang
Prilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 Sedang
Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 Tinggi
Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Ropivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Levobupivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480
PATOFISIOLOGI

• Lapisan yang ditembus: • Lokal anestetik yang


dimasukkan ke dalam ruang
kulit, subkutis, ligamen
subarakhnoid akan
supraspinosum, memblok impuls
ligamen interspinosum, autonom,sensorik, dan
lgamen flavum, ruang motorik pada serabut saraf
epidural, durameter, anterior dan posterior yang
arachoid, ruang melewati cairan
serebrospinal
subarakhnoid.
BLOKADE SOMATIK

• Blok sensori menghambat stimulus nyeri baik pada somatik


dan viseral, sedangkan blokade motorik menghasilkan
relaksasi otot rangka. Pengaruh anestesi lokal pada serabut
saraf bervariasi sesuai dengan ukuran serabut saraf, apakah
itu bermielin, konsentrasi yang dicapai dan lama kontak.
BLOKADE OTONOM

• Respon fisiologi dari anestesi ini adalah menurunkan kerja


simpatis
• Blok neuroaksial tipikal menyebabkan penurunan tekanan darah
yang disertai dengan penurunan detak jantung dan kontraktilitas
jantung.
• Blokade saraf simpatis T5-L1 menurunnya tonus vasomotor
• Vasodilatasi vena  penurunan pengisian darah dan aliran balik
vena ke jantung.
• Vasodilatasi arteri  penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik.
EFEK SAMPING

• Sistem kardiovaskular : hipotensi


• Sistem pernafasan : dispnea
• Sistem pencernaan : mual muntah, relaksasi sfingter
• Sistem saraf pusat : menekan fungsi saraf simpatis
• Endokrin dan metabolisme : meningkatnya hormon
epinefrin,ACTH
MANAGEMENT HIPOTENSI
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai