Anda di halaman 1dari 20

STIMULASI LISTRIK TRANSKUTAN

A Journal made by Ali Barikroo-Ohio U.S.A

DAN REHABILITASI DISFAGIA:


SUATU TINJAUAN NARATIF

Translated and Arranged by:


Benyamin Lagowan
(0110840180)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK


RSUD DOK II JAYAPURA- FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2021
PERKENALAN
• TES (Transcutaneus Electrical Stimulation) telah digunakan selama
beberapa dekade untuk:
• memperkuat otot,
• meningkatkan rentang gerak sendi,
• mencegah atrofi otot,
• mengurangi rasa sakit,
• meningkatkan kesadaran sensorik, dan
• meningkatkan proses penyembuhan.

• TES adalah modalitas pengobatan yang cukup baru dalam terapi


menelan (disfagia) sejak 2002.
• Banyak penelitian telah dilakukan untuk memahami dampak TES
terhadap aspek fungsi menelan.
1.1. Efek TES Pada Aspek Klinis
Menelan
• Ada hasil superior dengan TES daripada metode konvensional
pada pasien disfagia sek. akibat Stroke. Tapi tidak ada
pengacakan pada pax.
• Blumenfeld, dengan TES menemukan respon lebih baik daripada
dgn teknik tradisional disfagia pd perawatan akut long term. Tapi
hrz diperhatikan faktor inheren (bias).
• Kasus Kontrol o/ Kushner et al. kombinasi TES dan terapi
Tradisional dengan tradisional saja setelah stroke berhasil dengan
signifikan.
• Tang et al, gabungkan TES dan Elektromiografi permukaan
menemukan peningkatan fungsi menelan, status gizi, dan
keamanan saluran nafas pd px alzheimer.
• Chen et al dalam meta analisis studinya, menyatakan bahwa TES
dgn kombinasi metode lainnya terbukti lbh efektif daripada TES
saja pada pasien Disfagia post Stroke.

• Penelitian lain memperlihatkan, TES dengan stimulasi magnetik


transkranial bilateral berulang (rTMS) buat aktifasi fungsi kortikal
yang lebih tinggi dan fungsi menelan yang lebih baik pada pax
stroke.

• Meski demikian ada studi yang menunjukkan hasil samar2 atas


penggunaan TES kecuali yg tradisional, pada pasien parkinson.
1.2 Efek TES Pada Fisiologi Menelan
• Ditemukan sejumlah bukti dampak TES pada faal menelan
• Ludlow et al, menerapkan TES pd area submental dan infrahioid 11 pax,
menunjukkan penurunan selektif TES pada tlg hyoid saat istirahat.
Namun penelitian ini kcl.
• Pd penelitian bsr, Humbert et al, mmplejari efek penempatan elektroda
pd perjalanan Hyolaringeal saat istirahat dan selama menelan 29 px.
Hsilnya, tidak hnya penurunan tulang Hyoid tetapi juga laring.
• Penelitian Kim et al dan Lee et al. juga demikian.
• Penelitian tsb sama dngn penelitian sebelumnya yang menunjukkan
penurunan segera Hyolaringeal selama stimulasi daerah submental dan
Infrahyoid.
• Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan ekskursi hyoid meningkat
sesudah 2 minggu
• Baretin-Fellix et al, selidiki efek
esensial sensorik-motorik tek. Lingual
Palatal antar orang dewasa muda dan
tua sehat. Hasilnya mengurangi tek
puncak lingua palata ant-post tetapi
meningkatkn tk puncak hipofaring utk
keduanya
• TES dgn tek lbh rendah meningkatkan
tek puncak dasar lidah (BOT) pd
dewasa tua tp sebaliknya pd dewasa
muda
• Misalnya, Barikroo et al. menunjukkan bahwa menggunakan
durasi denyut nadi pendek (300 オ s) bandingkan dengan
durasi nadi yang lama (700 オ s) selanjutnya dapat
meningkatkan toleransi amplitudo maksimum (MAT) tanpa
meningkatkan tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan.
Penulis menyimpulkan bahwa peningkatan MAT setelah
menggunakan durasi denyut nadi yang pendek berpotensi
merangsang otot menelan yang lebih dalam.
• Studi yang lain: mereka melaporkan bahwa menggunakan
durasi nadi pendek terus-menerus menurunkan tekanan lingual-
palatal dibandingkan dengan durasi nadi yang lama.
• Frekuensi denyut nadi adalah parameter TES lain yang
memengaruhi kualitas kontraksi otot dan kemungkinan fisiologi
menelan. Frekuensi pulsasi dikaitkan dengan modulasi laju
penjalaran unit motorik dan kekuatan kontraksi otot .
• Mayoritas protokol TES yang ada menggunakan frekuensi 80Hz
untuk merangsang otot-otot ini. Dan 30Hz untuk melemahkan
otot2.
• Ungheim et al. menggunakan manometri resolusi tinggi untuk
membandingkan efek dari dua protokol TES dengan 2700Hz dan
100Hz pada tekanan menelan. Hasilx: meningkatkan dasar
retrasik lidah. Namun tidak berarti, hingga diatas pembukaan
sfingter esofagus
• Dari semua itu sekrang jelaslah bahwa satu pendekatan untuk
semua TES berbasis rehabilitasi disfagia adalah sederhana.
• Oleh karena itu, parameter TES harus disesuaikan dgn
patofisiologi menelan. Di perlukan banyak penelitian untuk
memahami efek parameter TES lainnya pada faal menelan.
• Singkatnya sebagian penelitian merekomendasikan menerapkan
TES pada daerah submental menurunkan kompleks lidah
hyolaringeal.
• Lebih lanjut beberapa penelitian telah menunjukkan Hyalaringeal
desendens yang diinduksi TES ini dapat digunakan sebagai
paradigma latihan resistif untuk meningkatkan kekuatan lidah dan
eskursi hyolaringeal selama menelan.
• Di luar efek kinematik, bukti terbaru menunjukkan bahwa
berbagai tingkat amplitudo TES mungkin memiliki dampak
modulasi yang berbeda pada fisiologi menelan di seluruh
kelompok usia.
• Berdasarkan kelompok usia, usia dewasa mudah didapatkan
efek lebih (baik) dari dewasa muda.
• Penggunaan durasi pulsa pendek dapat meningkatkan toleransi
amplitudo maksimum yang selanjutnya dapat meningkatkan
kedalaman penetrasi arus listrik.
2. KESIMPULAN
• Inti dari uji klinis yang dilakukan menunjukkan bahwa TES
bekerja paling baik sebagai modalitas tambahan bila
dikombinasikan dengan teknik rehabilitasi lainnya.
• Selain itu, tampaknya rehabilitasi disfagia berbasis TES lebih
berhasil pada kelompok etiologi tertentu (yaitu, stroke) daripada
yang lain (yaitu, kanker kepala dan leher, gangguan neurologis
progresif).
• Namun, hasil2 itu ada yang tidak konsisten di seluruh studi yang
salah. Itu bisa karena metodologi yang lemah, sampel yang kecil,
kriteria pasien tidak memadai, kurangnya kel kontrol, kurangnya
kontrol atas var. Perancu, periode tindaklanjut yang singkat dan
penggunaan teks yang tidak standar u/ev. hasil.
• Dengan demikian, memiliki uji klinis multicenter yang kuat
dapat membantu kita memiliki gambaran yang jelas tentang
efektivitas modalitas ini sendiri atau dalam kombinasi dengan
modalitas pengobatan lain di etiologi yang salah.
• Selain itu, penting untuk memasukkan hasil studi fisiologis ke
dalam uji klinis. Itulah yang disebut pendekatan rehabilitasi TES
berbasis fisiologis.
• Berdasarkan pendekatan ini, masalah fisiologis yang mendasari
menelan seharusnya di identifikasi pertama (yaitu, ekskursi
hyolaryngeal bawah, penurunan tekanan dasar lidah, atau ama
penutupan vestibule laring ), dan protokol TES harus
disesuaikan dengan cara spesifik patofisiologi.
• Banyak studi klinis dilakukan dengan parameter TES yang
telah ditetapkan (yaitu, ukuran dan penempatan elektroda,
bentuk gelombang, amplitudo, frekuensi, dan durasi denyut)
tanpa informasi mengenai alasan di balik keputusan mereka.
• Setiap parameter TES berpotensi mengubah kualitas kontraksi
otot menelan, yang dapat berdampak pada fisiologi menelan
secara khusus dan pada akhirnya mengubah hasil pengobatan.
• Di luar efek parameter TES, karakteristik biopsikologis setiap
pasien, seperti ketebalan jaringan adiposa subkutan, sensitivitas
nyeri, dan ketakutan akan nyeri dapat mengubah efek TES
pada fungsi menelan.
• Akibatnya, diperlukan lebih banyak penelitian untuk
memahami gabungan beberapa parameter TES dan faktor
biopsikologi pada fisiologi menelan dan rehabilitasi disfagia.
• Akhirnya, penelitian tambahan diperlukan untuk memahami
dampak TES pada aktivasi saraf dan plastisitas saraf pada
pasien dengan berbagai etiologi.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai