Anda di halaman 1dari 45

P E R E N C A N A A N PA J A K

Insentif Pajak untuk WP


Terdampak Pandemi
COVID-19
Kelompok 1-Kelas B
Nice to meet you!
We a r e G r o u p I

Eqy Refiyanto (12030117110075)


Adinda Sabella (12030117120005)
Rizkya Kusuma Putri (12030117120016)
Aghitsna Gema Wimala (12030117120019)
Febrina Claudya Tambunan (12030117120020)
Nomor 110/PMK.03/2020
1. bahwa untuk melakukan penanganan dampak pandemic Corona Vims Disease 2019 saat ini, perlu dilakukan perluasan sektor
yang akan diberikan insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan
kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas.

2. bahwa pandemi Corona Vims Disease 2019 merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan
produktivitas masyarakat sebagai pekerja maupun pelaku usaha sehingga perlu dilakukan upaya pengaturan pemberian insentif
pajak untuk mendukung penanggulangan dampak Corona Vims Disease 2019.

3. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi
Corona Vims Disease 2019 dinilai sudah tidak tepat, sehingga perlu dicabut. Banyak perubahan Undang Undang Pajak mengenai
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pasal 1
1. UU Pajak Penghasilan adalah UU No. 7 Tahun 1983 diubah menjadi UU No. 36 Tahun 2008

2. UU Pajak Pertambahan Nilai adalah UU No. 8 Tahun 1983 diubah menjadi UU No. 42 Tahun 2009

3. Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk lnstansi
Pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/ atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk
apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Pegawai.

4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan,
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan/atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

5. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk
kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.

6. Surat Keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yang selanjutnya disebut Surat Keterangan,
adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa
Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Bab II Insentif PPh Pasal 21
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai wajib dipotong sesuai ketentuan PPh Pasal 21 oleh Pemberi Kerja.
2. PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima Pegawai dengan
kriteria tertentu.
3. Pegawai dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. menerima atau memperoleh penghasilan dari Pemberi Kerja yang:
1. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
2. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
3. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;
b. memiliki NPWP; dan
c. pada Masa Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang
disetahunkan tidak lebih dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4. PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan
Masa Pajak Desember 2020.
Lampiran B
Pasal 3
1. Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Pemberi Kerja terdaftar melalui saluran tertentu pada
laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
2. Pemberi Kerja menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
3. Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat dengan kode Klasifikasi
Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 1 dan memiliki cabang, pemberitahuan
pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah baik untuk pusat maupun cabang dilakukan oleh Wajib Pajak
Berstatus Pusat.
4. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 2 harus dilampiri dengan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai perusahaan yang
mendapat fasilitas KITE; atau
b. Pasal 2 ayat (3) huruf a angka 3 harus dilampiri dengan Keputusan Menteri mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin
Kawasan Berikat, atau izin PDKB, izin Pengusaha
5. Dalam hal Pemberi Kerja yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, kepala KPP menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak
memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Lampiran C dan Lampiran D
04
Pemberi kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal

01 21 ditanggung Pemerintah melalui www.pajak.go.id

Pemberi Kerja harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan


kode billing yang dibubuhi cap “PPh PASAL 21 DITANGGUNG

02 PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2020” atas PPh

Pasal 4
Pasal 21 ditanggung pemerintah.

Pemberi Kerja yang termasuk adalah Wajib Pajak Berstatus

03 Pusat dan/atau Wajib Pajak Berstatus Cabang yang telah


menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah.

Pemberi Kerja menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21

04 ditanggung pemerintah paling lambat tanggal 20 bulan


berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir.
Lampi ra n E
11
03

BAB III
INSENTIF PPh
FINAL
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2018
05

Penghasilan dari usaha yang diterima Wajib Pajak

01 dengan peredaran bruto tertentu sesuai PP Nomor 23


Tahun 2018, dikenakan PPh final 0,5%.

Pasal 5 02
PPh final dilunasi dengan cara:
- Disetor sendiri oleh Wajib Pajak
- Dipotong atau atau dipungut oleh Pemotong atau
Pemungut Pajak

PPh final ditanggung Pemerintah.


03
PPh final ditanggung Pemerintah tidak

04 diperhitungkan sebagai penghasilan yang


dikenakan pajak.
Pasal 5 (lanjutan)
Wajib Pajak melakukan transaksi berupa objek pemotongan
05 atau pemungutan PPh dengan Pemotong tau Pemungut Pajak,
Wajib Pajak harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan
terkonfirmasi kebenaran dalam sistem informasi DJP.

Pemotong tidak melakukan pemotongan PPh terhadap Wajib

06 Pajak yang telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan dan


telah terkonfirmasi.

PPh final ditanggung Pemerintah berlaku untuk Masa Pajak


07 April 2020 s/d Desember 2020.

Contoh perhitungan PPh final ditanggung Pemerintah 07


08 tercantum di Lampiran huruf F.
Contoh perhitungan PPh Final Ditanggung Pemerintah

11

Tuan N memiliki usaha apotek. Tuan N terdaftar sebagai WP pada tanggal 6 Mei 2019 dan tidak menyampaikan pemberitahuan
untuk dikenai PPh Berdasarkan Ketentuan Umum UU PPh. Pada Tahun Pajak 2019, Tuan N memperoleh peredaran bruto dari
usaha apotek Rp 3 miliar. Karena peredaran bruto yang diterima oleh Tuan N dari usaha apotek tidak melebih Rp 4,8 miliar dalam
1 Tahun Pajak, maka penghasilan dari usaha apotek untuk Tahun Pajak 2020 dikenai PPh final berdasarkan ketentuan PP Nomor 23
Tahun 2018. Rincian penghasilan yang Tuan N peroleh sebagai berikut:

Masa Pajak Peredaran Bruto PPh Final Terutang


Juli 2020 Rp 40.500.000,00 Rp 202.500,00
Agustus 2020 Rp 60.000.000,00 Rp 300.000,00
September 2020 Rp 75.000.000,00 Rp 375.000,00
Contoh perhitungan PPh Final Ditanggung Pemerintah
11

Atas PPh final Masa Pajak Juli 2020 sampai September 2020 tersebut Tuan N berhak memperoleh insentif PPh final ditanggung
Pemerintah dengan cara menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu paling lambat:
a. 20 Agustus 2020, untuk Masa Pajak Juli 2020
b. 20 September 2020, untuk Masa Pajak Agustus 2020
c. 20 Oktober 2020, untuk Masa Pajak September 2020

Sehingga, Tuan N tidak perlu menyetor PPh final ke kas negara.


Pasal 6
(1) WP dengan peredaran bruto tertentu harus menyampaikan laporan
realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui
www.pajak.go.id

(2) Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah meliputi


seluruh PPh final yang terutang atas penghasilan.

(3) Insentif PPh final ditanggung Pemerintah diberikan berdasarkan


laporan realisasi yang disampaikan WP.

(4) Pemotong atau Pemungut Pajak harus membuat SSP atau cetakan
kode billing yang dibubuhi cap “PPh FINAL DITANGGUNG
PEMERINTAH EKS PMK NOMOR …/PMK.03/2020”
Pasal 6 (lanjutan)
(5) WP menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung
Pemerintah paling lambar tanggal 20 bulan berikutnya setelah
Masa Pajak Berakhir.

(6) Penyampaian laporan realisasi bagi WP yang belum memiliki SK,


dapat diperlakukan sebagai pengajuan SK dan WP tsb dapat
diterbitkan SK.
Lampi ra n G
11
03

BAB III A
INSENTIF PPh
FINAL
Jasa Konstruksi
Pasal 6A 08

(1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan PP mengenai PPh
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan PPh final.

(2) PPh final dilunasi dengan cara:


a. Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran (pengguna jasa =
pemotong jasa)
b. Disetor sendiri oleh penyedia jasa
(3) PPh final atas penghasilan yang diterima WP Penerima P3-TGAI
ditanggung Pemerintah

(4) Pemotong Pajak (2a) yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-
TGAI kepada WP Penerima P3-TGAI tidak melakukan pemotongan PPh
final
Pasal 6A (Lanjutan) 08

(5) PPh final ditanggung Pemerintah tidak diperhitungankan sebagai


penghasilan yang dikenakan pajak.

(6) PPh final ditanggung Pemerintah diberikan sejak PM ini diundangkan


sampai Desember 2020.
09
Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi
01 PPh final ditanggung Pemerintah melalui
www.pajak.go.id
Pemotong Pajak harus membuat SSP atau cetakan

02 kode billing yang dibubuhi cap “PPh FINAL JASA

Pasal 6 B
KONSTRUKSI DITANGGUNG PEMERINTAH EKS
PMK NOMOR …/PMK.03/2020”

Pemotong Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh


03 final ditanggung Pemerintah paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
La mpi ran R
11
Pasal 7
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi PPh Pasal 21
ditanggung Pemerintah dan PPh final ditanggung Pemerintah dilakukan
sesuai dengan PM mengenai mekanisme pelaksanaan dan
pertanggungjawaban atas pajak ditanggung Pemerintah.
BAB IV
INSENTIF PPh PASAL 22
IMPOR
Pasal 8
PPh Pasal 22 impor adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Bank Devisa pada saat wajib
pajak melakukan kegiatan impor barang.

Wajib pajak dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor dengan syarat
sebagai berikut:
1. Memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU).
2. Telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.
3. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha
Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pada saat pengeluaran barang dari
Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.

Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor seperti tertera diatas


diberikan melalui SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
Tata cara permohonan SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor
1. Wajib Pajak menyampaikan permohonan SKB Pemungutan PPh pasal 22 impor
secara daring (online) pada laman www.pajak.go.id.
2. Atas permohonan SKB Pemungutan PPh pasal 22 Impor tersebut, Kepala KPP
tempat Wajib Pajak dapat menerbitkan:
- SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor, apabila Wajib Pajak memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
- Surat Penolakan, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi syarat yang telah
ditentukan.

Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor berlaku sejak
tanggal SKB diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Wajib Pajak yang telah mendapatkan pembebasan PPh pasal 22 Impor


harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor
setiap bulan pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
BAB V
INSENTIF ANGSURAN
PPh PASAL 25
Pasal 9
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan yang masih harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dihitung berdasarkan
1. Pasal 25 UU PPh dan / atau
2. Peraturan Menteri mengenai perhitungan pajak penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak baru, bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu.
Pasal 10
Syarat mendapatkan insentif angsuran PPh Pasal 25
1. Memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU).
2. Telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.
3. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan
Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB.

Apabila memenuhi syarat akan diberikan pengurangan besarnya


angsuran PPh pasal 25 sebesar 50% dari angsuran PPh Pasal 25 yang
terutang.

Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat


Wajib Pajak terdaftar melalui laman www.pajak.go.id.

Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berlaku sejak:


1. Masa Pajak Juli 2020 bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan
pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
2. Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
disampaikan, sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
Pasal 11 Pasal 12
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi syarat, Wajib Pajak yang memanfaatkan
maka Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
menerbitkan surat pemberitahuan tidak berhak 25 harus menyampaikan laporan realisasi
mendapatkan pengurangan besarnya angsuran pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal
PPh Pasal 25 sesuai format yang ditentukan. 25 setiap bulan pada laman
www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
BAB VI
INSENTIF PPN
Pasal 13 04

 PKP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran, dengan syarat :


a. Memiliki KLU sebagaimana lampiran huruf P,
b. Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE,
c. Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin
PDKB.

 KLU di atas merupakan KLU yang tercantum pada :


a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 atau pembetulan, yang telah dilaporkan WP, atau
b. Data yang terdapat dalam administrasi perpajakan WP pusat bagi WP yang belum/tidak memiliki
kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2018.

 Ketentuan KLU berlaku bagi WP Berstatus Pusat maupun Berstatus Cabang.

 PKP harus menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi, dengan jumlah maksimal 5 milyar
rupiah.

 SPT Masa PPN yang diberikan pengembalian pendahuluan meliputi SPT Masa PPN untuk Masa Pajak
April 2020 s/d Masa Pajak Desember 2020 dan disampaikan paling lama tanggal 31 Januari 2021.
05

 PKP yang mendapat fasilitas KITE harus melampirkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai
perusahaan yang mendapat fasilitas KITE dalam SPT Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian
pendahuluan.

 PKP yang telah mendapat izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau
izin PDKB harus melampirkan Keputusan Menteri mengenai izin tersebut dalam SPT Masa PPN yang
diajukan permohonan pengembalian pendahuluan.

 PKP berisiko rendah diberikan pengembalian pendahuluan berdasarkan kriteria tertentu, yaitu :

a) PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah,
b) Dirjen Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan jabatan sebagai PKP berisiko rendah.
c) PKP memiliki KLU, fasilitas KITE atau izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang diberikan
kepada PKP masih berlaku pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan lebih bayar restitusi.
 Petunjuk bagi PKP berisiko rendah mengajukan
permohonan pengembalian pendahuluan melalui
SPT Masa Pajak PPN seperti pada Lampiran Q.

 Tata cara pengembalian pendahuluan kecuali


penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu,
dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri
mengenai tata cara pengembalian kelebihan
pembayaran pajak.
BAB VII
Ketentuan Peralihan
Pasal 14
Pemberi Kerja atau WP yang telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh 21
ditanggung pemerintah, dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan/ atau
permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor dan/atau Surat Keterangan berdasarkan :

a) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Wabah Virus Corona,
b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019,
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. (Berdasarkan PMK No.
110/PMK.03/2020 poin ke 5)

tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan dan/ atau permohonan berdasarkan Peraturan
Menteri ini.

07
Pasal 15
Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah disetujui untuk
memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah, PPh final ditanggung Pemerintah, pembebasan PPh
Pasal 22 Impor, dan/ atau pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN berdasarkan :
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak
Wabah Virus Corona ;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak
Pandemi Corona Virus Disease 2019; dan/atau
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak
Pandemi Corona Virus Disease 2019,
tetap dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif
pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan/ atau
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk

Pasal 16 Masa Pajak April 2020 sampai dengan Juni 2020 bagi
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk
Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat
Keterangan yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak
untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease Pasal 17
2019 dinyatakan tetap berlaku untuk pelaksanaan ketentuan
Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu.
BAB VIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 411), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya,


memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia
TERIMA
KASIH

STAY HEALTHY !
SEE YOU SOON

Anda mungkin juga menyukai