Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Adi Kiswanto

NIM : 042464429
MAKUL : Lab. PPN dan PPnBM
TUGAS : Tugas 8

JAWABAN

1) Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan beberapa


Kebijakan insentif dan relaksasi di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena
dampak wabah COVID-19.
Adapun insentif pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemi
COVID-19 berlangsung antara lain:
a) insentif Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah untuk masa pajak Januari 2021 Juni
2021. Insentif ini hanya berlaku untuk pegawai dengan kriteria tertentu, di
antaranya yaitu yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menerima
penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang di setahunkan tidak lebih
dari Rp200 juta.
b) Insentif PPh Pasal 22 Impor
Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor pada wajib pajak yang memiliki
kriteria:
• Memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum Ekspor
telah ditetapkan sebagai Perusahaan Kemudahan Impor Tujuan dalam
Lampiran PMK 9/2021;
• Telah di tetapkan sebagai perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor
(KITE); atau
• Telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat atau izin
pengusaha kawasan berikat atau izin pengusaha di kawasan berikat
merangkap penyelenggara di kawasan berikat (PDKB) pada saat
pengeluaran barang dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean.
Adapun pembebasan dai pemungutan PPh Pasal 22 Impor tersebut berlaku sampai
dengan tanggal 30 Juni 2021. Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan
Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan berlaku sejak tanggal surat tersebut
diterbitkan. Untuk memperoleh surat keterangan tersebut, wajib pajak mengajukan
permohonan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id Apabila sudah
mendapatkan pembebasan, wajib pajak harus menyampaikan laporan realisasi
pembebasan setiap bulan menggunakan formulir yang tersedia paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
c) Insentif angsuran PPh Pasal 25
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemberian pengurangan angsuran PPh
Pasal 25 sebesar 50% dan angsuran yang seharusnya tertuang. yang diberikan
untuk masa pajak dari Januari 2021 sampai Juni 2021.
Wajib pajak yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini harus
menyampaikan laporan realisasi setiap bulan menggunakan formulir yang
tersedia paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
d) Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah, yang diberikan untuk
masa pajak dari Januari 2021 sampai Juni 2021.
PKP yang memenuhi Kriteria dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah dengan ketentuan:
• PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP
berisiko rendah;
• Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara
jabatan sebagai PRP berisiko rendah; dan
• PKP memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sesuai dengan lampiran yang
tercantum dalam Lampiran PMK 9/2021, fasilitas KITE atau izin
penyelenggara kawasan berikat izin pengusaha kawasan berikat, atau izin
PDKB yang diberikan kepada PKP masih berlaku pada saat penyampaian
surat pemberitahuan lebih bayar restitusi.
Selain itu, PKP harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN lebih
bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar rupiah,
yang meliputi Surat Pemberitahuan Masa PPN termasuk pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa PPN yang disampaikan paling lama akhir bulan setelah
masa pajak pemberian insentif berakhir.
Kemudian, pemerintah juga menetapkan beberapa relaksasi di antaranya :
a) Penurunan Tarif PPh Badan
Pemerintah turut menurunkan tarif umum PPh Badan yang semula 25%
menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada
tahun pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan
Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan
memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari
tarif umum PPh Badan.
Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan
2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.
b) Perpanjangan Waktu dalam Administrasi Perpajakan
• Jangka waktu pengajuan keberatan oleh wajib pajak sebagaimana
dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
28/2007) diperpanjang paling lama 6 bulan.
• Jangka waktu penerbitan surat ketetapan pajak sehubungan dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dalam Pasal 113 angka 8 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah
Pasal 17B ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Uu6/1983)
diperpanjang paling lama 6 bulan.
• Jangka waktu pemberian keputusan atas keberatan sebagaimana
dalam Pasal 26 ayat (1) UU 28/2007 diperpanjang paling lama 6
bulan.
• Jangka waktu permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar, pengurangan atau pembatalan hasil pemeriksaan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UU 28/2007,
diperpanjang paling lama 6 bulan.
• Jangka waktu pengembalian kelebihan bayar pajak sebagaimana
dalam Pasal 113 angka 3 Uu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 11
ayat (2) UU 6/1983, diperpanjang paling lama 1 bulan.
c) Pemberian Fasilitas Kepabeanan
Menteri Keuangan memiliki kuasa untuk memberikan fasilitas
pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan
pandemi COVID- 19, dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan
perekonomian nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 Tahun 2020 tentang Pemberian
Fasilitas Kepabeanan dan atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang
Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan perubahannya.
d) Pajak atas transaksi Elektronik
Pemerintah akan memungut PPN atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar
negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Selain PPN, pemerintah turut memungut PPh atau pajak transaksi
elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang
memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia.

Sumber: https://new.hukumonline.com/

2) E-Faktur 3.0 adalah sistem aplikasi DJP versi terbaru untuk membuat Faktur Pajak
elektronik yang dilengkapi dengan fitur otomatis atau tidak perlu input data Pajak
Masukan secara manual, sekaligus bisa untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, membuat Faktur Pajak dan
melaporkan SPT Masa PPN hanya dalam satu aplikasi saja yakni e-Faktur 3.0.
Dengan e-Faktur 3.0 ini, pelaporan SPT Masa PPN tidak lagi menggunakan aplikasi
e-Filing. Dengan diperbaruinya sistem, maka ada update mengenai sistem penerbitan
Faktur Pajak mulai dari penambahan dari segi performa maupun fungsinya. Paling
mencolok pada sistem e-Faktur 3.0 ini adalah adanya fitur pengisian otomatis atau
prepopulated Pajak Masukan, baik dalam bentuk Pemberitahuan Impor Barang (PIE)
maupun e-Faktur. Artinya, sistem DJP menyediakan data Pajak Masukan secara
otomatis ketika PKP mendapatkan Faktur Pajak dari lawan transaksi. Sehingga PKP
tinggal melihat dan mencocokkan data Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak
Keluaran pada akhir periode suatu Masa Pajak. Kemudian tinggal memilih apakah
Pajak Masukan akan dikreditkan secara otomatis melalui sistem e Faktur 3.0 ini untuk
kategori Faktur Pajak Masukan yang bisa dikreditkan.

Berikut perbedaan antara e-Faktur versi 3.0 dengan sebelumnya pada e-Faktur 2.2:
1) e-Faktur versi 3.0
• E-Faktur 3.0 bekerja dalam sistem otomatis yang menghindarkan kesalahan
input data
• Dilengkapi fitur prepopulated Pajak Masukan (PM) berupa Pemberitahuan
Impor Barang (PIB)
• Prepopulated Pajak Masukan berupa e-Faktur
• Prepopulated VAT refund
• Prepopulated SPT Masa PPN
• Sinkronisasi kode cap fasilitas pada aplikasi e-Faktur
• Sistem terintegrasi antara data DUP dengan data DJBC (Direktorat Jenderal
Bea Cukai) untuk mengakomodasi ekspor-impor

2) e-Faktur versi 2.2


• Input data Faktur Masukan masih dilakukan secara manual
• Pelaporan SPT Masa PPN masih menggunakan e-Filing dengan upload CSV
• Sistem data DJP dengan DJBC belum terkoneksi, sehingga input data PIB
masih dilakukan manual
Alur Sistem e-Faktur 3.0
a) Permintaan PIB dan Faktur Pajak Masukan
• Menggunakan e-Faktur desktop atau e-Faktur basis web (web-based)
• Melakukan permintaan (request) Faktur Masukan dan PIB
• Permintaan ke sistem e-Faktur
• Database e-Faktur sudah tersedia di DJP
• Kirim PB dan Faktur Pajak Masukan
b) Rekam PIB
• Menggunakan e-Faktur desktop atau eFaktur basis web
• Melakukan validasi dengan database DJBC
• Kirim data batch/hari yang sudah divalidasi pembayarannya, masuk ke
database e-Faktur DJP
• Kembali ke e-faktur c) Lapor SPT Masa PPN
• Masuk ke e-Faktur web
• Masuk ke database SPT
• Pilih SPT Masa PPN yang akan dilaporkan

Sumber: https://klikpajak.id/

Anda mungkin juga menyukai