Saduran dan terjemahan sekilas terlihat sama, tapi pada
dasarnya kedua istilah itu tidak sepenuhnya sama. 乍看之 下,改编和译文看起来是相同的,但基本上两个术语并 不完全相同。 Definisi
Saduran menurut HB. Jassin adalah karangan yang diambil
jalan ceritanya dan bahan-bahannya dari suatu karangan yang lain, misalnya dari luar negeri, dengan mengubah dan menyesuaikan nama-nama dan suasana serta kejadian- kejadian di negeri asing itu dengan keadaan di negeri sendiri 一篇文章,其故事情节和材料取材于另一种作品,例如 来自国外,是通过更改和适应该外国的名称和气氛以及 该国的事件来适应本国的情况 Jadi yang menjadi tanda-tanda bagi saduran adalah: - Bahan-bahan dan jalan cerita yang diambil dari cerita lain. - Diubah/disesuaikan nama-nama dan susunan kejadian dengan nama-nama dan susunan setempat. Saduran
Saduran merupakan hasil kerja menyadur. 适应 Menyadur
dapat dikatakan sebagai kegiatan memindahkan atau mengalih bahasakan suatu tulisan dari suatu bahasa ke bahasa lain secara bebas. Dikatakan bebas karena penyadur dapat mengubah karya sadurannya itu, baik yang berkaitan dengan jalan cerita, setting, maupun nama-nama tokoh pelaku cerita Terjemahan
Badudu dalam bukunya Inilah Bahasa Indonesia yang
Benar II menyebutkan bahwa menerjemah adalah kegiatan mengalihkan suatu tulisan atau pembicaraan (lisan) dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Bahasa yang diterjemahkan itu selanjutnya disebut sebagai bahasa sumber, sedangkan bahasa yang digunakan untuk menerjemah disebut bahasa sasaran. Lebih lanjut, Badudu menjelaskan bahwa dalam karya terjemahan haruslah selalu dijaga hasilnya benar-benar sama dengan sumbernya sehingga kalau orang mendengar atau membaca suatu hasil terjemahan, dia seperti mendengar pembicaraan atau membaca tulisan aslinya Beza Saduran dan Terjemahan Dalam terjemahan, si penerjemah harus selalu menjaga agar terjemahannya persis sama dengan karya aslinya, tanpa ada perubahan apa pun seperti dalam saduran. Contoh saduran adalah cerita kanak-kanak karya Merari Siregar yang berjudul Si Jamin dan Si Johan. Cerita ini disadurnya dari Jan Smess karya penulis Belanda Justus van Maurik. Karya van Maurik itu ber-setting-kan Belanda, tetapi karya Merari Siregar ber-setting-kan Jakarta, bercerita tentang anak Indonesia, dan menggunakan nama Indonesia bagi tokoh pelakunya. Saduran juga dapat dikatakan sebagai karangan yang dituliskan kembali dalam bentuk yang lain, misalnya karya yang berbentuk puisi ditulis kembali dalam bentuk prosa, atau sebaliknya. Contohnya adalah Hikayat Hang Tuah yang merupakan prosa ditulis kembali oleh Amir Hamzah dalam bentuk puisi. Plagiat,ciplak,plagiarisme 抄袭 Yang terakhir adalah plagiat. Plagiat ialah karya hasil ciplakan. Berkaitan dengan hal ini, Badudu menjelaskan bahwa mengutip sebagian atau seluruhnya karya orang lain dalam bentuk asli, atau terjemahan, atau saduran, kemudian menyatakan, mengumumkan, atau membubuhkan nama sendiri sebagai empunya karya itu disebut melakukan plagiat. Pelakunya disebut plagiator. Tindakan yang dicap sebagai plagiat sangat memalukan, memberi aib bagi pelakunya. Perbincangan lanjut Bentuk saduran banyak kita lihat dalam karya fiksi,biasanya terlihat pada karya-karya yang berasal dari bahasa asing. Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita, biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian, laporan, dsb.) atau mengikhtisarkan (KBBI 2002: 976). Dengan demikian, menyadur adalah konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan, atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal Penjelasan
Dalam sebuah penyaduran karya orang lain, kita tidak
boleh mengubah pokok pikiran asal dari penulis aslinya. Contoh, ketika kita akan membuat menyadur cerita, kita tetap harus perhatikan alur cerita, ide cerita, maupun plot yang ada di dalam cerita tersebut.Kita tidak diperkenankan menambahi ide ke dalam cerita tersebut dan yang paling penting dalam menyadur minta izin kepada penulis aslinya atau bisa juga dengan mencantumkan sumber tulisan berikut nama penulisnya. Definisi Kata
Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) saduran
adalah: 1.Hasil menyepuh 2.Hasil menggubah, gubahan bebas dari cerita lain tanpa merusak garis besar cerita 3.Ikhtisar, ringkasan, dan laporan Agar dalam penyaduran guru tidak terjebak dalam plagiarisme, tentunya kita wajib mencantumkan dari mana ide tersebut kita dapatkan, sebagai bentuk apresiasi kita terhadap penulis yang memberikan inspirasi tersebut. Prasyarat Penyadur
1.Menguasai dengan baik bahasa buku yang akan kita sadur,
hal ini merupakan hal yang paling penting dan mutlak, karena tanpa penguasaan bahasa buku yang baik saduran yang kita tulis dapat bermakna ambigu dan keluar dari esensi yang kita maksudkan. Berbeda dengan terjemahan yang kaku saduran lebih fleksibel karena berdasarkan bahasa dan pemahaman kita sendiri tetapi tidak boleh terlepas dari makna sumber yang kita sadur. 2.Memahami gagasan utama karya asal, memahami gagasan ini dapat kita latih dengan mencari tema suatu paragraf atau cerita. Dengan memahami gagasan utama kita telah menemukan inti permasalahan dari bahan yang kita sadur. Sambungan…
3.Menguasai bahasa saduran, penguasaan bahasa saduran erat
kaitannya dengan kemampuan bahasa penyadur, cara terbaik untuk malatih penguasaan bahasa saduran ini dapat kita tingkatkan dengan sering membaca buku dan literatur, sehingga kita menjadi kaya akan kosa kata. 4.Memahami aturan penyaduran, aturan yang paling utama dalam penyaduran adalah harus dan wajib untuk mencantumkan sumber asal penyaduran tersebut, hal ini adalah untuk menghindari Plagiarisme atau penjiplakan. Untuk meningkatkan kemampuan kita akan aturan penyaduran adalah dengan membaca hasil saduran yang sudah baku dengan hasil saduran kita, sehingga kita mendapatkan gambaran sejauh mana kemampuan kita dalam memahami aturan penyaduran tersebut Sambungan…
5.Mengetahui berbagai bentuk karya tulis, karya tulis yang ada
sekarang sangat beragam jenisnya, tetapi secara garis besar hanya terdiri dari fiksi dan non fiksi. Karya tulis fiksi dapat berupa cerpen, novel, roman dan esai yang dapat kita sadur menjadi suatu rangkuman, ringkasan, ikhtisar dan sebagainya. Sedangkan karya tulis non fiksi yang dapat kita sadur antara lain makalah, skripsi, tesis, kritik artikel dan resensi. Dengan mengetahui ciri dan karakteristik masing-masing kita dapat segera menentukan langkah yang paling tepat dalam penyaduran. 6.Aturan karya tulis, peningkatan kemampuan ini dapat dilakukan dengan belajar melihat berbagai resensi buku tentang aturan penulisan karya tulis yang biasanya dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi yang ditujukan untuk pembimbingan penulisan karya ilmiah kapada mahasiswa. Atau dengan melihat dan mempelajari karya tulis saduran yang sudah baku. Sudut Pandang Penulis Karya Tulis Saduran 1.Mengetahui sumber karya saduran, penulis harus mengetahui dengan jelas sumber yang dijadikan rujukan dalam karya tulis yang hendak kita sadur, hal ini dimaksudkan untuk kontrol dalam hasil akhir saduran, jangan sampai hasil suduran yang kita lakukan berbeda maknanya dari sumber aslinya. 2.Kemampuan penyadur dalam menguasai karya asal bahan yang disadur, bagi penulis atau penyadur harus benar-benar manguasai bahan yang akan disadur, hal ini mengandung maksud agar hasil penyaduran benar-benar melalui telaah yang dapat dipertanggung jawabkan. Sambungan…
3.Tujuan dalam penyaduran yang dilakukan oleh penulis,
tentunya untuk pengembangan Ilmu pengetahuan bukan untuk plagiarisme Langkah-langkah Menyadur
1.Membaca dengan cepat dan cermat/ membeca skeming,
membaca dengan cermat dengan cepat memerlukan proses untuk dapat menguasainya, dalam mengasah kemampuan ini guru dapat melatihnya dengan membaca cepat suatu cerita kemudian menyusunnya dalam bahasa sendiri secara cepat. Atau dengan mencoba mecari gagasan utama dari suatu paragraf dengan cepat. 2.Gagasan utama dari karya asal yang akan disadur, jika gagasan utamanya sudah ditemukan maka penyadur akan dengan mudah mencari benang merah dari setiap kejadian dan sudut pandang dari karya asal, sehingga akan dengan mudah bagi penulis untuk menyadur dengan bahasa sendiri. 3.Kerangka alur dari karya asal ditulis dalam bentuk iktisar untuk memudahkan penyaduran. Penulisan ikhtisar ini tentunya tidak boleh keluar dari makna karya tulis yang kita sadur. 4.Mengembangkan kerangka alur. Pengembangan karangka alur seperti kita mengambangkan kerangka karangan menjadi sebuah karangan. Kerangka alur yang sudah ditulis kita kembangkan dengan tanpa menghilangkan esensi dari karya yang kita sadur tersebut 5.Menuliskan saduran juga harus memperhatikan budaya karya asal, sebagai contoh bentuk tulisan asing dengan bahasa yang langsung tidak berbelit-belit, kultur ini berbeda dengan orang timur yang cenderung berputar-putar dalam menyimpulkan sesuatu. 6.Evaluasi ketepatan dalam penyaduran dilakukan dengan membandingkan hasil saduran dengan karya asli, apakah esensinya berbeda, apakah maknanya berbeda, seberapa besar kesesuaannya, bagaimana sistematika penilisannya dan apakah bahasa yang kita tuliskan sudah baku apa belum. Keenam langkah diatas dapat dilatih untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menulis, terutama saduran karya tulis Contoh Karya
Hikayat Seri Rama Melayu dapat dianggap suatu saduran
karena isi dan susunan dan nama-nama kejadian disesuaikan dengan isi, suasana dan nama-nama Melayu. Terjemahan atau lebih tepat disebut alih bahasa, terjadi dari suatu hasil kesusastraan diterjemahkan ke dalam bahasa lain, misalnya dari bahasa-bahasa Arab, Sansekerta, Parsi, dan sebagainya diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu/Indonesia. Beberapa hasil sastra asing yang diterjemahkan/disadur dalam bahasa Melayu/Indonesia antara lain: Mahabrata, Ramayana, Cerita Seribu Satu Malam, Kalilah dan Dimnah, dan lain-lain Perbincangan Karya Abdul Samad Ahmad Novel yang menjadi kajian, Singapura Di-Langgar Todak (1951) adalah “berasaskan cherita-cherita mulut orang tua dan daripada buku “Sejarah Melayu””( kata pendahuluan pengarang dalam novelnya) Novel ini adalah karya Abdul Samad Ahmad (lahir pada tahun 1913), seorang nasionalis yang mempunyai fikiran yang sama dengan Ibrahim bin Haji Yaakob dan juga aktif dalam Kesatuan Melayu Muda, maka menyebabkannya dipenjara selama beberapa waktu (Wajah 1988: 24-30). Abdul Samad Ahmad adalah juga orang yang ghairah dengan sejarah dan, khususnya, zaman kesultanan Melaka. Memang, banyak novelnya mendapat ilham daripada SM atau tradisi yang berkaitan, seperti Singapura Di-Langgar Todak, yang akan diperkatakan di sini, seperti juga Dosaku (1950), Tak Melayu Hilang di Dunia (1950)22 dan Zaman Gerhana (1976) Dengan Singapura Di-Langgar Todak, Abdul Samad Ahmad ingin menunjukkan tindakan yang tidak difikirkan dan kejam daripada pemimpin tidak sahaja berkesudahan buruk kepada diri mereka, tetapi juga untuk rakyat yang tidak bersalah (cf. kata-kata pendahuluan). Dia melukiskan gagasan ini melalui kisah yang penuh bahaya dan cabaran Tuan Jana Khatib, Awang Jambul dan Tun Juita, yang diceritakannya, dengan cukup terperinci, seperti yang disajikan dalam SM. Tuan Jana Khatib yang datang ke Singapura untuk mengIslamkan penduduknya itu telah dihukum mati secara tidak adil oleh raja negara ini. Setelah hukuman mati itu, ikan todak raksasa mula menyerang negara ini. Begitu juga hukuman mati ke atas Awang Jambul berdasarkan tuduhan yang salah yang dilemparkan orang besar di kerajaan ini yang mempunyai rasa cemburu, khususnya menteri kewangan, Sang Rajuna Tapa, maka menimbulkan akibat serius. Anak ini padahal telah banyak berjasa kepada negara, kerana dapat menyelamatkan negara dari serangan ikan todak dengan mencadangkan didirikan dinding daripada pokok pisang agar kalau ikan itu meloncat, rahangnya yang berbentuk pedang itu akan tercacak pada batang pokok pisang Bila raja mendengar anak itu tidak bersalah dan Sang Rajuna Tapa, bapa daripada salah seorang gundiknya, menyertai komplot itu, dia meninggal dunia. Sang Rajuna Tapa tidak dihukum atas kejahatannya, tetapi anak perempuannya yang menebus kesalahannya. Oleh kerana cemburu, gundik Iskandar Syah, anak lelaki mendiang raja yang digantikannya itu menuduh secara tidak adil gundik Karya Sastera Melayu Moden yang Berilhamkan Karya Sastera Melayu Lama 123 kesayangannya, Tun Juita, puteri Sang Rajuna Tapa, mempunyai kekasih. Sultan menghukumnya dengan hukuman sula. Bapanya merasa amat malu sehingga untuk membalas dendamnya, dia membuka pintu bandar untuk tentera Majapahit yang menakluki Singapura [kenyataannya, Singapura tidak ditakluki orang Jawa, tetapi oleh orang Siam; cf. Chambert-Loir 2005:137]. Dia akhirnya menebus dosanya kerana, ketika rakyat mengetahui pengkhianatannya, dia dikejar, begitu juga isterinya: suami isteri ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali terjun ke dalam sungai. Abdul Samad Ahmad, telah dikatakan tadi mendapat ilham terutamanya daripada SM, tidak banyak daripada HHT dan tradisi lisan yang berkaitan. Ini terjadi dengan novelnya Laksamana Tun Tuah (1954) ) yang juga mengambil ilhamnya daripada SM. Novel ini nampaknya ditujukan kepada pemuda kerana diterbitkan dalam “siri perpustakaan sekolah” Dewan Bahasa dan Pustaka. Novel ini menceritakan kehidupan Hang Tuah dengan menekankan sifat kepahlawanannya sambil mengikut pelbagai episod daripada HHT. Ia melukiskan masa kanak-kanaknya, cara dia mula berkerja untuk Sultan, pelbagai tugas yang dilakukannya (dia menemani Sultan yang pergi ke Majapahit untuk mengahwini anak perempuan raja; dia pergi ke Pahang dan membawa balik Tun Teja, anak perempuan Bendahara, yang akan dikahwini Sultan); dia menceritakan fitnah yang dilontarkan kepadanya, hukuman matinya, pertarungan dengan Hang Jebat, dan kematiannya setelah pengembaraan. Suatu muslihat untuk membersihkan Singapura daripada todak-todak raksasa. (Diambil dari novel A. Samad Ahmad, Singapura DiLanggar Todak, 1951: 64) Jurnal Terjemahan Alam & Tamadun Melayu dilakukan untuk melamar Puteri Gunung Ledang untuk Sultan. Dimasukkan dalam novel ini beberapa tradisi lisan berkenaan perigi Hang Tuah yang tidak jauh dari masjid Bukit Duyong dan sebab kematiannya. Menurut istiadat yang diceritakan dalam novel ini, perigi Hang Tuah, berbeza dengan perigi lain: ia berair meskipun dalam musim kemarau. Diceritakan Hang Tuah datang ke situ untuk berwuduk sebelum sembahyang. Diceritakan pula seorang perempuan Cina kaya mungkin telah memperbaiki perigi itu setelah bermimpikan seorang lelaki tua memintanya untuk membakar kemenyan dekat perigi itu, dan sejak itu airnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan orang sakit. Maka perigi itu menjadi tempat ziarah bagi orang Melayu dan Cina, terutamanya perempuan. Berkenaan sebab kematian Hang Tuah, dikatakan antara lain orang Portugis telah melemparkannya ke dalam lubang di tengah-tengah istana, maka kehilangannya itu dipenuhi misteri, dan dia masih hidup. Beberapa orang bahkan mengatakan telah menjumpainya. Hikayat Faridah Hanum Syed Syeikh Ahmad al-Hadi Hikayat Faridah Hanom adalah novel hasil karya Syed Syeikh al-Hadi pada tahun 1925. Novel ini menggunakan kata 'hikayat' sebagaimana 'Hikayat Abdullah' atau 'Hikayat Inderputera'. Hikayat Faridah Hanom mengisahkan percintaan sepasang anak muda keturunan bangsawan iaitu Faridah Hanom dengan Shafik Afandi. Novel ini menggambarkan percintaan muda-mudi yang terhalang seperti yang digambarkan dalam cerita liput lara Melayu. Pertemuan pasangan yang bercinta itu adalah secara biasa dab tiada lagi diselitkan unsur-unsur khayalan seperti mimpi.Percintaan dalam karya ini bukanlah percintaan antara seorang wira yang mencari seorang wanita yang diilhamkan oleh mimpi, ataupun yang ditemui dalam pengembaraan seperti yang terdapat dalam kebanyakkan hikayat, tetapi percintaan dalam Faridah Hanum mempunyai nilai intelektual… percintaan antara keduanya lebih merupakan sebagai panduan spritual hasil daripada cita- cita yang sama. Tema percintaan seumpama ini adalah tema percintaan yang baru dalam kesusasteraan Melayu pada waktu ini. Hikayat Faridah Hanum menampilkan perkahwinan paksa antara Faridah Hanum dengan sepupunya Baharuddin Affandi. Sebagai tanda protes terhadap amalan ini, pengarang mengambarkan perkahwinan yang ditetapkan oleh orang tua itu tidak membahagiakan. Tema seumpama ini terdapat dalam novel Hikayat Faridah Hanom dan Salah Asuhan.
Novel ini mengangkat emansipasi wanita yang menampilkan watak
Faridah Hanum seorang perempuan yang berpendidikan. Yahya Ismail (1963: 438) meletakkan Syed Sheikh Al-Hadi sebagai pelopor tema emansipasi wanita dalam novel di Malaysia. Melalui watak Faridah Hanum wanita tidak lagi berada di bawah kongkongan lelaki malah wajar berdikari. Namun begitu wanita juga disarankan supaya menjaga batas-batas pergaulan agar tidak terkeluar dari nilai dan normal masyarakat pada ketika itu. Hikayat Faridah Hanum melukiskan persoalan ini: Bermula, menyekat akan perempuan daripada pelajaran itu suatu dosa yang maha besar di atas kaum dan bangsa dan negeri yang akan diperiksa kelak oleh Tuhan dihadapan- Nya di padang mahsyar dan dibalasi-Nya dengan penjara neraka jahanam bagaimana laki-laki itu penjara sekalian perempuan-perempuan di dalam api dapurnya sahaja di dunia ini. (Hikayat Faridah Hanum, 1985: 136) Karya-karya Saduran Lain
KAJIAN terbaru mendapati novel terawal di Malaysia ialah Hikayat
Panglima Nikosa Mendapat Kesusahan Waktu Perang Sampai Mendapat Kesenangan (Hikayat Panglima Nikosa atau HPN) oleh Ahmad Syawal Abdul Hamid. Ia tercetak di Bukit Persinggahan, Kuching, Sarawak pada 8 Jamadil Akhir tahun 1293 Hijrah, bersamaan 30 Jun 1876 Masehi. Novel ini ditulis dalam tulisan Jawi sebanyak 29 halaman. Keseluruhannya menepati ciri-ciri novel moden. Walaupun novel pendek ini menggunakan judul hikayat tetapi unsur dalaman seperti tema, latar, perwatakan, teknik penceritaan dan sudut pandangan, berbeza sama sekali daripada hikayat atau romance. Kebanyakan novel awal, termasuk novel 1920-an, memakai judul hikayat. Secara ringkas novel HPN menampilkan Nikosa, berusia 18. Kisahnya dikatakan berlaku ``pada zaman ini'' latar yang disebut ``di dalam negeri yang di sebelah Timur''. Negeri ini menjadi huru-hara kerana kedatangan perompak dan penyamun, yang disebut sebagai ``musuh itu makin menjadi berani setiap tahun''. Mereka mencuri, menyamun dan merompak hasil tanaman anak negeri, menyebabkan ``sekalian orang-orang perempuan dan anak-anak kecil berteriak-teriak di dalam tidurnya sebab di dalam tidurnya adalah termimpi-mimpi musuh datang hendak melanggar rumah, demikian siang dan malam.'' Nikosa mengumpulkan 300 pemuda yang sanggup membenteras kejahatan di tanah airnya. Penonjolan 300 pemuda menjadi watak tipa induk, yang mengingatkan kita kepada Nabi Muhammad s.a.w. dengan 313 tentera yang mengalahkan musuh kaum musyrikin Arab dalam Perang Badar. Bersama pemuda gigih dan berani ini, Nikosa berjuang selama 10 tahun dan berjaya mengalahkan empat negeri. Dua tahun kemudian beliau kembali dan diberi gelaran Panglima Nikosa. Waktu itu Nikosa berusia 30 tahun, beristerikan gadis Jalila dan mendapat dua anak. Bersama kawan-kawannya, Nikosa telah membuka sebuah negeri Jalanan Baharu. Waktu negeri itu baru dibuka dan sedang makmur, seorang pemuda miskin dari Sungai Tuku bernama Pilina, 25, menemui Panglima Nikosa. Pertemuan Pilina dengan panglima Nikosa inilah tema utama novel ini. Panglima Nikosa telah memberi ``nasihat pertanian'' kepada pemuda itu sehingga 12 tahun kemudiannya Pilina menjadi kaya raya. Dalam ``nasihat pertanian'' itu, Panglima Nikosa menekankan pentingnya tanah diusahakan dengan teratur dan menggunakan ilmu pertanian yang tinggi. ``Nasihat pertanian'' ini adalah sindiran pengarang kepada penjajah Inggeris yang tidak mempedulikan tanah subur Sarawak supaya diusahakan oleh bumiputera. Sebanyak 14 halaman menerangkan belok dan ilmu pertanian, 11 halaman untuk gambaran perjuangan dan dua halaman untuk gambaran kemakmuran negeri Jalanan Baharu. Seluruhnya bersifat realistik dan memenuhi ciri-ciri novel moden hari ini. Selepas 48 tahun HPN diterbitkan muncul novel bersifat saduran, Kecurian Lima Million Ringgit oleh Muhammad Muhammad Said di Kelantan pada 1922. Kemudian novel Syair Cerita Bijaksana oleh Abdul Rahman Daud al-Makki dan Hassan Omar pada 1923, Hikayat Faridah Hanum oleh Syed Sheikh Ahmad al-Hadi pada 1925/26 yang juga novel saduran, Kawan Benar (1927) dan Iakah Salmah (1928) kedua-duanya oleh Muhammad Rashid Talu. Kemudian diterbitkan Hikayat Percintaan Kemudaan (1927) oleh Ahmad Kontot dan Mencari Isteri (1928/29) oleh Muhammad Yusof Ahmad. Kecurian Lima Million Ringgit mengisahkan kelicikan dan kepintaran John Sinclair (pencuri di Eropah), Jack Hocker (penipu yang pintar di Amerika), Nicholes Carter (detektif yang terkenal di Amerika) dan Mr. Baxter (ketua polis yang mashyur kerana ketajamannya mencium dan memahami segala tipu helah penjahat termasuk pencuri dan penipu). Penduduk di kota London dan Amerika bimbang kerana penipuan dan kecurian berleluasa. Bagaimanapun, tindakan bijak detektif Nicholes Carter Baxter menjadikan kawasan itu aman. Persoalan emansipasi wanita diketengahkan dalam Hikayat Faridah Hanum dan Iakah Salmah?. Faridah Hanum seorang gadis terpelajar di Mesir dan Salmah gadis terpelajar di Pulau Pinang walaupun mempunyai latar yang berbeza tetapi memperjuangkan kebebasan wanita dalam masyarakat. Oleh kerana penulis Hikayat Faridah Hanum seorang reformasi Islam yang terkenal, perwatakan Faridah Hanum banyak menekankan soal agama Islam. Iakah Salmah pula banyak memperkatakan soal adat dalam masyarakat Melayu. Soal Islam yang disentuh secara tidak langsung. Mencari Isteri mengisahkan Mahmud dan Adnan yang terdidik di Malay College Kuala Kangsar (MCKK). Mereka menjadi pegawai dan menyanjung penjajah Inggeris. Dalam rumah mereka hanya ada buku dan akhbar berbahasa Inggeris. Mereka bercakap menggunakan kalimat ``tuan'' antara satu sama lain. Mereka gemar mencemikkan aturan dan kezaliman Melayu dulu. Sebagai orang moden Mahmud membela anjing dalam rumah. Ini sesuai dengan sikapnya yang mencintai Miss Yap Ah Moi seorang gadis Cina anak tauke lombong bijih timah. Kedua-dua mereka mengangap gadis Melayu bodoh dan tidak tahu bergaul. Kerana itu mereka tidak mahu beristerikan gadis Melayu tetapi mereka gagal dan akhirnya berkawin dengan gadis pilihan keluarga. Ini adalah novel pertama membawa tema asimilasi kaum. Percintaan Mahmud dengan Miss Yap Ah Moi merupakan bibit perpaduan antara dua keturunan yang berbeza adat, budaya dan agama. Kegagalan percintaan mereka menggambarkan bahawa setiap orang Melayu tidak mungkin terpisah dengan adat, budaya dan agamanya, Begitu juga kaum Cina yang akhirnya kembali kepada adat Cinanya. Karya Asli
Karya asli memiliki 2 arti. Karya asli berasal dari kata
dasar karya. Karya asli adalah sebuah homonim karena arti- artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda Arti: Karya asli berarti hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan Arti: Karya asli berarti hasil ciptaan yang bukan tiruan Arti Kata Karya Asli KBBI Kamus Bahasa Indonesia Karya Asli: hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan; (2) hasil ciptaan yang bukan tiruan Hak cipta
Pengertian Hak Cipta adalah secara harfiah berasal dari
Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan, dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. (Harris Munandar dan Sally Sitanggang, op.cit., hlm.14.) Contoh Karya Asli Puisi Tradisional B.Pantun Puisi asli yang terdiri dari : · 4 baris dan tiap baris terdapat 8-12 suku kata · Bersajak ABAB (silang) · Baris 1 dan 2 merupakan sampiran · Baris 3-4 merupakan isi Secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan karena menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Contoh Pantun: Disangka nenas ditengah padang Rupanya urat jawi-jawi Disangka panas hingga petang Kiranya hujan tengah hari Karya-karya moden dengan imaginasi penulis Novel Cerpen Sajak Drama Karya-karya tradisional Tutorial
Kumpulan pertama pilih satu karya saduran dan bincangkan