Anda di halaman 1dari 113

PSIK B 2015 – Kegawatan Maternal

• HILDA HIDAYANI
• PUJI ASTUTI
• NURUL AENI
• RANTI PUSPITA DEWI
• SITI KHODIJAH ALFIATUL L.
• SYIFA CHAIRUNISA
• PUTRI DEWI INDAHSARI
• SELA SADEWA
• RENDY HIMAWAN
• NURUL FADILLAH
• YULIANA
• Rujukan kegawatdaruratan
Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang
dilakukan sesegera mungkin karena
berhubungan dengan kondisi
kegawatdaruratan yang mendesak.
.Adapun rujukan sebaiknya tidak dilakukan bila:
• Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan
• Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk
terus memburuk
• Persalinan sudah akan terjadi
• Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang
dapat menemani
• Kondisi cuaca atau modalitas transportasi
membahayakan
• Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik
dibutuhkan untuk melakukan rujukan tepat waktu (kasus
kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang
digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
1. Akurat
2. Ringan, kecil, dan mudah dibawa
3. Berkualitas dan berfungsi baik
4. Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan dan
getaran
5. Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca ekstrim tanpa kehilangan
akurasinya
6. Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika digunakan
dalam pesawat terbang
7. Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa mengganggu
sumber listrik kendaraan
• Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan)
• Tandu (stretcher)
• Stetoskop
• Termometer
• Baskom muntah
• Lampu senter
• Sfignomanometer (digital lebih baik)
• Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin)
• Infusion pump (tenaga baterai)
• Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran)
• Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin
• Lubrikan steril
• Larutan antiseptik
• Cairan dan Obat-obatan • • Swab alkohol
1000 ml 5% D/W • MgSO4 1 g/ampul
• 1000 ml Ringer Laktat • Ca glukonas
• 1000 ml NaCl 0,9% / Asering • Oksitosin 10 unit/ml
• Cairan koloid • Ergometrin 0,2 mg/ml
• Soluset atau buret • 2 ampul diazepam 10
• Plester mg/ampul
• Torniket • Tablet nifedipin 10 mg
• Masing-masing sepasang kanul • Lidokain 2%
intravena ukuran 16, 18, dan • Epinefrin
20
• Sulfas atropin
• Butterfly (kanula IV tipe kupu-
kupu) ukuran 21 • Diazepam
• Spuit dan jarum • Cairan dan obat-obatan lain
sesuai kasus yang dirujuk
• Sarung tangan steril/DTT
• 1 buah gunting episiotomi
• 1 buah gunting tali pusat
• 1 buah pengisap lendir DeLee atau suction mekanis
dengan kateter berukuran 10 Fr
• 2 buah klem tali pusat
• Benang tali pusat steril/DTT atau penjepit tali pusat
• 2 buah kantong plastik
• 6 buah kasa steril/DTT 4x4
• 1 lembar duk steril/kain bersih
• Selimut bayi (2 buah)
• Selimut ibu
Pada Bayi Pada Dewasa
• Laringoskop bayi dengan blade Pastikan tenaga kesehatan mampu
ukuran 0 dan 1 menggunakan alat-alat di bawah ini:
• Self inflating bag dan sungkup • Tabung oksigen lengkap
oksigen untuk bayi, berukuran 0,1, • Self inflating bag dan sungkup
dan 2 oksigen
• Pipa endotrakeal dengan stylet dan • Airway nomor 3
konektor, berukuran 2,5 sampai 4 • Laringoskop dan blade untuk
• 3 buah ampul epinefrin 1:10.000 1 dewasa
ml/ampul • Pipa endotrakeal 7-7,5 mm
• Spuit 1 ml dan 2 ml • Suction dan kateter ukuran 14 F
• Jarum ukuran 20 dan 25
• Pipa orogastrik
• Gunting dan plester
• Tabung oksigen kecil lengkap
• Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu
dalam rujukan tepat waktu harus disesuaikan
dengan medan dan kondisi lingkungan menuju
tujuan rujukan.
Berikut ini adalah contoh tampilan desain
ambulans sederhana yang dapat digunakan
untuk merujuk ibu
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas kesehatan Dasar dan
Rujukan. Edisi 1. Diakses pada 01 November
2018 pukul 18.30 WIB.
http://www.searo.who.int/indonesia/document
s/976-602-235-265-5-buku-saku-pelayanan-
kesehatan-ibu.pdf?ua=1
• Emboli cairan ketuban adalah suatu gangguan kompleks yang
secara klasik ditandai dengan hipotensi mendadak, hipoksia,
dan koagulopati konsumtif. Manifestasi klinisnya memiliki
banyak variasi, dan akan ditemukan kasus hanya 1 dari 3
tanda utama klinis tsb yg predominan, atau sama sekali tidak
ada. Secara mutlak sindrom ini jarang ditemui, dan sering
menyebabkan kematian ibu (Kenneth J. Leveno, 2009)
• Khusus wanita multipara berusia lanjut dgn janin yg amat
besar mungkin sudah meninggal dgn meonium dalam cairan
ketuban
• Dyspnea
• Vomitus
• Gelisah, disertai penurunan TD dan Nadi yg lemah dan cepat
• Kegagalan koagulasi darah
• Adanya perdarahan dari tempat plasenta
Faktor Predisposisi :
•Multiparitas
•Usia lebih dari 30 tahun
•Janin besar intrauteri
•Kematian janin intrauteri
•Meconium dalam cairan ketuban
•Kontraksi uterus yang sangat kuat
•Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
• Meningkatnya usia ibu
• Multiparitas (banyak anak)
• Adanya mekonium
• Laserasi serviks
• Kematian janin dalam kandungan
• Kontraksi yang terlalu kuat
• Persalinan yang singkat
• Plasenta akreta
• Air ketuban yang banyak
• Robeknya rahim
• Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
• Adanya infeksi pada selaput ketuban
• Bayi berukuran besar
Cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi akibat rusaknya sawar
fisiologis yang secara normal terdapat antara kompartemen ibu
dan janin. Kejadian seperti ini tampak sering, kalau bukan
universal dgn skuama yg diperkirakan berasal dari janin dan
trofoblast sering ditemukan didalam darah ibu. Ibu mungkin
terpajan ke berbagai unsur janin selama terminasi kehamilan,
setelah amniosintesis atau trauma, atau yg lebih sering
persalinan dan kelahiran saat terjadinya laserasi kecil di segmen
bawah uterus atau serviks. Selain itu caesar merupakan salah
satu kesempatan tercampurnya darah ibu dan jaringan janin.
Pada ibu hamil pajanan tsb memicu terjadinya
serangkaian reaksi fisiologi yang mirip dgn yg dijumpai
pada anafilaksis dan sepsis. Setelah suatu fase awal
singkat hipertensi paru dan sistemik, tjd penurunan
resistensi vaskular sistemik dan indeks stroke work
ventrikel. Pada fase awal dijumpai desaturasi oksigen
sementara namun hebat, yg menyebabkan cedera
neurologis pada sebagian besar pasien yg masih bertahan
hidup. Pada wanita yg bertahan hidup melewati kolaps
kardiovaskuler awal, sering tjd fase sekunder berupa
cedera paru dan koagulopati. Keterkaitan hipertonus
uterus dgn kolaps kardiovaskuler tampaknya lebih
merupakan efek dari embolisme cairan ketuban daripada
kasusnya
• Kardiovaskiuler kolaps
a) Mekanisme kardiovaskuler kolaps
- Air ketuban yg terhisap dgn benda padatnya (rambut lanugo,
lemah dll) menyumbat kapiler paru, shg tjd hipertensi arteri
pulmonar, edema paru, dan gangguan pertukaran oksigen
dan karbondioksida
- Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan :
Tekanan atrium kiri turun, COP menurun, tjd penurunan TD
sistemik yg mengakibatkan syok berat.
b) Gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida
menyebabkan sesak napas, sianosis dan gangguan pengaliran
oksigen ke jaringan yg mengakibatkan hipoksia dan edema paru
c) Terjadi refluks nervus vagus
d) Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan
dan sianosis
e) Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit
sampai 36 jam
• Gangguan pembekuan darah
a) Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah
b) Mengandung faktor X yg dpt menjadi treger terjadinya
intravaskuler koagulasi
c) Mengaktifkan sistem fibrinolisis dan bekuan darah shg tjd
hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas
implantasi plasenta
d) Kekurangan oksigen dan terjadinya anaerobik metabolisme
dalam otot uterus, menyebabkan atonia uteri shg tjd
perdarahan
• Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
• Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal
tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis
dapat mengandung debris selular cairan amninon.
• Gambaran koagulasi (fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa
protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa tromboplastin parsial
biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
• EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
• Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang
tidak adekuat.
• foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan
infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai
dengan proses emboli paru
• Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk
mengkoreksihipovolemia & perdarahan . 
• Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu
penangananatonia uteri.
• Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan
ancietas . 
• Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi
intravaskular denganmenghambat proses perbekuan.
• Amniofilin ( 250 –  500 mg ) melalui IV mungkin berguna
bila ada bronkospasme .
• Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot
polos bronkus,dan peningkatan frekuensi dan kekuatan
jantung. Obat ini di berikan  perlahan melalui Iv untuk
menyokong tekanan darah sistolik kira kira 100 mmHg
1. PENGKAJIAN
a) Sirkulasi 
•Tekanan darah menurun/hipotensi. 
•Jantung melambat pada respons terhadap curah
jantung. 
•Bisa terjadi syok.
•Sianosis
b) Makanan cairan 
•Kehilangan darah normal akibat pendarahan. 
• Nyeri dan ketidaknyamanan,khususnya nyeri dada.
•Gangguan pernapasan,takipnea.
c) Keamanan 
•Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa berkontraksi. 
•Peningkatan suhu (infeksi pada adanya pecah ketuban lama). 
•Cairan amnion kehijauan karena ada mekonium. 
•Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir.
•Peningkatan tekanan intrauterus. 
d) Genetalia 
•Darah berwarna hitam dari vagina 
•Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalamitrauma pada saat melahirkan
a) Risiko tinggi cedera pada ibu
yang berhubungan dengan hipoksia jaringan. 
b) Penurunan curah jantung yang berhubungan
dengan hipovelemia,penurunanaliran dari
vena.
c) Ansietas yang berhubungan dengan krisis
situasi ancaman pada diri sendiri, janin
transmisi interpersonal
Dx: Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan hipoksia
jaringan pendarahan dan profil darah abnormal. 
Kriteria hasil :
•Menunjukan profil darah dan pemeriksaan koagulasi normal.
•Mempertahankan pengeluaran urine.

Intervensi:
•Kaji jumlah darah yang hilang, pantaun tanda dan gejala syok.
•Pantau respons yang merugikan pada pemberian produk darah sepertialergi dan
hemolisis.
•Periksa petekie atau pendarahan gusi pada ibu
•Catat suhu,hitung sel darah putih,serta bau dan warna vagina.
•Berikan O2 dengan ventilasi mekanis jika ibu tidak sadar.
•Berikan heparin bila diindikasikan.
Dx:Penurunan curah jantung yang berhubungan denganhipovelemi
a,penurunan aliran dari vena.
Kriteria hasil : 
•COP dalam batas normal

Intervensi:
•Pantau tekanan darah dan nadi.
•Kaji tekanan arteri rata-rata,kaji krekels,dan perhatikan
frekuensi pernapasan.
•Kaji perubahan sensori cemas,depresi,dan bisa tidak sadar.
•Periksa pembengkakan,kemerahan local, pucat,dan sianosis
• Dx: Ansiestas yang berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada diri
sendiri/janin transmisi interpersonal.
Kriteria hasil:
• Menggunakan teknik pernapasan dan teknik relaksasi yang efektif.
• Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan

Intervensi: 
• Berikan lingkungan tenang, posisikan ibu untuk kenyamanan.
• Anjurkan orang terdekat untuk tetap bersama ibu memberikandukungan dan
membantu sesuai kebutuhan.
• Bantu keluarga untuk dapat mengerti tentang informasi
mengenaiibu,usahakan keluarga tetap tenang.
• Berikan sedative sesuai anjuran.
• Persiapkan proses kelahiran emergensi
• Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Salemba Medika: Jakarta
• J. Leveno, Kenneth. Obstetri Williams.
Jakarta:EGC. 2009
• Nugroho, Taufan. Buku Ajar Obstetri.
Yogyakarta:Nuha Medika. 2011
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi
yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan
biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih
setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai
nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik
30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di
atas nilai normal .
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma.

3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon


chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda
preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada


kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi
tetapi tanpa proteinuria
1. Faktor maternal
•Usia maternal
•Primigravida
•Riwayat keluarga
•Riwayat hipertensi
2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops
fetalis dan kehamilan ganda berhubungan dengan
hipertensi dalam kehamilan.
1. Gaya hidup tidak aktif/kurang olahraga
2. Kegemukan
3. Stress
4. Mengkonsumsi alkohol
5. Banyak mengkonsumsi garam
1. Nyeri kepala
2. Nyeri epigastrium
3. Mual dan muntah akibat tekanan
intrakranium
4. Pengelihatan kabur
5. Nokturia
6. Edema
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respons
patologi yang timbul pada HDK. Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi
perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan mencapai
tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. Selama persalinan tekanan
darah meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit dan karena
meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus. Tekanan darah
juga meningkat 4-5 hari post partum dengan peningkatan rata-rata adalah sistolik 6
mmHg dan diastolik 4 mmHg.
Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak pada
usia kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan
trimester pertama. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin –
angiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis. Penurunan tahanan perifer total
disebabkan oleh menurunnya tonus otot polos pembuluh darah. Volume darah yang
beredar juga meningkat 40% , peningkatan ini melebihi jumlah sel darah merah,
sehingga hemoglobin dan viskositas darah menurun. Terjadi penurunan tekanan
osmotik plasma darah yang menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler, sehingga
timbul edema perifer yang biasa timbul pada kehamilan normal
• Preeklamsia ringan, dengan kriteria
diagnosis :
• Rawat jalan:
1. tirah baring
2. diet reguler
3. vitamin prenatal
4. ANC setiap minggu

• Indikasi rawat inap :


1. HT dan atau proteinuria menetap 2 minggu
2. lab yang abnormal
3. tanda 1 atau lebih preeklamsia berat
1. Tensi Setiap 4 Jam, Pengamatan Terjadinya
Edema Pada Ibu, Timbang Berat Badan Ibu.
2. Awasi Kemungkinan Impending Eklamsia
3. Pemeriksaan Proteinuria, Hematokrit Dan
Trombosit 2x Seminggu, Test Fungsi Hepar
2 Kali Seminggu, Test Produksi Urine Setiap
3 Jam.
1. pemeriksaan gerakan janin
2. NST 2 kali/minggu
3. profil biofisik janin bila NST nonreaktif
4. evaluasi pertumbuhan janin dengan
USG tiap 3-4 minggu
5. USG doppler arteri umbilicalis, arteri
uterina.
1. MRS, tirah baring ke kiri secara intermitten
2. infus RL/Ringer dextrose
3. pemberian anti kejang MgSO4
4. pemberian antihipertensi.
• Syarat: tensi >180/110 atau MAP >126.
• jenis obat : nifedipine 10-20 mg oral diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam.
• Nicardipine : 10 mg dalam 100 cc atau 250 cc RL diberikan secara IV selama 5
menit  bila gagal diulangi dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit  bila masih
gagal dalam 1 jam, diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit.
5, diuretik bila diperlukan, misalnya pada edema paru, edema anasarca
6. diet
Definisi  PEB yang disertai kejang tonik klonik
yang diikuti dgn koma.

Dasar pengelolaan PEB yakni:


1. terapi suportif untuk stabilisasi pad aibu
2. penatalaksanaan sesuai A B C
3. mengatasi dan mencegah kejang
4. koreksi hipoksemia dan asidemia
5. mencegah dan mengatasi penyulit,khususnya hipertensi krisis.
6. melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
1. penderita dimasukkan ruang isolasi
koma.
2. tempat tidur penderita cukup lebar
3. rendahkan kepala kebawah
4. spatula lidah
5. fiksasi badan
6. rel tempat tidur terkunci dgn kuat.
• Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus
hipertensi sebagai komplikasi kehamilan adalah
proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi yang
merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran
secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan
protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin. Nilai tersebut
setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1
dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan
tandatanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil
dari proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI,
2010) : +1 = 0,3 – 0,45 g/L +2 = 0,45 – 1 g/L +3 = 1 – 3
g/L +4 = > 3 g/L
1. Mengatur pola diet/pola makan seperti rendah
garam
2. Rendah kolesterol dan lemak jenuh
3. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
4. Tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok
5. Perbanyak makan mentimun, belimbing dan
juga jus apel dan seledri setiap pagi
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. “Asuhan Kebidanan”.
Jakarta : Tim
Perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28minggu. Biasanya lebih banyak dan
lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.

Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut :


1. Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan
a. Plasenta previa
b. Solusi plasenta
c. Perdarahan pada plasenta letak rendah
d. Pecahnya sinus marginalis dan vasa previa
2. Perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan
a. Pecahnya varices vagina
b. Perdarahan polip serviks
c. Perdarahan perlukan seviks
d. Perdarahan kareba kegananasan serviks
Plasenta previa adalah plasenta dengan
implantasi disekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
osteum uteri internum.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta
sebelum waktunya dengan implantasi normal
pada kehamilan trimester ketiga.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya
menyebabkan timbunan darah antara plasenta
dan dinding rahim yang dapat menimbulkan
gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
Plasenta rendah dimaksudkan bila pada
pemeriksaan dalam jari tangan yang dimasukkan
dapat mencapai tepi bawah plasenta,
perdarahan pada plasenta letak rendah baru
terjadi bila pembukaan mendekati lengkap
Pecahnya sinus marginalis merupakan
perdarahan yang sebagian besar baru dapat
diketahui setelah persalinan. Pada waktu
persalinan perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap, perlu
diperkirakan kemungkinan perdarahan karena
sinus marginalis yang pecah.
Vasa previa adalah menyilangnya pembuluh
darah plasenta yang berasal dari insersio
vilamentosa pada kanlis servikalis, dan agak
sukar untuk
menegakkan diagnosa. Gejala klinik yang perlu
diperhatikan adalah ketuban pecah diikuti
perdarahan dan terjadi asfiksia janin dalam
kandungan. Sikap yang harus dilakukan adalah
mengirim penderita kerumah sakit untuk
persalinan dengan primer seksio.
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segman bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi
pada terimester ketiga karena sigmen bawah uterus mengalami banyak perubahan.
Pelebaran sigmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dan plasenta.
Perdarahan tidak dapat diarahkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal. Keadaan endometrium yang kurang
baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.
Endomertium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi
yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus dan dengan menipisnya serta membukanya s
ervik, plasenta terlepas dari dinding uterus. Keadaan ini disertai ruptura pembuluh-pembulu
h darah yang terletak di bawahnya. Jika pembuluh darah yang pecah berukuran bersar, perd
arahan akan banyak sekali
Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan
sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah
setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml
atau lebih setelah seksio sesaria (Leveno, 2009;
WHO, 2012).
Selama masa kehamilan banyak sekali sinus-sinus darah terbentuk di
bawah plasenta. Setelah persalinan otot uterus berkontraksi,
gerakannya menutup pembuluh darah, dan mencegah kehilangan
banyak darah. Bila terdapat jaringan dalam uterus atau bila otonya
terlampau teregang, uterus tidak dapat berkontraksi dengan
sempurna dan mengakibatkan hemoragie atau perdarahan. Oleh
karena itu, plasenta tertahan, inversi uterus, dan tumor dapat
menyebabkan perdarahan postpartum serius. Ketika terdapat laserasi
(robekan) servik atau vagina yang merupakan tempat darah mengalir,
tidak ada kontraksi uterus yang dapat menghentikan hemoragie atau
perdarahan. Setelah persalinan dokter menginpeksi jalan lahir dengan
ketat untuk mengetahui adanya laserasi. Bila didapati hal tersebut,
maka keadaan diperbaiki dengan cepat. Kadang-kadang pembuluh
darah yang masih terbuka tidak terlihat dan masih mengakibatan
perdarahan lanjutan
1. Atonia uteri
Adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah
plasenta lahir. Perdarahanpostpartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta
2. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi
pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan
traumatik akan memudahkan robekan jalan
lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap.
3. Retensio plasenta
Adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini
disebabkan karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi
belum dilahirkan

4. Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena
kelainan pada
pembekuan darah
5. Tertinggalnya sebagian plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan
ini dapat menimbulkan perdarahan
Atoni uteri
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.

Retensio Placenta
1) Perdarahan segera setelah anak lahir.
2) Uterus kontraksi baik.
3) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan.
4) Inversio uteri akibat tarikan.
5) Perdarahan lanjutan
6) Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
Robekan jalan lahir
1) Perdarahan segera setelah anak lahir.
2) Darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Plasenta lengkap.
5) Pucat, lemah
• Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang
normal (12-14 gr%)
leokosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit
menurun (normal 250
ribu – 500 ribu).
• Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium
• Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul ada kelainan letak janin.
• Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukan sumber perdarahan dari karnalis servisis atau
sumber lain (servistis, polip, keganasan, laserasi/troma)
(Rohan & Siyoto, 2013).
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa
sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1.Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan pemberian
antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya plasenta, usia kehamilan letak
dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO 4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV
dosis tunggal untuk pematangan paru-paru janin.
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri
internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).

2.Terapi Aktif atau Tindakan Segera


Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak harus segera
dilaksanakan secara aktif tanpa memandang kematangan janin. Bentuk penanganan terapi aktif. Segera melakukan operasi
persalinan untuk dapat menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian. Memecahkan ketuban di
atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut. Bidan yang menghadapi perdarahan
plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling banyak dilakukan (Manuaba, 2010) .
• Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman
plasenta pada segmen bawah rahim ( Susan Martin Tucker,dkk 1988:523)
• Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
ketidak mampuan merawat diri. Sekunder keharusan bedrest (Linda Jual
Carpenito edisio :326)
• Resiko rawat janin : fital distress berhubungan dengan tidak ada kuatnya
perfusi darah ke plasenta (Lynda Jual Carpenito,2000: 1127) post seksio.
• Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
spasme otot perut (Susan Martin Tucker,dkk 1988 : 624).
• Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Barbara
Enggram :1998:371)
• Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya tempat masuknya mikro
organisme sekunder terhadap luka operasi sesarea.
• Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
perawatan dan pengobatan (Susan Martin Tucker,dkk 1988).
Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek
penanaman plasenta pada segmen bawah rahim.
Tujuan : Klien tidak mengalami perdarahan berulang
Intervensi :
a.   Anjurkan klien untuk membatasi perserakan.
b.   Kontrol tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, suhu).
c.   Kontrol perdarahan pervaginam.
d.   Anjurakan klien untuk melaporkan segera bila ada
tanda-tanda perdarahan lebih banyak.
e.   Monitor bunyi jantung janin.
f.   Kolaborasi dengan tim medis untuk mengakhiri
kehamilan.
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan
dengan ketidakmampuan merawat diri sekunder keharusan
bedres.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
a.   Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan
klien dengan menggunakan komunikasi therapeutik.
b.   Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
c.   Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.
d.   Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
e.   Anjurkan klien untuk memberi tahu perawat untuk
memberikan bantuan.
Resiko rawat janin berhubungan dengan tidak
adekuatnya perfusi darak ke plasenta.
Tujuan : Gawat janin tidak terjadi.
Intervensi :
a.   Istirahatkan klien
b.   Anjurkan klien agar miring kekiri.
c.   Anjurkan klien untuk nafas dalam.
d.   Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian
oksigen.
e.   Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian
kortikosteroit.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan dan spasme otot perut.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Intervensi :
a.   Kaji tingkat nyeri yang dirasakan klien.
b.   Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
c.   Atur posisi nyaman menurut klien tidak menimbulkan
peregangan luka.
d.   Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri dengan mengajak
klien berbicara.
e.   Anjurkan dan latih klien teknik relaksasi (nafas dalam).
f.    Kontrol vital sign klien.
g.   Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan analgetik.
• Golongan darah
Rh, golongan ABO, pencocokan silang
• Pemeriksaan Darah lengkap
Hb/Ht menurun, sel darah putih meningkat dan laju endap
sedimentasi meningkat
• Kultur uterus dan vaginal
Infeksi pasca partum
• Koagulasi
FDP/FSP meningkat, fibrinogen menurun, masa protombin
memanjang karena adanya KID, masa tromboplastin parsial
diaktivasi, masa tromboplastin parsial (APTT/PTT)
• Sonografi
Menentukan adanya jaringan plasenta tertahan.
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan
postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan
resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan
asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit
diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat
perdarahan yang terusmenerus dan sumber perdarahan diketahui,
embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga
berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali
dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk
menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya
telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan
lebih lanjut (WHO, 2012).
1. Kurangnya volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan
Tujuan       : menunjukkan volume cairan kembali adekuat
Intervensi
• Tinjau ulang kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-
faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi.
• Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung
pembalut.
• Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus
• Perhatikan hipotensi /takikardi ,pelambatan pengisian kapiler atau
sianosis dasar kuku,membran mukosa dan bibir.
• Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30° dan tubuh
horizontal .
• Observasi masukan dan haluaran;perhatikan berat jenis urin.
• Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan
pemeriksaan vaginal atau rectal.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemi
Tujuan       : Perfusi jaringan kembali adekuat
Intervensi
• Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah
• Pantau tanda vital :catat derajat dan durasi episode
hipovolemik.
• Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan
perilaku.
• Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah:
perhatikan warna kulit.
• Kaji payudara setiap hari,perhatikan ada atau tidaknya
laktasi dan perubahan pada ukuran payudara .
3. Ansietas b.d krisis situasi,perubahan status kesehatan, respon
fisiologis/pelepasan katekolamin.
Tujuan       :Ansietas klien berkurang/hilang.
Intervensi
• Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian
hemoragi post partum.Klarifikasi kesalahan konsep.
• Evaluasi respon fisiologis pada hemoragi pasca partum; mis:
takikardi, takipnea, gelisah atau iritabilitas.
• Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
• Berikan informasi tentang modalitas tindakan dan keefektifan
intervensi
• Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas: berikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk
ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium,
tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih
mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya
bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan.
• Deformitas panggul
• Kegagalan bahu untuk melipat ke dlm panggul
• Kepala janin telah lahir namun masih erat berada
di vulva
• Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
• Dagu tertarik dan menekan perineum
• Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali
kepala terhadap perineum sehingga tampak
masuk kembali ke dalam vagina.
• Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu
yang terperangkap di belakang symphisis.
• Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada
ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk)
• Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi
pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski
demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu
memiliki berat kurang dari 4000 g.
• Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
• Ibu dengan obesitas
• Multiparitas
• Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu
karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
• Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau
riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren
pada 5 (12%) di antara 42 wanita.
• Cephalopelvic disproportion
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran
paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada
sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada
saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan
(anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal
untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan
sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga
bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
Distosia bahu dapat menyebabkan
perdarahan postpartum karena atonia
uteri, rupture uteri, atau karena laserasi
vagina dan servik yang merupakan risiko
utama kematian ibu
Distosia bahu dapat disertai morbiditas
dan mortalitas janin yang signifikan.
Kecacatan pleksus brachialis transien
adalah cedera yang paling sering, selain itu
dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur
humerus, dan kematian neonatal
• Jangan menarik bayi karena hal ini akan berdampak bahu
semakin tertahan. Ini adalah kesalahan yang paling umum
orang membuat karena mereka panik.
• Traksi dapat menyebabkan cedera pleksus brakialis pada
bayi (lihat film di atas).
• Jangan memotong tali pusat jika sudah di sekitar leher bayi.
Karena tali pusat yang utuh masih ada kemungkinan bayi
menerima oksigen yang memberi Anda lebih banyak waktu
dan membantu dengan melakukan resusitasi sesudahnya.
• Berkomunikasi dengan ibu . Anda selalu punya waktu untuk
menjelaskan apa yang terjadi dan mengapa Anda
melakukan apa yang Anda lakukan, atau meminta dia untuk
melakukan sesuatu.
• Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat
bekerjasama untuk menyelesaikan persalinan
• Masih mampu untuk mengejan
• Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai
untuk akomodasi tubuh bayi
• Bayi masih hidup atau diharapkan dapat
bertahan hidup
• Bukan monstrum atau kelainan congenital yang
menghalangi keluarnya bayi
• Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams
Ed. 21 Vol. 1. Jakarta : EGC.
• Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan Klinik
Kesehatan Reproduksi
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu
Adakah penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul
sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
- Riwayat kesehatan sekarang
Kelainan dalam kehamilan seperti: : kelainan letak janin (lintang, sunsang)
apa yang menjadi presentasi dll
- Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan pre eklamsi
– Aktifitas/istirahat: melaporkan keletihan, kurang energi, letargi, penurunan
penampilan
– Sirkulasi: tekanan darah dapat meningkat, mungkin menerima magnesium
sulfat untuk hipertensi karena kehamilan
– Eliminasi: kaji adanya distensi usus atau kandng kemih yang mungkin
menyertai
– Integritas ego: kaji adanya cemas dan ketakutan
– Nyeri atau ketidaknyamanan: kaji bagaimana aktivitas kontraksi frekuensi,
dengan intensitas ringan sampai sedang, dapat terjadi sebelum awitan
persalinan atau sesudah persalinan terjadi, fase laten dapat memanjang.
– Seksualitas: dapat primigravida atau grand multipara, uterus mungkin distensi
berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel. Janin besar atau grand
multiparis.
a. Kepala, rambut tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe
b. Mata, konjungtiva anemis tidak
c. Thorak, Inpeksi pernafasan : frekuensi, kedalam, pola nafas
d. Abdomen, kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi, raba
fundus keras atau lembek, lakukan perabaan pada simpisis biasanya blas penuh/
tidak untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina, lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edema
pada vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan
persalinan, teraba jaringan plasenta untuk identifikasi adanya plasenta previa
f. Panggul, lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang
Diagnosa NOC NIC
keperawatan
Nyeri akut label : Pain Control Pain Management
•Klien melaporkan nyeri berkurang •Kaji komprehensip nyeri (lokasi, karakteristik, durasi,
•Klien dapat mengenal lamanya frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi)
(onset) nyeri •Observasi reaksi ketidaknyaman Gunakan komunikasi
•Klien dapat menggambarkan faktor terapeutik terhadap respon nyeri
penyebab •Tentukan faktor yang memperburuk nyeri
•Klien dapat menggunakan teknik non •Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain
farmakologis tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan
•Klien menggunakan analgesic sesuai •Berikan informasi tentang nyeri
instruksi •Control lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
Pain Level ketidaknyamanan klien( suhu ruangan, cahaya dan suara)
•Klien melaporkan nyeri berkurang •Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan
•Ekspresi wajah klien tidak pengalaman nyeri klien( ketakutan, kurang pengetahuan)
menunjukkan nyeri •Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi
•Klien tidak gelisah (distraksi, guide imagery,relaksasi)
•Kolaborasi pemberian analgesic
Diagnosa NOC NIC
keperawatan
Kecemasan anxiety level Anxiety Reduction
•Kecemasan pada klien •Mendengarkan penyebab kecemasan klien dengan penuh
berkurang  perhatian
•Observasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan klien
 
Calming Technique
•Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien
•Mengurangi atau menghilangkan rangsangan yang
menyebabkan kecemasan pada klien
 
Coping enhancement
•Meningkatkan pengetahuan klien mengenai glaucoma.
•Menginstruksikan klien untuk menggunakan tekhnik
relaksasi
• Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari
penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha menempel pada abdomen ibu 
• Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum
mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala
maternal dan mengurangi sudut inklinasi.
• Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi
cephalad panggul cenderung untuk
membebaskan bahu depan yang terhimpit.
• Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua
komponen utama yaitu resusitasi dan
pengelolaan perdarahan obstetri yang
mungkin disertai syok hipovolemik dan
identifikasi serta pengelolaan penyebab dari
perdarahan.
• Keberhasilan pengelolaan perdarahan
postpartum mengharuskan kedua komponen
secara simultan dan sistematis ditangani
(Edhi, 2013).
• Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai
pilihan pertama) memainkan peran sentral dalam
penatalaksanaan perdarahan postpartum.
• Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis
dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga
dianjurkan.
• Penggunaan asam traneksamat disarankan pada
kasus perdarahan yang sulit diatasi atau
perdarahan tetap terkait trauma.
• Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan
sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri
uterus harus dipertimbangkan.
• Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit,
peregangan tali pusat terkendali dan
pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat
digunakan untuk menangani retensio
plasenta.
• Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan
intervensi konservatif lainnya telah dilakukan,
intervensi bedah harus dilakukan tanpa
penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).
• World Health Organization (WHO). 2012.
Angka Kematian Bayi. Amerika: WHO.
• Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, Hashmi H.
2013. Post partum hemorrhage: causes and
management. BMC Research Notes. 6(236): 1-
6.

Anda mungkin juga menyukai