• HILDA HIDAYANI
• PUJI ASTUTI
• NURUL AENI
• RANTI PUSPITA DEWI
• SITI KHODIJAH ALFIATUL L.
• SYIFA CHAIRUNISA
• PUTRI DEWI INDAHSARI
• SELA SADEWA
• RENDY HIMAWAN
• NURUL FADILLAH
• YULIANA
• Rujukan kegawatdaruratan
Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang
dilakukan sesegera mungkin karena
berhubungan dengan kondisi
kegawatdaruratan yang mendesak.
.Adapun rujukan sebaiknya tidak dilakukan bila:
• Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan
• Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk
terus memburuk
• Persalinan sudah akan terjadi
• Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang
dapat menemani
• Kondisi cuaca atau modalitas transportasi
membahayakan
• Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik
dibutuhkan untuk melakukan rujukan tepat waktu (kasus
kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang
digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
1. Akurat
2. Ringan, kecil, dan mudah dibawa
3. Berkualitas dan berfungsi baik
4. Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan dan
getaran
5. Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca ekstrim tanpa kehilangan
akurasinya
6. Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika digunakan
dalam pesawat terbang
7. Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa mengganggu
sumber listrik kendaraan
• Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan)
• Tandu (stretcher)
• Stetoskop
• Termometer
• Baskom muntah
• Lampu senter
• Sfignomanometer (digital lebih baik)
• Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin)
• Infusion pump (tenaga baterai)
• Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran)
• Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin
• Lubrikan steril
• Larutan antiseptik
• Cairan dan Obat-obatan • • Swab alkohol
1000 ml 5% D/W • MgSO4 1 g/ampul
• 1000 ml Ringer Laktat • Ca glukonas
• 1000 ml NaCl 0,9% / Asering • Oksitosin 10 unit/ml
• Cairan koloid • Ergometrin 0,2 mg/ml
• Soluset atau buret • 2 ampul diazepam 10
• Plester mg/ampul
• Torniket • Tablet nifedipin 10 mg
• Masing-masing sepasang kanul • Lidokain 2%
intravena ukuran 16, 18, dan • Epinefrin
20
• Sulfas atropin
• Butterfly (kanula IV tipe kupu-
kupu) ukuran 21 • Diazepam
• Spuit dan jarum • Cairan dan obat-obatan lain
sesuai kasus yang dirujuk
• Sarung tangan steril/DTT
• 1 buah gunting episiotomi
• 1 buah gunting tali pusat
• 1 buah pengisap lendir DeLee atau suction mekanis
dengan kateter berukuran 10 Fr
• 2 buah klem tali pusat
• Benang tali pusat steril/DTT atau penjepit tali pusat
• 2 buah kantong plastik
• 6 buah kasa steril/DTT 4x4
• 1 lembar duk steril/kain bersih
• Selimut bayi (2 buah)
• Selimut ibu
Pada Bayi Pada Dewasa
• Laringoskop bayi dengan blade Pastikan tenaga kesehatan mampu
ukuran 0 dan 1 menggunakan alat-alat di bawah ini:
• Self inflating bag dan sungkup • Tabung oksigen lengkap
oksigen untuk bayi, berukuran 0,1, • Self inflating bag dan sungkup
dan 2 oksigen
• Pipa endotrakeal dengan stylet dan • Airway nomor 3
konektor, berukuran 2,5 sampai 4 • Laringoskop dan blade untuk
• 3 buah ampul epinefrin 1:10.000 1 dewasa
ml/ampul • Pipa endotrakeal 7-7,5 mm
• Spuit 1 ml dan 2 ml • Suction dan kateter ukuran 14 F
• Jarum ukuran 20 dan 25
• Pipa orogastrik
• Gunting dan plester
• Tabung oksigen kecil lengkap
• Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu
dalam rujukan tepat waktu harus disesuaikan
dengan medan dan kondisi lingkungan menuju
tujuan rujukan.
Berikut ini adalah contoh tampilan desain
ambulans sederhana yang dapat digunakan
untuk merujuk ibu
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas kesehatan Dasar dan
Rujukan. Edisi 1. Diakses pada 01 November
2018 pukul 18.30 WIB.
http://www.searo.who.int/indonesia/document
s/976-602-235-265-5-buku-saku-pelayanan-
kesehatan-ibu.pdf?ua=1
• Emboli cairan ketuban adalah suatu gangguan kompleks yang
secara klasik ditandai dengan hipotensi mendadak, hipoksia,
dan koagulopati konsumtif. Manifestasi klinisnya memiliki
banyak variasi, dan akan ditemukan kasus hanya 1 dari 3
tanda utama klinis tsb yg predominan, atau sama sekali tidak
ada. Secara mutlak sindrom ini jarang ditemui, dan sering
menyebabkan kematian ibu (Kenneth J. Leveno, 2009)
• Khusus wanita multipara berusia lanjut dgn janin yg amat
besar mungkin sudah meninggal dgn meonium dalam cairan
ketuban
• Dyspnea
• Vomitus
• Gelisah, disertai penurunan TD dan Nadi yg lemah dan cepat
• Kegagalan koagulasi darah
• Adanya perdarahan dari tempat plasenta
Faktor Predisposisi :
•Multiparitas
•Usia lebih dari 30 tahun
•Janin besar intrauteri
•Kematian janin intrauteri
•Meconium dalam cairan ketuban
•Kontraksi uterus yang sangat kuat
•Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
• Meningkatnya usia ibu
• Multiparitas (banyak anak)
• Adanya mekonium
• Laserasi serviks
• Kematian janin dalam kandungan
• Kontraksi yang terlalu kuat
• Persalinan yang singkat
• Plasenta akreta
• Air ketuban yang banyak
• Robeknya rahim
• Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
• Adanya infeksi pada selaput ketuban
• Bayi berukuran besar
Cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi akibat rusaknya sawar
fisiologis yang secara normal terdapat antara kompartemen ibu
dan janin. Kejadian seperti ini tampak sering, kalau bukan
universal dgn skuama yg diperkirakan berasal dari janin dan
trofoblast sering ditemukan didalam darah ibu. Ibu mungkin
terpajan ke berbagai unsur janin selama terminasi kehamilan,
setelah amniosintesis atau trauma, atau yg lebih sering
persalinan dan kelahiran saat terjadinya laserasi kecil di segmen
bawah uterus atau serviks. Selain itu caesar merupakan salah
satu kesempatan tercampurnya darah ibu dan jaringan janin.
Pada ibu hamil pajanan tsb memicu terjadinya
serangkaian reaksi fisiologi yang mirip dgn yg dijumpai
pada anafilaksis dan sepsis. Setelah suatu fase awal
singkat hipertensi paru dan sistemik, tjd penurunan
resistensi vaskular sistemik dan indeks stroke work
ventrikel. Pada fase awal dijumpai desaturasi oksigen
sementara namun hebat, yg menyebabkan cedera
neurologis pada sebagian besar pasien yg masih bertahan
hidup. Pada wanita yg bertahan hidup melewati kolaps
kardiovaskuler awal, sering tjd fase sekunder berupa
cedera paru dan koagulopati. Keterkaitan hipertonus
uterus dgn kolaps kardiovaskuler tampaknya lebih
merupakan efek dari embolisme cairan ketuban daripada
kasusnya
• Kardiovaskiuler kolaps
a) Mekanisme kardiovaskuler kolaps
- Air ketuban yg terhisap dgn benda padatnya (rambut lanugo,
lemah dll) menyumbat kapiler paru, shg tjd hipertensi arteri
pulmonar, edema paru, dan gangguan pertukaran oksigen
dan karbondioksida
- Akibat hipertensi pulmonum menyebabkan :
Tekanan atrium kiri turun, COP menurun, tjd penurunan TD
sistemik yg mengakibatkan syok berat.
b) Gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida
menyebabkan sesak napas, sianosis dan gangguan pengaliran
oksigen ke jaringan yg mengakibatkan hipoksia dan edema paru
c) Terjadi refluks nervus vagus
d) Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan
dan sianosis
e) Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit
sampai 36 jam
• Gangguan pembekuan darah
a) Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah
b) Mengandung faktor X yg dpt menjadi treger terjadinya
intravaskuler koagulasi
c) Mengaktifkan sistem fibrinolisis dan bekuan darah shg tjd
hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas
implantasi plasenta
d) Kekurangan oksigen dan terjadinya anaerobik metabolisme
dalam otot uterus, menyebabkan atonia uteri shg tjd
perdarahan
• Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
• Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal
tergantung pada kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis
dapat mengandung debris selular cairan amninon.
• Gambaran koagulasi (fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa
protrombin, produk pecahan fibrin. Dan massa tromboplastin parsial
biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
• EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
• Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang
tidak adekuat.
• foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan
infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai
dengan proses emboli paru
• Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk
mengkoreksihipovolemia & perdarahan .
• Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu
penangananatonia uteri.
• Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan
ancietas .
• Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi
intravaskular denganmenghambat proses perbekuan.
• Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna
bila ada bronkospasme .
• Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot
polos bronkus,dan peningkatan frekuensi dan kekuatan
jantung. Obat ini di berikan perlahan melalui Iv untuk
menyokong tekanan darah sistolik kira kira 100 mmHg
1. PENGKAJIAN
a) Sirkulasi
•Tekanan darah menurun/hipotensi.
•Jantung melambat pada respons terhadap curah
jantung.
•Bisa terjadi syok.
•Sianosis
b) Makanan cairan
•Kehilangan darah normal akibat pendarahan.
• Nyeri dan ketidaknyamanan,khususnya nyeri dada.
•Gangguan pernapasan,takipnea.
c) Keamanan
•Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa berkontraksi.
•Peningkatan suhu (infeksi pada adanya pecah ketuban lama).
•Cairan amnion kehijauan karena ada mekonium.
•Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir.
•Peningkatan tekanan intrauterus.
d) Genetalia
•Darah berwarna hitam dari vagina
•Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalamitrauma pada saat melahirkan
a) Risiko tinggi cedera pada ibu
yang berhubungan dengan hipoksia jaringan.
b) Penurunan curah jantung yang berhubungan
dengan hipovelemia,penurunanaliran dari
vena.
c) Ansietas yang berhubungan dengan krisis
situasi ancaman pada diri sendiri, janin
transmisi interpersonal
Dx: Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan hipoksia
jaringan pendarahan dan profil darah abnormal.
Kriteria hasil :
•Menunjukan profil darah dan pemeriksaan koagulasi normal.
•Mempertahankan pengeluaran urine.
Intervensi:
•Kaji jumlah darah yang hilang, pantaun tanda dan gejala syok.
•Pantau respons yang merugikan pada pemberian produk darah sepertialergi dan
hemolisis.
•Periksa petekie atau pendarahan gusi pada ibu
•Catat suhu,hitung sel darah putih,serta bau dan warna vagina.
•Berikan O2 dengan ventilasi mekanis jika ibu tidak sadar.
•Berikan heparin bila diindikasikan.
Dx:Penurunan curah jantung yang berhubungan denganhipovelemi
a,penurunan aliran dari vena.
Kriteria hasil :
•COP dalam batas normal
Intervensi:
•Pantau tekanan darah dan nadi.
•Kaji tekanan arteri rata-rata,kaji krekels,dan perhatikan
frekuensi pernapasan.
•Kaji perubahan sensori cemas,depresi,dan bisa tidak sadar.
•Periksa pembengkakan,kemerahan local, pucat,dan sianosis
• Dx: Ansiestas yang berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada diri
sendiri/janin transmisi interpersonal.
Kriteria hasil:
• Menggunakan teknik pernapasan dan teknik relaksasi yang efektif.
• Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan
Intervensi:
• Berikan lingkungan tenang, posisikan ibu untuk kenyamanan.
• Anjurkan orang terdekat untuk tetap bersama ibu memberikandukungan dan
membantu sesuai kebutuhan.
• Bantu keluarga untuk dapat mengerti tentang informasi
mengenaiibu,usahakan keluarga tetap tenang.
• Berikan sedative sesuai anjuran.
• Persiapkan proses kelahiran emergensi
• Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Salemba Medika: Jakarta
• J. Leveno, Kenneth. Obstetri Williams.
Jakarta:EGC. 2009
• Nugroho, Taufan. Buku Ajar Obstetri.
Yogyakarta:Nuha Medika. 2011
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi
yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan
biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih
setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang
sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai
nilai 140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik
30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di
atas nilai normal .
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan.
4. Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena
kelainan pada
pembekuan darah
5. Tertinggalnya sebagian plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan
ini dapat menimbulkan perdarahan
Atoni uteri
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah anak lahir.
Retensio Placenta
1) Perdarahan segera setelah anak lahir.
2) Uterus kontraksi baik.
3) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan.
4) Inversio uteri akibat tarikan.
5) Perdarahan lanjutan
6) Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
Robekan jalan lahir
1) Perdarahan segera setelah anak lahir.
2) Darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir.
3) Uterus kontraksi baik.
4) Plasenta lengkap.
5) Pucat, lemah
• Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang
normal (12-14 gr%)
leokosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit
menurun (normal 250
ribu – 500 ribu).
• Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium
• Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul ada kelainan letak janin.
• Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukan sumber perdarahan dari karnalis servisis atau
sumber lain (servistis, polip, keganasan, laserasi/troma)
(Rohan & Siyoto, 2013).
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa
sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1.Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan pemberian
antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya plasenta, usia kehamilan letak
dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO 4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV
dosis tunggal untuk pematangan paru-paru janin.
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri
internum maka dugaan plasenta previa menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba, 2010).