Anda di halaman 1dari 36

STANDAR PELAYANAN

KEGAWATDARURATAN
OBSTETRI DAN NEONATAL
Pengertian Standar Pelayanan Kebidanan

Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang


penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan
dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan
kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam
sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu
dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Standar 16: penanganan perdarahan dalam
kehamilan pada trimester III

a.Tujuan
Mengenali dan melakukan tindakan secara cepat dan tepat perdarahan dalam
trimester III kehamilan.
b.Pernyataan standar
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan,
serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
c.Hasil
1)Ibu yang mengalami perdarahan pada trimester III kehamilan segera
mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.
2)Kematian ibu atau janin akibat perdarahan dalam kehamilan dan perdarahan
antepartum berkurang.
3)Meningkatnya pemanfaatan bidan untuk konsultasi pada keadaan gawat
darurat.
d.Prasyarat

1)Bidan memberikan perawatan antenatal rutin pada ibu hamil.


2)Ibu hamil mencari perawat kebidanan jika komplikasi kehamilan terjadi.
3)Bidan sudah terlatih dan terampil untuk :
•Mengetahui penyebab, mengenai tanda – tanda dan penanganan perdarahan
pada trimester III kehamilan.
•Pertolongan pertama pada kegawatdarurat, termasuk pemberian cairan IV.
•Mengeahui tanda – tanda dan penangan syok.
4)Tersedianya alat perlengkapan yang penting misalnya sabun, air bersih yang
mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali
pakai, jarum IV steril 16 dan 18 G, Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %, set infus
, 3 pasang sarung tangan bersih.
5)Penggunaan KMS Ibu Hamil / Kartu Ibu , Buku KIA.
6)Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik
untuk ibu yang mengalami perdarahan selama kehamilan.
e.Proses
Bidan harus :
1)Cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan
pasien. Gunakan sarung tangan bersih kapan pun menangani benda
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.
2)Memeriksakan dan merujuk ibu hamil yang mengalami perdarahan dari
jalan lahir. (Semua perdarahan yang bukan show, adalah kelainan).
3)Berikan penyuluhan dan nasehat tentang bahaya perdarahan dari jalan
lahir sebelum bayi baru lahir kepada ibu atau suami / keluarganya pada
setiap kunjungan.
4)Nasehat ibu hamil, suaminya atau keluarganya untuk memanggil bidan
bila terjadi perdarahan atau nyeri hebat di daerah perut kapanpun dalam
kehamilan.
5)Lakukan penilaian keadaan umum ibu dan perkirakan usia
kehamilannya.
6)Jangan melakukan periksa dalam.
7)Rujuk ibu yang mengalami perdarahan vagina pada trimester III
ke Rumah Sakit terdekat
8)Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat (lihat kontak berjudul
“Gejala dan tanda Syok“) atau jika ibu mengalami perdarahan
hebat, rujuk segera.
9)Perkirakan seakurat mungkin jumlah kehilangan darah.
10)Buat catatan lengkap. Dokumentasi dengan seksama semua
perawatan yang diberikan.
11)Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke Rumah Sakit dan mintalah
keluarga yang akan menyumbangkan darahnya untuk ikut serta.
12)Mengikuti langkah – langkah untuk merujuk.
G .Ingat

1)Jangan melakukan periksa dalam jika terjadi perdarahan


pada kehamilan lebih dari 22 minggu.
2)Rujuk segera, jangan ditunda. Perdarahan akan semakin
banyak atau mungkin terjadi perdarahan yang tidak tampak
kedalam uterus.
3)Jika syok, maka baringkan ibu pada sisi kiri tubuhnya dan
ganjal kakinya dengan bantal.
4)Jika terlihat adanya gejala dan tanda syok berat, berikan
cairan secara intravena.
Standar 17: penanganan kegawatdaruratan pada
eklamsia
a.Tujuan
Mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsia
berat dan memberikan perawatan yang tepat dan memadai.
Mengambil tindakan yang tepat dan segera dalam penanganan
kegawadaruratan bila eklamsia terjadi.
b.Pernyataan standar
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala
preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan akan
mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan, merujuk ibu
dan / atau melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang
tepat.
c. Hasil
 1) Penurunan kejadian eklamsia.
 2) Ibu hamil yang mengalami preeklamsia berat dan
eklamsia mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
 3) Ibu dengan tanda-tanda preeklamsia ringan akan
mendapatkan perawatan yang tepat waktu dan memadai
serta pemantauan.
 4) Penurunan kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
d. Prasyarat
 1) Kebijakan dan protokol nasional / setempat yang
mendukung bidan memberikan pengobatan awal untuk
penatalaksanaan kegawatdaruratan preeklamsia berat dan
eklamsia.
 2) Bidan melakukan perawatan antenatal rutin kepada ibu
hamil termasuk pemantauan rutin tekanan darah.
 3) Bidan secara rutin memantau ibu dalam proses persalinan
dan selama periode postpartum terhadap tanda dan gejala
preeklamsia termasuk pengukuran tekanan darah.
 4) Bidan terlatih dan terampil untuk :
 • Mengenal tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan
eklamsia.
 • Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada preeklamsia
ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
 5) Tersedia perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan
memberikan cairan IV . Jika mungkin perlengkapan untuk memantau
protein dalam air seni.
 6) Tersedia obat anti hipertensi yang dibutuhkan untuk
kegawatdaruratan misalnya Magnesium Sulfat, Kalsium glukonas.
 7) Adanya sarana pencatatan : KMS Ibu hamil / Kartu Ibu, Buku KIA
dan Partograf.
 e. Proses
 Bidan Harus:
 1) Selalu waspada terhadap gejala dan tanda preeklamsia ringan.
Pantau tekanan darah ibu hamil pada setiap pemeriksaan antenatal,
selama proses persalinan, dan masa nifas.
 2) Selalu waspada terhadap tanda dan gejala preeklamsia berat.
 3) Catat tekanan darah ibu, segera periksa adanya gejala dan tanda
preeklamsia atau eklamsia. Gejala dan tanda preeklamsia berat,
memerlukan penanganan yang cepat karena besar kemungkinan
terjadi eklamsia. Kecepatan bertindak sangat penting.
 4) Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama:
 Cari pertolongan segera untuk mengatur rujukan ibu rutin ke rumah
sakit. Jelaskan dengan tenang dan secepatnya kepada ibu, suami dan
keluarga tentang apa yang terjadi.
• Berikan ibu pada posisi miring kekiri, berikan oksigen (4 – 6 liter /
menit) jika ada.
Berika IV ringer laktat 500 cc dengan jarum berlubang besar (16 dan
18 G)
5) Jika terjadi kejang, baringkan ibu pada posisi miring ke kiri, di bagian
tempat tidur atau lantai yang aman, mencegah ibu terjatuh, tapi
jangan mengikat ibu. Jika ada kesempatan, letakkan benda yang
dibungkus dengan kain lembut diantara gigi ibu. Jangan memaksakan
membuka mulut ibu ketika kejang terjadi. Setelah kejang berlalu, hisap
lendir pada mulut dan tenggorokan ibu bila perlu.
6) Pantau dengan cermat tanda dan gejala keracunan MgSO4 sebagai
berikut :
Frekuensi pernafasan < 16 kali / menit.
Pengeluaran air seni < 30 cc / jam selama 4 jam terakhir.
Jangan berikan dosis MgSO4 selanjutnya bila ditemukan tanda –
tanda dan gejala keracunan tersebut di atas.
 7) Jika terjadi henti nafas ( apnea ) setelah pemberian MgSO4,
berikan Kalsium Glukosa 1 gr (10 cc dalam laruta 10%) IV perlahan
– lahan sampai pernafasan mulai lagi. Lakukan ventilasi ibu dengan
menggunakan ambu bag dan masker.
 8) Bila ibu mengalami koma, pastikan posisi ibu dibaringkan
miring ke kiri dengan kepala sedikit ditengadahkan agar jalan nafas
tetap terbuka.
 9) Catat semua obat yang diberikan, keadaan ibu, termasuk tekanan
darahnya setiap 15 menit.
 10) Bawa segera ibu kerumah sakit setelah serangan kejang
berikutnya. Dampingi ibu dalam perjalanan dan berikan obat –
obatan lagi jika perlu
 g. Ingat
 1) Ibu harus belajar mengenali tanda dan gejala preeklamsia, dan
harus dianjurkan untuk mencari perawatan bidan, puskesmas atau
rumah sakit bila mengalami tanda preeklamsia (nyeri kepala hebat,
gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, pembengkakan pada wajah).
 2) Memantau dengan cermat tekanan darah ibu hamil, ibu dalam
proses persalinan, dan ibu dalam masa nifas.
 3) Jangan berikan metergin pada ibu yang tekanan darahnya naik,
preeklamsia atau eklamsia.
 4) Beberapa wanita dengan eklamsia memiliki tekanan darah yang
normal. Tangani semua ibu yang mengalami sebagai ibu dengan
eklamsia hingga ditentukan diagnosa lain.
 5) Selalu waspada untuk segera merujuk ibu yang mengalami
preeklamsia.
Standar 18: penanganan kegawatdaruratan pada
partus lama / macet
a. Tujuan
 Mengetahui dengan segara dan penanganan yang tepat
keadaan darurat pada partus lama/ macet.
b. Pernyataan standar
 Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala
preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
Bidan akan mengambil tindakan yang tepat, memulai
perawatan, merujuk ibu dan atau melaksanakan
penanganan kegawatdaruratan yang tepat.
C. Hasil
 Mengenali secara dini gejala dan tanda partus lama
serta tindakan yang tepat.
 Penggunaan partograf secara tepat dan seksama
untuk semua ibu dalam proses persalinan.
 Penurunan kematian / kesakitan ibu / bayi akibat
partus lama.
 Ibu mendapat perawatan kegawatdaruratan obstetri
yang cepat dan tepat.
D. Prasyarat
 Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas / ketuban pecah.
 Bidan sudah dilatih dengan tepat dan trampil untuk:
 Menggunakan patograf dan catatan persalinan.
 Melakukan periksa dengan secara baik.
 Mengenali hal – hal yang menyebabkan partus lama / macet.
 Mengidentifikasi presentasi abdominal (selain verteks /
presentasi belakang kepala) dan kehamilan.
 Penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan
partus macet.
 Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk
beberapa pasang sarung tangan dan kateter DT / steril.
 Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan
yang bersih dan aman, seperti air bersih yang mengalir,
sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang
bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk
dipakai kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk
plasenta.
 Bidan menggunakan sarung tangan.
 Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, Buku KIA,
Patograf digunakan dengan tepat untuk setiap ibu dalam
proses persalinan
e. Proses
 Bidan harus:
 Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan kemajuan persalinan pada
partograf dan catat persalinan.
 Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalianan, maka lakukan palpasi uterus dengan
teliti untuk mendeteksi gejala – gejala dan tanda lingkaran retraksi patologis / lingkaran Bandl.
 Jaga ibu untuk mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan, anjurkan ibu agar sering
minum.
 Menganjurkan ibu untuk berjalan – jalan dan merubah posisi selama proses persalinan dan
kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring telentang selama proses persalinan dan kelahiran.
 Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan. Kandung kemih yang penuh akan
memperlambat penurunan bayi dan membuat ibu tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu
tidak bisa kencing sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dan karet.
 Amati tanda – tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi abdominal, menilai
penurunan janin, dan periksa dalam, menilai penyusupan janin dan pembukaan serviks paling
sedikit setiap 4 jam selama fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada partograf.
 Selalu amati tanda – tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal ini terjadi.
 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan, sebelum dan sesudah
melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam.
Selalu menggunakan teknik aseptik pada saat melakukan periksa dalam. periksa dengan teliti vagina
dan kondisinya (jika vagina panas / gejala infeksi dan kering / gejala ketuban minimal, maka
menunjukkan ibu dalam keadaan bahaya). Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah
serviks tipis, tagang atau mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan
kepala. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada partograf dilewati persiapkan rujukan yang
tepat.
 Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0 – 4 cm) : berlangsur lebih dari 8
jam.
 Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memanjang kurang dari 1 cm / jam dan garis
waspada pada partograf telah dilewati.
 Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang:
 jam meneran untuk primipara.
 1 jam meneran untuk multipara.
 Jika ada tanda dan gejala persalianan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu
dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV. Rujuk segara ke rumah sakit , dampingi ibu
untuk menjaga agar keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu, suami / keluarganya apa yang terjadi
dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah sakit.
 Jika dicurigai adanya ruptura uteri maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV, biasanya
diberikan ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500 mg per oral
setiap 6 jam setelah bayi lahir.
 Bila kondisi ibu / bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran bayi
dengan ekstraksi vakum.
 Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir:
 Lakukan episiotomi.
 Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu melipat kedua paha, dan menekuk lutut ke
arah dada sedekat mungkin ( Manuver Mc Robert ).
 Gunakan sarung tangan steril / DTT.
 Lakukan tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
 Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan suprapubis
kebawa untuk membantu kelahiran bahu. Jangan pernah melakukan dorongan pada fundus!
Pemberian dorongan pada fundus nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan
menyebabkan ruptura uteri.
 Jika bayi tetap tidak lahir :
 Dengan menggunakan sarung tangan DTT / steril, masukkan satu tangan ke dalam vagina.
 Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi untuk mengurangi diameter bahu.
 Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir:
 Masukkan satu tangan ke dalam vagina.
 Pasang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterio, lengan fleksi dibagian siku,
tempatkan lengan melintang di dada. Cara ini akan memberikan ruang untuk bahu anterior
bergerak di bawah simfisis pubis.
 Mematahkan clavicula hanya dilakukan jika semua pilihan lain telah gagal.
 Isi partograf, Kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan menyeluruh.
Jika ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu copy partograf ibu dan
dokumen lain bersama ibu.
f. Gejala dan tanda persalinan macet
 Ibu tampak kelelahan dan lemah.
 Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
 Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
 Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi adekuat.
 Molding – sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki (partograf + + ).
 Lingkungan retraksi patologis (Lingkungan Bandl) timbul, nyeri di bawah lingkungan Bandl
merupakan tanda akan terjadi ruptura uteri.
i. Ingat
 Menggunakan partograf untuk setiap ibu yang mau bersalin adalah penting untuk
mendeteksi komplikasi secara partus lama atau macet.
 Segera merujuk ibu jika dalam proses persalinan garis waspada dilewati atau jika tanda –
tanda gawat ibu / janin
j. Prinsip penatalaksanaan partus lama/macet:
 Memberikan rehidrasi pada ibu.
 Berikan antibiotika.
 Rujukan segera.
 Bayi harus dilahirkan.
 Selalu bertindak aseptik.
 Perhatikan perawatan kandung kencing.
 Perawatan nifas yang bermutu
Standar 19: persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor

1. Tujuan
Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan
menggunakan vakum ekstraktor.
2. Pernyataan standar
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya
secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan
memastikan keamanannya bagi ibu dan janin / bayinya.
3. Hasil
Penurunan kesakitan / kematian ibu/ bayi akibat persalinan lama. Ibu
mendapatkan penanganan darurat obstetri yang cepat dan tepat.
Extraksi vakum dapat dilakukan dengan aman.
d. Prasyarat
 Kebijakan yang dilakukan untuk indikasi penggunaan vakum ekstraktor oleh
bidan.
 Bidan dipanggil jika ibu mulai mulas / ketuban pecah.
 Bidan berlatih dan terampil dalam pertolongan persalinan dengan menggunakan
ekstraksi vakum.
 Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa sarung
tangan DTT / steril.
 Tersedianya alat / perlengkapan yang diperlukan, seperti sabun, air bersih, handuk
bersih.
 Vakum ekstraktor dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik, mangkuk dan
tabung yang akan masuk ke dalam vagina harus steril.
 Peralatan resusitasi bayi baru lahir harus tersedia dan dalam keadaan baik.
 Adanya sarana pencatatan, yaitu partograf dan catatan persalinan / kartu ibu.
 Ibu, suami dan keluarga diberi tahu tindakan yang akan dilakukan ( Informed
Consent atau persetujuan tindakan medik ).
e. Proses
 Bidan harus:
 Pastikan bahwa ekstraksi vakum memang perlu dilakukan, sesuai dengan protokol
yang ditentukan.
 Indikasi Penggunaan Vakum Ekstraktor

 Bila ada gejala / tanda gawat janin dan pembukaan serviks lengkap, kepala sudah dasar
panggul.
 Bila tidak mungkin merujuk dan adanya gejala / tanda persalinan lama, sementara kepala bayi
sudah 2/5 di dalam panggul.
 Bila ada gawat ibu (misalnya : preeklamsia berat, persalinan kala dua memanjang),
terpenuhinya persyaratan penggunaan vakum ekstraktor, dan tidak mungkin dirujuk.
 Bila kala dua lama dan janin baru meninggal (tidak mungkin dilakukan bila janin sudah
mengalami maserasi).
 Operator haruslah tampil, kompeten dan terlatih dalam prosedur ini.
 Siapkan semua peralatan dan hubungan satu dengan yang lain. Pastikan bahwa tabung vakum
terhubung dengan baik dan katup pengaman berfungsi dengan baik.
 Cuci tangan dengan sabun, gunakan sarung tangan steril / DTT.
 Mintalah ibu untuk BAK, jika kandung kencingnya penuh. Jika tidak bisa lakukan kateterisasi
dengan teknik aseptik.
 Baringkan ibu pada posisi litotomi. Bersihkan daerah genital dengan air matang.
 Dengan teknik aseptik, lakukan periksa dalam dengan hati – hati untuk mengukur pembukaan
serviks dan menilai apakah ketuban sudah pecah. Ketuban harus dipecahkan bila belum pecah,
sebelum mangkuk penghisap dipasang. Pastikan bahwa serviks sudah membuka penuh dan
bahwa bayi tidak lebih dari 2/5 di atas simfisis pubis.
 Pilih mangkuk penyedot paling besar yang sesuai dengan ukuran. Tempatkan mangkuk
dengan hati – hati di atas kepala janin. Pastikan bahwa mangkuk tidak di atas sutura
atau fontanel.
 Periksa pemasangan mangkuk penyedot untuk memastikan bahwa tidak ada bagian
serviks atau dinding vagina yang terjepit di antara mangkuk dan kepala bayi.
 Mulailah menghisap, sesuai dengan petunjuk penggunaan alat. Naikkan tekanan dengan
perlahan, lalu pastikan mangkok sudah mantap di kepala bayi sebelum mulai menarik.
 Periksa kembali apakah dinding vagina dan serviks bebas dari mangkuk penghisap.
 Pada his berikutnya, naikkan hisapan lebih lanjut. Jangan pernah melebihi tekanan
maksimum 600 mmHg.
 Lakukan tarikan pelan tapi mantap. Jaga tarikan pada sudut 90 dari mangkuk
penghisap.
 Bila pada dua kali tarikan mangkuk lepas atau bayi belum lahir setelah 30 menit atau 3
kali tarikan tidak terjadi penurunan kepala, segera dirujuk.
 Mintalah ibu meneran bila ada his, seperti pada persalinan normal.
 Periksa detak jantung janin diantara kontraksi.
 Bila his berhenti bidan harus menghentikan tarikan. Tunggu sampai ada his lagi dan
lakukan lagi penarikan dengan cara seperti di atas.
 Jelaskan dengan hati-hati dan ramah kepada ibu apa yang dilakukan,
usahakan agar ia tenang dan bernapas dengan normal, membantu dengan
meneran bila ada his.
 Bila kepala sudah turun di perineum, lakukan tarikan ke arah horizontal lalu
ke atas.
 Lakukan episiotomi bila dasar panggul sudah sangat teregang. Jika perlu,
episiotomi hanya dilakukan bila kepala sudah meregangkan perineum.
 Bila kepala sudah lahir, pelan-pelan turunkan tekanan vakum ekstrator, lalu
lanjutkan dengan pertolongan persalinan seperti biasa.
 Segera setelah bayi lahir, lakukan perawatan segera pada bayi baru lahir,
mulai resusitasi bayi jika diperlukan.
 Setelah bayi lahir dan plasenta dilahirkan dengan penatalaksanaan aktif kala
tiga periksa dengan teliti dinding vagina terhadap robekan / perlukaan
gunakan cahaya lampu yang terang.
 Jika perlu, jahit robekan dengan menggunakan peralatan dan sarung tangan
steril / DTT.
 Periksa bayi dengan teliti terhadap luka / trauma akibat
mangkuk penghisap, jelaskan pada ibu dan suami / keluarganya
bahwa pembengkakan pada kepala bayi yang ditimbulkan oleh
mangkok adalah normal dan akan menghilang dalam 12 -24
jam.
 Perhatikan apakah ibu dapat BAK dengan normal sesudah
melahirkan dan apakah tidak ada kerusakan pada uretra atau
leher kandung kemih.
 Jika terjadi retensi urine atau ada tanda dan gejala terjadinya
fistula maka pasang kateter karet dan segera rujuk ibu ke rumah
sakit.
 Amati kemungkinan terjadinya hematoma sesudah persalinan.
 Buat pencatatan yang seksama dan lengkap pada partograf.
f. Ingat
 Jangan gunakan vakum ekstraktor untuk memutar posisi
bayi. Tarikan pertama membantu untuk menemukan arah
tarikan yang tepat.
 Jangan teruskan menarik diantara kontraksi dan meneran.
 Jangan teruskan jika tidak ada penurunan bayi pada setiap
tarikan, segera rujuk ibu.
 Jangan teruskan jika terjadi gawat janin, hentikan dan rujuk
ibu
Standar 20: penanganan kegawatdaruratan
retensio plasenta
a.. Tujuan
Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retencio
plasenta total / parsial.
b. Pernyataan standar
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan
pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai
dengan kebutuhan.
c. Hasil
 Penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta.
 Ibu dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat.
 Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.
d. Prasyarat
 Bidan telah terlatih dan terlampil dalam:
 Fisiologi dan manajemen aktif kala III
 Pengendalian dan penangan perdarahan, termasuk pemberian
oksitoksika, cairan IV dan plasenta manual.
 Tersedianya pralatan dan perlengkapan penting.
 Tersedia obat – obat antibiotik dan oksitoksika.
 Adanya partograf dan catatan persalianan atau kartu ibu.
 Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan
dilakukan.
 Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan
dengan baik, untuk ibu yang mengalami perdarahan paska
persalinan sekunder
e. Proses
 Bidan harus:
 Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu yang
melahirkan melalui pervagina.
 Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
 Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan
aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10 IU IM dan teruskan
penegangan tali puasat terkendali dengan hati – hati. Teruskan melakukan
penatalaksaan aktif persalinan kala III 15 menit atau lebih, dan jika placenta masih
belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika
plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami perdarahan hebat rujuk
segera ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.
 Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila
tidak berhasil rujuk segera.
 Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar
untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau
kembali normal.
 Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan secara
septik.
 Baringkan ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
 Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepan 10 mg IM.
 Cuci tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan handuk bersih, gunakan
sarung tangan bersih / DTT.
 Masukkan tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat dan melengkung mengikuti tali
pusat sampai mencapai placenta.
 Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus agar uterus tidak naik.
Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan
kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta dari
dinding uterus.
 Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati-hati dan perlahan.
 Bila plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada kontraksi.
 Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan keluarkan potongan
plasenta yang tertinggal.
 Periksa robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.
 Bersihkan ibu bila merasa nyaman.
 Jika tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali, maka rujuk ibu
kerumah sakit dengan segera.
 Buat pencatatan yang akurat.
f,. Ingat
 Sesudah persalinan dengan tindakan placenta manual, ibu
memerlukan antibiotik berspektrum luas ( ampicilin 1gr
secara IV ) kemudian diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam
dan mentronidazol 500 mg per oral setiap 6 jam selama 5
hari.
 Lakukan test sensitivitas sebelum memberikan suntikan
ampisilin.

Anda mungkin juga menyukai