Anda di halaman 1dari 243

RSUD MEURAXA

KOTA BANDA ACEH


No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

1. ASFIKSIA INTRAUTERIN
Definisi:
Asfiksia intrauterin adalah keadaan kekurangan Oksigen dan adanya penimbunan
Karbondioksida yang menyebabkan asidosis intrauterin akibat gangguan pertukaran
gas melalui plasenta.

Klasifikasi:
Akut : klinis berupa episode hipoksemia sementara, yang tidak disertai asidosis.
Kronis : klinis hipoksemia menetap, disertai asidosis metabolik atau respiratorik.

Etiologi:
Insufisiensi utero plasenta.
Kompresi tali pusat.
Komplikasi janin misalnya akibat sepsis atau perdarahan.

Asfiksia akut:
Profil biofisik janin (seperti gerakan nafas, gerakan tubuh, tonus fleksor janin)
berkurang atau menghilang.
NST (Non Stress Test/UjiTanpa Beban) dan OCT/CST (Oxytocin
ChallengeTest/Contraction Challenge TestlUji dengan Kontraksi/Uji Beban
Kontraksi)memperlihatkan kelainan.
Terdapat tanda-tanda gawat janin.

Asfiksia kronis:
Oligohidramnion.
PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat).
Pewarnaan mekoneum pada cairan ketuban maupun bagian luar janin.
Sonografi Doppler memperlihatkan adanya Pertumbuhan Janin Terhambat.

1|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pemeriksaan Penunjang:
USG dan Sonografi Doppler.
Kardiotokografi/CTG, NST dan OCT/CST
Amnioskopi.
Pengambilan contoh darah janin (Fetal Blood Sampling).

Penatalaksanaan:
Resusitasi Intrauterin (lihat resusitasi intrauterin).
Terminasi kehamilan tergantung keadaan asfiksia dan keadaan janin.

2|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

2. KELAINAN HIS

Definisi:
Inersia hipotonik: kontraksi uterus terkoordinasi, tapi tidak adekuat untuk kemajuan
persalinan,
Inersia hipertonik: kontraksi uterus tidak terkoodinasi dan kuat, tapitidakadekuat
untuk kemajuan pcrsalinan.
His adekuat: his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan.
- Klinis: dalam 10 menit terdapat 3 kali kontraksi rahim, lamanya 40-60 detik, sifatnya
kuat.
- KTG/CTG: kontraksi 3 kali dalam 10 mcnit, lamanya 40-60 detik, dengantekanan
intrauterin 40-60 nunHg.

Etiologi:
Inersia uteri hipotonik:
Penggunaan analgesia terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan
posisi, regangan dinding rahim (hidramnion, gemelli), perasaan takut dari ibu.

Inersia uteri hipertonik:


Dosis Oksitosin berlebihan.
KPD.
lnfeksi intrauterin.

Komplikasi:
Kemungkinan infeksi bertarnbah, yang juga menyebabkan kematian anak
meninggi.
Kelelahan ibu dan dehidrasi: tanda-tandanya nadi naik, suhu meninggi. asetonuria,
nafas cepat, meteorismus dan turgor kulit berkurang.

3|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Infus harus diberikan bila terjadi pemanjangan fase laten lebih dari 20 jam untuk
nulipara dan lebih dari 14 jam untuk multipara dengan tujuan mencegah timbulnya
gejala-gejala di atas.

Inersia uteri hipotonik:


Kalau ketuban positif, lakukan amniotomi dan pemberian tetes Oksitosin.
Kalau ketuban sudah pecah, lakukan pernberian tetes Oksitosin.

Inersia uteri hipertonik:


Lakukan resusitasi intrauterin.
Diberikan obat tokolitik.
Pemberian obat golongan Anti-Prostagalandin seperti Ketoprofen supositoria.
Tetes Oksitosin diberikan setelah gejala hipertonus menghilang dengan dosis yang
disesuaikan/lebih rendah.
Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah istirahat (pemberian sedatif) atau drip
Oksitosin. Akan tetapi istirahat lebih baik dilakukan untuk mencegah kemungkinan
belum inpartu (his palsu). Secara statistik dengan pemberian sedatif kuat 85% akan
memasuki fuse aktif, 10% his hilang (his palsu) dan 5% yang membutuhkan drip
Oksitosin.

4|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. PANGGUL SEMPIT

Definisi:
Setiap kelainan pada diameter panggul yang meugurangi kapasitas panggul, sehingga
dapat menimbulkan distosia pada persalinan,

Klasifikasi:
Kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kesempitan Panggul Tengah.
Kesempitan Pintu Bawah Panggul.

Kriteria diagnosis:
Kesempitan Pintu Atas Panggul:
- Panggul Sempit Relatif (PSR), jika konjugata vera> 8,5-10 cm.
- Panggul Sempit Absolut (PSA), jika konjugata vera 8,5 cm.

Kesempitan Panggul Tengah:


Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar perneriksaan radiologis.
Panggul tengah mungkin sempit:
- Kalau jumlah diameter interspinosum dan diameter sagitalis posterior pelvis
mencapai <13,5 em (normalnya 10,5 em + 5 em - 15,5 cm).
- Bila diameter interspinosum <10 cm, atau dinding panggul konvergen,sakrum
lurusatau konveks.
Kesempitan Pintu Bawah Panggul:
- Bila arkus pubis <90 deraiat, atau sudut lancip,

Pemeriksaan penunjang:
Perasat Osborn: penonjolan kepala dua jari (2 cm) di atas simfisis pubis karena
kepala janin belurn masuk PAP yang menandakan adanya kesempitan PAP atau
CPD.
Cara: Kandung kemih dikosongkan. Kepala didorong kearah PAP, sementara itu
asisten mendorong fundus uteri ke bawah. Apabila kepala mengolak,

5|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

maka kepala tersebut harus diketengahkan dahulu dengan dun tangan, barn
dilakukan pendorongan ke arah PAP. Perasat Osborn dikatakan positif,
apabila kepala menonjol di atas simfisis pubis 2 cm atau lebih. Hal ini menunjukkan
kemungkinan adanya CPD, yang dapat terjadi karena anak besar/makrosomia
atau Panggul Sempit Absolut.
Perasat Miller
Cara: Kandung kemih dikosongkan. Kepala didorong kearah PAP, sementaraitu
asisten mendorong fundus uteri ke bawah. Apabila kepala mengolak, maka kepala
tersebut harus diketengahkan dahulu dengan dua tangan, baru dilakukan
pendorongan ke arah PAP. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, apabila kepala
janin memasuki PAP, maka kedua jari yang melakukan pemeriksaan dalam tersebut
akan dapat menyentuh kepala janin, dikatakan Perasat Miller positif Hal ini
menunjukkan janin dapat melalui PAP.
USG: mengukur biometri janin untuk mengetahui besar janin, misal akrosomia.

Pengelolaan:
Pada kesempitan panggul tengah dan pintu bawah panggul dilakukan seksio sesarea.
Pada PSR dilakukan partus percobaan untuk janin dengan letak belakang kepala.
Pada PSA dilakukan seksio sesarea.

6|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

4. HIPEREMESIS DALAM KEHAMILAN

Definisi:
Muntah yang berlehihan dalam kehamilan yang menyebabkan terjadinya ketonuria
dan penurunan berat badan 5% sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan
penderita secara keseluruhan.

Prinsip dasar:
Muntah dan enek adalah bagian dari adaptasi/reaksi fisiologis kehamilan akibat
adanya pengaruh hormon kehamilan seperti: Progesteron, bcG dll.
Hiperemesis dapat merupakan gejala penyakit-penyakit:
- Mola Hidatidosa.
- Hipertiroidi.
- Defisiensi vitamin B kompleks.
- Stres berat.
Setiap liter cairan lambung yang dimuntahkan mengandung 40 meq Kalium.

Diagnosis:
Anamnesis:
Sering muntah (lebih dari 10 kali per 24 jam).
Pemeriksaan fisik:
Kulit menjadi keriput (dehidrasi).
BB mengalami penurunan.
Pada keadaan yang berat dapat terjadi ikterus sampai gangguan kesadaran.
Laboratorium:
- Urinanalisis lengkap (terutama merneriksa ketonuria).
- Elektrolit.
- Fungsi hati.
- Fungsi ginjal.
USG: menilai dan memastikan kehamilan.

7|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Atasi dehidrasi dan ketosis.
Berikan infus D 10% + B kompleks secara IV.
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit yang
memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
Atasi defisit asam amino.
Atasi defisit elektrolit.
Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit.
Berikan obat anti muntah: Vitamin B6, Metoklopramid.
Berikan dukungan psikologis.
Jika dijumpai keadaan patologis: atasi.
Jika kehamilannya patologis lakukan evakuasi (misal: Mola Hidatidosa).
Nutrisi per-oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang
dikehendaki pasien (prinsip utama adalah pasien masih dapat makan) dengan porsi
seringan mungkin dan baru ditingkatkan bila pasien lebih segar/enak.
dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi
wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil laboratorium telah normal) dan obat
per-oral telah diberikan beberapa saat sebelum infus dilepas.
Pada keadaan tertentu segala pengobatan tidak mampu membantu penderita dan
bahkan semakin parah, maka perlu terminasi kehamilan.

Penyulit:
Dehidrasi, gangguan fungsi hati dan febris.

Prognosis:
Umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi gangguan elektrolit dan
ketoasidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan tepat dan cepat.
Biasanya setelah usia kehamilan 4 bulan atau lebih akan membaik.

8|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

5. ABORTUS

Definisi:
- Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum
periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelurn berat janin 500 gram. Bila berat
badan janin tidak diketahui, maka perkiraan lama kehamilan kurang dari 20 minggu
lengkap (139 hari), dihitung dari hari pertama haid terakhir normal yang dapat dipakai

Abortus iminens (threatened abortion, abortus mengancam):


keadaan dimana perdarahan berasal dari intrauterin yang timbul sebelum umur
kehamilan lengkap 20 minggu dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil
konsepsi dan tanpa dilatasi serviks (ostium uteri eksternurn masih tertutup).

Abortus insipiens (inevitable abortion, abortus sedang ber1angsung): keadaan


perdarahan dari intrauterin yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinyu dan progresif,
tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu
(ostium uteri eksternum terbuka).

Abortus inkompletus: keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil konsepsi


sebelum umur keharnilan lengkap 20 minggu.

Abortus kompletus: keluarnya seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan


lengkap 20 minggu.

Abortus spontan: pengeluaran hasil konsepsi tidak disengaja sebelum umur


kehamilan lengkap 20 minggu.

9|Page
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Abortus diinduksi: penghentian kehamilan sengaja dengan cara apa saja sebelum umur
kehamilan lengkap 20 minggu. Dapat bersifat terapi atau non terapi.

Abortus terapeutik: penghentian kehamilan sebelum umur keharnilan lengkap 20


minggu karena indikasi yang diakui secara medis, dan dapat diterima secara hukum.

Abortus habitualis: terjadinya tiga atau lehih abortus spontan berturut-turut.

Abortus terinfeksi: abortus yang disertai infeksi organ genitalia.

Abortus septik: abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganismedan


produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.

Missed abortion: abortus yang embrio atau janinnya meninggal dalam uterus sebelum
umur kehamilan 20 minggu, tetapi hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8 minggu
atau lebih.

Prinsip dasar:
Kira-kira 12-15% dari seluruh kehamilan berakhir spontan sebelum urnur
kehamilan 20 minggu, Sehingga, tidak mungkin mengetahui pada perrnulaannya,
apakah abortus iminens akan berlanjut ke abortus insipiens, inkompletus atau
kompletus.
60% faktor penyebab adalah genetik.
USG dapat menentukan denyut jantung janin (> 5 mm) dan membantu
menentukan kelainan organik (anensefalus,NT> 3 mm), dan kemungkinan nir-
mudigah/blighted ovum.

10 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Anamnesis: riwayat haid, gejala hamil (amenorea kurang dari 20
minggu),perdarahan per-vaginam, nyeri abdornen/kram di daerah supra simfisis.
Abortus terinfeksi bila terdapat kenaikan suhu tubuh (>380C), lekositosis dan
discharge berbau per-vaginam.
Abortus septik bila ditandai dengan tanda-tanda sepsis, seperti nadi cepat dan
lemah, syok dan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik: umum, abdomen, pelvis.
Tes tambahan: tes hCG, USG, tes koagulasi, pada missed abortion perlu
diperiksa kadar trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan dan
waktu protrombin.

Manajemen:
Pada keadaan iminens, tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik (IA), namun
dianjurkan untuk membatasi aktivitas. Upayakan untuk meminimalkan
kemungkinan rangsangan Prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon
Estrogen dan Progesteron. Dapat diindikasikan sirklaseserviks pada trimester kedua
untuk pasien dengan inkompetensia serviks.
Perdarahan subkhorionik dengan janin normal, sebagian besar akan berakhir dengan
kehamilan normal. Sebaliknya pada nir-mudigah dianjurkan untuk evakuasi dengan
obat Misoprostol atau Aspirasi Vakum Manual.
Pada keadaan insipiens, umumnya harus dirawat, Karena tidak ada kemungkinan
kelangsungan hidup bagi janin, maka dapat diberikan Misoprostol untuk
mengeluarkan konsepsi, analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin
lahir, kuretase mungldn diperlukan.
Pada keadaan inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar atau
perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan
untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis.
Missed abortion sebaiknya dirawat di rumah sakit karena memerlukan kuretase
dan ada kemungkinan perdarahan banyak serta risiko transfusi.

11 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kuretase pada missed abortion sering kali cukup sulit, karena hasil konsepsi melekat
sangat erat dengan dinding uterus.
Aburtus terinfeksi sebaiknya tidak langsung dilakukan evakuasi, melainkan
diberikan dulu antibiotika sedikitnya selarna 48 jam dan kemudian harulah dilakukan
evakuasi. Tanpa antibiotika, tindakan kuretae justru dapat mengakibatkan sepsis.

Prinsip umum terapi abortus septik adalah:


Infeksi harusdikendalikan dengan antibiotik yang tepat.
Volume intravaskular efektif harus dipertahankan untuk memberikan perfusi
jaringan yang adekuat.
Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan laparotomi
eksplorasi, sampai pengangkatan rahim.

Penyulit:
Anemia terjadi bila perdarahan banyak. Pengobatannya dengan pemberian darah.
Infeksi dapat terjadi pada abortus provokatus kriminalis, tetapi dapat juga terjadi
setelah tindakan di RS. Dalam keadaan infeksi sebaiknya tidak dilakukan evakuasi
dulu, sebelum diberikan antibiotika,

Informed consent:
Diperlukan pada setiap tindakan kuretase.

12 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

6.KEHAMILAN EKTOPIK

Definisi:
Kehamilan ektopik: adalah kehamilan dengan gestasi. di luar kavum uteri.
Kehamilan ektopik merupakan istilah yang lebih luas dari pada kehamilan
ekstrauterin; karena istilah ini juga mencakup kehamilan di pars-interstisialis tuba,
kehamilan di kornu, dan kehamilan di serviks.

Prinsip dasar:
Pada wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik
terganggu.
Gambaran klinik kehamilan ektopik yang terganggu amat beragam. Sekitar 10-29%
pasien yang pernah mengalami kehumilan ektopik, mempunyai kemungkinan
berulang. Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayatinfeksi pelvis sebelumnya

Diagnosis:
Anamnesis: nyeri abdomen, perdarahan per-vaginam, terlambat haid.
Pemeriksaan Fisik: umum, abdomen, pelvis.
Tanda-tanda syok seperti hipotensi karena hipovolemia pada sirkulasi, takikardi,
pucat dengan ekstremitas/akral dingin,
Gejala-gejala abdomen akut yang disebabkan perdarahan intraperitoneal, perut
tegang seperti papan terutama di bagian bawah, nyeri spontan, nyeri ketok, nyeri
tekan dan nyeri lepas dinding perut
Pada pemeriksaan dalam didapatkan serviks teraba lunak dengan nyeri goyang
porsio, uterus normal atau sedikir membesar, kadang-kadang uterus sulit dievaluasi
karena pasien kesakitan dan kavum Douglasi menonjol karena terisi darah.
Kehamilan ektopik belum terganggu dapat ditentukan dengan USG: akan
tampak kantong gestasi bahkanjaninnya.

13 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tes tambahan: tes hCG,USG, kuldosentesis, kuretase endometrium, laparoskopi,


kolpotomi/kolposkopi.

Manajemen:
Prinsip-prinsip umum penatalaksanaan:
Rawat inap segera.
Operasi segera setelah diagnosis dibuat.
Penggantian darah sebagai indikasi untuk hipovolemik/anemia.
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila kantong gestasi tak lebih dari 3 cm,
dapat dipertimbangkan terapi dengan MTX 50 mg/minggu yang dapat diulang 1
minggu kemudian bila janin masih hidup. Pasien dapat berobat jalan setelah
mendapat informasi bahwa keberhasilan terapi medikamentosahanya 85%. Bila
ternyata tak terjadi ruptura, maka pasien dapat diminta kontrol tiap minggu
untuk USG dan pemeriksaan hCG. Bila terjadi tanda nyeri/abdomen akut pasien
harus segera di laparatomi.
Kehamilan abdominal dilakukan laparotomi lalu produk kehamilan diambil
seluruhnya, jikalau kehamilan tersebut kecil. Pada kehamilan abdominal lanjut,
tali pusat dipotong sedekat mungkin dengan plasenta dan plasenta tersebut
ditinggalkan secara utuh dalam rongga abdomen lalu dinding abdomen ditutup,
jika perlu dipasang drain. Upaya pengangkatan plasenta pada kehamilan abdominal
lanjut dapat berakhir dengan perdarahan yang tidak dapat dikendalikan,

Diagnosis banding:
Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan,
Torsi kista ovarium.
Kista terinfeksi.
Abortus iminens.
Apendisitis,

14 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Penyulit:
Syok ireversibel.
Perlekatan.
Obstruksi usus.

Informed consent:
Sangat diperlukan.
Berikan penjelasan tentang kemungkinan yang dapat terjadi sebelum dan
sesudah operasi, terutama fungsi reproduksi pasien.

15 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

7. PERSALlNAN NORMAL

Definisi:
Persalinan pada presentasi belakang kepala dengan -lama kala I antara 8-14 jam
dan berakhir dengan kelahiran bayi tanpa memerlukan bantuan alat (vakum
atau cunam/forseps).

Prinsip dasar:
Karena besamya kesalahan menentukan fase Laten maka sejak tahun 2001 tidak
dikenal lagi fase laten.
Ciri kala I adalah pembukaan 3 cm, dengan atau tanpa his.
Presentasi belakang kepala adalah presentasi yang memberikan diameter terkecil
bagi janin di jalan lahir.
Perhatikan "Universal Precaution"dan hindari pencukuran pubis kecuali pada
tempat yang diperlukan untuk mempermudah penjahitan luka episiotomi bila
diperlukan, dan membatasi episiotomi.

Diagnosis:
Penilaian imbang fetopelvik.
Penggunaan partogram.

Prognosis:
Sesuai hasil partogram.

16 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

8.GRANDEMULTIPARITAS

Definisi:
Kehamilan, persalinan, dan atau kelahiran pada perempuan yang pernah
rnelahirkan lebih dari 4 kali dengan berat bayi > 500 gram.

Prinsip dasar:
Keharnilan bersifat diabetogenik, pada grande multiparitas akan semakin manifes.
Involusi berulang, memungkinkan untuk terjadinya defek minor-medium, yang
berakibat pada berkurangnya serabut miometrium, sehingga persalinan pada
grande multiparitas akan cenderung untuk mengalami hipotoni demikian pula
pada pascasalin.
Akibat berkurangnya serabut miometrium maka pada grande multiparitas
elastisitas akan berkurang sehingga rnemudahkan untuk terjadinya rupture
uteri.

Diagnosis:
Anamnesis.
Pemeriksaan fisik: parut perineum dan bekas laparatomi.

Manajemen:
Pemeliharaan kehamilan sesuai dengan kehamilan normal, terapi jika dijumpai
kelainan.
Waspada untuk Diabetes Melitus Gestasional.
Waspada untuk makrosomia.
Tidak melakukan induksi persalinan, sedangkan augmentasi persalinan masih
dapat dipertimbangkan dimana pemberian 5 IU Oksitosin dalam 500 cc D5%,
diberikan dengan kecepatan awal 20 tetes permenit, dinaikkan 5 tetes permenit
setiap 30 menit sampai didapatkan his-yang memadai (3 sampai 4 kali per 10
menit) atau sampai batas maksimum untuk grande multipara dan kehamilan ganda
maksimal 40 tetes permenit. Tetesan Oksitosin diberikan maksimal 2 labu dengan
istirahat di antaranya 2 jam, kecuali untuk letak sungsang hanya 1 labu.
Penanganan kala III aktif.

17 | P a g e
Prognosis:
Pada umumnya baik.
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

9. BEKAS SEKSIO SESAREA

Definisi:
Persalinan atau kelahiran pada pasien dengan riwayat kelahiran bayi melalui insisi
perut (laparotomi) dan insisi uterus (histerotomi). Luka sayat di perut dapat
transversal (Pfannenstiel) maupun vertikal (mediana); sedangkan di uterus dapat
transversal (SC Transperitonealis Profunda) maupun insisi vertikal (SC
klasik/corporal).
Wanita yang pernah mengalami operasi-operasi lainnya seperti miomektomi yang
irisannya menembus hingga dapat mencapai kavum uteri juga memiliki risiko saat
hamil seperti bekas seksio sesarea.

Prinsip dasar:
Keberhasilan partus percobaan per-vaginam adalah 70-80% dan risiko ruptur
adalah 1%.
Indikasi absolut (bentuk dan besar tulang panggul, besar janin).
Prinsip imbang fetopelvik (tiap persalinan normal).
- Rumah Sakit harus mampu melakukan seksio sesarea darurat dalam waktu 30 menit
setelah diduga ruptura uteri.

Diagnosis:
Anamnesis.
Parut luka operasi di perut.
Dari anamnesis dan pemeriksaan diketahui yang bersangkutan pernah mengalami
seksio sesarea atau miomektomi sebelumnya.
USG untuk menentukan usia kehamilan, besar janin dan letak anak di dalamrahim,
terutama pada kehamilan trimester ketiga.

18 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Anamnesis dan evaluasi catatan medis:
Waktu, tempat, pelaksana, jenis seksio sesarea yang lalu.
Indikasi seksio sesarea yang lalu.
- Penyembuhan luka yang lalu.
Bila indikasi seksio sesarea yang lalu adalah penyebab yang tetap seperti
panggul sempit, maka dilakukan seksio sesarea primer pada umur kehamilan
37 minggu. Bila diketahui seksio sesarea yang lalu korporal/klasik dilakukan
seksio sesarea primer pada umur kehamilan 37 minggu.
Bila seksio sesarea sudah dilakukan sebanyak 2 kali dilakukan seksio sesarea
primer pada umur kehamilan 37 minggu dan kontrasepsi mantap/tubektomi
bilateral.
Partus per-vaginam jika:
- Imbang fetopelvik baik.
- Perjalanan persalinan normal.
Pada persalinan kala I: bila terjadi inersia uteri hipotonik, dilakukan
amniotomi,observasi his selama 1 jam, bila tidak ada perbaikan his maka
dilakukan seksio sesarea,
Pada persalinan kala II:
- Pimpin meneran selama 15 rnenit.
- Bila tidak ada kemajuan dilakukan seksio sesarea.
- Bila ada kemajuan, bisa dipimpin sampai 15 menit lagi.
- Bila belumlahir, dilakukan partus buatan.
Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding
uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea
terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri (perasat Kristeller).
Kontraindikasi persalinan partus per-vaginam:
- Bekas seksio sesarea korporal/klasik.
- Pernah histerotomi/histerorafi.
- Pernah miomektomi (yang mencapai kavum uteri).

19 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Terdapat indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini (plasenta previa,
gawat janin, letak lintang, CPD, makrosomia, dsb).
Seksio primer jika:
- Plasenta previa.
- Vasa previa.
- CPD/FPD.
- Panggul patologik.
- Presentasi abnormal.
- Kelainan letak.
- Postterm dengan Skor Pelvik rendah.
- 2 kali seksio sesarea.
- Penyembuhan luka operasi yang lalu buruk.
- Operasi yang lalu kolporal/klasik,
Perawatan rumah sakit:
- Hanya dilakukan apabila akan dilakukan seksio primer atau jikatranportasi
sulil, tingkat pendidikan pasien rendah.
- Perawatan pasca seksio sesarea 3-5 hari.
Konseling:
- Untuk informed consent pasien hams mendapatkan penjelasan untung rugi
percobaan partus pervaginam dan kemungkinan seksio sesarea serta penyulit
yang dapat terjadi.
- Masa penyernbuhan luka 100 hari,
Medikamentosa:
- Anti biotika.
- Analgetika.
- Uterotonika.

Komplikasi:
Ruptura uteri: dapat dilakukan histerorafi atau histerektomi.
Kematian janin, kemarian ibu,
Plasenta akreta, perkreta, inkreta: lakukan histerektomi

20 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

10. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Definisi:
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Dibedakan
preeklamsia ringan (PER) dan berat (PEB).
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi Penyakit Trofoblas.
Eklamsia adalah kelainan akut pada preeklamsia yang terjadi dalam kehamilan,
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa
penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf pusat).
Eclampsiasine eclampsiaadalah eklamsia yang ditandai oleh penurunan kesadaran
tanpa kejang.
Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang
sudahditemukan/diketahui sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada
umurkehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12
minggupascasalin.
Hipertensi kronik yang diperberat oleh preeklamsia/eklamsia adalah
preeklarnsia/eklamsia yang timbul pada hipertensi kronik.
Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita
yang tekanan darah sebelumnya normal dan tidak disertai proteinuria serta gejala
ini akan hilang dalam waktu kurang dari 12 minggu pascasalin.

Diagnosis:
Preeklamsia ringan:
Diagnosis PER didasarkan atas tekanan darah diastolik antara 90 - < 110
mmHg disertai proteinuria> 300 mg/24 jam atau + 1 dipstick.
Preeklamsia berat:
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsia digolongkanberat:
l. Tekanan darah diastolik 110 mmHg.
2. Proteinuria 2 g/24 jam atau + 2 dalam pemeriksaan kualitatif(dipstick)
3. Kreatinin serum> 1,2 mg% disertai oligouria (< 400 mL/24 jam).
4. Trombosit < 100.000/mm3.
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH).
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT).
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral.

21 | P a g e
8. Nyeri epigastrium yang menetap.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

9. Pertumbuhan Janin Terhambat.


10. Edema paru disertai sianosis,
11. Adanya HELLPsyndrome (H:Hemolysis; El:Elevated Liver enzymes; LF: Low
Platelet count).

Diagnosis banding:
Hipertensi kronik, kelainan ginjal, dan epilepsi.

Pemeriksaan penunjang:
a. PER: urine lengkap.
b. PEB/eklamsia: pemeriksaan laboratorium, USG dan kardiotokografi.
Pemeriksaan laboratorium:
Hb, hematokrit.
Urine lengkap.
Asarn urat darah.
Trombosit.
Fungsi hati.
Fungsi ginjal.
Konsultasi dengan Bagian Saraf, Mata, dan Penyakit Dalam (Ginjal
danHipertensi) bila diperlukan.

22 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Terapi:
I. Preeklamsia ringan:
1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring) dan tidur miring kiri. Rawat jalan dilakukan
apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan tekanan darah dan
protein urine setiap hari.
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan protein urine setiap hari.
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obat antioksidan atau anti
agregasi trombosit.
4. Roboransia,
5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34 minggu.
Deksametason 5 mg tiap 12jam sampai 4 dosis secara IM.
Betametason 12 mg sampai 2 dosis dengan interval 24 jam secara IM
6. Berikan Metildopa 3 x 250 mg apabila tekanan darah diastolik antara 100-
110mmHg.
7. Dilakukan pemantaun kesejahteraan janin dengan perneriksaan USG (Doppler)
dan CTG.
8. Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan
nasihat untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda- tanda PEB. Kontrol
2 kali seminggu. Bila tekanan darah diastolik naik lagi, pasien dirawat kembali,
9. Jika tekanan darah diastolik naik dan disertai dengan tanda-tanda PEB,pasien
dikelola sebagai PER.
10. Bila umur kehamilan 37 minggu, terminasi kehamilan.
11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

II. Preeklamsia berat:


Rawat bersama dengan bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi, dll) dan tentukan jenis perawatan/tindakan. Perawatan aktif berarti
kehamilan segera diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal,
Perawatan konservatif berarti kehamilan tetap dipcrtahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal.

23 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

A. Perawatan aktif:
a. Indikasi:
Bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
i. Ibu :1. Kehamilan > 37 minggu.
2. Adanya gejala impending eclampsia(sakit kepala yang rnenetap atau
gangguan visus dan screbral, nyeri epigastrium yang menetap).
ii. Janin: 1. Adanya tanda-tanda gawatjanin.
2.Adanyatanda-tandaPITyangdisertaihipoksia.
iii. Laboratorik: adanyaHELLPsyndrome.

b. Pengobatan medisinal:
1. Infus larutan Ringer Laktat.
2. Pembcrian MgS04.
Cara pcmberian MgSO4:
1) Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakaninfusion
pump):
a. Dosis awal: 4 gram atau 20 cc MgSO4 20% dilarutkan ke dalam
100ccRinger Laktat, diberikan sclama 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan: 10 gram atau 50 cc MgSO4 20% dalam 500 cc
Ringer Laktat, diberikan dengan kecepaian 1-2 gram/jam (20-30 tetes
per-men it).
2) Pemberian melalui intramuskuler secara berkala:
a. Dosis awal: 4 gram atau 20 cc MgSO4 20% diberikan secara
IVdengankecepatan 1 gram/menit, disusul 8 gram atau 20 cc
MgSO440%secaraIM yang diberikan pada bokong kiri dan kanan
masing-masing 4 gramatau 10 cc.
b. Dosis pemeliharaan: selanjutnya diberikan 4 gram atau 10 cc
MgSO440% IM 6 jam setelah pemberian dosis awal. Selanjutnya
diberikan 4gram atau 10cc MgSO440% IMsetiap 6jam. Tambahkan 1cc
Lidokain 2%padasetiappemberian IM untuk mengurangi perasaan
nyeridanpanas.

24 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Syarat-syarat pemberianMgSO4:
a. Harus tersedia antidoium MgSO4, yaitu Kalsium Glukonas
10%(1gramdalam10cc)diberikanIVdalamwaktu3-5menit
b. Reflekspatela(+)kuat.
c. Frekuensipernafasan16kaliper-menit.
d. Produksiurine30ccdalam1jamsebelumnya (0,5cc/kgbb/jam).

Sulfasmagnesikusdihentikanbila:
1.Adatanda-tandaintoksikasi.
2.Setelah24jampascasalin.
3.Dalam6jampascasalinsudahterjadiperbaikan tekunandarah(normotensif).
3.Diuretikum tidakdiberikankecualihilaada:
d. Edemapam.
e. Payahjantungkongestif
f. Edemaanasarka,
4.Antihipertensi diberikanbila:
1) Tekanandarah:
- Sistolik180mmHg.
- Diastolik 110mmHg.
2) Obat-obat antihipertensi yangdiberikan:
- ObatpilihanadalahHidralazin,yangdiberikan5mgIVpelan-pelan selama 5
menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit
sampaitercapaitekanandarahyangdiinginkan.
- Apabilahidralazintidaktersedia,dapatdiberikan:

25 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Nifedipin: 10 mg dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal120


mg/24 jam) sarnpai terjadi penurunan tekanan darah.
Labetolol: 10 mg IV. Apabila belum terjadi penurunan tekanandarah,
maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40mg pada 10
menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menitkemudian, dan sampai
80 mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan, Disuntikkan
mula-mula 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit.Lima menit kemudian
tekanan darah diukur. Kemudian diikuti dengan pernberian secara tetes
sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dekstrose 5% atau Martos 10. Jumlah
tetesan dititrasi untuk rnencapai target tekanan darah yang diinginkan,
yaitu penurunanMAP (Mean arterial pressure)sebanyak 20% dari awal.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai
tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan
darah stabil.
5. Kardiotonika:
Indikasi pemberian kardiotonika, bila ada tanda-tanda payah jantung. Jenis
kardiotonika yang diberikan ialah Cedilanid-D. Perawatan dilakukan bersama
dengan Bagian Penyakit Jantung/Penyakit Dalam.
6. Lain-lain:
1) Obat-obat antipiretik.
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C.
Dapat dibantu dcngan kompres dingin atau alkohol.
2) Antibiotika.
Diberikan atas indikasi.
3) Antinyeri.
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan Petidin HCL 50-
75 mg sekali saja,

26 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

c. Pengelolaan obstetrik:
Cara terminasi kehamilan:
Belum inpartu:
1. Induksi persalinan:
Amniotomi + tetes Oksitosin dengan syarat Skor Bishop 6
2. Seksio sesarea bila:
a. Syarat tetes Oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi
tetesOksitosi.
b. Delapanjam sejak dimulainya tetes Oksitosin belum masuk fase aktif.

Sudah inpartu:
Kala I:
Fuse laten: amniotomi + tetes Oksitosin dengan syarat Skor Bishop 6.
Fase aktif:
1. Amniotorni.
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes Oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes Oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal MgSO4.

Kala II:
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan.

B. Perawatan konservatif:
a. Indikasi:
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsiadengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal:
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis
awal MgSO4 tidak diberikan IV, cukup IM saja (8 gram atau 20 cc
MgSO440%). Pernberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-
tanda preeklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

27 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

c. Pengelolaan obstetrik:
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan Tes Tanpa Kontraksi dan
USG untuk memantau kesejahteraan janin.
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianggapsebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi.
Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

III. Eklamsia
Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian terkait.
Pengobatan medisinal:
1. Obat anti kejang:
Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan PEB.
Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gram atau 10 cc
MgSO4 20% IV selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali saja.
Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang, maka diberikan
Amobarbital 3-5 mg/kg bb/IV pelan-pelan.
2. Obat-obat suportif:
Lihat pengobatan suportif PEB.
3. Perawatan pasien dengan serangun kejang:
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan, daerah orofaring diisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna
menghindariIraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status
konvulsivus),diberikan pengobatan sebagai berikut:
Suntikkan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.
Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikkan ulangan.
Benzodiazepin IVsetiap jam sampai 3 kali berturut-turut.
Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang
ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg
(2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga
dan seterusnya.

28 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-turut,


pasien masih tetap kejang, maka diberikan tetes Diazepam 50 mg/5
ampul di dalam 250 cc NaCl 0,9% dengan kecepatan 20-25
tetes/menit selama 2 hari.
f. Atas anjuran Bagian Syaraf, dapat dilakukan:
Pemeriksaan CT-scan untuk menentukan ada tidaknya perdarahan otak.
Punksi lumbal, bila ada indikasi.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan CI, kadar glukosa,
ureum,kreatinin, SGOT, SGPT, analisis gas darah, dll untuk mencari
penyebab kejang yang lain.
4. Perawatan pasien dengan koma:
a. Rawat bersama dengan Bagian Syaraf:
Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara 200 cc diguyur, 6 jam
kemudian diberikan 150 cc diguyur, 6 jam kemudian 150 cc diguyur.
Total pemberian 500 cc sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan
30tetes/menit selama 5 hari.
Dapat juga diberikan Deksametason IV 4 x 8 mg sehari, yang kemudian
di tappering off
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow-
Pittsburgh Coma Scale.
c. Pada perawalan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT (Naso Gastric Tube).

29 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

5. Pengobatanobstetrik:
Sikap terhadap kehamilan:
a. Sikap dasar:
Semua kehamilan dengan eklamsia dan impending eclampsia harus diakhiri
tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin.
Gejala impending eclampsia adalah:
- Penglihatan kabur.
- Nyeri ulu hati yang hebat.
- Nyeri kepala yang hebat.
b. Saat tenninasi kehamilan:
Terminasi kehamilan pasien eklamsia dan impending eclampsia adalah
dengan seksio sesarea.
Saat terminasi dilakukan bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamik dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di
bawah ini:
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- Setelah kejang terakhir.
- Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir.
- Pasien rnulai sadar (responsif dan orientasi).
Persalinan per-vaginam dipertimbangkan pada keadaan-keadaan
sebagai berikut:
- Pasien inpartu kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state) yaitu dengan kriteria Eden
yang berat.
Kriteria Eden (1992) meliputi:
1. Koma yang lama lebih dari 24 jam.
2. Nadi di atas 120 kali/menit.
3. Suhu di atas 39C.
4. Tekanan darah sistolik di atas 200 mmHg.
5. Kejang lebih dari 10 kali serangan dalam24 jam.
6. Proteinuria 10gramsehariataulebih.
7. Tidakadaedema.

30 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- SindromaHELLP.
- Komplikasi serebral (CVA, stroke, dll).
- Kontraindikasi operasi (ASA IV).

6. Penyulit:
Sindroma HELLP,gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan
pembekuan darah, perdarahan otak.

IV. Sindroma HELLP:


Weinstein (1982) yang mula-mula menggunakan istilah HELLP syndrome
untuk kumpulan gejala Hemolysis, Elevated Liver enzym, dan Low
Plateletsyangmerupakan gejala utama dari sindroma ini.

1. Diagnosis laboratorium:
Hemolisis:
- Adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangulardan sel Burr pada
apus darah tepi.
- Kadar bilirubin total> 1,2 mg%.
Kenaikan kadar enzim hati:
- Kadar SGOT > 70 IU/I.
- Kadar LDII > 600 IU/I.
Trombositopenia:
- Trombosit <100.000/mm3
2. Pengelolaan Sindroma HELLP:
Pada prinsipnya pengelolaan Sindrorna I-lELLP terdiri dari:
a. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipertensi (lihat
pengelolaanPEB).
b. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
c. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Hemoterapi dengan pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit <
30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.

31 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

e. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan < 34 minggu,tekanan


darah terkontrol < 160/110 mmHg, diuresis normal (> 30 cc/jam), kenaikan
kadar enzim hati yang tidak disertai nyeri perut kuadran kanan atas atau
nyeri ulu hati.
f. Pemherian kortikosteroid, terutarna pada kehamilan 24-34 minggu atau
kadar trombosit <100.000/mm3dengan Deksametason 10 mg IV 2 kali
sehari sampai terjadi perbaikan klinis (trombosit >100.000/mm3, kadar LDH
menurun dan dieresis > 100 cc/jam). Pemberian Deksametason
dipertahankan sampai pascasalin sebanyak 10 mg IV 2 kali sehari selama2
hari, kemudian 5 mg IV 2 kali sehari selama 2 hari lagi.
g. Dianjurkan persalinan per-vaginam, kecuali bila diternukan indikasi seperti
serviks yang belummatang (Skor Bishop < 6), bayi prematur, atau ada
kontraindikasi.
h. Bila akan dilakukan perasi seksio sesarea, kadar tram bosit<50.000/mm3
merupakan indikasi untuk melakukan transfusi trombosit,
I. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk mengantisipasi adanya
perdarahan intraabdominal. Bila ditemukan cairan asites yangberlebihan,
perawatan pasca bedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah
komplikasi gagal jantung kongestif dan Sindroma Distres Pernafasan.

32 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

11. PENY AKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

Diagnosis:
Anamesis:
Riwayat demam remaiik.
Dispnu waktu melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat.
Dispnu paroksismal noktumal.
Angina atau sinkop waktu melakukan kegiatan.
ITemoptisis.
Pemeriksaan fisik:
Murmur sistolik dan diastol:ik.
Kelainan irama jantung.
Precordial thrill.
Kardiornegali.
Sianosis dan/atau clubbing.
Pemeriksaan penunjang:
Foto thoraks.
Elektrokardiografi,
Ekokardiografi.

Klasifikasi:
I. Pasien sama sekali tak perlu membatasi kegiatan fisiko
II. Pasien perlu mernbatasi kegiatan fisik sedikit, kalau melakukan pekerjaan
sehari-hari terasa jantung berdebar-debar dan terjadi angina pektoris.
III. Pasien sangat mudah merasa capai disertai timbulnya gejala-gejala lain kalau
melakukan pekerjaan riogan sekalipun.
IV. Pasien memperlihatkan gejala dekompensasi jantung walau dalam istirahat
sekalipun.

33 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Perawatan antenatal:
Konsultasi dan rawat bersama dengan Bagian Kardiologi/Penyakit Dalam di
ruang penyakit dalam.
Bila rawat jalan, kontrol setiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan
diri ke Bagian Kebidanan dan Kardiologi/Penyakit Dalam.
Tirah baring 2 jam waktu siang hari dan 10 jam waktu malam hari.
Dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan foto thoraks, bila diperlukan
dilakukan pemeriksaan ekokardiografi.
Setelah umur kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG.
serial.
Pengobatan tergantung klasifikasi penyakit jantung:
I. Tidak memerlukan pengobatan.
II. Tidak rnemerlukan pcngobatan, tetapi hindarkan kcgiatan Iisik terutama
waktuumur kehamilan antara 28-32 rninggu.
IIIdanIV. Rawat di Rumah Sakit dengan pengelolaan bersama
BagianKebidanan dan Kardiologi/Penyakit Dalam.

Penatalaksanaan persalinan:
Dilakukan bersama Bagian Kardiologi/Penyakit Dalam,
1. Induksi persalinan.
Induksi dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Tetes Oksitosin akan meningkatkan
volume darah yang dapat menyebabkan edema paru. Untuk mencegah hal tersebut bila
perlu diberikan diuretika.
2. Kala I.
Perlu pemantauan ketat terhadap ibu maupun janin.Bila diperlukan,
dapatdiberikanprofilaksis digitalis dan antibiotika (dilakukan atas konsultasi dengan
BagianKardiologi/Penyakit Dalam. Berikan Oksigen bila terlihat adanya sianosis,
3. Kala II,tergantung klasifikasi.
I. Persalinan dapat spontan,
II-IV. Cegah ibu meneran dan selesaikan persalinan dengan ekstraksi forseps.

34 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Selama kala II harus didampingi Bagian Kardiologi/Penyakit Dalam.


4. Kala III.
Berikan Oksiiosin 10 IU IM setelah bayi lahir. Hindari pernbcrian Ergomctrin,Berikan
Pack red cellbila diperlukan transfusi darah, Pada kasus tertcntu dapatdiberikan
profilaksis Furosemid 40 mg IV.Pergunakan bantal pasir yang ditempatkan pada perut
bawah ibu setelah plasenta labir.
5. Masa nifas.
Dalam 24 jam pertama pascasalin, pemantauan adanya tanda-tanda dekompensasi tetap
dilakukan secara ketat. Bila keadaan kompensata dan stabil, pasien dipulangkan setelah
7 hari perawatan dan yakinkan pasien harus kontrol setelah keluar dari Rumah Sakit.

Penanganan gagal jantung selama persalinan:


Baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah keuterus.
Batasi cairan IV untuk mencegah overload cairan.
Berikan analgesia yang sesuai.
Jika perlu Oksitosin berikan dalam konsentrasi tinggi dengan tetesan rendah
danpengawasan ketat keseimbangan cairan.
Jangan berikan Ergometrin.
Persalinan per-vaginam dengan mempercepat kala II.
Sedapat mungkin hindari meneran, jika perlu lakukan episiotomi dan akhiri
persalinan dengan ekstraksi forseps.
Penanganan aktif kala III.
Gagal jantung bukan merupakan indikasi seksio scsarea,
Penanganan gagal jantung selama seksio sesarea dengan melakukan anestesi lokal
(infiltrasi dan sedasi) jangan lakukan anestesi spinal.

35 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Gagal jantung akibat penyakit jantung:


Tangani gagal jantungnya dengan memberi obat sebagai berikut:
Morfin 10 mg IM dalam dosis tunggal.
Atau Furosemid 40 mg IV, diulangjika perlu.
Atau Digoksin 0,5 mg IM dosis tunggal,
Atau Nitrogliserin 0,3 mg sublingual, diulang setiap 15 menit jika perlu.

Gagal jantung masa nifas:


Hal yang dapat menimbulkan gagal jantung masa nifas adalah perdarahan, anemia,
infeksi dan tromboemboli.
Pada masa nifas kontrasepsi harus diberikan, pada kondisi yang stabil tubektomi
dapat dilakukan.

36 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

12. DIABETES DALAM KEHAMILAN

Definisi:
Kehamilan menginduksi diabetes (Gestational Diabetes Mellitus/GDM).
Dijumpainya kadar gula darah pada tes pembebanan 75 g pada kehamilan
(umumnya 24 hingga 30 minggu) antara 140-200 mg/dl.
Diabetes Melitus dengan kehamilan: dijumpainya kadar gula darah baik dalam
kehamilan maupun diluar kehamilan > 200 mg/dL

Prinsip dasar:
Kadar gula darah yang melebihi ambang batas normal dapat menyebabkan:
Induksi proliferasi sel sehingga memungkiukan terjadinya makrosomia.
- Toksik terhadap sel endotel sehingga terjadi kerusakkan sel endotel dan terjadi
hipoperfusi yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan terbambat,
prceklarnsia, IUFD.
Toksik terhadap sel-sel germinal sehingga jika terjadi pada masa konsepsi dan
embriogenesis dapat mengakibatkan kelainan kongenital.
Kadar gula darah yang berfluktuasi tajam dapat mengakibatkan terjadinya
ketoasidosis pada janin yang dapat menyebabkan kematian janin.
Kadar gula yang terkontrol dalam batas normal (80-120 mg) rnemberikan
hasil yang sarna dengan populasi normal. Pengontrolan gula darah dalam
kehamilan harus sesegera mungkin balk dengan diit maupun insulin.

Diagnosis:
Kadar gula darah:
- Tes Toleransi Glukosa beban 75 g.
- Kurva darah harian.
- HbAIC.
Pertumbuhan janin dan kesejahteraan janin,
Fungsi kardiovaskular.
Toleransi fetomaternal.

37 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Indikasi pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa:


Adanya riwayat keluarga yang menderita Diabetes Melitus.
Pemah melahirkan bayi besar.
Pernah rnelahirkan bayi dengan cacat bawaan.
Pernah abortus atau lahir mati.
Obesitas.
Hipertensi.
Diabetes Melitus.

Komplikasi:
Komplikasi pada ibu:
Preeklamsia/eklamsia,
Hidramnion,
Distosia.
Perdarahan Pascasalin.
Infeksi Saluran Kemih.
Kadar gula darah yang tidak terkendali,

Komplikasi pada janin:


Bayi besar.
Kematian janin dalarn rahirn.
Hipoglikemia.
Sindrorna Distres Pemafasan.
Kelainan kongenital.
Hipokalsemia, hipomagnesemia, trombositopenia, dan hiperbilirubinemia,

Manajemen:
Skrining ibu hamil pada kunjungan pertama, hasil negatif diulang pada kehamilan
24-26 minggu.
Bila hasil positif, pengawasan bersama dengan bagian yang terkait (Ilmu
Penyakit Dalam, Gizi, dan Ilrnu Penyakit Anak).

38 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Upayakan kadar gula darah antara 80-120 mg%, dan kadar HbA1C <5,5% baik
dengan maupun tanpa insulin.
Pemeriksaan USG untuk mencari kelainan kongenital dan mengevaluasi
pertumbuhan janin.
Pemeriksaan kesejahteraan janin/profil biofisik janin dimulai pada minggu ke-32.
Rawat pada kehamilan 34 minggu bila ada komplikasi. Pasien IDDMujitanpa
kontraksi dilakukan setiap hari. Pada pasien NIDDMdilakukan seminggu sekali.
Pada pasien NIDDM bila tidak jatuh pada keadaan IDDMmaka dilakukan rawat
jalan.
Kelahiran diupayakan pada usia gestasi 38 minggu, kecuali dijumpai:
- PJT.
- Hasil penilaian kesej ahteraan j anin kurang baik. Preeklamsia.
- Kelainan kongenital.
- Ketoasidosis.
- Kadar gula darah tak terkendali.
Penentuan persalinan per-vaginam ataupun per-abdominam tergantung kondisi
janin (misal makrosomia, gawat janin) maupun ibunya (misal hipertensi, kelainan
mata).

Penanganan pascasalin:
Pantau keadaan umum dan kadar gula darah pascasalin.
Menganjurkan memberi ASL
Memberikan nasihat untuk kontrasepsi.

Prognosis:
Tergantung terkontrolnya kadar gula darah.

39 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

13.TBCPARUDALAMKEHAMILAN

Definisi:
TBC paru adalah penyakit pada parenkim paruyang disebabkan oleh
Mikobakterium Tuberkulosis.

Diagnosis:
Anamnesis:
- Pernah kontak dengan penderita TBC.
- Batuk kronis, batuk darah.
- Nyeri dada.
- Keringat malam.
- Berat badan menurun.
- Demam.
Laboratorium: pemeriksaan BTA dan kultur, LED sangat tinggi.
PPD (Purified Protein Derivative), dengan interpretasi sebagai berikut:
- Pada kelompok risiko sangat tinggi yaitu pasien HIV positif, pasien dengan
gambaran thoraks foto abnormal, atau pasien yang kontak eratdengan pasien
TBC aktif, dikatakan positif bila terjadi indurasi dengan ukuran > 5 mm.
- Pada kelompok risiko tinggi yaitu orang yang berasal dari negara miskin atau
negara endemis TBC, pemakai narkoba yang HIV negatif, sosial ekonomi
rendah, pasien penyakit kronis yang mempunyai risiko tinggi mengidap TBC,
dikatakan positif bila indurasi > 10 mm.
Foto thoraks: tidak rutin dikerjakan pada kehamilan. Jika diperlukan
padausia kehamilan < 7 bulan harus menggunakan pelindung perut.

Manajemen:
Pengobatan TBC aktif pada kehamilan hanya sedikit berbeda dengan penderita
yang tidak hamil.

40 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Rekomendasi CDC(Centrefor DiseaseControl)_(!993) adalah sebagai


berikut:
1. Isoniazid 5 mg/kg/hari, maksimal 300 mg/hari bersama Piridoksin 50
mg/hari.
2. Rifampisin 10mg/kg/hari,maksimal600mg/hari.
3. Etambutol 5-25 mg/kg/hari, maksimal 2,5 gram/hari (biasanya 25
mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan menjadi 15
mg/kg/hari).
Terapidiberikan minimum 9bulan.Jikaresistenterhadap obatinidapat dipertimbangkan
pengobatan denganPyrazinamide. SelainituPiridoksin 50mg/hari
harusdiberikanuntukmencegahneuritisperiferyangdisebabkanolehINH.
Terapipadatrimester pertama harusmempertimbangkan tinglcatkeparahan
penyakitnya. Pasien yangtidaksakitberatdianjurkan untukterapidenganINHdan
Etambutol saja hingga selesai trimester pertama, kemudian mulai terapi 6bulan
penuhdenganRifampisin, INHdanPyrazinamide.
PNCyangteratur, kegiatan fisikdikurangi, istirahatyangcukup,diitTKTP,
dankoreksianemianya.
PersalinanpadakalaIIdiperpendekbilaadaindikasiobstetri.

41 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

14.ASMABRONKIALEDALAMKEHAMILAN

Defmisi:
Kelainan saluran pernapasan yang ditandai dengan inflamasi saluran napas kronik
dengan episode obstruksi saluran napas akut akibat adanya stimulus oleh berbagai
macam alergen.

Etiologi:
Adanya bronkospasmeyang diakibatkan oleh alergen spesifik, faktor intrinsik,
kelelahan fisik atau komplikasi faktor-faktor tersebut.

Diagnosis:
Anamnesis: - sesak nafas tiba-tiba,
- riwayat serangan asma sebelumnya.
- riwayat atopi pada keluarga.
Gejala utama: - ekspirasi memanjang.
- wheezing (+).
Gejala lain: - takikardi.
- retraksi suprasternal.
- sianosis.
Laboratorium: - Ig E meningkat.
- Eosinofil meningkat.

Klasifikasi derajat beratnya asma menurut NAEF (National Asthma Education


Programme):
A. Asma ringan:
- Periode serangan yang ringan(<1 jam) sebanyak 2 kaliseminggu.
- PEFR 80%.
- FEV1 80% dari yang diprediksikan saat asimtomatik.

42 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

B. Asma sedang/moderat:
- Eksaserbasi simtom 2: 2 kali seminggu.
- Eksaserbasi mempengaruhi tingkat aktivitas.
- Eksaserbasi dapat berlangsung hingga beberapa hari.
- PEFR, FEV1berkisar antara 60-80% dari yang diprediksikan.
- Memerlukan obat seeara rutin untuk mengontrol gejala.

C. Asma berat:
- Eksaserbasi berlangsung terus-menerus/sering terjadi sehingga menghambat
aktivitas.
- PEFR, FEV1< 60% dari yang diprediksikan.
- Memerlukan kortikosteroid oral secara rutin untuk mengontrol gejala.

Keterangan:
- PEFR: Peak expiratory flow rate
- FEV1: Forces expiratory volume in one second

Penatalaksanaan:
Perawatan bersama dengan Bagian Penyakit Dalam.

A. Dalam kehamilan:
Tujuan utama:
Peneegahan episode hipoksia untuk ibu danjanin.
Penatalaksanaan yang optimal tergantung pada 4 komponen integral di bawah ini:
1. Penilaian dan monitoring derajat asma yang obyektif.
Penilaian fungsi paru-paru yang terbaik adalah dengan FEV1yang diukur dengan
spirometer. Alternatif lain bisa dengan pengukuran PEFR.
2. a. Menghindari atau mengontrol pencetus asma, seperti bulu binatang, tungau debu
rumah, antigen kecoa, tepung sari dan jamur atau alergen non-
imunologissepertiaroma yang kuat, polutan udara, pengawet makanan,
sejumlah obat-obatan

43 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

seperti beta bloker.


b. Terapi sinusitis dan infeksi virus.
c. Hindari merokok, Aspirin, aktifitas fisik berlebih.
3. Memberi edukasi terhadap pasien, meliputi obat yang harus digunakan dan faktor
pen cetus asma.
4. Terapi farmakologis:

Terapi farmakologis:
1. Rawat jalan:
Tahap 1:
Inhalasi beta simpatomimetik seperti Salbutamol 1-2 semprotan (100-200 g).
Bila pemakaian > 1 kali per-hari masuk ke tahap berikutnya.
Tahap 2:
Ditambahkan obat pencegahan misalnya inhalasi glukokortikoid
(Beclomethasone100-400 g 2 kali sehari). Altematif lain adalah Sodium
Kromoglikat.
Tahap 3:
Tambahkan inhaler dosis tinggi atau beta simpatomimetik yang long acting.
Contoh:
- Inhalasi short acting beta simpatomimetik + Beclomethasone 800-2000 ug
per-hari dalam dosis terbagi.
- Short acting alfa simpatomimetik + Beclomethasone 200-400 ug 2 kali sehari
+Salmeterol 50 ug 2 kali sehari.
Tahap 4:
Inhalasi steroid dosis tinggi + inhalasi bronkodilator reguler.
Tahap 5:
Tahap 4 ditambah tablet Prednisolon.

2. Khusus (rawat inap):


a. Status asmatikus:
Rawat.
Oksigen 6-7 liter/menit.

44 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Koreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit.


Analisis gas darah.
Dapat diberikan Aminofilin 0,25-0,5 g dalam 30 rnl NaCl 0,9% bolus
IVperlahan, dilanjutkan dengan tetes Aminofilin 0,9 mg/kg/jam.
Hidrokortison suksinat 100-200 mg IV setiap 2-4jam.

b. Ringan sampai sedang:


Dapat diberikan Epinefrin (1 : 1000), 0,2-0,5 mL subkutan. Dapat diulang
setiap 1-2 jam.
Jika Epinefrin tidak menolong, berikan Aminofilin 0,25-0,5 g dalam 10-
20 mL NaCl 0,9% bolus IV perlahan, atau supositoria.

B. Dalam persalinan:
Diusahakan persalinan pervaginam, bila perlu kala II diperpendek.
Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri.

45 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

15. INFEKSI TORCH

Definisi:
Infeksi pada ibu hamil yang seakan-akan tanpa menimbulkan gejala yang
nyata atau tidak berpengaruh terhadap ibu itu sendiri, tetapi mempunyai dampak
yang serius terhadap janin yang disebabkarroleh kelompok TORCH

Etiologi:
Toxoplasma gondii.
Other: sifilis, Streptococcus group jJ, listeriosis (Listeria monocytogenes),
campak atau morbillilrubeollalmeasles, Varicella-zoster, Echovirus,
mumpslgondongan, vaccinia, virus polio, Coxsackie-B, Hepatitis B dan C,
HIV, HPV, Human Parvovirus B 19.
Rubella virus/German measles.
Cytomegalo virus (CMV).
Herpes simpleks viruses (HSV-1 dan HSV-2).
Kelompok infeksi beberapa jenis virus dan toksoplasma memberikan sindroma dan
manifestasi klinik yang hampir mirip satu dengan yang lainnya, sehingga sulit
dipisahkan antara penyebab penyakit beberapa jenis virus tersebut dengan infeksi
toksoplasma sendiri, maka kelompok penyakit ini dijadikan satu dalam akronim
sebagai infeksi TORCH. Risiko infeksi pada kehamilan, 90% penularan terjadi pada
periode perinatal. Penularan secara transplasental (intrauterin) dapat mengakibatkan
abortus spontan, hidrosefalus atau anensefalus.
Pembawa penyakit ini adalah hewan peliharaan di sekitar kita, seperti kucing,
anjing,burung merpati, kelinci, ayam, kerbau, sapi, kambing, juga tikus.

46 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Komplikasi:
Akibat infeksi TORCH pada ibu hamil pada bayinya
Infeksi Dalam Retardasi Cacat Penyakit Penyakit
Kehamilan Abortus Prematur
fisik bawaan akut menetap

Toksoplasma + + + + + +

Rubella virus + + + + - +

CMV - + + + + +

HerpesSimpleks + + + + + +

Kelainan Bawaan yang terjadi pada Bayi akibat infeksi TORCH pada ibu hamil
Infeksi Kelainan utama Kelainan lain
Toksoplasma Hidro/mikrosefalus, Hepatosplenomegali, ikterus,
korioretinitis, kalsifikasi limfadenopati, retardasipsikomotor.
intrakranial.
Rubellavirus Katarak,tuli,kelainanjantung, Hepatosplenomegali,
strabismus Trombositopenia, Retardasi
psikosomotor
CMV Mikrosefali, tuli. Kalsifikasi intracranial
hepatosplenomegali, retardasi
psikosomotor atau retardasi mental.
Herpes Simpleks Mikrosefali, Stomatitis Korioretinitis, hepatitis intrapartum,
Rekuren retardasi Psikomotor

Diagnosis:
Curiga infeksi TORCHbila ada riwayat kematian janin intrauterin, PJT,BBLR,
lahir mati, cacat kongenital, atau sering infeksi subklinis tanpa tanda- tanda
kelainan pada bayi dan terlihat kelainan kongenital yang baru muncul kemudian
sebelum atau sesudah anak umur 1 tahun.
Mengingat risiko kelainan bawaan, sebaiknya pemeriksaan laboratorium
dilakukan sebelum kehamilan atau apabila terlambat dapat dilakukan pada

47 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

kehamilan trimester pertama. Lebih baik lagi diperiksa sebelum merencanakan


mempunyai anak.
Deteksi kadar IgM/IgG terhadap Toksoplasma, Rubella, CMV dan HSV
sertaaviditasnya, sedangkan infeksi lainnya dapat menyusul bila diperlukan.
Sampai sekarang hanya virus Rubella, Cytomegalovirus, dan virus Herpes
hominisyang terbukti teratogenik.

A. Toksoplamosis:
Gejala klinis:
Semakin muda usia kehamilan pada saat infeksi primer, maka semakin kecil
kemungkinan transmisi vertikal, namun semakin besar defek; dan sebaliknya
semakin tua usia kehamilan, maka semakin besar transmisi namun semakin kecil
defek, bahkan mungkin subklinis.
Kebanyakan infeksi bersifat subklinis, berupa lemah, nyeri otot dan
kadang-kadang limfadenopati.
Infeksi pada ibu hamil trimester III dapat menimbulkan toksoplasmosis kongenital
lebih tinggi prosentasenya dibandingkan dengan infeksi pada trimester I.
Toksoplasmosis kongenital: berat badan lahir rendah, korioretinitis, kalsifikasi
serebri, mikrosefalus, hidrosefalus, hepatosplenomegali.
Anemia, kejang, pembengkakan kelenjar air liur, muntah, bisul-bisul di kulit,
radang paru-paru, diare, demam, kulit kuning dan pengapuran dalam tengkorak.
Gejala tersebut umumnya tampak setelah bayi berusia 1 tahun atau lebih dan
terjadi keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental.
Diagnosis:
Skrining serologis untuk toksoplasmosis prenatal tidak dilakukan secara rutin.
Aviditas IgG tokso dan interpretasinya.
Nilai standar aviditas tokso:
Hasil 2 : < 15% rendah.
Hasil15 : 30% sedang.
Hasil 30 : > 30% tinggi.

48 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Dapat membedakan infeksi baru dan lampau.


- Aviditas rendah: infeksi baru terjadi (< 4 bulan).
- Aviditas tinggi: infeksi lampau (> 4 bulan).
Reaktivasi: bila terdapat peningkatan IgG dua kali lipat pada pemeriksaan
serologi dengan jarak 4 minggu.
Terapi:
Memberi hasil optimal bila memakai Spiramisin pada penderita aktif.
Cara pengobatan: Spiramisin 3 x 500 mg (kuur I) selama 3 minggu, kemudian2
minggu tanpa obat; dilanjutkan kuur II selama 3 minggu, libur 2 minggu; kuur
III selama 3 minggu, dstnya. Diperiksa kadar IgG-antitoksoplasma setiap 3
kuur pengobatan. Batas dihentikan obat tokso setelah IgG- antitoksoplasma
kurang dari 6 IU/mL.
Lebih efektif lagi apabila selama pengobatan selalu dibina pula kehidupan
flora usus agar pseudokista dalam limfonodus mesenterik dan villi-villi usus turut
tercerna. Biasanya diberikan Vitamin B Kompleks atau obat pemacu suburnya
flora usus yang lain. Kista yang dindingnya sukar ditembus setelah terpapar
antibiotika, perlu ditunggu 2 minggu tanpa obat agar kista pecah lagi sehingga
pemberian obat perlu menurut jadwal seperti tersebut di atas.
Spiramisin tidak dianjurkan pada wanita menyusui dan kehamilan trimester
pertama.
Azitromisin 1 x 500 mg, selama 5 hari per-minggu, 4 minggu per-bulan sejak
ditegakkan infeksi, diteruskan hingga akhir kehamilan bila janin terbukti
infeksi.
Klindamisin 3 x 300 mg, selama 5 hari per-minggu, 4 minggu per-bulan sejak
ditegakkan infeksi, diteruskan hingga akhir keharnilan bila janin terbukti
infeksi.
Dapat juga diberikan Pirimetamin sejak amniosentesis memberi hasil positif
pada kehamilan 16-20 minggu.
- Pirimetamin (50 mg/kglhari) + Sulfadiasin (3 g/hari) + Kalsium Folinat(50
mg/minggu)
Bila infeksi janin negatif, pengobatan dihentikan.

49 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Janin yang terinfeksi pada masa neonatus hingga umur 1 tahun pertama,
pengobatan diteruskan dengan Pirimetamin.
Janin yang terinfeksi, pada masa bayinya harus di follow up untuk kemungkinan
retinitis, hepatitis, karditis dan hidrosefalus.
Pencegahan:
Jauhi makanan yang terkontaminasi dengan kista, ookista, dan trofozoit
toksoplasma dengan mencuci bersih sayur-sayuran segar, meinasak daging
hingga matang, minum susu yang telah dipasteurisasi.

B. Rubella/German measles:
Gejala klinis:
Menimbulkan eksantema dan demam.
Jika timbul pada wanita hamil dalam triwulan pertama, 50% anak akan lahir
dengan cacat bawaan, seperti katarak, kelainan jantung, kelainan telinga
dalam yang menyebabkan tuli, atau mikrosefalus.
Makin muda keharnilannya waktu ibu diserang penyakit ini, makin besar
kemungkinan anak menderita cacat bawaan karena virus dapat menembus
sawar plasenta. Cacat yang ditimbulkan bersifat definitif, oleh karena itu pada
infeksi primer Rubella pada kehamilan muda harus diberikan konseling yang
mendalam.
Sindroma Kongenital: glaukoma, katarak, pengkabutan komea dan retinopati,
ketulian, stenosis pulmonale, PDA dan VSD, mikrosefali, ensefalitis, retardasi
mental, kalsifikasi otak,IUGR, hepatosplenomegali, DM, trombositopenia,
purpura, anemia dan perubahan pada tulang.
Diagnosis:
Skrining serologis untuk prenatal tidak dilakukan secara rutin.
Saring diagnosis klinis dengan adanya satu atau lebih gejala klinis
khususSindroma Rubella.
Isolasi virus dari spesimen cairan otak/LCS, usap tenggorok, kandung kemih,
sekitar 1 hari sebelum keluarnya eksantema.
Pemeriksaan serologi: HI test atau Fiksasi Komplemen sekarang dianggap kurang
efisien karena harus tunggu 4 kali kenaikan titer antibodi dengan masa tenggang
1bulan. Sekarang dengan memantau titer IgM/IgG dengan imunoesai (Mikro-
Elisa) dari Medix Biotech, USA.

50 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Terapi:
Roboransia.
Terapi khusus belurn ada.
Vaksinasi sebelurn nikah dengan vaksin MMR.
Prognosis:
Pada infeksi trimester pertama umumnya fatal, trimester dua cukup berat, dan
setelah 20 minggu biasanya ringan.
Pencegahan:
Melakukan imunisasi pada orang dewasa, terutama wanita usia
reproduksi.Vaksinasi memberi imunitas yang bertahan hingga 10 tahun.
Vaksinasikan seluruh petugas rumah sakit yang berisikolkontak dengan pasien
dan berhubungan dengan wanita yang hamil.
Tidak menengok bayi dengan ibu pasca infeksi.
Memakai masker penutup pernafasan.

C. Cytomegalovirus:
Gejala kliois:
Transmisi horizontal virus secara infeksi tetes dan kontak dengan air liur dan
urine, serta transmisi vertikal dari ibu ke janin dan bayi, dan secara hubungan
seksual. Setelah infeksi primer, virus akan menjadi laten.
Infeksi maternal bersifat asimtomatik, tetapi sekitar 15% orang dewasamengalami
demam, faringitis, limfadenopati, dan poliartritis.
Infeksi kongenital, disebut sitomegalik inklusif dapat menyebabkan lahir
prematur, berat badan lahir rendah, mikrosefali, kalsifikasi intrakranial,
korioretinitis, retardasi mental dan motorik, kekurangpekaaan saraf sensoris,
hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik.

51 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Risiko:
Infeksi yang terjadi pada awal kehamilan akan memperbesar risiko kelainan yang
timbul.
Penularan dari ibu ke janin bila terinfeksi selama kehamilan adalah 40%.
10-15 %janin yang terinfeksi akan lahir disertai gejala.
90% bayi yang lahir disertai gejala (ringan-berat) akan menimbulkan sekuele,
sedangkan yang tanpa gejala akan menimbulkan sekuele 5-15%.
Diagnosis:
Infeksi primer didiagnosis atas dasar peningkatan 4 kali lipat titer IgG dalam
serum atau lebih penting bila menemukan IgM CMV antibodi pada serum
maternal.
Apabila titer antibodi anti-CMV: IgM < 0,5 IU/mL; IgG > 6 IU/mLmenunjukkan
infeksi CMV telah berlalu.
Titer antibodi anti-CMV IgM optimal dicapai pada waktu 4-7 minggu setelah
infeksi primer.
Differensial diagnosis penderita dengan antibodi heterofil mononukleosis negatif
adalah penyakit serokonversi HIV
Terapi:
Tidak ada terapi yang efektif untuk infeksi maternal.
Pemberian Ganciclovir oral bagi penderita dewasa tidak pernah efisien,
karena bioavailabilitasnya sangat j elek.
Prognosis:
Pada infeksi trimester pertama umumnya fatal, trimester dua cukup berat, dan
setelah 20 minggu biasanya ringan.
Pencegahan:
Selalu mencuci tangan setelah menolong penderita CMV.

D. Virus Herpes Simpleks:


Herpes Simpleks atau genitalis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh HSV2
(84% kasus) di mukosa alat kelamin dan sebagian kecil HSV1di mukosa mulut.

52 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Gejala klinis:
Infeksi Herpes pada wanita hamil dapat menimbulkan kematian pada bayi
yang baru lahir pada 50% kasus.
Gejala pada bayi berupa lepuh pada kulit (tidak selalu muncul), radang mata,
radang hati, radang otak, dll.
Wanita hamil yang terinfeksi oleh HSV2harus ditangani secara serius, karenavirus
dapat menembus plasenta, sehingga menimbulkan persalinan prematur, berat
badan lahir rendah, dampak kongenital dan kematian janin.
Kelainan kongenital yang terjadi mikrosefali, mikrooftalmia,
korioretinitis,kalsifikasi intrakranial, konjungtivitis dan katarak,
hepatosplenomegali serta ikterus, vesikel dan petekie.

Diagnosis:
Masa inkubasi sekitar 3-7 hari atau lebih lama.
Manifestasi bervariasi dari asirntomatis (50%-70%) sampai gejala yang berat.
Biasanya didahului rasa terbakar dan gatal pada daerah lesi yang terjadi
beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Setelah lesi timbul, baru diikuti gejala
konstitusi, seperti malaise, demam, nyeri otot, serta nyeri syaraf.
Pada kulit terbentuk vesikel berkelompok dengan dasar eritem, mudah pecah, dan
menimbulkan erosi multi pel.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari dan tidak terjadi jaringan parut, kecuali
terjadi infeksi sekunder.
Infeksi primer dapat berkembang menjadi laten dengan rekurensi berulang.
Serologi: antibodi terhadap HSVj berupa IgM-IgG dengan tes Elisa, antibodi
terhadap HSV2 berupa IgM -IgG dengan tes Elisa.

Terapi:
Pengobatan non-spesifik dengan imunomodulator seperti Isoprinosin, analgetika,
antiseptik povidone iodine untuk mengeringkan lesi.
Pengobatan spesifik dengan obat antiviral Asiklovir dengan dosis 5 x 200
mg selama 5 hari. Dapat diberikan pada penderita infeksi mukokutan
dengan defisiensi imunitas, kelainan ginjal dengan dosis yang lebih rendah.
Tidakmempunyai efek teratogenik tetapi tidak dianjurkan pemakaiannya
pada wanita hamil.

53 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pencegahan:
Proteksi individual dengan menggunakan kondom
Vaksinasi dengan vaksin HSV rekombinan.

54 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

16. KETUBANPECAHDINI

Definisi:
Pecahnya selaput ketuban (amnion dan khorion) tanpa diikuti persalinan pada
kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan preterm.
Dibedakan PPROM (Preterm Premature Rupture of Membrane) yaitu ketuban
pecah pada saat usia kehamilan < 37 minggu; PROM (Premature Rupture 0/
Membrane) yaitu ketuban pecah pada saat usia kehamilan 37minggu.

Prinsip dasar:
60-70% ketuban pecah dini (KPD) berhubungan dengan infeksi.
Air ketuban berfungsi untuk memberi ruang kepada janin untuk bergerak
sehingga tidak terjadi flaksiditas otot ekstremitas dan berkembangnya paru.
Air ketuban penting untuk menghilangkan friksi kinetik yang terjadi pada
persalinan akibat tidak bullet shape-nya janin.
Pada kehamilan preterm, pecahnya ketuban akan merangsang persalinan dan
kelahiran (50% persalinan preterm dengan KPD akan berakhir dengan kelahiran).

Diagnosis:
Umur kehamilan > 20 minggu.
Keluar cairan ketuban dari vagina.
Pemeriksaan spekulum: terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum.
Kertas nitrazin merah akanjadi biru (lakmus merah akanjadi biru).
Mikroskopis: terlihat lanugo dan verniks kaseosa.

Diagnosis banding:
Fistula vesikovaginal dengan kehamilan.
Stres inkontinensia.

55 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pemeriksaan penunjang:
USG: menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia keharnilan, berat janin,
letak janin, kesejahteraan janin, dan letak plasenta.

Manajemen:
A. Konservatif:
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit, baik pada ibu maupun
janin, pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.
Selama perawatan dilakukan:
1. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi.
Ibu: suhu > 38C, takikardi ibu, lekositosis, tanda-tanda infeksi intrauterin,rasa
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.
Janin: takikardijanin.
2. Pengawasan timbulnya tanda-tanda persalinan.
3. Pemberian antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg, atau Eritromisin 4 x 500 mg
danMetronidasol 2 x 500 mg selama 3-5 hari.
4. USG untuk menilai kesejahteraanjanin.
5. Bila ada indikasi untuk melahirkanjanin, dilakukan pematangan parujanin.
Deksametason 5 mg tiap 12 jam sampai 4 dosis secara IM.
Betametason 12 mg sampai 2 dosis dengan interval 24 jam secara IM.

Kriteria diagnosis amnionitis:


Febris.
Lekositosis.
Takikardi.
Cairan ketuban mungkin berbau.

56 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

B. Aktif:
Pengelolaan aktifpada KPD dengan umur kehamilan 20-38 minggu dan 37
minggu.
Ada tanda-tanda infeksi.
Timbulnya tanda-tanda persalinan.
Gawat janin.

Komplikasi:
Infeksi dan sepsis.
Kematianjanin karena infeksi atau prematuritas.

Prognosis:
Sangat variatifbergantung maturitas paru dan ada atau tidaknya infeksi, pada usia
kehamilan < 32 mmggu semakin muda kelahiran semakin buruk prognosisnya,

57 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

17. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM

Definisi:
Kematian janin ketika masih dalam rahim yang beratnya lebih dari 500 gram atau
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

Etiologi:
Kelainan kromosom.
Infeksi.
Diabetes Melitus.
Gemelli.
Anomali organ reproduksi.
Rhesus iso-imunisasi.
Insufisiensi plasenta.
Trauma psikis/fisik.
Tidak diketahui.

Diagnosis:
Uterus yang hamil tidak bertambah besar, bahkan semakin mengecil.
Tidak lagi merasakan gerakanjanin.
Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan normal
Bila kematian janin telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi, yakni
akibat penimbunan gas dalam tubuhjanin.

Diagnosis banding:
Mioma Uteri.
Mola Hidatidosa.

58 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Perneriksaan penunjang:
USG: tidak ditemukan bunyi jantung janin dan gerakan janin, seringkali tulang-
tulang letaknya tidak teratur atau tidak tegas, khususnya tulang tengkorak
sering dijumpai overlapping (spalding sign).
Foto rontgen abdomen polos: ditemukan tanda spalding dan tulang punggung
lebih melengkung, posisi janin abnormal dan penimbunan gas dalam tubuh janin.
Pemeriksaan darah lengkap, karena kemungkinan adanya gangguan pembekuan
darah (DIC), terutama kadar fibrinogen.

Manajemen:
Lahirkan janin setelah dilakukan pemeriksaan lengkap untuk mengantisipasi
komplikasi yang mungkin timbul. Pilihan utama adalah terminasi secara per-
vaginam.
Pasif menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu dan harus dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu.
Aktif: dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan infus Oksitosin, bila
perlu dilakukan pembukaan serviks dengan memasang batang laminaria atau
pemasangan kateter Foley intrauterin selama 24 jam.
Indikasi tindakan aktif adalah:
- Permintaan penderita.
- Janin diketahui telah meninggal 4 minggn atau lebih.
- Kadar fibrinogen rendah kurang dari 150 mg/dL
- Telah memasuki persalinan.

Patologi:
Rigor mortis (tegang mati): Berlangsung 2,5 jam setelah kematian, kemudian
lemas kembali.
Stadium maserasi I: Timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula terisi
cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah
anak mati.

61

59 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium maserasi II: Timbul lepuh-lepuh yang pecah dan mewarnai air
ketubanmenjadi merah coklat, Terjadi 48 jam sctelah anak mati.
Stadium maserasi III: Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin
sangat Iemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat longgar. Edemadi bawah
kulit.

Komplikasi:
Terjadi gangguan pernbekuan darah akibat pcnurunan kadar fibrinogen.
Perforasi sebagai akibat tindakan waktu melahirkan janin secara embriotomi.

Informed consent:
Perlu dilakukan secara tertulis.

60 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

18. INFEKSI INTRAUTERIN DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Definisi:
Infeksi rahim (korioamnionitis, amnionitis, infeksi intraamnion) yang terjadi
dalam keharnilan atau persalinan, yang ditandai oleh suhu tubuh meningkat (> 38
C), lekositosis, dan sisa cairan ketuban yang berbau busuk dan keruh.

Faktor predisposisi:
KPD.
Distosia/partus lama.
Pemeriksaan dalam yang terlalu sering.
Anemia.
Kurang gizi.
Servisitis.
Vaginitis.

Manajemen:
Pemberian antibiotika spektrum luas, biasanya Amoksisilin 3 x 1 gram IV,
Gentamisin 2 x 80 mg IV dengan syarat fungsi ginjal baik, dan Metronidasol 2 x
500 mg IV selama 3 hari.
Terminasi kehamilan.
Persalinan sedapat mungkin per-vaginam,
Seksio sesarea hanya atas indikasi obstetri, misal CPD, letak Iintang.
Jika dilakukan seksio sesarea, dipasang drain intraperitoneal di kavumDouglasi.
Bayi dapat menyusui dan rawat gabung bila syarat terpenuhi.
Observasi kemungkinan adanya sepsis pascasalin.

61 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Komplikasi:
Sepsis/syok septik bahkan kematian.
Perdarahan pascasalin.
Subinvolusi rahirn,
Luka episiotomi atau operasi seksio sesarea terbuka sampai dengan
burstabdomen.

Informed consent:
Perlu dilakukan secara tertulis dan jelaskan pelbagai alternatif tindakan yang akan
dilakukan serta kemungkinan keberhasilan dan kegagalannya (prognosis).

Prinsip pemulangan pasien dilakukan setelah bebas febris tiga hari.

62 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

19. PLASENTA PREVIA

Definisi:
Implantasi plasenta pada segmenbawah uterus, lebih rendahdari bagian terbawah
janin pada usia kehamilan > 20 minggu.

Prinsip dasar:
Etiologi masih belum diketahui, insiden meningkat sesuai usia, paritas, riwayat
seksio sesarea 1 kali 0.65%, 3 kali 2,2% dan 4 kali 10%.
Plasenta letak rendah terdapat pada 28% kehamilan < 24 minggu, karena segmen
bawah uterus bclum terbentuk. Sesuai dengan membesamya segmenatas uterus
dan terbentuknya segmen bawah uterus maka plasenta akan berpindah posisinya
ke atas (migrasi plasenta). Maka USG harus diulang pada kehamilan 32-34
minggu.
Risiko terhadap maternal dan janin: perdarahan pascasalin, komplikasi anestesi
dan bedah, emboli udara, sepsis pascasalin, plasenta akrcta, rekurensi4-8%,
prematuritas, IUGR, malformasi kongenital, malpre sentasi, anemia janin.
Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai syok, umumnya
perdarahan awal terjadi pada 33 minggu, Pada perdarahan < 32 minggu waspada
infeksi traktus uri narius, vaginitis, dan servisitis.

Faktor predisposisi:
Grande multipara.
Riwayat kuretase berulang.

Klasifikasi:
Plasenta letak rendah: plasenta pada segmen bawah uterus dengan tepi tidak
mencapai ostium uteri internum.
Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendah mencapai ostium
uteriinternum tetapi tidak menutupi ostium uteri internum.

63 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Plasenta previa parsialis: plasenta menutupi sebagian ostium uteri internurn.


Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum.

Diagnosis:
Perdarahan per-vaginam yang merah terang/segar, tanpa disertai nyeri/kontraksi
rahim pada kehamilan trimester II-III, puncak insiden pada kehamilan 34
minggu. Perdarahan dari jalan lahir biasanya berulang.
Bagian terendahjanin belum mernasuki PAP.
Sering disertai malpresentasi (1etak sungsang atau lintang).
USG, plasentografi, MR1.
Pemeriksaan spekulum: tarnpak perdarahan dan ostium uteri internum,perabaan
fomises dan periksa dalam di meja operasi (PDMO) (double set up).

Pemeriksnan penunjang:
Laboratorium: golongan darah, kadar Hb, hematokrit, waktu perdarahan danwaktu
pembekuan.
USG: untuk mengetahui jenis plascnta previa dan taksiran berat badan janin.

Manajemen: Ekspektatif:
Syarat: keadaan umum ibu dan anak baik.
Perdarahan sedikit.
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badanjanin kurang dari
2500 gram.
Tidak ada his persalinan.
Penatalaksanaan: pasang infus dan tirah baring; bila ada kontraksi premature bisa
diberi obat tokolitik; pemantauan kesejahteraanjanin dengan USG danCTG setiap
minggu, pematangan paru padajanin 28-34 minggu.

64 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Aktif:
Persalinan per-vaginam:
Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis, atau plasenta
previa lateralis di anterior (dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan USG, perabaan fornises atau PDMO.
Dilakukan pemecahan ketuban dan disertai drip Oksitosin.
Perhatian khusus pada plasenta previa pada bekas seksio sesarea untuk
kemungkinan terjadinya plasenta akreta/inkreta/perkreta (insidens
meningkat30%).

Persalinan per-abdominam:
Terminasi per-abdominam dilakukan bila terjadi perdarahan per-vaginam yang
masif/banyak atau mengancarn keselamatan tcrutama ibu dan janin.
Seksio sesarea clektif pada kehamilan 37 minggu atau taksiran berat badan janin
2500 gram, terutarna pada plasenia previaitotalis, plasenta previa lateralis di
posterior, plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang,
Perhatian khusus pada plasenta previa dengan bekas seksio sesarea untuk
kemungkinan terjadinya plasenta akreta/inkreta/perkreta (insidens meningkat
30%).

Komplikasi:
Anemia.
Syok akibat perdarahan banyak.
Lost coagulopathy karena perdarahan banyak,

Informed consent:
Periu dilakukan secara tertulis dan jelaskan pelbagai alternatif tindakan yang
akan dilakukan serta kemungkinan keberhasilan dan kegagalannya (prognosis).

Prognosis:
Bervariasi, tergantung kondisi ibu dan janin, dan komplikasi.

65 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

20. PLASENTA AKRETA

Definish
Terdapatnya villi korionik yang berhubungan langsung dengan
miometriumtanpa desidua diantaranya.

Prinsip dasar:
Desidua endometrium merupakan barier atau sawaruntuk mencegah invasi villi
plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapat desidua
basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid.
Jaringan ikar pada endometrium dapat merusak barier desidual, misalnya skar
uterus sebelumnya, kuretase traumatik, riwayat infeksi sebelumnya dan
multiparitas.

Klafisikasi:
Plasenta inkreta: invasi ke miometrium.
Plasenta prekreta: invasi ke serosa uterus atau organ yang berdekatan
sepertikandung kemih.

Diagnosis:
Pada kala III persalinan plasenta belum lahir sete lah 30 menit dan
perdarahanbanyak, atau jika dibutuhkan manual plasenta dan sulit,
Antenatal dengan USG: hilangnya zona hipoekoik normal miometrium antara
plasenta previa anteriordan serosa uterus, penipisan area fokal atau terputusnya
kesinambungan ckhodens serosa uterus dan dinding posterior kandung kemih,
massa nodular plasenta meluas ke serosa uterus, gambaran vaskular yang
menonjol dalam parenkim plasenta,

Manajemen:
Jalur intravena besar (no. 16 atau 18).
Tipe dan tes silang darah: 4 unit PRC.

66 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Bila persalinan per-vaginam, double set up untuk kemungkinan laparotomi


histerektomi.
Jika tidak perlu preservasi uterus atau perdarahan banyak, histerektomipilihan
terbaik.
Jika diperlukan preservasi uterus:
- Manual plasenta, uterotonik dan antibiotika pada akrcta fokal.
- Reseksi lokal dan repair.
- Kuretase kavum uterus dan meninggalkan plasenta insitu pada kasus dengan
perdarahan tidak aktif
Pada kasus plasenta previa, tanpa invasi ke kandung kemih dapat
dilakukantampon pada segmen bawah uterus selama 24 jam atau denganfolley
kateterbesar, jahitan sirkular satu-satu segmen bawah uterus pada permukaan
serosauterus, atau embolisasi pembuluh darah pelvik,

Prognosis:
Bervariasi tergantung invasinya danjumlah perdarahan yang terjadi.

67 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

21. VASA PREVIA

Definisi:
Pembuluh darah plasenta dan sirkulasi janin yang melintasi ostium uteriinternum
serviks.

Prinsip dasar:
Dilatasi serviks dan pecahnya membran amnion dapat membuat laserasi
pembuluh darah janin ini dengan kematian janin sampai 50-90%.
Vasa previa dapat terjadi pada 3 kondisi:
1. Pembuluh darah yang menghubungkan lobus suksenturiata ke segmen utama
plasenta melintasi serviks.
2. Insersi vilamentosa tali pusat.
3. lnsersi tali pusat marginal pada tepi plasenta letak rendah.

Diagnosis:
Palpasi pembuluh darah pada memhran jamn yang menonjol saat pemeriksaan
dalam.
Tes Apt.
Sel darah merah dengan nukleasi secara mikroskopik.
USG transvaginal dengan Doppler dan color flow imaging.

Manajemen:
Seksio sesarea emergensi.

Prognosis:
Mortalitas janin mencapai 50-90% dengan laserasi vasa previa.

68 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

22. SOLUSIO PLASENTA

Definisi:
Lepasnya sebagian atau seluruh plasenta dan tempat implantasinya yang
normal pada dinding uterus sebelum janin lahir.

Prinsip dasar:
Etiologi primer masih belum diketahui.
Insidennya meningkat berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia ibu
lanjut, multiparitas, riwayat syok maternal, nutrisi buruk,
hipertensi,korioamnionitis, dekompresi mendadak setelah ketuban pecah pada
uterus yang overdistensi seperti persalinan kembar dan polihidramnion,
gemelli anak kedua, trauma abdomen, versi sefalik eksternal, plasenta
sirkumvalata, defisiensi asam folat, kompresi vena cava inferior dan
antikoagulan lupus. Pada pengguna rokok dan kokain, nekrosis desidual pada tepi
plasenta.
Rekurensi 5-17% setelah 1 episode pada kehamilan sebelumnya dan
25%setelah 2 episode kehamilan scbelumnya.
Risiko terjadinya syok hipovolemik, gagal ginjal akut, DIC, perdarahan pascasalin
dan perdarahan fetomaternal.

Klasifikasi:
Ringan:
- Perdarahan sedikit, baik per-vaginam maupun retroplasenter.
- Perdarahan yang keluar kurang dari 100-200 cc.
- Uterus tidak tegang.
- Belum ada renjatan.
- Ibu dan janin dalam keadaan baik.
- Kadar fibrinogen plasma lebih dan 250 mg%.
Sedang:
- Perdarahan lebih dari 200 cc.
- Uterus tegang.
- Terdapat tanda renjatan.
- Gawat janin atau janin mati.
- Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

69 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Berat:
- Perdarahan per-vaginam banyak.
- Uterus tegang dan kontraksi tetanik.
- Terdapat renjatan.
- Janin biasanya sudah mati.

Diagnosis:
Gejala klinik:
- Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai nyeri (tergantungderajat
solusio plasenta).
- Trias Virchow's yaitu nyeri uterus fokal atau umum, tonus meningkat, dan
perdarahan vaginal (85%), dan 15 % pada tipe concealed
- Palpasi bagian-bagian janin biasanya sulit karena uterus pada umumnyategang.
- Janin bisa dalam keadaan baik, takikardi janin, gawat janin atau
IUFD(tergantung derajat solusio plasenta).
- Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban yang tegangdan
menonjol.

Pemeriksaau penunjang:
USG: membantu pada tipe concealed yaitu area sonolusen
retroplasenter(implantasi plasenta normal dengan gambaran hematom
retroplasenter), sertadapat menentukan lokasi plasenta untuk membedakan
dengan plasenta previa.
Laboratorium:
1. Bed side clotting test (clot retraction test), untuk menilai fungsipembekuan
darahlpenilaian tidak Iangsung kadar fibrinogen.
Cara : - Ambil 2 cc darah vena dan masukkan kedalam tabung kemudian di
observasi.
- Genggam bagian tabung yang berisi darah.
- Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan koagulasi
di permukaan tahung.
- Lakukan hal yang sama setiap menit.

70 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Interpretasi:
- Hila bagian permukaan tidak membcku dalam wakru 7
menit,maka diperkirakan titer fibrinogen di bawah nilai normal
(kritis).
- Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek saat tabung
dimiringkan, keadaan ini juga menunjukkan kadar fibrinogen
dibawah ambang normal.
2. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.

Manajemen:
Solusio derajat ringan:
Sangat jarang ditemukan di RS. Pada umumnya didiagnosis secara kebetulan pada
pemeriksaan USG oleh karena tidak memberikan gejala klinis yang khas.
Biasanya perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin bidup.
Tirah baring.
Atasi anemia
Pematangan paru hingga kehamilan 35 minggu.
USGserial untuk evaluasi ketat jumlah perdarahan retroplasenter.
CTG serial bila keadaan memungkinkan,
Tunggu persalinan spontan.
Solusio derajat sedang/berat:
Perbaikan keadaan umum:
- Resusitasi cairan/transfusi darah, Berikan darah lengkap segar. Jika tidak
tersedia, pilih salah satu dari plasma beku segar, PRC, kriopresipitat,
konsentrasi trombosit.
- Atasi kemungkinan gangguan perdarahan.

71 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Melahirkan janin:
- Janin hidup (biasanya gawat janin) segera dilakukan seksio sesarea, kecuali
bila pembukaan sudah lengkap. Pada keadaan ini, dilakukan amniotomi dan
drip Oksitosin.
- Janin mati dapat dilakukan persalinan per-vaginam dengan cara melakukan
amniotomi dan drip Oksitosin 1 labu saja. Bila bayi belum lahir dalam waktu
6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea,
Komplikasi:
Anemia.
Syok karcna perdarahan dan nyeri.
DIC.
Uterus Couvellaire yang kemudian seringkali mengakibatkan atonia uteri
dankemungkinan perlunya tindakan histerektomi supravaginal.

Prognosis:
Bervariasi, tergantung derajat beratnya solusio dan komplikasinya.

Informed consent:
Perlu dibuat sehubungan dengan kemungkinan tindakan yang akan
diambil(tindakan operatif) seperti seksio sesarea dan histerektomi,
maupunkemungkinan bayi lahir dalam keadaan asfiksia berat ataupun meninggal.

72 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

23. INVERSIO UTERI

Definisi:
Komplikasi kala III persalinan dimana lahirnya sebagian plasenta diikuti lahirnya
sebagian maupun seluruh fundus uteri yang dapat mengakibatkan perdarahan
banyak dan syok pada ibu.

Prinsip dasar:
Etiologinya belum diketahui secara lengkap.
Dapat juga disebabkan kesalahan manajemen kala III, manuver Crede, manual
plasenta yang terlalu cepat, tali pusat pendek dcngan insersi fundal pada
plasenta, peningkatan tekanan intraabdominal dengan relaksasi uterus.

Klasifikasi:
Inkomplit: korpus tidak mclewati serviks.
Komplit: korpus melewati serviks,
Prolapsus: korpus keluar mclalui introitus vagina.
Inversi subakut: korpus telah menonjol ke serviks-dimana serviks dan segmen
bawah uterus Lelah berkontraksi.

Manaemen :
Atasi syok dengan resusitasi cairan.
Relaksasi uterus dengan anestesi Halotan atau betamimetik, atau Nitrogliserin atau
MgSO4 pada keadaan hipotensi.
Reposisi uterus ke posisi normal secara manual tanpa melahirkan plasenta lebih
dahulu.
Bila gagal dapat dilakukan metode O"Sullivan dengan tekanan hidrostatik.
Setelah koreksi uterus, diberikan uterotonik Oksitosin 40 IU dalam 1.000 cc
kristaloid dan Prostaglandin.
Jika reposisi secara manual gagal atau pada inversio uteri subkronik, dilakukan
laparotomi dengan teknik Haultain.

73 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Teknik reposisi:
Reposisi Manual menurut Metode Johnson:
Reposisi manual dengan metode Johnson terutama dilakukan pada kasus inversio
akut. Reposisi dilakukan dalam anestesi umum. Obat anestesi yang digunakan
sebaiknya Halotan karena memberikan efek relaksasi uterus.
Setelah dilakukan anestesi umum, tangan operator masuk ke dalam vagina dengan
ujung jari pada sambungan uterus serviks, telapak tangan memegang dan
mengangkat uterus sehingga masuk ke dalam rongga abdomen di atas umbilikus.
Seluruh ligamentum menjadi teregang sehingga akan membuka serviks lebih lebar
dan uterus dapat masuk melalui serviks yang terbuka tersebut. Uterus dipertahankan
dalam posisi elevasi ini selama 3-5 menit. Jika plasenta masih melekat jangan
diganggu sampai uterus selesai direposisi, kecuali reposisi tidak mungkin dilakukan
tanpa pelepasan plasenta. Bila plasenta sudah terlepas atau-terlepas sebagian,
maka dilakukan pelepasan plasenta. Sebelumnya darah sudah tersedia karena dapat
terjadi perdarahan. Selanjutnya langan operator dikepalkan dan didorong perlahan-
lahan ke arah atas pada fundus uteri yang mengalami inversi. Reposisi ini akan
berhasil bila uterus relaksasi dan cincin kontriksi belum terbentuk. Selanjutnya
tangan operator yang di dalam uterus tetap dipertahankan, sedangkan tangan luar
melakukan masase uterus. Bersamaan dengan itu oksitosin dapat diberikan untuk
menjamin kontraksi uterus. Setelah reposisi berhasil obat anestesi segera dihentikan
dan kontraksi uterus dipantau terus. Selanjutnya dipasang tampon uterovagina dan
diangkat setelah 24Jam.

Tindakan operatif
Pada inversio kronis reposisi manual tidak mungkin dilakukan karena cincin
kontriksi sudah mengecil, menghalangi masuknya korpus uteri yang terbalik.
Pada keadaan ini reposisi dilakukan dengan tindakan operatif Teknik operasi
dapat dilakukan dengan cara perabdominal atau pervaginal.

74 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Teknik Perabdominal:
1. Huntington: penarikan korpus uteri.
2. Haultain: dilakukan pemotongan bagian belakang segmen bawah uterus kemudian
korpus uteri ditarik ke posisi normal.
3. Histerektomi.

Teknik Pervaginal:
1. Spinelli: melakukan pemotongan cincin di bagian depan (kolpotomi anterior).
2. Kustner: melakukan pemotongan cincin dibagian (kolpotomi posterior)
3. Histerektomi vaginal.

Teknik Huntington:
- Setelah rongga ahdomen dan peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi,
ligamentum rotundum serta adneksa kiri dan kanan diidentifikasi.
- Dinding uterus dipegang dengan beberapa klem Allisatau lainnya,
kemudianditarik ke atas secara perlahan-lahan sampai ke posisi normal.
- Selanjutnya luka operasi ditutup lapis demi lapis.

Teknik Haultain:
- Setelah rongga abdomen dan peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi
ligamentum rotundum serta adneksa kiri dan kanan diidentifikasi.
- Dilakukan sayatan pada cincin serviks posterior sampai bagian bawah segmen
uterus.
- Fundus uteri dipegang dengan tenakulum dan ditarik sambil dibantu dengan
dorongan dari bawah.
- Luka sayatan pada serviks dan bagian bawah segmen uterus dijahit dengan dua
lapisan.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

75 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Teknik Spinelli:
- Pada teknik ini setelah vulva dibeberkan dengan jahitan tegel, uterus ditarik
kebawah.
- Kemudian bibir depan serviks diidentifikasi selanjutnya disayat melintangdan
dibebaskan dengan hati-hati menghindarkan kandung kencing.
- Plika vesiko uterina diidentifikasi dan disayat.
- Dinding depan uterus dipotong memanjang sampai korpus uteri.
- Uterus diluksir melalui lubang kolpotomi anterior.
- Perdarahan dirawat, lubang kolpotomi dijahit.

Teknik Kustner:
- Dilakukan pembukaan kavum Douglas dengan teknik kolpotomi posterior,
yaitu dilakukan sayatan melintang pada forniks posterior dekat perbatasan
mukosa vagina dan epitel serviks.
- Serviks diangkat dengan tenakulum yang dipasang pada bagian posterior,
mukosa vagina diregangkan ke atas dengan menggunakan pinset bedah dan
disayat dengan gunting bengkok.
- Dilakukan sayatan memanjang serviks dan dinding-belakang uterus
mencapaikorpus uteri.
- Uterus diluksir melalui lubang kolpotomi posterior. Selanjutnya sayatan dinding
belakang uterus dijahit.
- Perdarahan dirawat, lubang kolpotomi dijahit.

Prognosis:
Pada umumnya baik.

76 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

24. RUPTURA UTERI

Deflnisi:
Robeknya dinding rahim pada saat kehamilan atau persalinan dengan atau
tanpa robeknya peritoneum.

Prinsip dasar:
Insiden 0.7% dalam persalinan.
Faktor risiko, termasuk riwayat pembedahan uterus, hiperstimulasi uterus,
multiparitas, versi internal atau ekstraksi, persalinan operatif CPD, pemakai
kokain.

Klasifikasi:
Ruptura uteri inkomplit: tidak termasuk peritoneum/perimetrium.
Ruptura uteri komplit: kalau semua lapisan dinding rahim robek, termasuk
peritoneum visceral.

Ruptura uteri iminens (Kerobekan Rahim Mengancam): suatu keadaan dimana


rahim telah menunjukkan tanda-tanda yang jelas akan mengalami ruptura, yakni
dengan dijumpai lingkaran retraksi Bandl yang semakin tinggi melewati batas
pertengahan antara simfisis pubis dan pusat.

Ruptura uteri dehisens: terpisahnya skar pada segmen bawah uterus tidak mencapai
serosa dan jarang menimbulkan perdarahan banyak.

Predisposisi:
Luka robekan uterus sebelum terjadinya kehamilan sekarang.
- Seksio sesarea atau histerotomi.
- Histerorafi.
- Miomektomi.
- Reseksi komu.
- Metroplasti.
- Trauma oleh alat pada saat tindakan/pertolongan abortus (sondase, kuretase).

77 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Cidera uterus pada saat kehamilan sekarang:


a. Sebelum persalinan: trauma luar, berupa trauma tajam dan tumpul, serta versi
luar.
b. Saat persalinan: pcmberian Oksitosin/Prostagiandin, ekstraksi forseps, tindakan
embriotomi, tindakan Kristeller/dorongan pada fundus yang berlebihan,
hidrosefalus yang menyebabkan segmen bawah rahim sangat teregang, CPD.

Diagnosis:
Identifikasi faktor risiko atau predisposisi seperti parut operasi,
multiparitas,stimulasi uterus, persalinan operatif, CPD, dll.
Nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya perdarahan intraabdominal.
Tanda-tanda akut abdomen: nyeri perut spontan, nyeri tekan, nyeri ketok,nyeri
lepas dan disertai dinding perut tegang seperti papan (wooden abdomen).
Perdarahan per-vaginam bisa sedikit atau banyak.
Syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai dengan jumlahdarah
yang keluar, karena adanya perdarahan intraabdominal.
Kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau nyeri bahu akibat
penekanan dan perangsangan diafragma oleh darah intraabdominal yang banyak.
His negatif.
Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding pcrut,
Gawatjanin atau bunyi jantung janin tidak terdengar.
Urine bercampur darah/hemoragis, bila dinding vesika urinaria sudah
ikutterlibat dengan robekan tersebut,

78 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis banding:
Akut abdomen pada kehamilan abdominal/ektopik lanjut:

Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan darah lengkap: Hb, Ht dan urine.
USO: bila keadaan memungkinkan.

Manajemen:
Jalur intravena besar (no. 16 atau 18) untuk mengatasi syok dengan
resusitasicairan dan darah.
Berikan antibiotika dan Oksigen.
Laparotomi: tindakan histerektomi subtotalis atau histerorafi bergantung pacta
bentuk, jenis dan luas robekan.
- Histerektomi subtotalis: bila fungsi reproduksi tidak diharapkan, kondisi buruk
yang membahayakan ibu. Histerektorni subtotalis/supravaginal merupakan
tindakan hemostasis segera karena ruptura uteri merupakan keadaan
akut/emergensi sehingga tidak dianjurkan melakukan histerektomi totalis.
- Repair uterus/histerorafi: bila wanita muda, masih mengharapkan
fungsireproduksinya, kondisi klinis stabil, ruptur yang tidak komplikasi.
Rekurensi 4-10%, disarankan seksio sesaria elektif pada kehamilan 36 minggu
atau rnaturitas paru janin telah terbukti.
Ruptura uteri iminens:
- Hentikan/kurangi kontraksi rahim (bentikan drip Oksitosin), berikan Oksigen
4-6 liter/menit.
- Berikan analgetika yang reaksinya cepat (misalnya Kctoprofen supositoria),
sekaligus dapat berfungsi sebagai tokolitik (anti prostaglandin).
- Melahirkan bayi secepatnya, bila memenuhi syarat diusahakan agar dapat
melahirkan per-vaginam dan bila syarat tidak tcrpenuhi dapat segera dilakukan
tindakan seksio sesarea.

79 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Komplikasi:
Syok ireversibel sampai dengan kematian.
Sepsis.
Luka yang meluas sampai ke kandung kemih dan vagina.
Hematom pada daerah parametrium.
Bisa terjadi fistula vesikovaginal,

Prognosis:
Bervariasi, tergantung kondisi klinis ibu dan banyaknya perdarahan.

Informed consent:
Harus dibuai dengan cermat dan hati-hati, karena-tindakan operatif yang
dilakukan terutama untuk menyelamatkan jiwa ibu, sedangkan bayi tidak
termasuk prioritas penyelamatan.

80 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

25. PROLAPSUS TALI PUSAT

Definisi:
Keadaan dimana tall pusat berada di samping atau melewati bagian terendah
janin lahir setelah ketuban pecah.
Disebut Tali Pusat Terkcmuka/Terdepan, bila ketuban masihutuh.

Prinsip dasar:
Pada presentasi kepala, prolapsus uteri lehih berbahaya bagi janin.
Terjadi gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehinggapintu
atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin tersebut.
Sering ditemukan pada partus prematurus, letak lintang, dan letak sungsang.

Diagnosis:
Tampak tali pusat yang keluar dari jalan lahir pada ketuban yang sudah pecah.
Pada periksa dalam: adanya denyut talipusat pada tali pusat menumbung yang
pada umumnya diketahui setelah ketuban pecah. Bila ketuban belumpecah, maka
didapatkan tali pusat terkemuka yang harus diperhatikan pada saat ketuban pecah.
Bila janin telah mati, tidak: akan teraba denyut tali pusat.
Periksa dalam wajib dilakukan pada ketuban pecah dengan bagian terbawahjanin
belum masuk.

Manajemen:
Seksio sesarea segera pada janin hidup.
Resusitasi janin terhadap kemungkinan hipoksia janin/gawat janin.
Reposisi tali pusat dengan cara ibu ditidurkan dalam posisi Trendelenberg atau
meninggikan bokong ibu dengan bantal sehingga tidak terjadi penekanan tali
pusat.
Partus per-vaginam pada janin mati.

81 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Prognosis:
Untukibubaik.
Untukjanindubia.

82 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

26. LETAK SUNGSANG

Definisi:
Kehamilan dengan letak anak memanjang dimana bokong/kaki menjadi bagian
yang terendah.

Prinsip dasar:
25% pada kehamilan 28 minggu dijumpai sungsang namun hanya 3-5% yang
tetap sungsang hingga kehamilan aterm.
Setiap kelainan presentasi cari penyebabnya dengan melakukan
pemeriksaanfisik maupun ultrasonografi.

Klasifikasi:
Presentasi bokong murni.
Presentasi bokong kaki.
Presentasi kaki.

Faktor predisposisi:
Umumnya penyebah letak sungsang tidak jelas, tapi ada bcberapa faktor predisposisi:
Multiparitas,
Bayi kembar.
Hidramnion,
Oligohidramnion.
Hidrosefal.
Anensefal.
Letak sungsang pada kehamilan sebelumnya.
Anomali uterus.
Tumor-tumor dalam panggul.

Diagnosis:
Dengan pemeriksaan luar/Leopold.

83 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pemeriksaan penunjang:
USG dilakukan pada usia kehamilan 32-34 minggu untuk mengetahui kelainan
janin dan kelainan di luar janin yang menyebabkan letak sungsang tsb.

Manajemen:
Jika tidak dijumpai penyebab definitif sungsang dan tclah dilakukan informed
consent pasien maka dapat dicoba versi luarpada kehamilan 36 minggu
(mencegah komplikasi preterm dan dengan keberhasilan 40-60%).
Pada primigravida yang tidak dapat diversi luar metode kelahiran terpilih adalah
seksio sesarea ( Evidence Based Medicine: 2B).
Pemantauan jalannya persalinan dengan partograf, jika melambat/distosia
sebaiknya dilakukan pengakhiran per-abdominam.

Dalam kehamilan:
Dilakukan versi luar pada usia kehamilan 37 minggu.

Dalam persalinan:
Bisa dicoba dilakukan versi luar.
Bila versi luar tidak berhasil, pcrhatikan keadaan sbb:
- Panggul sempit.
- Anak mahal.
- Primi tua.
- Taksiran Berat Badan Janin 3.500 gram.
- Presentasi kaki, kecuali TBBJ < 1.800 gram.
Bila didapatkan salah satu keadaan tersebut di atas, maka
persalinandilakukanper-abdominam.
Bila keadaan di atas tidak ada, persalinan direncanakan per-vaginam dengan
memperhatikan keadaan sbb:
- Persalinan harus lancar.
- Awasi kemungkinan tali pusat menumbung pada ketuban yang sudah pecah.
- Drip Oksitosin dibatasi hanya 1 labu.
- Dilakukan penilaian skor Zatuchni - Andros.

84 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Dalam kala II:


Dapat dilakukan persalinan spontan Bracht.
Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan Manual aid sesuai dengan keadaandan
kompetensi penolong.

Manual aid:
Manual aid (partial breech extraction/assisted breech delivery) atau ekstraksi
parsial diartikan janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kckuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
Biasanya letak sungsang dapat lahir spontan sampai pusat lahir karena rintangan
baru timbul pada kelahiran bahu. Jika pusat sudah lahir dan tidak ada kemajuan,
misalnya karena his lemah atau karena rintangan bahu, kita tidak boleh menunggu
terlalu lama karena pada saat ini kepala mulai masuk ke dalam rongga panggul
dan tali pusat akan tertekan di antara kepala dan dinding panggul hingga anak
harus dilahirkan dalam waktu 8 menit setelah tali pusat lahir. Dalam hal ini, untuk
melabirkan anak kita pergunakan ekstraksi parsial. Ekstraksi total pada persalinan
sungsang sudah ditinggalkan.
Persalinan sungsang melalui tiga tahap.
Tahap pertama: lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan
tenaga ibu sendiri.
Tahap kedua: lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara untuk melahirkan bahu dan lengan ialah:
- Cara Klasik (Deventer): melahirkan lengan dan bahu belakang lebih dahulu.
Sebaiknya dipergunakan jika bahu masih tinggi.
- Cara Mueller: melahirkan lengan dan bahu depan lebih dahulu. Sebaiknya
dipergunakan jika bahu terhenti di pintu bawah panggul.
- Cara Lovset: memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik
sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya
berada di belakang akhirnya lahir di bawah simfisis.

85 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tahap ketiga: melahirkan kepala.


Cara untuk melahirkan kcpala ialah:
- Cara Mauriceau.
- Cunam Piper.

Prognosis:
Bergantung kondisi ibu dan janin serta pertolongan persalinan.

86 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

27. LETAK MUKA

Definisi:
Letak muka adalah letak kepala dengan dcfleksi maksimal.

Etiologi:
Panggul sempit.
Bayi besar.
Multiparitas.
Lilitan tali pusat di leher,
Pembesaran leher yang mencolok.
Anensefalus.

Diagnosis:
Biasanya ditegakkan dalam persalinan:
1. Pemeriksaan luar:
- Tonjolan kepala sepihak dengan bokong.
- Ditemukan sudut Fabre.
- Bunyi janurng janin sepihak dengan bagian kecil,
2. Pemeriksaan dalam:
- Teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut dan dagu.
Dikatakan engagement: bila bagian terendah sampai di station + 4.

Manajemen:
Kala I: observasi sampai pembukaan lengkap,
Kala II: setelah dipimpin meneran kemudian didapatkan.
- Bila dagu di depan: persalinan pervaginam (lahir spontan atau
ekstraksi forseps).
- Bila dagu tetap di belakang: lakukan scksio sesarea,

87 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

28. LETAK DAHl

Definisi:
Letak dahi adalah letak kepala dengan defleksi sedang.

Etiolugi:
Hampir sarna dengan etiologi letak muka, biasanya merupakan keadaan
sementara dan sering berubah menjadi letak muka atau letak bclakang kepala.

Diagnosis!
Biasanya ditegakkan dalam persalinan:
1. Pemeriksaan luar:
- Tonjolan kepala sepihak dengan bagian kecil.
- Bunyi jantung janin sepihak dengan bagian kecil.
2. Pemeriksaan dalam:
- Teraba sutura frontalis, ubun-ubun besar, pinggir orbita, dan pangkalhidung.
Manajemen:
Pada letak dahi janin tidak mungkin lahir per-vaginam, sehingga
persalinandiakhiri dengan seksio sesarea, kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ <
1.800gram).

88 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

29. PRESENTASI UBUN-UBUN KECIL DI BELAKANG

Definisi:
Ubun-ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
kegagalan rotasi intema.

Etiologi:
Kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, CPD, fleksi kepala yangkurang,
serta inersia uteri.

Diagnosis:
Pada pemeriksaan dalam sampai kala II persalinan didapatkan ubun-
ubunkecil berada di belakang.

Komplikasi:
Kala II lebih panjang.
6-10% pertolongan persalinan dilakukan secara operatif,

Manajemen:
Partus per-vaginam, baik spontan maupun buatan.
Seksio sesarea, bila ada indikasi obstetri.

89 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

30. PRESENTASI MAJEMUK

Definisi:
Presentasi majernuk merupakan presentasi dengan terabanya anggota
badan(umumnya ekstremitas) di samping kepala atau bokong.

Etiologi:
Letak majemuk terjadi kalau pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh
bagian depan janin, misalnya pada:
Multiparitas, karena kepala sering tinggi pada permulaan persalinan.
CPU.
Kehamilan kurang bulan.
Hidramnion.

Komplikasi:
Gangguan putaran paksi.
Gangguan turunnya bagian terendah janin.
Tali pusat menumbung.

Manajemen:
Pada tangan menumbung dicoba dilakukan reposisi.
Partus buatan dilakukan atas indikasi.

90 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

31. LETAK LINTANG

Definisi:
Letak lintang adalah keadaan sumbu panjang janin tegak lurus terhadap sumbu
panjang ibu.

Etiologi:
Multiparitas.
Bayi kembar.
Hidramnnion.
Oligohidramnion.
Letak lintang pada kehamilan sebelumnya.
Anomali uterus.
Tumor-tumor dalam panggul.

Manajemen:
Dalam kehamilan: dilakukan versi luar pada usia kehamilan 34 minggu.
Dalam persalinan:
- Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontraindikasi dilakukan versi lur.
- Bila versi luar berhasil, persalinan dilakukan per-vaginam.
- Bila versi luar tidak berhasil:
1. Padajanin hidup: partus per-vaginam bila usia kehamilan < 28 minggu dan
seksio sesarea bila usia kehamilan 28 minggu.
2. Pada janin mati, bila:
a. TBBJ < 1.700 gram: persalinan spontan dengan cara konduplikasio
korpore dan evolusi spontan, bisa dibantu dengan traksi beban.
b. TBBJ> 1.700 gram: dilakukan embriotomi bila syarat terpenuhidan
harus dilak.u..kan eksplorasi jalan lahir.
c. TBBJ 2.500 gram dan bagian terendah janin mati masih tinggidilakukan
seksio sesarea.
d. Letaklintangkasepdilakukanembriotomi dengandekapitasiatau eviserasi.

91 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

32. LETAK LlNTANG PADA GEMELLI ANAK KEDUA

Definisi:
Bila setengah jam atau lebih setelah janin pertamalahir, janin kedua belum lahir
disebut retensi gemelli janin kedua.

Manajemen:
Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontraindikasi dapat dilakukan versi luar
menjadi letak kepala atau letak sungsang. Bila versi luar berhasil, dilakukan
persalinan per-vaginam. Bila versi luar tidak berhasil danjanin hidup, dilakukan
seksio sesarea.
Pada pembukaan lengkap dan ketuban masih utuh dapat dilakukan versi luar,Bila
tidak berhasil, dapat dilakukan versi ekstraksi setelah ketuban dipecahkan.
Bila pembukaan lengkap dan ketuban baru pecah/dipecahkan, bisa dilakukan versi
ekstraksi.

92 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

33. DISTOSIA BAHU

Definisi:
Kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan.

Faktor predisposisi:
Umumnya terjadi pada makrosomia.
Angka kejadian pada bayi dengan berat badan > 4.000 gram adalah 1,7%.
Obesitas.
Diabetes Melitus.
Kehamilan Lewat Waktu.
Anensefalus.

Diagnosis:
Distosia bahu tidak dapat diprediksi.
Bila dalam persalinan terdapat pcmanjangan kala II,hati-hati kemungkinan
adanya rnakrosomia,
Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
Dagu tertarik dan menekanperineum.
Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis.

Pemeriksaan penunjang:
USG:
Menurut Elliot dkk. kemungkinan besar akan terjadi distosia bahu bila:
- Didapatkan diameter transtorakal pada bayi dari ibu yang diabetes 1,4 cm lebih
besar daripada diameter biparietal.
- Selisih diameter toraks dengan diameter kepala 1,6 cm dan atau
selisihdiameter bahu dengan diameter kepala 4,8 cm.

93 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Karena prognosis bagi janin dengan distosia bahu buruk, maka dianjurkan
untuk melakukan seksio sesarea bila ditemukankeadaan di atas.

Manajemen:
Siapkan beberapa orang untuk membantu.
Buatlah episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup luas untuk tindakan.
Lakukan penekanan di daerab suprapubis (perasat Resnick) oleh asisten,
sementara penolong menggerakkan kepala anak ke bawah ke arab sakrum ibu
untuk melepaskan bahu depan yang tersangkut di bawah simfisis.
Perasar Me Roberts (hiperfleksi panggul): dalam posisi ibu berbaring telentang,
mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh
mungkin ke arah dadanya, Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan
fleksi kedua lutut ibu ke arah dada. Sementara penolongberusaha membebaskan
bahu depan anak yang tersangkut dengan menggerakkan kepala anak ke bawah.
Mintalah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkantrauma
pada Pleksus Brakhialis.
Jangan lakukan tekanan pada fundus uteri karena dapat mengakibatkanruptura
uteri.
Perasat Wood: memutar bahu depan 180 derajar sehingga bahu depan menjadi
bahu belakang dan bahu belakang yang sudah diputar ke depan akan lahir di
bawah sirnfisis. Hal ini dapat terjadi karena -bahu belakang sudahturun lebih
jauh dari bahu depan.
Bila anak sudah mati dapat dilakukan kleidotomi.

Prognosis:
Angka morbiditas dan mortalitas pada anak cukup tinggi.
Dapat terjadi fraktur humeri, klavikula, dan Erb's palsy, serta kematian janin.

94 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

34. POLIDIDRAMNION

Definisi:
Suatu kondisi kehamilan dimana volume cairan amnionlebih dari 2.000 ml.

Prinsip dasar:
Penyebab utama adalah adanya defek pada sirkulasi cairan ammon fetomatemal.
Terdapat defek pada plasenta, terutama bila plasenta besar dan edema
Ketidakmampuan janin untuk menelan cairan, bila terdapat anomaly
gastrointestinal dimana cairan tidak dapat masuk ke dalam traktus intestinal, atau
kcrusakkan otak dimana terjadi gangguan penyerapan cairan pada sistem absorpsi
fetomaternal.
Keadaan dimana reaksi miometrium lebih relaks dan berkurangnya tekanan
cairan amnion yang disebabkan berkurangnya tension otot uterus.
Bisa terjadi pada anensefalus, spina bifida dan harus dicurigai pada atresia
esofagus.
Faktor predisposisi meningkatnya cairan amnion adalah Diabetes Melitus,
preeklamsia, Eristoblastosis Fetalis, Plasenta Korioadenoma, dan
kehamilangemelli monozigot.
Kematian perinatal cukup tinggi (50%) karena berhubungan denganprematuritas
dan kelainan kongenital.

Diagnosis:
USG untuk mendeteksi adanya abnormalitas janin (20-40%) dan jumlah cairan
ketuban dengan AFT/Amniotic Fluid IndexlIndcks Cairan Amnion 2: 25 em atau
pada kantong vertikal tunggal > 8 cm.

Manajemen:
Bila keadaan pasien sesak dapat dilakukan abdominal parasentesis, tidak lebih
dari 500 cc/hari.

95 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Faktor predisposisi yang ada harus diterapi seperti Diabetes Melitus, preeklamsia,
Eritroblastosis Fetalis, dan lain-lain.
Adanya polihidramnion yang disertai adanya kelainan kongenital harus segera
diterminasi dengan cara konservatif.
Mencegah komplikasi yang mungkin ditemukan seperti solusio plasenta,disfungsi
uterus, perdarahan post partum.
Bila janin normal dapat lahir spontan,
Cairan amnion yang terus bertambah secara perlahan-lahan merupakan metode
efektif untuk induksi persalinan.
Penilaian secara seksama terhadap janin, plasenta dan tali pusat untuk
rnenyingkirkan adanya anomali.

Prognosis:
Untuk ibu baik.
Untuk janin, tergantung pada kelainan kongenital yang ada serta
onsethidramnion, makin dini makin buruk prognosisnya.

96 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

35. OLIGOHIDRAMNION

Definisi:
Suatu kondisi kehamilan dimana volume cairan amnion eli bawah normal,kurang
dari 500 cc.

Prinsip dasar:
Kejadian oligohidramnion lebih dini berakibat lebih berat terhadap janin.Adhesi
antara amnion dan janin menyebabkan pertumbuhan janin terganggudan dapat
menimbulkan abnormalitas yang cukup serius.
Bila diketahui pada kehamilan muda, efek terhadap janin lebih disebabkanakibat
efek penekanan seperti deformitas janin dan amputasi ekstremitas.
Berhubungan dengan adanya abnormalitas traktus genitourinaria, seperti agenesis
ginjal, obstruksi traktus urinarius. Insufisiensi plasenta dapatmerupakan faktor
predisposisi.
Dapat menyebabkan hipoplasia pulmoner paru janin, karena kompresi akibattidak
ada cairan, terjadi inhalasi cairan yang menghambat pertumbuhan paru-paru dan
terjadi defek paru intrinsik.
Sering ditemukan janin dengan presentasi bokong, dengan posisi fleksiekstrim
dan rapat.
Sering menyebabkan persalinan prematur.

Diagnosis:
Ultrasonografi: oligohidramnion berat bila indeks cairan-amnion 5 cm
ataudiameter kantong terbesar < 1-2 cm.

Manajernen:
Jika tanpa kelainan kongenital mayor dapat dicoba amnio infusi.
Pada umumnya persalinan tidak berbeda bila janin dalam keadaan normal.
Seksio sesarea atas indikasi obstetri atau deselerasi berulang setelahamnioinfusi.
Resusitasi jantung pulmoner untuk kemungkinan hipoplasia paru.
Bila terdapat kelainan kongenital upayakan lahir per-vaginam.

Prognosis:
Untuk ibu baik.
Untuk bayi buruk.

97 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

36. PERTUMBUHAN JANTN TERBAMBAT;

Definisi:
Terhambatnya pertumbuhan dan perkembanganjanin dalam rahim, sehingga
beberapa parameter janin berada di bawah 10 persentil (< 2 SD) dati umur
kehamilan yang seharusnya.

Prinsip dasar:
Pertumbuhan janin terhambat dapat disebabkan faktor genetik, hipoksia dan
malnutrisi janin.
Pada pertumbuhan janin terharnbat terjadi Brain sparring effect.

Etiologi:
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian PJT dapat dibedakan alas:
Faktor plasenta: - Infark plasenta.
- Solusio plasenta.
- Plasenta previa.
- Kelainan pembuluh darah plasenta,
- Insersi vilamentosa,
- Korioangioma.
- Plasenta sirkumvalata.

98 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Faktoribu: -Faktorkonstitusi.
-Faktornutrisi.
-Kondisihipoksia.
- Problemvaskuler:hipertensikronis,preeklamsia,APS(Anti
Phospholipid Syndrome),IDDM(InsulinDependentDiabetes
Mellitus),penyakitkolagen.
- Penyakitginjal.
- Faktorlingkungan:merokok,penggunaanobat-obatan,dataran tinggi.
-
Riwayatobstetriburuk:riwayatPJT,riwayatlahirmati,riwayatpr
ematur.
Faktorjanin: -Kelainankromosom: trisomi13,18dan21,SindromaTurner.
- Malfonnasi janin:anensefalus, kelainan jantung, hernia
diafragmatika,kelainanginjal.
- Kehamilanmultifetus.
- Infeksijanin: TORCH

Klasifikasiklinik:
PJTtipeI(PJTtipesimetris):umumnyadisebabkankelainan
genetik,infeksiintrauterin,zat-zatteratogenik,cacatbawaan,
PJTtipe II(PIT tipe asimetris): umurnnya disebabkanpenyakitibudaninsufisiensi
plasenta, seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit jantung,
anemiaberat,kehamilankembar.
PJTtipekombinasi: disebabkan olehkombinasi faktoribudanjanin,
sepertimalnutrisi, obat-obatan,rokokdanalkohol.

Diagnosis:
Usia kehamilan harus diketahui secara pasti
Anamnesis:adariwayatataupunfaktor-faktorrisiko.
- Hipertensi.
- Penyakitparukronik.
- Penyakitjantung sianotik.
- Pemakaian obat-obatan.
- Merokok.
- Infeksi janin.
- Riwayat PJT sebelumnya.

99 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pemeriksaan untuk mencari faktor risiko.


Pemeriksaan klinis: pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dan lingkaran perut
(LP). Kecurigaan PJT ditegakkan apabila TFU ditemukan menetap pada2 kali
pemeriksaan dengan selang 1-2 minggu atau menurun di bawah garis10 persentil
pada grafik pertumbuhanjanin (gravidogram).
Penam bahan berat badan ibu: kecurigaan adanya PJT apabila tidak didapatkan
penambahan berat badan ibu pada 2 kali pemeriksaan denganselang waktu 1
atau 2 minggu.
USG serial: untuk rnenentukan biornetri dan keadaan fungsi organ janin.
- Diameter biparietal. Panjang femur. Lingkaran kepala. Lingkaran perut. TBBJ.
- Doppler.
- Cairan amnion.

Evaluasi:
Evaluasi kesejahteraan janin untuk mendiagnosis keadaan hipoksia janin,
dengan melakukan pemcriksaan:
Pemantauan gerakan janin (fetal kick count) setiap hari.
USG Doppler setiap minggu,
NST (Uji Tanpa Kontraksi) setiap minggu.
OCT (Uji Dengan Kontraksi) bila NST 110n rcaktif

100 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Cairan amnion, untuk mendiagnosis oligohidramnion (diameter kantong terbesar


< 2 cm atau nilai AFI 5)
Profil Biofisik Janin/BPP setiap minggu.

Manajemen:
Tempi kausal terhadap penyebab atau penyulit yang mendasari.
Konservatif: tirah baring, pemberian kalori 2.600 kalori/hari per-oral atau
parenteral (asupan nutrisi tinggi kalori, mudah cerna), pemberian kortikosteroid
untuk pematangan paru pada kasus-kasus preterm.
Pertimbangkan pemberian Aspirin bila tidak ada kontraindikasi,
Jika terdapat oligohidramnion berat, disarankan untuk persalinanper-abdominam.
Pada kehamilan aterm tergaotung kondisi janin, jika memungkinkan dapat dicoba
lahir per-vaginam.
Terminasi kehamilan juga tergantung pada perkembangan hasil terapi.Terminasi
kehamilan dilakukan apabila ditemukan satu dari hal-hal di bawahini:
- Hamil aterm ( 37 minggu).
- Sudah mendapat terapi kortikosteroid (kehamilan 24-34 minggu) yang disertai
tanda-tanda Skor Profil Biofisik janin < 2 (terutama bila ditemukan
oligohidramnion), deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang berulang
dan pada Doppler Arteri Umbilikalis didapatkan RED (Reversed End
Diastolic-flow velocity blood flow) atau AED (Absent of End Diastolic-flow
velocity blood flow).

Prognosis:
Ibu umumnya baik.
Janin tergantung keadaannya.

101 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

37. PERSA LINAN PRETERM

Definisi:
Persalinan preterm ialah proses kelahiran pada ibu dengan usia gestasi
20minggu sampai < 37 minggu dari hari pertama haid -terakhir dengan
beratbadan lahir janin kurang dari 2.500 gram.
Sebanyak 5% kehamilan akan berakhir dengan pretcrm .

Prinsip dasar:
Persalinan preterm mempunyai banyak penyebab, namun infeksi korioamnionitis
kini menjadi dominan, Infeksi ini mempunyai -potensi untuk cidera pada bayi
baru lahir. Semakin muda kehamilan semakin buruk prognosisnya.
Upaya pemberian obat tokolitik hanyalah upaya penundaan sementara bagi
pematangan paru, Bila infeksi telah nyata sebaiknya persalinan preterm
dibiarkan berlangsung. Selain itu obat-obat tokolitik tidak dibenarkan pada usia
kehamilan > 35 minggu, kelainan bawaanjanin, dan preeklamsia,
Peningkatan Interleukin-6 11 pg/mL merupakan risiko terjadinya
reaksiradang (inflammatory response) dengan akibat periventricular
leucomalacia (PVL). Pemberian kortikosteroid lebih dari 2 hari dan berulang-
ulang dapat memberi risiko pertumbuhan bayi terhambat.

Faktor risiko:
Penyebab yang pasti tidak diketahui.
Faktor risiko terjadinya persalinan preterm adalah:
KPD, korioamnionitis, bakteriuria, kolonisasi mikroorganisme pada
genital(Streptococcus grup beta, dll).
Riwayat persalinan preterm atau kontraksi persalinan preterm sebelumnya
Riwayat abortus sebelumnya (abortus 2 kali pada trimester kedua).
Riwayat abortus iminens pada kehamilan ini.
Perdarahan antepartum: piasenta previa dan solusio plasenta.

102 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Hipertensi dalam Kehamilan.


Serviks inkompeten atau riwayat tindakan konisasi.
Serviks memendek < 3 cm, dan/atau membuka lebih dari 1 cm pada kehamilan
32 minggu.
Kelainan uterus (jarang),
Operasi abdomen waktu kehamilan.
Janin mati dan kelainan kongenital.
Kerentanan uterus yang bertambah.
Penyakit ibu terutama penyakit infeksi sistemik yang berat.
Kehamilan dengan IUD insitu.
Pielonefritis.
Kehamilan ganda, polihidramnion, oligohidramnion.
Kelainan letak janin,
Diabetes Melitus.
Penyalahgunaan/kecanduan narkotik dan zat adiktif lainnya.
Trauma fisik dan psikis.

Diagnosis:
Kontraksi/his yang reguler pada kehamilan < 37 minggu merupakan
gejalapertama, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan
dan servisitis.
Pengobatan terhadap servisitis dan vaginitis perlu dilakukan dengan pemberian
antibiotika (misalnya Metronidasol 3 x 500 mg). Pemberian Betametason 12
mg/hari menunjukkan penurunan risiko PVL.
Gejala infeksi intrauterin ialah: takikardi janin, gerakan janin lemah,
oligohidramnion, pireksia ibu, cairan amnion berbau.
Sebagai upaya pencegahan ada baiknya pemeriksaan dalam dilakukan untuk
deteksi vaginitis dan servisitis. Kelainan serviks (inkompetensi) merupakan
indikasi untuk serklase. Pemeriksaan klinik. dan USG (tebal serviks < 1,5
cm)merupakan risiko tsb.

103 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Gejala awal yang dapat timbul adalah:


Rasa nyeri/tegang pada perut bawah (low abdominal pain/cramps).
Nyeri pinggang (low backache).
Rasa penekanan pada jalan lahir.
Bertambahnya cairan vagina.
Perdarahan/perdarahan bercak/lendir bercampur darah.

Gejala definitif:
Memenuhi kriteria persalinan preterm, seperti: kontraksi uterus yang teratur
(satu kali atau lebih dalam 10 menit), terjadi perubahan serviks yaitu pembukaan
serviks 2 cm dan pendataran serviks.

Perlu dilakukan penilaian terhadap ada tidaknya faktor etiologi dan kemungkinan
komplikasi seperti:
Ada tidaknya plasenta previa.
Keadaan ketuban (intak atau sudah pecah),
Ada tidaknya korioamnionitis.
Ada tidaknya infeksi sistemik.
Ada tidaknya polibidramnion.
Riwayat obstetri sebelumnya.

Manajemen:
Konfirmasi umur kehamilan dengan berbagai cara.
Penilaian kontraksi uterus (lamanya, intensitasnya, frekuensinya dan pengarubnya
terhadap pembukaan serviks).
Pemantauan tanda-tanda vital ibu dan bunyi jantung janin.
Tirah baring (lateral ke kiri atau semi Fowler).
Bila diduga ada korioamnionitis, lakukan kultur dan berikan antibiotika.
Setelah pemberian informed consent yang baik, cara persalinan dan kemampuan
klinik rnerawat preterm harus dipertimbangkan. Bila kehamilan> 35 minggu dan
presentasi kepala, maka persalinan per-vaginam merupakan pilihan. Namun bila
kehamilan 32-35 minggu, maka pertimbangan seksio.

104 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

sesarea menjadi pilihan, Menjadi kesulitan pilihan, bila bayi dengan berat
lahir sangat rendah karena risiko kematian tinggi (50%). Bila tidak ditemukan
infeksi, maka upaya pemberian obat tokolitik dapat dilakukan.
Obat yang dianjurkan ialah:
- Nifedipine 10 mg, diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya
hanya diperlukan 20 mg, dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
- 13 mimctik: Terbutalin atau Salbutamol.
Pemberian kortikosteroid diperlukan untuk pematangan paru pada wanita
hamil antara 24-34 minggu: Betametason 12 mg/hari IM, untuk 2 hari saja
dengan interval 24 jam. Bila tak ada Betametason dapat diberikan Deksametason
2 x 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis (2 hari saja).
Persiapan untuk perawatan bayi kecil perlu dibahas dengan dokter anak,
untuk kemungkinan pcrawatan intensif. Bila ternyata bayi tidak mempunyai
kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka perawatan cara kanguru dapat
diberikan agar lama perawatan di rumah sakit dapat dikurangi.

Pemeriksaan penunjang:
USG: untuk menilai presentasi, biometri janin, anomali, velositas Arteri
Umbilikalis (Doppler), indeks cairan ketuban, pemeriksaan plasenta, morfologi
serviks (panjang, diameter kanalis servikalis dan ada tidaknya funelling).

Diagnosis difercnsial:
Kontraksi Braxton Hicks yang sifatnya tidak teratur, tidak ritrnis, tidak begitu
sakit dan tidak menimbulkan perubahan serviks.

105 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

38. KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Definisi:
Kehamilan yang berlangsung selama 294 hari (42 minggu) atau lebih, dihitung
dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari atau 280 hari (40 minggu) dari
hari terjadinya konsepsi, Disebutjuga kehamilan Post-term.
Kehamilan Post-date: kehamilan yang telah melewati hari perkiraan kelahiran
(280 hari) atau EDC (Expected day of confinement).
Kehamilan Post-mature: lebih mengacu pada janinnya, dimana dijumpai
tanda-tanda seperti kuku panjang, kulit keriput, plantar creases yang sangat
jelas, tali pusat layu dan terwarnai oleh mekoneum.
Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil ultrasonografi pada
trimester 1. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai
20%.
Saat ini dipercaya bahwa hasil persalinan yang buruk sudah meningkat pada
usia kehamilan 41 minggu.
Penentuan usia kehamilan yang akurat sangat penting. Keadaan ini akan
rnenghindarkan intervensi yang tidak diperlukan atau bahkan berbahaya apabila
kehamilan ini tidak lewat waktu; dan memberikan pelayanan yang efektif pada
kehamilan yang benar-benar lewat waktu.
Anamnesis ulang, evaluasi status dan pemeriksaan USG pada 16-20 rninggu dapat
juga membantu akurasi diagnosis.

Insidensi:
Insidensi kehamilan 41 minggu lengkap: 27%.
Insidensi kehamilan 42 minggu lengkap: 4-14%.
Insidensi kehamilan 43 minggulengkap: 2-7%.
Insidensi kehamilan lewat waktu tergantung pada beberapa faktor: tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran preterm, frekuensi induksi persalinan,
frekuensi seksio sesarea elektif, pemakaian USG untukmenentukan usia
kehamilan, dan definisi kehamilan (41 atau 42 minggu lengkap).

106 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Secara spesifik, insidens kehamilan akan rendah jika frekuensi kelahiran


pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesarea elektif tinggi,
dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia kehamilan.

Prinsip dasar:
Kehamilan rnempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, pada
kcmatian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan
dengan aspirasi mekoneum, dan asfiksia.
Kehamilan mempunyai risiko lebih tinggi pada morbiditas neonatal
(makrosomia, distosia bahu, sindroma aspirasi mekoneum, perawatan pada
neonatal intensive care unit, penatalaksanaan dengan Oksigen tekanan positif,
intubasi endotrakheal, distress nafas, persisten fetal circulation, pneumonia,
dan kejang).
Dianjurkan melakukan pencegahan post-term dengan melakukan induksi
persalinan pada kehamilan 41 minggu.

Diagnosis:
Menentukan taksiran persalinan merupakan bagian yang penting dari
perawatan antenatal, karena akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya.
Menentukan saat persalinan lebih tepat dan dapat dipercaya bila dilakukan
pada kehamilan dini.
Penilaian janin:
Bila kehamilan lewat waktu direncanakan untuktidak segera dilahirkan,
maka kita harus mempunyai keyakinan bahwa janin dapat hidup terus di
dalam lingkungan intrauterin.
1. Pemeriksaan USG: pemeriksaan biometri janin untuk menentukan berat
janin, derajat kematangan plasenta, kalsifikasi, dan keadaan cairan ketuban
serta diagnosis kernungkinan PJT.
2. Perneriksaan CTG dimulai dari umur kehamilan 41 minggu.

107 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

a. Uji Tanpa Kontraksi (NSF): bila basil uji NST tidak reaktif, memerlukan
perneriksaan lanjut, seperti Uji Dengan Kontraksi (OCT) atau profil biofisik
janin. NST dilakukan 2 kali seminggu,
b. Uji Dengan Kontraksi (CST):
- Dilakukan apabila hasil NST non reaktif
- Hendaknya dilakukan 1 minggu satu kali.
- Hasil uji positif merupakan indikasi untuk melahirkan janin.
- Apabila hasil tidak memuaskan atau mencurigakan, uji diulangi 24 jam
kemudian.
c. Menilai kematangan serviks dengan menggunakan skor
Bishop.Serviksbelum matang bila skor Bishop < 6.

Manajemen:
Pengelolaan kehamilan lewat waktu kita awali dari umur kehamilan
41minggu.
Prinsip: pemantauan fetus, induksi persalinan, prognosis untuk janin lebih
baik dibanding dengan manajemen ekspektatif, induksi sebaiknya dilakukan
pada kehamilan 41 minggu.
A. Pengelolaan antepartum:
1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung
danderajat kematangan serviks.
a. Bila serviks matang (Skor Bishop 6):
1) Dilakukan induksi persalinan, bila tidak ada kontraindikasi.
2) Seksio sesarea hendaknya diputuskan bila berat janin ditaksir
4.000gram.
b. Pada serviks yang belum matang (Skor Bishop < 6), kita perlu menilai
keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak akan diakhiri.
1) Pemeriksaan Profil Biofisik:
Bila profil biofisik 0-2 atau ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada
kantong terbesar atau Indeks Cairan Amnion < 5) atau
dijumpaideselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi
persalinan dengan pemantauan CTGkontinyu,

108 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

2) Bila volume cairan amnion normal danNST tidak reaktif, Uji Dengan
Kontraksi (CST) harus dilakukan, Bila hasil CST positif, janin perlu
dilahirkan, sedangkan bila hasil CST negatif maka kehamilan
dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.
3) Keadaan serviks (Skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.
4) Semua pasien harus diakhiri kehamilannya bila telah mencapai 308
hari (4:4 minggu) tanpa melihat keadaan servik.
2. Pasien kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti Diabetes Melitus,
preeklamsia, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan
serviks.
B. Pengelolaan intrapartum:
1. Pasien tidur miring kesebelah kiri,
2. Pemantauan dengan CTGkontinyu.
3. Bila perlu, lakukan resusitasi intrauterin.
4. Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan CTG dan kehadiran
DokterSpesialis Anak mutlak diperlukan.
5. Segera setelah anak lahir, anak harus diperiksa akan kemungkinan
hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.

Mencegah aspirasi mekoneum:


Apabila diternukan cairan ketuban yang terwarnai mekoneum harus segera dilakukan
resusitasi bayi sebagai berikut:
1. Pengisapan nasofaring dan orofaring posterior secara agresif dan hati-
hatisebelum dada janin lahir.
2. Bilamekoneum tampakpadapitasuara,pemberian ventilasi dengantekanan
positifditangguhkan dulusampaitrakeatelahdiintubasidanpengisapanyang cukup.

RSUD MEURAXA

109 | P a g e
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. Intubasitrakeaharus dilakukanrutinbiladitemukanmekoneumyangtebal.

Komplikasi:
Kelainankongenital
SindromaAspirasiMekoneum.
Gawatjanin dalampersalinan.
Bayibesar(malaosomia) atauPJT.
Kelainanjangkapanjangpadabayi.

Informedconsent:
Diperlukankarenakemungkinanprognosisyangburukuntukbayi.

RSUD MEURAXA

110 | P a g e
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

39. EMBOLI PARU

Definisi:
Emboli pam adalah keadaan tersumbatnya arteri atau salah satu cabang arteri di
paru oleh trombus, udara atau cairan amnion.
Emboli udara jarang terjadi, keadaan emboli udara dapat terjadi misalnya
pada persalinan, proses persalinan ini disertai dengan masuknya udara ke
dalam sinus dari tempat implantasi plasenta,
Emboli cairan amnion jarang terjadi, umumnya bersifat fatal/kematian yang
mendadak, sering merupakan komplikasi persalinan, Lanugo, verniks kaseosa,
dan mekoneum dapat menyumbat kapiler paru dan menimbulkan infark paru
serta dilatasi jantung kanan.

Prinsip dasar:
Sumbatan arteri di paru akan menyebabkan penurunan aliran darah pada
bagian distal sumbatan, Sumbatan ini akan menyebabkan beberapa kelainan,
antara lain: penurunan sirkulasi melalui paru-paru sehingga aliran darah ke sisi
kiri jantung menurun,
Sumbatan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pulmonal.
Timbulnya iskemia yang dapat berlaniut menjadi nekrosis.
Fungsi paru-paru menurun.
Gejala klinik yang timbul sangat tergantung pada luasnya daerah yang
mengalami iskemia, bila sumbatan luas (60% dari pembuluh darah paru) akan
menyebabkan dilatasi ventrikel kanan disertai dengan pelebaran vena dan
peningkatancentral venous pressure yang akan menyebabkan penurunan venous
return sehingga menyebabkan penurunan cardiac output secara mend adak yang
akan menimbulkan syok dan henti jantung.

111 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Penderita umumnya mengeluh sesak napas yang sekonyong-konyong, nyeri
dada, sedangkan gejala lainnya sangat tergantung pada luasnya jaringan yang
terkena pengaruh obstruksi tersebut. Gejala lain diantaranya gelisah, pingsan,
kolaps kardiovaskuler.
Klinis didapatkan takipnea, takikardi, hipotensi, sinkop, sianosis, dan pada
keadaan lanjut terjadi henti jantung. Pada pemeriksaan paru-patu tidak
terdengar suara pernapasan.
Dapat terjadi relaksasi otot-otot rahim dengan perdarahan pascasalin, juga
dapat terjadi koagulopati karena DIC (Disseminated intravascular coagulation).

Diferensial diagnosis:
Aspirasi paru-paru, pneumonia, atelektasis, asma, efusi pleura, infark miokard,
gagal jantung, edema pulmonum, pneumothoraks.

Mauajemen:
Terapi suportif:
- Pernapasan: pemberian Oksigen yang adekuat, kateter diberikan melalui
nasal, atau melalui sungkup, bila perlu Oksigen diberikan dengan
tekanan.
- Sirkulasi: pemberian cairan parenteral (Dekstrosa 5%) dengan
perlahan-lahan. Bila terjadi syok maka dapat diberikan Dopamin,
Isoproterenol untuk meningkatkan cardiac output.
- Sedasi yang mempunyai efek analgesi dapat diberikan, misalnya Morfin.
Pencegahan emboli berulang:
- Dapat diberikan Heparin secara IV, bila perlu Heparin diberikan
secarainfus.
- Antikoagulan oral dapat diberikan bila embolitelah dapat diatasi.

112 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

40. PERDARAHAN PASCASALIN

Definisi:
Perdarahan yang lebih dari 500 cc setelah janin Iahir,

Klasifikasi:
Perdarahan pascasalin dini: perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertamasesudah janin lahir.
Perdarahan pascasalin larnbat: perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
setelahjanin lahir.

Etiologi:
Trauma trakrus genitalia: episiotomi yang luas, laserasi jalan lahir, danruptura
uteri.
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta:
a. Perdarahan atonis: anestesi umum, ovcrdistensi uterus pada kehamilan
kembar, hidramnion, atau anak besar, partus lama, partus presipitatus,
induksi persalinan dengan Oksitosin, paritas tinggi, infcksi
korioamnionitis, riwayat atonia uteri. Perdarahan atoms dapat tcrjadi pada
kala III maupun kala IV.
b. Retensio plasenta: kotiledon tertinggal/sisa plasenta, plasentasuksenturiata,
plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
c. Gangguan koagulopati.

A. Perdarahan pascasulin dini:


Etiologi:
Atonia uteri
Perlukaan jalan lahir.
Retensio plasenta,
Sisa plasenta,
Gangguan pembekuan darah.

113 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kriteria diagnosis:
Atonia uteri: Kontraksi rahim buruk, perdarahan banyak, tidak ada perlukaan
jalan lahir, tidak ada sisa plasenta, pada umunya disertai tanda-tanda syok hipovo
lemik.
Perlukaan jalan lahir: perdarahan banyak, umumnya kontraksi rahim baik, kecuali
pada robekan rahim.
Retensio plasenta: perdarahan banyak dan plasenta belum lahir jamsesudah
anak lahir.
Sisa plasenta: perdarahan, kontraksi rahim baik, pada pemeriksaan teraba sisa
plasenta.
Gangguan pembekuan darah: kontraksi rahim baik, tidak ada perlukaan jalan
lahir, tidak ada sisa jaringan, terdapat gangguan faktor pembekuan darah,

Pemeriksaan penunjang:
Hb danHt.
Faktor pembekuan darah.
Waktu perdarahan,
Masa pembekuan.
Trombosit.
Fibrinogen.

Pengelolaan:
Segera setelah diketahui perdarahan pascasalin, tentukan ada syok atau tidak,
bila ada segera berikan transfusi darah, infus cairan, kontrol perdarahan dan
berikan Oksigen.
Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera lakukan
pemeriksaan untuk mencari etiologi perdarahan pascasalin tsb.

114 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Atonia uteri:
Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena
hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascasalin akibat atonia uteri.
Manajemen aktifkala III meliputi pemberian Oksitosin 10 IU IM dengan
segeradalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, pengendalian tarikan pada tali
pusat(PTT/Penegangan Tali pusat Terkendali) untuk melahirkan plasenta, dan
pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir.
Pada penanganan atonia uteri perlu teruskan pemijatan/masase uterus, pemberian
Oksitosin 20 IU dalam 500 cc Dekstrosa 5% atau 1.000 cc NaCI 0,9% dan Ergometrin
IM atau IU, atau Misoprostol.

Jenis Uterotonika dan Cara Pemberiannya


Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misopros
Dosisdancarapemberianawal. IV: Infus20 IU IM atau IV Oral 600
dalam1literlarutanNaCl0,9%dengan60tetes/menit. (secara atau re
IM:10IU. perlahan) : 400 mcg.
0,2 mg
Dosislanjutan. IV : Infus 20 IU dalam 1 liter larutan NaCl Ulangi 0,2 400 mcg 2
0,9% dengan 40 tetes/menit. mg IM jam setela
setelah 15 dosis awa
menit jika
masih
diperlukan
beri IM/IV
setiap 2-4
jam
Dosismaksirnalper-hari. Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin. Total 1 mg Total 1.20
atau 5 dosismcg atau
dosis.
Kontraindikasi atauhati-hati. Tidak boleh member IV secara cepat atau bolus Preeklamsia Nyeri
vitium kontraksi,
kordis, dan asma.
hipertensi. Prostaglan
sebaiknya
tidak
diberikan
secara IV
karena da
berakibat

115 | P a g e
fatal.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, Oksitosin atau Misoprostolditeruskan.


Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual internal atau kompresi
Aorta Abdominalis.
Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin lakukan Iigasi Arteri
Uterina atau Hipogastrika (khusus untuk pasien yang belum punya anak), bila
tidak mungkin lakukan histerektomi,
Tamponade uterus merupakan tindakan tidak bermanfaat dan membuang waktu
yang berharga.

Luka jalan lahir:


Segera lakukan pcnjahitan atau laparotomi pada ruptura uteri.

Retensio plasenta dan sisa plasenta:


Teknik pelepasan plasenta secara manual adalah vulva didesinfeksi, begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan,
labia dibeberkan dan tangan kanan masuk ke dalam jalan lahir secara obstetrik.
Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusuri tali pusat,
yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta, tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir
yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta
dilepaskan antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan
gerakan yang sejajar dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya,
plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
Bila ada persangkaan plasenta akreta, dilakukan histerektomi.
Bila hanya ada sisa plasenta, lakukan pengeluaran secara digital/manual atau
kuretase dengan kuret besar dan tajam secara hati-hati.

Gangguan pembekuan darah:

116 | P a g e
Rawat bersama dengan Bagian Penyakit Dalam. Perlu transfusi darah segar,
kontrol DICdengan Heparin.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Komplikasi:
Syok ireversibel.
DIC.
Sindroma Sheehan.

Patologi anatomi:
Bila ada persangkaan plasenta akreta, uterus yang diangkat perlu diPatologi
Anatomi-kan.

B. Perdarahan pada masa nifas: Etiologi:


Sisa plasenta.

Kriteria diagnosis;
Perdarahan berulang.
Pemeriksaan fisik, kadang-kadang didapatkan pasien febris, nadi cepat dan
syok.
Pemeriksaan obstetri, didapatkan fundus uterrmasihtinggi, subinvolusi.
Uterus lembek dan nyeri tekan bila ada infcksi, teraba ada sisa plasenta dalam
kavum uteri.

Pemeriksaan penunjang:
Hb, Ht, dan lekosit.
USG untuk melihat sisa plasenta.

Manajemen:
Uterotonika: Ergometrin 1 x 1 ampul IMselama 3 hari.
Antibiotika berspektrum luas: Amoksisilin 3 x I gram IV (skin test dulu),

117 | P a g e
Metronidasol 2 x 500 mg IV, dan Gentamisin 2 x 80 mg TV (fungsi ginjal baik).
Transfusi darah bila perdarahan banyak atau anemia berat.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kuretase dilakukan 3 hari setelah pemberian antibiotika dan uterotonika, bila


tidak berhasil lakukan histerektomi.

Komplikasi:
Syok ireversibel.

Lama perawatan:
Bila dapat diatasi selama 5-6 hari.
Bila dilakukan tindakan operatif 7-10 hari.

Informed consent:
Perlu dibuat dengan cermat dan hati-hati, khususnya mengenai kemungkinan
pengangkatan rahim.

118 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

41. GANGGUAN HAID

Definisi:
Gangguan haid (haid abnormal) dan perdarahan yang menyerupai haid pada
interval siklus haid normal (21-35 hari).

Bentuk:
Ritme/irama abnormal (normal 28 7 hari):
- Polimenorea: haid terlalu sering, interval < 21 hari.
- Oligomenorea: haid terlalu jarang, interval> 35 hari.
- Amenorea: tidak haid 3 bulan berturut-turut.
- Perdarahan tidak teratur, interval datangnya haid tidak tentu.
- Perdarahan prahaid, pertengahan siklus, dan pascahaid dalam bentukspotting.
Jumlah atau banyaknya darah (normal ganti pembalut 2-5 kali/hari):
Hipermenorea: darah haid tcrlalu banyak, ganti pembalut > 6
pernbalut/hari dimana setiap pembalut basah seluruhnya.
- Hipomenorea: darah haid terlalu sedikit, ganti pembalut <
2pembalut/hari.
- Perdarahan bercak (spotting).
Lamanya perdarahan (normal 2-5 hari):
- Menoragia: lamanya lebih dari 6 hari.
- Brakhimenorea: lamanya < 2 hari.
Perdarahan sebelum dan sesudah haid.
- Premenstrual spotting dan postmenstrual spotting.

Perdarahan menyerupai haid yang terjadi di luar siklus haid normal disebut
metroragia.

119 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Penyebab:
Gangguan haid dapat disebabkan oleh kelainan organik maupun
bukankelainan organik (fungsional).
- Tidak ditemukan kelainan organik disebut sebagai Perdarahan
UterusDisfungsional (PUD):
1. PUD pada usia reproduksi.
2. PUD pada usia perimenars.
3. POD pada usia perirnenopause.
- Didapatkan kelainan organik.
Hipoplasia uteri, mioma submukosum, endometriosis, polip serviks, adenoma
endometrium, adneksitis, karsinoma endometrium, hipertensi, vitium kordis,
trombositopenia, Terapi Sulih Hermon (TSH), kontrasepsi hormonal dan non
hormonal, faktor pembekuan darah.

Diagnosis:
Setiap wanita dengan keluhan gangguan haid dan perdarahan, maka terlebih
dahulu harus dicari penyebabnya.
Anamnesis: usia menars, konsumsi obat, stres, riwayat TBe.
Pemeriksaan fisik: tinggi badan, berat badan, seks sekunder, pembesaran hati,
kelenjar getah bcning, limpa.
Pemeriksaan ginekologi: genitalia interna dan eksterna.
Laboratorium: darah perifer lengkap, kimia darah, T3, T4, Tiroid
StimulatingHormone/TSH, hemostasis.
Pemeriksaan penunjang: USG dan pemeriksaan tambahan lain seperti MRI,dan
laparoskopi.

Manajemen:
Tergantung penyebab gangguan haid tersebut.
Polimenorea: gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi,

120 | P a g e
atau menjadi pendeknya masa luteal, kongesti ovarium karena peradangan,
endometriosis, dll.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Oligomenorea: seringkali mempunyai dasar yang sarna dengan amenorea,


perhed.aannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea
kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik,
Amenorea: secara umum dibedakan amenorea fisiologik, seperti
prapubertas,hamil, laktasi, pascamenopause, dan amenorea patologik, yaitu
amenoreaprimer dan sekunder. Amenorea primer, misal kelainan kongenital
dan genetik, sedangkan amenorea sekunder, misal gangguan gizi,
metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dll.
Hipermenorea: kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya
mioma uteri submukosum dengan permukaan endometrium lebih luas dari
biasanya, polip endometrium, dll.
Hipomenorea: biasanya berhubungan dengan konstitusi penderita, sesudah
miomektomi, gangguan endokrin, dll.

121 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

42. AMENOREA

A. Amenorea primer
Definisi:
Seorang wanita yang telah mencapai usia 14 tahun, pertumbuhan seksualsekunder
belum tampak, haid belum muncul, atau telah mencapai usia 16tahun, telah
tampak pertumbuhan seksual sekunder, namun haid belumjuga muncul.

Diagnosis:
Anamnesis yang cermat: tanyakan penyakit-penyakit, seperti penyakit paru
(TBC, asma), penggunaan obat-obat penenang jangka panjang, obat- obat
penurun/penambah berat badan, kemoterapi, dan obat glukokortikoid. Juga
tanyakan apakah pasien sedang menderita stres berat.
Pemeriksaan klinis: berat badan, tinggi badan, tanda-tanda pertumbuhanseks
sekunder seperti payudara, bulu ketiak dan pubis.
Pemeriksaan ginekologik: genitalia interna dan eksterna,
Pemeriksaan laboratorik: FSH, LH, E2 dan Prolaktin.
Pada semua wanita dengan amenorea primer harus dilakukan pemeriksaan
kromosom (kariotip). Pemeriksaan endokrinologik hanya dilakukan bila ingin
mencari penyebab amenorea primer tersebut. Amenorea primer sangat jarang
disebabkan oleh-kelainan hormonal.

Jenis-jenis kelainan amenorea primer:


1. Aplasia uterus dan vagina (Sindroma Mayer-Kustner- V Rokitansky).
2. Sindrorna Feminisasi Testikuler/Pseudohermaphroditismusmasculinus/Androgen
Insensitivity.
3. Sindroma Adrenogenital (Adrogenital Syndrome/AGS).
4. Hipogenesisl Agenesis Gonad:
- Sindroma Ulrich- Turner.
- Agenesis Gonad Murni (Sindroma Sweycr).
- Sindroma Turner Atipikal.

122 | P a g e
5. Sindroma Kallmann.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

B. Amenorea sekunder
Definisi.
Wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid, namun haidnya berhenti
untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.

Prinsip dasar:
Arnenorea patologik sebenarnya bukan merupakan gambaran klinis dansuatu
kumpulan penyakit, melainkan harus dilihat sebagai suatu simptom suatu
penyakit, yang harus mendapat perhatian serius.
Penyebab tidak munculnya haid dapat disebabkan oleh organ yang
bertanggung jawab terhadap proses terjadinya siklus haid, dan proses
pengeluaran darah haid. Organ-organ tersebut adalah:
1) Hipotalamus-hipofisis:amenorea yang terjadi adalah amenorea
sentral(amenorea hipotalamik, amenorea hipofisis).
2) Ovarium (amenorea ovarium).
3) Uterus (amenorea uteriner).

1. Amenorea sentral:
Amenorea hipotalamik
Prinsip dasar:
Terjadi gangguan organik maupun fungsional pada hipotalamik.
Penyebab:
- Organik: kraniofaringeoma, infeksi: meningoensefalitis, kelainan bawaan:
Sindroma olfaktogenital.
- Fungsional: paling sering ditemukan gangguan psikis. Terjadi gangguan
pengeluaran Gn-RH, sehingga pengeluaran hormon gonadotropin

123 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

berkurang. Sering dijumpai pada pengungsi, wanita dalam penjara, perasaan


takut/gelisah, stres. Menolak untuk makan ("gangguan makan"), atau diet
yang berlebihan, yang dikenal dengan anoreksia nervosa Hal ini dapat
menyebabkan gangguan psikis, neurotis, dan gangguan pada organ- organ
tertentu, sehingga dapat terjadi kerusakan organ (atrofi). Bentuk gangguan
makan lain adalah bulimia.
- Obat-obatan: Fenotiazin, Simetidin, Domperidon, Metoklopromid HCl
Menghambat Prolactin Inhibiting Factor (PTF),sehingga terjadi
hiperprolaktinemia dengan atau tanpa galaktorea.
Manajemen:
Penyebab organik ditangani sesuai dengan penyebab organik tersebut,
Penyebab fungsional: konsultasi atau konseling.
Psikoterapi ataupun penggunaan obat-obat psikofarmaka hanya pada keadaan
yang berat saja, seperti pada anoreksia nervosa dan bulimia. Penting diketahui,
bahwa obat-obat psikofarmaka dapat meningkatkan Prolaktin. Agar merasa
tetap sebagai seorang wanita, dapat diberikan Estrogen dan Progesteron siklik.
Kekurangan Gn-RH: diherikan Gn-RH pulsatif (bila mungkin), ataupemberian
FSH-LH dari luar.

Amenorea hipofisis
Prinsip dasar:
Penyebab terbanyak adalah kelainan organik, seperti Sindroma Sheehan.
Sindroma Sheehan terjadi akibat iskemik/nekrotik adenohipofisis post- parium
(trombosis vena hipofisis). Adenohipofisis sangat sensitif dalam kehamilan,
Produksi FSH dan LH terganggu akibat kekurangan stimulasi oleh Gn-RH.
Gejala: biasanya baru muncul, bila dari adenohipofisis rusak, dan biasanya
hampir semua hormon yang diproduksi oleh adenohipofisis terganggu,
sehingga terjadi: amenorea, lemah otot, hipotermi, berkurangnyaproduksiairsusu,
tidakadarambut pubis/ketiak, gangguan libido, gejala hipotiroid.

124 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tumor hipofisis
Prinsip dasar:
Beberapa tumor hipofisis dapat menyebabkan amenorea akibat tekanan masa
tersebut terhadap hipofisis, ataupun akibat gangguan dalam produksi hormon.
Kraniofaringeomamerupakan tumoryangtidak memproduksi hormon. Adenoma
eosinofil, memproduksi hormon somatotropin. Prapubertas terjadi penutupan
tulang lebih awal, sedangkan setelah pubertas terjadi akromegali. Adenoma
basofil menyebabkan Morbus Cushing.

Manajemen:
Substitusi hormon yang kurang (FSH, LH), atau pemberian steroid seks
secara siklik.
Pengangkatan tumor.

Sindroma Amenorca Galaktorca


Prinsip dasar:
Hampir 20% wanita dengan amenorea sekunder dijumpai hiperprolaktinemia,
Pengeluaran Prolaktin dihambat oleh Prolactin lnhibiting Factor (PIF), yang
identik dengan Dopamin.
Hiperprolaktinemia terjadi, hila PIF tidak berfungsi, seperti pada:
- Gangguan di hipotalamus, dimana sekresi PIF berkurang.
- Kerja PIF dihambat oleh obat-obat tertentu, seperti: Fenotiazine, transquilaizer,
psikofarmaka dan Estrogen, Domperidon, dan Simetidin.
- Kerusakkan pada sistem vena portal hipofisis.
- Prolaktinoma, hipertiroid, akromegali.
Hiperprolaktinemia dapat menyebabkan:
- Sekresi FSH dan LH berkurang.
- Sensitivitas ovarium terhadap FSH dan LH berkurang.
- Memicu produksi air susu.
- Memicu sintesis Androgen di suprarenal.
- Hiperprolaktinemia dan hiperandrogenemia dapat menyebabkan osteoporosis.

125 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Gejala:
- Pada umumnya terjadi amenorea dengan atau tanpa galaktorea.
- Pematangan folikel terganggu, dan ovulasi tidak terjadi. Produksi Estrogen
berkurang, Kesemua ini akan mengakibatkan infertilitas. Bila seorang wanita
mengeluh sakit kepala, disertai dengan amenorea, serta gangguan penglihatan,
maka harus dipikirkan adanya prolaktinoma.

Diagnosis:
Dijumpai kadar Prolaktin yang tinggi di dalam serum (normal 5-25
nglmL).Pemeriksaan darah sebaiknya dilakukan antara jam 8-10 pagi. Kadar
Prolaktin > 50 ng/mL, perl u dipikirkan adanya prolaktinoma, Sehingga
dianjurkan unruk pemeriksaan kampimetri, danfoto sela tursika. Untuk melihat
mikroprolaktinoma, dianjurkan penggunaan CT-scan, atau MRI.
Untuk mengetahui, apakah hiperprolaktinemia tersebut disebabkan oleh
prolaktinoma, atau oleh penyebab yang lain, dapat dilakukan uji provokasi atau
untuk mengetahui apakah operasi prolaktinoma berhasil atau tidak, Kadang-
kadang dengan CTscan-pun mikroadenoma tidak dapat ditemukan.
Berikut ini beberapa uji provokasi yang dapat digunakan:
1. Uji dengan 1SH (berikan Thyroid Stimulating Hormone).
TSH diberikan intravena dengan dosis antara 100-500 ug. 15-25 menit
kemudian terjadi peningkatan Prolaktin serum. Pada wanita yang
tidakmenderita prolaktinoma tetjadi peningkatan Prolaktin 4-14 kali harga
normal, sedangkan wanita dengan prolaktinoma pemberian TSH tidak
dijumpai perubahan kadar Prolaktin serum.
2. Uji dengan Simetidin (Tagamet).
Simetidin adalah histamin-reseptor antagonis. Pemberian 200 mg intravena
terjadi peningkatan Prolaktin serum, dan mencapai maksimum15-20 menit
setelah suntikan. Pada penderita prolaktinoma, uji ini tidakmeningkatkan
Prolaktin serum.

126 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. Uji dengan Domperidon (Motillium).


Pemberian 10 mg intravena meningkatkan kadar Prolaktin serum 8-11 kali
nilai normal. Pada penderita prolaktinoma tidak dijumpai peningkatan
Prolaktin serum.

UjiProvokasi

Prolaktinoma Tanpa Rpolaktinoma


Kadar Prolaktin Kadar Prolaktin
Uji TSH tidak meningkat. Meningkat 4-14 kali.
Uji Simetidin tidak meningkat. Meningkat dari kadar normal.
Uji Domperidon tidak meningkat. Meningkat 8-11 kali nilai normal.

Manajemen:
Obat yang paling banyak digunakan untuk menurunkan kadar Prolaktin
adalah Bromokriptin. Dosis obat sangat tergantung dari kadar Prolaktin yang
ditemukan saat itu. Kadar Prolaktin 25-40 ng/mL, dosis Bromokriptin cukup 1
x 2,5 mg/hari, sedangkan kadar Prolaktin serum> 50 ng/mL, diperlukan dosis
2 x 2,5 mg/hari. Efek samping yang sering adalah mual, serta hipotensi (pusing).
Apakah dosis yang diberikan telah efektif, sangat tergantung dari kadar
Prolaktin serum. Setiap selesai satu bulan pengobatan, kadar Prolaktin serum
harus diperiksa. Jangan sampai kadar Prolaktin berada di bawah nilai normal,
karena dapat mengganggu fungsi korpus luteum. Bila wanita tersebut hamil,
pemberian Bromokriptin harus dihentikan (teratogenik ?), dan perlu dilakukan
kampimetri secara teratur. Hormon Estrogen yang tinggi dalam kehamilan dapat
menyebabkan prolaktinoma membesar, sehingga sebelum merencanakan
kehamilan, perludipikirkan untuk pengangkatan tumor terlebih dahulu. Wanita
harus mengikuti kontrasepsi (Progestogen saja, IUD).

127 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tidak semua wanita dengan hiperprolaktinemia dijumpai galaktorea, Pemberian


Brornokriptin pada wanita dengan galaktorea tanpa hiperprolaktinemia tidak
memberikan efek apapun.

Amenorea ovarium
Pengertian:
Kedua ovarium tidak terbentuk, arau hipoplasia, seperti pada Sindroma Turner,
atau ke dua ovariurn masih ada, namun tidak ditemukan folikel (Menopause
Prekoks) atau folikel tersedia, namun resisten terhadap gonadotropin (Sindroma
Ovarium Resisten Gonadotropin).
Pasien umumnya infertil, dan meskipun masih ada folikel, tetap tidak
bereaksi terhadap pemberian gonadotropin.
Gambaran seks sekunder kurang terbentuk,
Untuk membedakan Menopause Prekoks dan Sindrom Ovarium Resisten
Gonadotropin, perlu dilakukan biopsi ovarium. Hasil PA: Menopause Prekoks
tidak ditemukan folikel. Sindrom Ovarium Resisten Gonadotropin masih
ditemukan folikel.
Manajemen:
Untuk menekan sekresi FSH dan dapat diberikan Estrogen dan Progesteron, atau
Estrogen saja secara siklik.
Selain itu untuk menekan sekresi FSH dan LH yang berlebihan dapatjuga
diberikan Gn-RH analog selama 6 bulan. Pada Menopause Prekoks maupun
Sindroma Ovarium Resisten Gonadotropin, steroid seks diberikan sampai
terjadi haid. Kemungkinan menjadi hamil sangat kecil.

Tumor ovarium
Pengertian:
Tumor ovarium yang tidak memproduksi hormon. Tumor jenis ini merusak
seluruh jaringan ovarium.
Tumor ovarium yang rnemproduksi hormon:
- Tumor yang menghasilkan Androgen. Androgen yang tinggi akan menekan
sekresi gonadotropin. Selain itu ditentukan hirsutisme, hipertropi klitoris,

128 | P a g e
perubahan suara, akne dan seborea.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Tumor yang memproduksi Estrogen. Sebenarnya jarang ditemukan


amenorea. Paling sering terjadi perdarahan yang memanjang, akibat
hiperplasia endometrium. Penyebab terjadi amenorea belum jelas.

Tumor ovarium yang memproduksi Androgen dan estrogen


Jenis tumor Jenis hormon Usia maksimum Keganasan Bilateral
Arhenoblastoma Androgen 20-40 100% jarang
Granulosa sel tumor Androgen 30-70 100% 10-15%
Lipoid sel tumor Androgen 25-35 jarang jarang
Tumor sel hilus Androgen 40 jarang jarang
Tumor sisa seladrenal Androgen 11-40 jarang jarang
Disgerminoma Androgen 3-40 100% + 15%
Gonadoblastoma Androgen 10-30 100% 35-40%
Granulosa sel tumor Estrogen - 25% -

Menopause Prekoks:
Pengertian:
Menopause yang terjadi sebelum wanita mencapai usia 40 tahun.

Prinsip dasar:
Kelainan pada folikel primordial di kedua ovarium, berupa kelainan bawaan
maupun kelainan yang didapat.
Kelainan dapat berupa infeksi, radiasi, pemberian sitostatika, gangguan aliran
darah pada ovarium (komplikasi tubektorni), atau pengangkatan kedua
ovarium karena alasan-alasan tertentu (tumor ovarium), ke1ainan imunologik,
obat-obat penurun berat badan yang menyebabkan kerusakkan dan gangguan
pada hipotalamus-hipofisis.

129 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Anamnesis: ditemukan riwayat sedang menggunakan obat-obat penurun
berat badan, atau obat-obat psikofarmaka, maka wajib dilakukan pemeriksaan
hormon Prolaktin,
Peningkatan sekresi LH dan FSH. FSH meningkat 10-20 kali lipat,sedangkan
LH naik 5-10 kali lipat, Estrogen sangat rendah ( < 30 pg/mL).Kadar Prolaktin
umumnya normal.
Manajemen:
Berikan Estrogen dan Progesteron, paling sederhana pil kontrasepsi kombinasi,
yang merupakan pengobatan jangka panjang.
Dapat juga diberikan analog Gn-RH selama 6 bulan dan boleh diberikan lagi
setelah 1 tahun.
Tujuan pemberian Estrogen-Progesteron maupun analog Gn-RH adalahuntuk
menekan sekresi FSH dan LH.

Prognosis:
Uruuk mendapatkan anak tidak begitu baik,

Amenorea uteriner
Prinsip dasar:
Andaikata telah diberikan stimulasi dengan steroid seks (Estrogen
danProgesteron) tetap saja tidak terjadi perdarahan, maka perlu dipikirkan:
- Aplasia uteri: uterus dan endometrium tidak ada (amenorea
uterinerprimer).
- Kerusakkan pada endometrium akibat perlengketan (Sindroma Asherman),
atau adanya infeksi berat (TBC) disebut sebagai amenorea uteriner sekunder.
- Endometrium ada dan normal, tetapi tidak bereaksi sama sekali terhadap
hormon.

130 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea


Berikut ini akan dibahas secara menyeluruh tentang pemeriksaan dan penanganan
amenorea.
Anamnesis:
Usia menars, gangguan psikis, stres berat (ujian, masalah keluarga), aktivitasfisik
berlebihan, menderita penyakit Diabetes Melitus, penyakit liver atau
riwayatpenyakit liver, gangguan tiroid (riwayat operasi) penambahan, atau
pengurangan berat badan yang mencolok, sedang atau riwayat penggunaan obat
psikofarmaka, obat-obat penurun/penambah berat badan, obat-obat tradisional.
Pemeriksaan fisik:
Berat badan, tinggi badan, perturnbuhan payudara, pertumbuhan rambut
pubisdan ketiak, perut membesar, akne, seborea, pembesaran klitoris, deformitas
torak,
Perneriksaan ginekologik: singkirkan kemungkinan kehamilan, pemeriksaan
genitalia interna dan eksterna.
Mencari penyebab amenorea dapat dilakukan secara sederhana, yaitu dengan
melakukan beberapa tes atau uji.
Setelah selesai anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologik, selanjutnya
dilakukan Uji Progesteron (Uji P). Uji P dilakukan pada wanita yang diyakini
tidak hamil. Jenis-jenis Progesteron yang dapat digunakan untuk Uji P adalah
Medroksiprogesteron Asetat (MPA), Noretisteron, Didrogesteron, atau
Nomegestrol Asetat (NGA). Dosis Progesteron untuk Uji P adalah 5-10 mg/hari
dengan lama pemberian 7 hari. Pada umurnnya perdarahan akan terjadi 3-4 hari
setelah obat habis, dan dikatakan Uji P pada wanita ini positif Bila perdarahan
terjadi 2 atau 3 hari setelah pasien menggunakan Progesteron, maka tidak perlu
dilanjutkan lagi dengan sisanya. Terjadinya perdarahan lucut setelah penggunaan
Progesteron berbeda-beda pada setiap wanita, sehingga jangan terlalu cepat
mengatakan Uji P negatif. Andaikata 10 hari setelah obat habis dan belum juga
terjadi perdarahan, maka baru dikatakan Uji P negatif.
Arti Uji P positif:
- Perdarahan terjadi, berarti wanita tersebut memiliki uterus dan endometrium
normal.
- Perdarahan dupat keluar, artinya wanita tersebut memiliki vagina dan hymen

131 | P a g e
yang normal.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Perdarahan terjadi karena adanya efek Estrogen terhadap endometrium


(proliferasi). Pemberian P menyebabkan sekresi endometrium. Kadar P turun,
terjadilah perdarahan.
- Estrogen diproduksi di ovarium, tepatnya di folikel. Artinya. wanita tersebut
memiliki ovarium, maupun pertumbuhan folikel yang normal. Folikel dapat
berkembang dan menghasilkan Estrogen karena ada rangsangan dari FSH dan
LH, artinya wanita tersebut memiliki fungsi hipofisis yang normal. Hipofisis
dapat memproduksi FSH dan LH akibat adanya rangsangan Gn-RH dari
hipotalarnus, artinya wanita tersebut memiliki hipotalamus yang normal.
Uji P positif
Bagi wanita yang belum menginginkan anak, cukup diberikan Progesteron
darihari ke-16 sampai hari ke-25 siklus haid. Setiap habis obat pada umumnya
akan terjadi perdarahan. Pengobatan berlangsung selama 3 siklus berturut-turut.
Setelah itu dilihat, apakah siklus haid menjadi normal kembali, atau tidak. Kalau
masih belum terjadi juga siklus haid normal, rnaka pengobatan dilanjutkan lagi,
sampai terjadi siklus haid yang normal lagi, Perlu diingat, bahwa akibat pengaruh
E yang terus menerus dapat menyebabkan hiperplasia endometrium, dan risiko
terkena kanker endometrium lebih besar. Pemberian P pada wanita ini sekaligus
mencegah kanker endometrium. Masalah akan muncul, bila wanita tersebut telah
mendapat siklus haid normal, namun belum ingin punya anak. Untuk itu, perlu
dianjurkan penggunaan kontrasepsi, seperti IUD, atau yang paling sederhana
adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah.
Uji P negatif:
Wanita dengan uji P negatif, dilakukan Uji Estrogen dan Progesteron (Uji E+P)
Diberikan Estrogen, seperti Etinilestradiol (50 ug), atau Estrogen Valerianat
(2 mg), atan Estrogen Konjugasi (0,625 mg) selama 21 hari, dan dari hari ke-
12 sampai hari ke-21 diberikan Progesteron 5-10 mg/hari. Paling sederhana
adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Uji E+P dikatakan positif, bila 2
atau 3 hari setelah obat habis terjadi perdarahan (bervariasi), dan bila tidak
terjadiperdarahan, Uji E+P dikatakan negatif, yang artinya ada gangguan di
uterus(Sindroma Asherman), atau Atresia Genitalia Distal.

132 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Uji E+P positif


Uji E+P yang positif artinya wanita tersebut hipoestrogen. Terjadi
gangguanpembentukan Estrogen di folikel. Selanjutnya perlu dicari penyebabnya
dengan analisis hormonal. FSH dan LH rendah/normal, serta Prolaktin
normal, maka diagnosisnya adalah amenorea hipogonadotropik dengan
penyebabnya adalah
insufisiensi hipotalamus-hipofisis. Insufisiensi tersebut disebabkan oleh tumor di
hipofisis.
Bila basil analisis hormonal ditemukan FSH dan LH yang tinggi, Prolaktin
normal, maka penyebab amenoreanya adalah di ovarium (insufisiensi ovarium),
misalnya Menopause Prekoks. Diagnosisnya adalah amenorea hipergonadotropik.
Selanjutnya perlu dilakukan biopsi ovarium per-laparoskopi. Bila hasil hormon
FSH dan LH sangat rendah berarti tidak terjadi pematangan folikel, atau ovarium
tidak memiliki folikel-folikellagi, maka perlu dilakukan Uji Stimulasi dengan
HMG (Uji HMG) untuk memicu fungsi ovarium. Ovarium yang normal akan
memproduksi E, yang dapat diperiksa melalui urine atau darah (Uji HMG positif).
Uji HMG positif amenorea yang terjadi karena kurangnya produksi gonadotropin
di hipofisis, atau produksi Gn-RH di hipotalamus, Amenorea disebabkan karena
gangguan sentral berupa hipogonadotropik-hipogonadism,
Uji HMGnegatif: ovarium tidak memiliki folikel, atau masih memiliki folikel,
tetapi tidak sensitif terhadap gonadotropin, seperti pada kasus Sindroma Ovarium
Resisten.
Bila diternukan kadar FSH dan LH normal sampai rendah, maka perlu di periksa
Prolaktin. Kadar serum Prolaktin melebihi kadar normal, kasusdengan
hiperprolaktinemia. Perneriksaan radiologik mungkin dapat menemukan atau
tidak menemukantumor di hipofisis yang disebut Prolaktinoma. Diagnosis wanita
ini adalah amenorea hiperprolaktinemia, dan bila ditemukan tumor hipofisis,
maka penyebabnya mikro/makroprolatinoma, sedangkan yang tanpa tumor
hipofisis, penyebabnya tidak diketahui. Kadar Prolaktin, FSH dan LH

133 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

normal (amenorea normoprolaktin), maka tindakan selanjutnya dapat dilakukan


Uji Stimulasi dengan Klomifen Sitrat (Uji Klomifen). Klomifen diberikan 100
mg/hari, selama 5-10 hari, Uji Klomifen dikatakan positif, bila selama
penggunaan Klomifen dijumpai peningkatan FSH dan LH serum dua kali lipat,
dan 7 hari setelah penggunaan Klomifen, didapatkan peningkatan serum Estradiol
paling sedikit 200 pg/mL. Darah untuk pemeriksaan FSH, LH dan E2 diambil
pada hari ke-7 penggunaan Klomifen Sitrat. Peningkatan hormon gonadotropin
menunjukkan hipofisis normal.
Pada Uji Klomifen Sitrat negatif yang berarti terjadi gangguan di hipotalamus,
dapat dilakukan Uji Stimulasi dengan Gn-RH (Uji Gn-RH). Uji ini untuk
mengetahui fungsi parsial adenohipofisis, apakah sel-sel yang memproduksi FSH
dan LH mampu mengeluarkan FSH dan LH, bila diberikan Gn-RH dari luar. Gn-
RH diberikan dengan dosis 25-100 ug intravena. Tiga puluh menit setelah
pemberian Gn-RH, dilakukan pengukuran kadar LH dan FSH serum. Uji Gn-RH
dikatakan positif bila dijumpai kadar FSH dan LH yang normal, ataupun tinggi.
Disini dapat disimpulkan adanya gangguan di hipotalamus, sedangkan bila tidak
dijumpai peningkatan, berarti ada kelainan di hipofisis.

Manajemen amenorea pada wanita dengan uji P negatif dan uji E-P positif:
Pada wanita dengan hiperprolaktinemia, ditangani dengan pernberian
Bromokriptin. Pada normoprolaktinemia cukup pemberian Estrogen-Progesteron
siklik, meskipun cara ini tidak mengobati penyebab dari amenorea tersebut. Bila
diduga kelainan di hipofisis, maka untuk memicu ovarium dapat diberikan HMG
+ heG. sedangkan kelainan di hipotalamus dapat diberikan Gn-RH.

Manajemen amenorea pada wanita dengan uji P negatif dan E-P negatif:
Pemeriksaan FSH, LH, Prolaktin serum, dan bila normal, maka diagnosisnya
adalah normogonadotrop amenorea, dengan penyebabnya defek endometrium
(aplasia uteri, Sindroma Asherman, TBC).

134 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

43. PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSTONAL (POO)

Definisi:
Perdarahan abnormal dari uterus (lama, frekuensi, jumlah) yang terjadi di dalam
dan di luar siklus haid, tanpa kelainan organ, hematologi, dan kehamilan, dan
merupakan kelainan poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.

Diagnosis:
Terjadinya perdarahan per-vaginam yang tidak normal (lamanya, frekuensi dan
jumlah) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid.
Tidak ditemukan kehamilan, kelainan organ, maupun kelainan hematologi(faktor
pembekuan).
Ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Usia terjadinya:
- Perimenars (usia 8-16 tahun).
- Masa reproduksi (usia 16-35 tahun).
- Perimenopause (usia 45-65 tahun).

Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan hematologi.
Pemeriksaan hormon reproduksi: FSH, LH, Prolaktin, E2, Progesteron.
Biopsi, dilatasi dan kuretase (D&K) bila tidak ada kontraindikasi.
Pemeriksaan USG.

PUD pada siklns anovulasi


Prinsip dasar:
Perdarahan interval abnormal dengan intensitas perdarahan normal, banyak,
atau sedikit, Bisa amenorea sampai ke polimenorea, atau hipomenorea sampai
hipermenorea.
Tidak terjadi ovulasi dan tidak ada pembentukan korpus luteum.
Penyebab belum diketahui secara pasti, Analisis hormonal umumnya normal.
Diduga terjadi gangguan sentral (disregulasi), akibat gangguan psikis.
135 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnusis:
Anovulasi: suhu basal badan, sitologi vagina, serum Progesteron (bila mungkin).

Manajemen:
Tujuannya adalah menghentikan perdarahan akut; dilanjutkan denganpengaturan
siklus haid, sampai terjadi ovulasi spontan, dan sampai persyaratan untuk induksi
uvulasi tercapai.
Perdarahan akut: Hb < 8 gr%. Perbaiki keadaan umum (transfusi
darah).Berikan sediaan Estrogen-Progesteron kombinasi 17 beta Estradiol 2 x 2
mg, atau Estrogen Equin Konjugasi 2 x 1,25 mg, atau Estropipate 1 x 1,25 mg,
dengan Noretisteron 2 x 5 mg, Didrogesteron 2 x 10 mg, atau MPA 2 x 10 mg.
Pemberian cukup3 hari saja. Yang paling mudah adalah pemberian pil
kontrasepsi kombinasi selama 3 hari saja.
Hila perdarahan benar disfungsional, maka perdarahan akan berhenti,
atauberkurang, dan 3-4 hari setelah penghentian pengobatan akan terjadi
perdarahan lucut. Pada wanita yang dijumpai gaugguan psikis, pengobatan serupa
dapat diteruskan selama 18 hari lagi.
Andaikata perdarahan tidak berhasil dengan terapi di atas, kemungkinan
besar wanita tersebut memiliki kelainan organik, selanjutnyadicari faktor
penyebabnya.
Setelah perdarahan akut dapat diatasi, maka tindakun selanjutnya adalah
pengaturan siklus: cukup pemberian Progesteron 1 x 10 mg (MPA, Didrogesteron),
atau 1 x 5 mg Noretisteron dari hari ke-16 sampai hari ke-25, selama 3 bulan.
Dapat juga diberikan pil kontrasepsi kombinasi.
Selesai pengobatan 3 bulan, perlu dicari penyebab anovulasi. Selama siklusbelum
berovulasi, PUD akan kembali lagi.
Wanita dengan faktor risiko keganasan (obesitas, DM, hipertensi) perlu dilakukan
perneriksaan Patologi Anatomi.

136 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

PUD pada siklus ovulasi


Diagnosis:
Ovulasi: suhu basal badan, sitologi vagina, analisis hormonal FSH, LH, Prolaktin
(PRL), E2 dan P (bila mungkin).

ManajEmen:
Pada pertengahan siklus: berikan 17 beta Estradiol 1 x 2 mg, atau
EstrogenKonjugasi 1 x 1,25 mg. atau Estropipate 1,25 mg, hari ke-l0 sampai ke-
15siklus.
Pada premenstrual spotting: berikan MPA, atau Noretisteron 1 x 5 mg,
atauDidigesteron 1 x 10 mg dari hari ke-16 sampai ke-25 siklus.
Pada postmenstrual spotting:berikan 17 beta Estradiol 1 x 2 mg, atau Estrogen
Equin Konjugasi, atau Estropipate 1 x 1,25 mg dari hari ke-2 sampai ke-8 siklus.
Pada keadaan sulit mendapatkan tablet Estrogen dan Progesteron, dapat di berikan
pil kontrasepsi hormonal kombinasi yang diberikan sepanjangsiklus.

PUD pada usia perimenars


Prinsip dasar:
PUD ini umumnya terjadi pada siklus anovulatorik, yaitu sebanyak 95-98%.
Diagnosis anovulasi, dan analisis hormonal tidak perlu dilakukan.
Selama perdarahan yang terjadi tidak berbahaya atau tidak mengganggu keadaan
pasien, maka tidak perlu dilakukan tindakan apapun.
Namun andaikata terpaksa dan perlu diobati, rnisalnya terjadi gangguan psikis,
atau permintaan pasien, rnaka diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi
nonsteroid, atau Asam Traneksamat, Pemberian E + P,kontrasepsi hormonal, Gn-
RH analog (agonis/antagonis) hanya bila dengan obat-obatan di atas tidak
mernberikan hasil.
Pada PUD perimenars akut, maka penanganannya seperti PUD usia reproduksi,
dan pengaturan siklus juga seperti PUD usia reproduksi.
Selama siklus haidnya masih belum berovulasi, kemungkinan terjadi perdarahan
akut berulang tetap ada.
Tidak dianjurkan pemberian induksi ovulasi.
137 | P a g e
Tindakan dilatasi dan kuretase (D&K) hanya merupakan pilihan terakhir.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

PUD pada usia perimenopanse


Prinsip dasar:
Kejadian anovulasi sekitar 95%.
Diagnosis ovulasi tidak perlu.
Perneriksaan hormonal FSH, E2, PRL, untuk mengetahui, apakah wanita tersebut
telah memasuki usia menopause, bila tersedia laboratorium.
FSH yang tinggi, berarti usia perimcnopause, E2 yang tinggi, berarti terjadi
penebalan endometrium.
Untuk menyingkirkan keganasan, dilakukan dilatasi dan kuretase (D&K).

Manajemen:
Pada keadaan akut, lakukan tindakan seperti PUD usia perimenars, Pengaturan
siklus juga seperti PUD usia reproduksi. Setelah keadaan akut diatasi perlu
dilakukan dilatasi dan kuretase. Pada wanita yang menolak dilakukan D&K,
dilakukan USG endometrium, dan bila ketebalanendometrium> 4-6 rom,
menandakan adanya hiperplasia, tetap diperlukanD&K.
Ketebalan endometrium < 1,5 cm, dapat diberikan E dan P untuk pengaturan
sik1us, dan apabila pengaturan siklus tidak juga diperoleh hasil, maka perlu
tindakan D&K.
Apabila hasil D&K ditemukan hiperplasia simpleks atau kelenjar adenomatosa,
dapat dicoba dengan pemberian MPA 3 x 10 mg, selama 3bulan; atau pemberian
depo MPA setiap bulan, selama 6 bulan berturut-turur, atau pemberian Gn-RH
analog 6 bulan.Tiga sampai 6 bulan setelah pengobatan, dilakukan D&K u1ang.
D&K ulang dilakukan setelah pasien mendapat haid normal, Apabila tidak
ditemukan hiperplasia lagi, cukup pemberian MPA 3 x 10 mg, 2 kali/minggu,
Tidak sembuh, atau muncul perdarahan lagi, sebaiknya dianjurkan untuk
histerektomi.

138 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Bila tidak ada respon dengan pengobatan hormonal, pemberian penghambatenzim


(aromatase hibitor), Aromatase inhibitor menghambat perubahanAndrogen
menjadi Estron (El).
Hasil D&K hiperplasia atipik, sebaiknya di histerektomi, Apabila pasien menolak
histerektomi, dapat diberikan Progesteron (MPA, depo MPA, atau Gn-RH analog
6 bulan), atau penghambat enzim; dan diperlukan observasi ketat, dan D&K perlu
diulang.
Bila hasil D&K tidak ditemukan hiperplasia, maka dilakukan pengaturan siklus,
dengan E dan P, seperti pada PUD usiareproduksi.

Metroragia
Deimisi:
Perdarahan tak teratur, kadang di pertengahan siklus, sering pada usia menopause.
Paling sering adalah kelainan organik.
Penyebab:
- Penyebab organik: karsinoma korpus uteri, mioma submukosum, polip, dan
karsinoma serviks. Pengobatannya adalah operatif.
- Penyebab endokrinologik sangat jarang, Dijumpai pada usia perimenars,
reproduksi, dan perimenopause. Manajemen seperti PUD usia perimenars,
reproduksi dan perimenopause.

Manajemen:
D&K dan sesuai hasil Patologi Anatorni.

139 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

44. SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK (SOPK)

Definisi:
SOPK rnerupakan kurnpulan gejala, bukan merupakan suatu penyakit.
Penyebab pasti belum diketahui.
Perlu dibedakan antara ovarium polikistik (OPK), tanpa sindroma; danSindroma
Ovariurn Pulikistik (SOPK).

Prinsip dasar:
SOPK berkaitan dengan anovulasi kronik.
Gangguan hormonal merupakan penyebab terbanyak.
Perneriksaan hermon sesuai dengan keluhan yang dimiliki pasien.
Setiap wanita gemuk perlu dipikirkan adanya resistensi insulin.
SOPK merupakan faktor risiko kanker payudara, endometrium dan penyakit
jantung koroner.

Diagnosis:
Amenorea, oligornenorea, infertilitas, adipositas, hirsutismus (pertumbuhan
rambut berlebihan di muka, di atas bibir, dada, linea alba), akne, seborea,
pembesaran klitoris, pengecilan payudara,
USG dan atau laparoskopi merupakan alat utama untuk diagnosis. Dengan
USG, hampir 95% diagnosis dapatdibuat. Terlihat gambaran seperti roda pedati,
atau folikel-folikel kecil berdiameter 7-10 mm. Baik dengan USG, maupun
dengan laparoskopi, kedua, atau salah satu ovarium pasti membesar.
Wanita SOPK menunjukkan kadar FSIl, PRL, dan E normal, sedangkan LHsedikit
meninggi (nisbah LH/FSH > 2,5). LH yang tinggi ini akanmeningkatkan sintesis T
di ovarium, dan membuat stroma ovarium menebal(hipertekosis). Kadar T yang
tinggi membuat folikel atresia.
Bila ditemukan hirsutismus, perlu diperiksa testosteron, dan umumnya kadar T
tinggi. Untuk mengetahui, apakah hirsutismus tersebut berasal dari ovarium, atau
kelenjar suprarenal, perlu diperiksa DHEAS.

140 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kadar T yang Linggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/mL), sedangkan kadar
DHEAS yang tinggi selalu berasal dari kelenjar suprarenal (> 5-7 ng/mL).
Indikasi pemeriksaan T maupun DHEAS dapat dilihat dari berat ringannya
pertumbuhan rambut. Bila pertumbuhan rambut yang terlihat hanya sedikit saja
(ringan), maka kemungkinan besar penyebab tingginya Androgen serum adalah
akibat gangguan pada ovarium, berupa anovulasi kronik, sedangkan bila terlihat
pertumbuhan rambut yang rnencolok, maka peningkatan Androgen kemungkinan
besar berasal dari kelenjar suprarenal, berupa hiperplasia, atau tumor.
Menurut konsensus National Institute of Child Health and HumanDevelopment
pacta tahun 1977, maka kriteria untuk mendiagnosis SOPKditetapkan pal ing
sedikit terdapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
- Kriteria mayor adalah: anovulasi dan hiperandrogenemia.
- Kriteria minor adalah: resistensi insulin, hirsutismus, obesitas, nishahLH/PSH
> 2,5 dan pada USG terbukti ditemukan ovarium polikistik.
Kriteria minimal untuk mendiagnosis SOPK adalah 1 kriteria mayor berupa
anovulasi dan 2 kriteria minor herupa LHIFSH > 2,5 dan terbukti adanya
ovarium polikistik dengan menggunakan USG.
Manajemen:
Pengobatan pada wanita yang belum ingin anak
Pada wanita yang belum menginginkan anak dapat diberikan pil kontrasepsi
yangmengandung Estrogen-Progesteron sintetik. Pil kontrasepsi menekan
fungsiovarium, sehingga produksi Testosteron menurun. Selain itu, pil kontrasepsi
menekan sekresi LH, sehingga sintesis Testosteron-pun berhenti. Estrogen sintetik
memicu sintesis SHBG di hati, dan SHBG ini akan mengikat lebih banyak lagi
Testosteron dalam darah.
Pada wanita dengan hirsutismus lebih efektif pemberian anti androgen, seperti
Siprosteronasetat (SPA). SPA menghambat kerja Androgen langsung pada target
organ. SPA yang termasuk jenis Progesteron alarniah, juga merniliki sifat
glukokortikoid, sehingga dapat mengharnbat ACTH, dan dengan sendirinya
pulamenekan produksi Androgen di suprarenal, Bila belum tersedia sediaan
SPA, maka dapat digunakan pil kontrasepsi yang mengandung SPA. Prognosis
pengobatan dengan SPA sangat tergantung dari:

141 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Wanita dengan kadar T yang tinggi, memiliki respon yang baik.


- Bila hirsutismus sudah berlangsung lama, prognosis je1ek.
- Wanita muda keberhasilannya lebih baik.
- Rambut/bulu di daerah dada dan perut rnemiliki respon baik.
SPA diberikan 1-2 tahun. Bila ternyata hirsustismus tetap juga tidak hilang, maka
perlu dipikirkan adanya kelainan kongenital adrenal. Dianjurkan untuk perneriksaan
honnon 17 alfa Hidroksiprogesteron. Kadar yang tinggi, menunjukkan adanya
defisiensi enzim 21 Hidroksilase.
Dewasa ini mulai di gunakan Gn-RH analog (agonis atau antagonis) untuk
menekan fungsi ovarium

Pengobatan pada wanita yang ingin anak


Diberikan pemicu ovulasi, seperti Klomifen Sitrat, atau Gonadotropin yang
mengandung FSH/LH atau LH saja. Klomifen Sitrat meningkatkan aromatisasi T
menjadi Estradiol (E2), dan E2 ini menekan sekresi LH. Gonadotropin
mengembalikan keseimbangan FSH/LH. Hati-hati terjadi hiperstimulasi
ovarium.Bila belum juga berhasil mendapatkan anak, maka diberikan pil
kontrasepsi, atau Gn-RlI analog (agonis/antagonis) sampai nisbah LH/FSH 1,
dan baru kernudian diberikan induksi ovulasi.
Dewasa ini tindakan pembedahan reseksi baji tidak dilakukan lagi. Dengan
berkembangnya laparoskopi, dapat dilakukan drilling pada ovarium. Tujuannya
untuk rnengeluarkan cairan folikel yang banyak rnengandung T. Jumlah lubang
lebih kurang 10 buah.

142 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

45. MENOPAUSE
Definisi:
Pramenopause: masa antara usia 40 tahun dan dimulainya siklus haid tidakteratur,
terkadang ada menoragia dan dismenorea; disertai atau tidak disertaikeluhan
vasomotorik, atau keluhan premenstrual syndrome (PMS); dengankadar FSH, dan
E normal atau meninggi.
Perimenopause (klimakterium): masa perubahan antara premenopause dan
postmenopause (sarnpai 12 bulan setelah menopause); haid mulai tidak teratur,
oligomenorea, menoragia, dismenorea; muncul keluhan klimakterik,PMS.
Kadar FSH, LH, dan E bervariasi.
Menopause: haid berakhir secara permanen.
Pascamenopause: waktu setelah menopause sampai senium (dimulai setelah12
bulan amenorea). Muncul keluhan klimakterik, kadar FSH, LH tinggi,
Erendah.
Menopause prekok: menopause sebelum usia 40 tahun. Keluhan, maupun profil
honnon FSH, LB, E2 sarna seperti menopause alarni.
Senium: pascamenopause lanjut sampai usia> 65 tahun.

Diagnosis:
Usia wanita: 40-65 tahun.
Tidak haid > 12 bulan., atau haid tidak teratur.
Setiap amenorea, singkirkan kemungkinan kehamilan.
Anamnesis: haid tidak teratur, atau tidak haid sama sekali. Bila ternyata
keluhan sudah ada, sebelum wanita memasuki usia menopause, maka
perludipikirkan penyebab lain.
Keluhan klimakterik:
- Vasomotorik: gejolak panas, jantung berdebar-debar, sakit kepala,keringat
banyak (malam hari).
- Psikologik: perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, tidak
konsentrasi, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido .

143 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Urogenital: nyeri sanggama, vagina kering, keputihan, infeksi, perdaraban


pasca sanggama, infeksi saluran kemih, galal pada vagina/vulva, iritasi.
Prolapsus uteri/vagina, nyeri berkemih, inkontinensia urine.
- Kulit: kering, menipis, gatal-gatal, keriput, kuku rapuh, berwarna kuning.
Tulang: nyeri tulang dan otot.
- Mata: keratokoniungtivitis sika, kesulitan menggunakan kontak lensa, Mulut:
kering, gigi mudah rontok.
- Rambut: menipis, hirsutismus.
- Metabolisme: kolesterol tinggi, HDL turun, LDL naik.
- Namun terdapat wanita yang tidak terdapat keluhan tetapi jangka panjang
akan terkena osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke,
demensia, kanker usus besar.

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium
Apabila tersedia fasilitas laboratorium, lakukan anal isis hormonal.
Pra dan perimenopause: periksa FSH, LH, dan E2 pada hari ke 3 siklus
haid,Kadar hormon tersebut sangat bervariasi.
Pasca menopause, atau menopause prekok: periksa FSH dan E2 saja, Biasanya
kadar FSH > 30 mID/mL, dan kadar E2 < 50 pg/mL. Ikhwal inikhas untuk
klimakterium, atau pasca menopause.
Beberapa catatan:
- Kadang-kadang pada awal klimakterium dijumpai FSH tinggi, dan E
jugatinggi. Keluhan vasomotorik banyak dijumpai pada kadar E tinggi.
Pengobatannya jangan diberikan E, tetapi cukup P saja.
- Bisa juga dijumpai FSH dan E normal, namun wanita ada keluhan. Pada
keadaan seperti ini dianjurkan pemeriksan T3, T4, dan Tiroid Stimulating
Hormone, karena baik hipertiroid, maupun hipotiroid menirnbulkankeluhan
mirip dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaannya normal,
maka kemungkinan besar adanya fluktuasi E dalam darah, Pada wanita ini
dapat dicoba pemberian Terapi Sulih Hormon (TSH) untuk

144 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

satu bulan, dan kemudian dihentikan. Ditanyakan apakah keluhan hilang atau
tidak. Bila keluhan hilang dan muncul lagi, maka sebenarnya kadar E wanita
tersebut saat itu rendah; wanita tersebut telah memasuki usia perimenopause,
namun setelah TSH dihentikan dan keluhan tidak muncul lagi, berarti kadar
E telah normal kembali diproduksi di ovarium, dan wanita tersebut belum
menopause.
- Pada wanita yang menggunakan psikofarmaka kronis, perlu diperiksa PRL
darah. Kadar PRL > 50 ng/mL, perlu dipikirkan adanya mikro atau
makroadenoma hipofisis.

Pemeriksaan dengan Densitometer


Hanya dilakukan pada wanita dengan risiko osteoporosis, seperti: menopause
dini, pasca menopause, terlambat datangnya menars, kurus, kurang olah raga,
imobilisasi, merokok, banyak minum kopi dan alkohol, diit rendah kalsium,
nyeri tulang, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, dan hipertiroid.
Hasil densitometer berupa Tsscore dan Zsscore, T-skor adalah skor
yangmemfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam risiko uniuk berkembang
menjadiosteoporosis, sedangkan Z-skor adalah skor yang digunakan untuk
memperkirakan risiko fraktur dimasa akan datang. Z-skor menentukan perbedaan
nilai simpang baku (SD) wanita dibandingkan wanita seusia yangsama tanpa
osteoporosis. T-skor - 1 (-1< T), masa tulang normal. - 2,5 <T < -1, artinya masa
tulang rendah, T < -2,5, artinya osteoporosis. T < - 2,5 dan telah terjadi fraktur,
artinya osteoporosis berat. Nilai Z-skor < -1, berartiwanita tersebut memiliki
risiko terkena osteoporosis.

Manajemen
Prinsip dasar:
Wanita dengan uterus, E selalu dikombinasikan dengan P.
Wanita tanpa uterus cukup diberikan E saja. E diberikan kontinyu (tanpa
istirahat).

145 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Wanita perimenopause yang rnasih menginginkan haid, TSH diberikan


sekuensial. P diberikan 12-14 hari.
Wanita pasca menopause yang masih ingin haid, TSH diberikan sekuensial,
Wanita pasca menopause yang tidak inginkan haid, TSH diberikan
secarakontinyu.
Yang lebih diutarnakan E dan P alamiah.
Mulailah selalu dengan dosis E dan P rendah.
E dapat dikombinasikan dengan Androgen (DHEAS) pada wanita
dengangangguan libido.
Pada wanita dengan risiko atau dengan kanker payudara diberikan SRRM
(Raloksifen),

Terapi Sulih Hermon (TSH)/Hormone Replacement Therapy (HR1)


Bila telah dianggap perlu pemberian TSH, maka jelaskan kepada wanitatersebut
kegunaan TSH, seperti menghilangkan keluhan klimakterik, dan dapat mencegah
patah tulang, penyakit jantung koroner, stroke, demensia, kanker usus besar,
dan mencegah gigi rontok. Kepada wanita yang tidak ada keluhan, TSH diberikan
untuk pencegahan. Jelaskan, bahwa TSH harus digunakan jangka panjang, yaitu
5-10 tahun, bahkan untuk sisa hidup wanita. Perlu di terangkan tentang efek
samping TSH, seperti perdarahan, gemuk, risiko kanker payudara.
Sebelum diberikan TSH lakukan anamnesis tentang obat yang sedang di gunakan,
merokok, minum kopi, alkohol, dan cocacola, pola hidup (lifestyle). Apakah
pernah atau sedang menggunakan kontrasepsi hormonal, berapalama, dan
jenisnya, Apakah sedang menderita DM, dan menggunakanpengohatan atau
tidak. Apakah dikeluarga ada yang menderita kanker payudara, Apakah sejak
kecil telah menderita hiperlipidernia (herediter), apakah telah di histerektomi.
Pemeriksaan fisik dan ginekologik: tekanan darah, berat badan, tinggi badan,
palpasi payudara, dan kelenjar tiroid. Pemeriksaan genitalia eksterna dan
interna, dan bila perlu lakukan Pap smear dan USG sebelumnya.

146 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Mamografi harus dilakukan,


Laboratorium: kimia darah, hanya bila ada indikasi, seperti penyakit
liver,atau ginjal.
Apabila wanita tersebut memenuhi persyaratan untuk menggunakan TSH,
maka perlu diketahui kontraindikasi pemberian TSH (HRT) antara lain:
- Sedang/dugaan hamil.
- Kanker payudara, atau riwayat kanker payudara.
- Kanker endometrium (kecuali sudah histerektomi). Perdarahan per-vaginam
yang belum jelas penyebabnya.
- Kerusakan hati berat.
- Porfiria.
- Tromboemboli/tromboplebitis aktif.
- Hiperlipidemia herediter.
- Meningioma (ierutama untuk Progesteron).
Wanita setuju untuk menggunakan TSH:
- Wanita menopause dengan uterus, atau tanpa uterus.
- Wanita perimenopause.

Kontrol selama penggunaan TSH (HRT)


Setelah satu bulan, wanita diminta datang: diukur tekanan darah, berat
badan.Ditanyakan tentang keluhannya, apakah hilang/tidak, Efek samping TSH.
Keluhan vasomotorik umumnya hilang setelah satu bulan TSH, sedangkan
keluhan-keluhan lain, baru akan hilang setelah 6 bulan TSH. Bila keluhan
vasomotorik tidak hilang:
- Apakah wanita tersebut sedang menggunakan obat-obat yang
dapatmengganggu metabolisme Estrogen, seperti -Fetrasiklin, Amoksisillin,
Kloramfenikol, Tuberkulostatika.
- Gangguan resorbsi (diare).
- Dosis E rendah: naikkan dosis E.
- Setiap menaikkan dosis E, dapat disertai dengan efek samping: nyeripayudara,
sakit kepala, perdarahan, keputihan, berat badan bertambah.Bila keluhan/efek
samping tidak ada, TSH diteruskan seperti semula. Wanita tersebut diminta
datang 3 bulan Jagi.

147 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Setelah 3 bulan: diukur tekanan darah, berat badan. Ditanyakan tentang keluhan,
dan efek samping.
Wanita diminta datang rutin setiap 6 bulan. Diukur tekanan darah, berat
badan, tanyakan keluban, efek samping TSH. Pemeriksaan ginekologik (Pap
smear). Pemeriksaan kimia darah hanya atas indikasi.
Riwayat kanker payudara dikeluarga: perlu rnamografi, atau usa
payudarasetiap tahun. Pada yang tidak ada riwayat kanker payudara, mamografi
cukup2 tahun/sekali.
Perlukah analisis hormonal untuk rnernonitor pengobatan ?
- Tidak perlu, cukup dilihat dan dipantau dari keluhan pasien saja.
- Namun apabila belum memberikan hasil yang diharapkan, seperti pada
gangguan resorbsi, perlu dipertimbangkan untuk memeriksa kadar serum
hormon tersebut. Yang diperiksa hanya 17 beta Estradiol, sedangkan jenis
Estrogen lain seperti Estrogen Konjugasi, Estriol, atau Micronized Estrogen
tidak dapat dicacah oleh alat pencacah. Perlu juga diingat, bahwa kadar
E dalam darah setiap individu sangat fluktuatif Untuk memeriksa Estrogen
jenis ini diperlukan spesial kit. Darah diambil 2-5 jam setelah pemberian
secara oral. Bila dijumpaikadar E 200 pg/mL dan keluhan tetap ada, berarti
dosis E berlebihan, sedangkan bila dosis E < 50 pg/mL dan keluhan belum
hilang, berarti dosis E rendah, dan disini terjadi gangguan pada resorbsi dan
metabolisme E.

Jenis sediaan hormonal dan dosis TSH (HRT)


Estrogen alamiah: 17 beta Estradiol (1-2 rng/hari), Estradiol, Valerat (1-2
mg/hari), Estrupipate (0,625-1,25 mg/hari), Estrogen Ekuin Konjugasi (0,3mg-
0,625 mg/hari), Estriol (4-8 mg/hari).
Progestogen alamiah: Medroksiprogesteron Asetat, Cara sckuensial
dosisnyaadalah 10 mg/hari, cara kontinyu dosisnya 5 mg/hari, Siprosteron Asetat
carasekuensial dan kontinyu dosisnya 1 mg/hari. Didrogesteron, cara
sekuensial10 mg/hari, kontinyu 5 mg/hari.

148 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Cara pemberian TSH (HRT)


Yang utama adalah pemberian secara oral.
Transdermal berupa plester (koyok), atau krem yang dioles di tangan: di
berikan pada wanita dengan penyakit hati, batu empedu, darah tinggi, kencing
manis.
Vaginal krem: hanya untuk pengobatan lokal pada vagina .
Implan atau suntikan sangat jarang digunakan. Pada wanita yang masih
memiliki uterus mudah terjadi perdarahan (hipermenorea).

Efek samping dan penanganan TSH (HRT)


Nyeri payudara: akibat dosis E atau dosis P tinggi. Turunkan terlebih dahulu
dosis E. Bila masih tetap nyeri, maka turunkan dosis P. Masih juga nyeri,
tetapi tidak menggganggu, TSH diteruskan, Tidak ada perubahan, ganti
dengan sistem transdermal. Tidak berhasil juga, stop pemberian TSH. Untuk
pencegahan osteoporosis diberikan Kalsium dan Vitamin D3, untuk nyeri
sanggama, diberikan vaginal krem.
Peningkatan berat badan: hal ini membuat kepatuhan wanita untuk
menggunakan TSH menjadi rendah. E menyebabkan rehidrasi cairan di jaringan
kulit, sehingga kulit tidak keriput. Peningkatan berat badan hanya bersifat
sementara. P dapat memicu pusat makan di hipotalamus, Turunkan dosis P.
Perlu dijelaskan, bahwa bukanTSH yang membuat gemuk, melainkan pola
hidup yang berubah. Setelah keluhan hilang, umumnya wanita mulai senang
makan, kurang olah raga, dll.
Keputihan dan sakit kepala: disebabkan dosis E tinggi, turunkan dosis E,
naikkan dosis P.
Perdarahan: hal ini juga membuat kepatuhan wanita menjadi rendah.
Padapemberian sekuensial selalu terjadi perdarahan lucut, dan ini hal normal.

149 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Namun tidak jarang pula 8 sampai 10 hari sebelum obat habis telah terjadi
perdarahan lucut, maka diatasi dengan penambahan dosis P. Bila perdarahan
lucut yang terjadi banyak (hipermenorea), dan memanjang, hal ini disebabkan
oleh dosis E tinggi dan dosis P rendah, Diatasi dengan menurunkan dosis E, dan
rnenaikkan dosis P, dan bilajuga tidak berhasil, maka dipikirkan adanya
kelainan organik di uterus, sehingga perlu dilakukan D&K. Selanjutnya jangan
diberikan TSH sekuensial lagi, dan diganti dengan TSH kontinyu.
Setiap pemberian secara sekuensial seharusnya terjadi perdarahan lucut, dan
bila tidak terjadi, maka kemungkinan dosis E terlalu rendah, sehingga tidak
mampu mencegah osteoporosis, penyakit jantung koroner, dan menghilangkan
keluhan klimakterik. Untuk itu perlu diberikan TSH dengan dosis E tinggi.
Pada pemberian secara kontinyu dapat terjadi perdarahan bercak, terutama
pada 6 bulan pertama penggunaan TSH. Hal ini masih dianggap normal,
namun bila setelah 6 bulan masih terjadi perdarahan bercak, maka hal tersebut
disebabkan dosis E tinggi. Dengan menurunkan dosis E, dan menaikkan dosis
P, masalah ini biasanya sudah dapat diatasi. Kalau ternyata masih terjadi
perdarahan, bahkan abnormal, maka perlu D&K.
Hasil PA hiperplasia glandularis sistika, atau adenomatosa diatasi terlebih
dahulu dengan pemberian P siklik selama 6 bulan, dengan dosis 3 x 10 mg.
Setelah itu dilakukan D&K ulang, dan bila sembuh, dapat dilanjutkan lagi
dengan TSH. Tidak juga sembuh, lebih baik dianjurkan untuk histerektomi.
Pada hiperplasia atipik sebaiknya langsung dianjurkan histerektomi.

150 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

46. OSTEOPOROSIS
Definisi:
Pengeroposan tulang, tulang menjadi tipis, rapuh dan keropos, serta mudahpatah.

Diagnosis:
Anamnesis faktor risiko:
- Pasca menopause, menopause prekok. Pengurangan tinggi badan > 4 cm.
Postur tubuh yang kecil.
- Keluarga ada osteoporosis. Merokok, nulipara.
- Kurang bergerak, kurang paparan.
- Pengobatan dengan Heparin dan kortikosteroid jangka panjang,
diuretika,kemoterapi, antasid, kafein berlebihan.
- DM tipe 1, hipertiroid, hiperparatiroid primer.
- Pengobatan dengan Tiroksin, obat tidur (Barbiturat).
- Minuman beralkohol (4 gelas/hari).

Pemeriksaan penunjang:
Densitometer.
USG transdcrmal (pcngukuran ketebalan kulit).
CT-Scan.
Rontgen.
Laboratorium darah (C-terminal telopeptid, N terminal telopeptid) bermanfaat
hanya untuk penilaian hasil pengobatan, bukan untuk uji saring. Hanya
pemeriksaannya sangat mahal.

151 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Pada wanita yang tidak ada keluhan: TSH untuk pencegahan, dan TSHmerupakan
pilihan utarna.
Efek pencegahan baru terlihat > 5 tahun.
Olah raga teratur Galan, atau berenang atau senam osteoporosis).
Pada wanita dengan keluhan nyeri tulang; hilangkan nyeri terlebih
dahulu(obat, korset), Setelah itu baru diberikan TSH.
Pada wanita yang tidak boleh diberikan TSH, maka diberikan Alendronat
atau Bifosfonat.
Alendronat/Bifosfonat bukan digunakan untuk pencegahan osteoporosis.
Setiap pemberian Alendronat/Bifosfonat, harus selalu dikombinasikan
denganKalsium 1.000 mg/hari.
Kalsium saja tidak bermanfaat untuk pencegahan osteoporosis, kecuali
dikombinasikan dengan TSH.
SERM (Raloksifen) sangat efektif mencegah osteoporosis.
Paparan matahari yang cukup.

Prognosis:
Pemberian TSH dapat menurunkan kejadian patah tulang hingga 50-70%.

152 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

47.INFERTILITAS

Definisi:
Pasangan suami-isteri pada usia reproduksi, melakukan kohabitasi sebagai
mana layaknya (2-3 kali seminggu), tanpa menggunakan kontrasepsi, tidak
hamil selama 1 tahun masa usaha untuk menjadi hamil.

Prinsip dasar:
Suami dan isteri merupakan satu kesatuan biologik.
Kehendak untuk mendapatkan anak merupakan kehendak bersama.
Faktor penyebab biasanya adalah: suami 40%, isteri 40%, suami dan
isteri20%.
Tidak ada jaminan bahwa pemeriksaan dan pengobatan selalu berhasil.
Perneriksaan dasar bergantung dari fasilitas yang dimiliki.
Merujuk pasien ke tempat yang mempunyai fasilitas yang lebih baik, atau
menghentikan pemeriksaan dan pengobatan (sesuai dengan fasilitas
yangdimiliki, dan kemampuan finansial pasien), apabila dalam 2 tahun,
paling lama 3 tahun pengobatan tidak membuahkan hasil kehamilan.
Faktor penyebab utama antara lain: analisis mani yang buruk, hormonal
termasuk endometriosis, infeksi, dengan segala dampaknya, seperti oklusi
tuba, dan perlekatan genitalia interna.
Pengobatan dilaksanakan berdasarkan faktor penyebab.
Prognosis bergantung faktor penyebab, lama kawin, dan lama usaha untuk
mendapatkan kehamilan.

Diagnosis:
Suami:
Anamnesis seperti lazimnya, termasuk riwayat penyakit dan seksual.
Pemeriksaan jasmani, termasuk genitalia eksterna.
Pemeriksaan laboratorium dasar, darah, dan urine.
Analisis mani.
Pemeriksaan hormonal, bila mungkin.
Sedapat mungkin bekerjasama dengan ahli Andrologi atau Urologi.

153 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Isteri:
Anamnesis seperti lazimnya, termasuk riwayat penyakit dan seksual.
Pemeriksaan jasmani, payudara (kolostrum, galaktorea, benjolan), dangenitalia
sebagaimana lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dasar, darah dan urine, bila mungkin hormon
Prolaktin.
Pemeriksaan Suhu Basal Badan (SBB), selama 3 bulan berturut-turut.
Biopsi endometrium pada baid hari kc 20-24, bila mungkin.
Pemeriksaan hormon reproduksi, bila mungkin.
Perneriksaan ultrasonografi dacrah pelvis.
Pemeriksaan histern salpingografi.
Pemeriksaan histero-laparoskopi diagnostik, yang dilanjutkan dengan
histero-laparoskopi-operatif, bila mungkin.

Manajemen:
Bergantung faktor penyebab.
Pengobatan bertujuan unruk meningkatkan fungsi reproduksi.
Berbagai cara pengobatan antara lain: konseling kejiwaan, pemberian antibiotika,
inseminasi mani (suami) dengan berbagai modifikasi, kuretase, induksi ovulasi,
induksi spermatogenesis, koreksi defek anatomi dan fisiologi dari organ genitalia
(al: miomektomi, kistektomi, salpingo-pelviolisis), dan pengobatan khusus seperti
pada endometriosis.
Invitro fertilisation-Embryo Transfer (IVF-ET)/bayi tabung dengan
berbagaimodifikasi, apabila usaha di atas tidak menghasilkan kehamilan.

154 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

48.ENDOMETRIOSIS

Definisi:
Jaringan yang menyerupai endometrium ektopik.
Lokasi lesi endometrium: sekitar pelvik, ligamentum latum, ligamentum sakroute
rina, tuba fallopi, uterus, ovarium, usus, kandung kemih, dinding vagina, otak,
paru-paru, ginjal, mata.
Di daerah rektovaginal merupakan jaringan adenomiotik, bukan yang berasal
dari lesi endometrium yang berada di peritonem, termasuk lesi ekstra peritoncal.

Etiologi:
Penyebab pasti belum diketahui.
Namun dalam suatu hal para ahli sepakat, bahwa pertumbuhan endometriosis
sangat dipengaruhi oleh hormon steroid, terutama Estrogen.

Diagnosis:
Gejala: nyeri pelvik hebat pada saat haid, Datangnya menjelang haid, dan
mencapai puncaknya hari 1 dan 2 haid. Nyeri pelvik kronik baik siklik, maupun
asiklik hampir 70-80% disebabkan oleh endometriosis. Selain nyeri pelvik,
dapat juga muncul nyeri sanggama, premenstrual spotting, nyeri berkemih
dengan/tanpa darah dalam urine, nyeri defekasi dengan/tanpa darah, nyeri
dada, nyeri kepala, dan muntah darah. Sering dijumpai abortus berulang.
Prinsipnya, setiap nyeri yang berhubungan dengan siklus haid perlu diduga
adanya endometriosis.
Perlu diketahui, bahwa terdapat juga wanita tanpa memiliki gcjala apapun,
meskipun dijumpai cukup hanyak lesi endometriosis, sehingga pada wanita
infertilitas yang sudah ditangani, dan belum juga hamil, pcrlu dipikirkan
adanya endometriosis.
Pemeriksaan fisik: nyeri pada tulang belakang, nyeri ketok pada ginjal. Jikaada
infertilitas perlu juga diperiksa berat badan, tinggi badan, tanda-tanda.

155 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

maskulinisasi/virilisasi, pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut pubis


dan ketiak.
Pemeriksaan ginekologik:
Inspekulo: lihat apakah ada lesi endometriosis di porsio, dan bila perlu
kolposkopi, juga lesi di forniks posterior, vagina.
Perabaan uterus: dugaan mioma uteri (tidak nyeri), dugaan adenomiosis (nyeri).
Apakah satu atau kedua ovarium membesar dan nyeri pada penekanan. Apakah
terdapat nyeri tekan daerah kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina.
Pada dugaan endometriosis harus selalu dilakukan colok rektal untuk meraba
adanya lesi endometriosis di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina.
Yang terpenting adalah untuk mengetahui adanya lesi rektovaginal.
Perneriksaan tambahan: ultrasonografi dan laparoskopi.

Manajemen:
Endometriosis minimal ringan, aktif
Eliminasi lesi dengan koagulasi dengan kauter bipolar, atau vaporisasi
dengan laser. Namun lesi yang terletak di daerah vital, atau tidak dapat
melakukan koagulasi secara maksimal perlu dilanjutkan dengan pengobatan
hormonal. Perlu dibedakan antara lesi aktif dan nonaktif Lesi aktif biasanya
berwarna merah, kehitaman, kecoklatan, laming tua, Lesi nonaktif biasanya
pucat, fibrotik, abu-abu. Secara PA: aktif banyak kelenjar, nonaktif banyak
stroma. Hanya endometriosis aktif yang memiliki respon terbaik dengan
pengobatan hormonal.
Bila lesi telah dapat dieliminasi semua, maka apakah perlu dilanjutkan lagi
dengan hormonal, masih terjadi silang pendapat. Sebagian ahli memberikan
Progesteron seperti MPA 3 x l0 mg/hari, atau Danazol 3 x 200 mg/hari,
selama 6 bulan. Pada wanita ingin anak dapat dilanjutkan langsung dengan
penanganan infertilitas (tanpa perlu pengobatan dengan Progesteron).

156 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Endometriosis minimal ringan, nonaktif


Kauterisasi lesi, atau vaporisasi dengan laser, dan bila setelah tindakan wanita
mengeluh nyeri kembali, perlu diberikananalgetika/antiprostaglandin, Progesteron
juga memiliki antiprostaglandin, namun harus diberikan dosis tinggi (2 x 50
mg) selama 6bulan. Pada wanita yang ingin anak dapat dilanj utkan lagi
dengan penanganan infertilitas.

Endometriosis minimal ringan, kombinasi aktif dan nonaktif


Pengobatannya diperlakukan seperti pcngobatan endometriosis aktif

Endometriosis sedang-berat, aktif


Pada saat laparoskopi, dilakukan aspirasi kista atau lesi endometriosis dan
biopsi dinding kista (terutama pada wanita infertilitas), kemudian tindakan
dihentikan. Berikan pengobatan hormonal 6 bulan. Tujuannya untuk
mengurangi proses inflamasi dan proses vaskularisasi pada ovarium, sehingga
kista tidak mudah pecah, mudah mengupasnya, jumlah perdarahan sedikit,
kerusakan pada jaringan ovarium menjadi minimal. Jenis sediaan hormonal
yang dipilih adalah Gn-RH analog, atau Danazol, lama pemberian adalah 6
bulan. Setelah pengobatan hormonal selesai, baru dilakukan tindakan
pembedahan. Setelah tindakan pembedahan, dilanjutkan lagi dengan terapi
hormonal seperti semula.
Atau, pada saat laparoskopi langsung dilakukan pengangkaian kista dan
barukemudian diberikan terapi hormonal 6 bulan.
Bila dilakukan USG dan diyakini adanya kista coklat, pada wanita infertilitas
dilakukan terlebih dahulu pengobatan hormonal 6 bulan dan baru kemudian
dilakukan tindakan operasi. Pascaoperasi dilanjutkan lagi dengan terapihormonal
6 bulan lagi.
Pada wanita yang tidak menginginkan anak dapat langsung dilakukan tindakan
operatif, dan setelah itu dilanjutkan dengan terapi hormonal. Pada wanita
yang ingin anak ditangani dengan cara yang sesuai.

157 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Endometriosis sedang berat, nonakrif


Tindakan operatif segera, kauterisasi, atau vaporisasi, kistektomi. Dilanjutkan
dengan pemberian analgetik, atau Progesteron.

Endometriosis tersembunyi
Kadang-kadang pada laparoskopi tidak terlihat lesi endometriosis, namun
wanita mengeluh nyeri haid hebat. Sebenarnya lesi tersebut ada, tetapi tidak
terlihat oleh operator, karena lesi tersebut infiltrasi ke jaringan melebihi 10
mm. Saat laparoskopi, semprotkan cairan metilen blue ke peritoneum.
ligamentum sakrouterina, dinding vesika, kemudian cairan tersebut diisap.Lesi
endometriosis akan terlihat berupa bintik-bintik biru. Semua lesi dikauter, atau
vaporisasi. Setelah itu terapi hormonal 6 bulan (Progesteron, atau Gn-RH
analog).
Pada wanita usia muda yang terbaik tetap dilakukan laparoskopi. Namun kadang-
kadang dapat diberikan pil kontrasepsi kornbinasi atau tabletProgesieron pada
wanita muda yang tidak mau dilakukan laparoskopi.
Lesi rektovaginal: berikan terapi dengan Gn-RH analog 6 bulan, dan baru
kemudian dilakukan tindakan operatif (laparoskopi operatit).

Prinsip dasar penggunaan Gn-RH analog:


Pada endometriosis berat dengan infertilitas sebaiknya Gn-RH analog diberikan 6
bulan.
Selama pernberian Gn-RH analog selalu diberikan"addback therapy"dengan
Estrogen + Progestogen.
Pada pernberian Gn-RH agonis terjadi perdarahan (flare up) beberapa hari
setelah suntikan pertama,
Pada penggunaan Gn-RH agonis, dapat terjadi amenorea beberapa bulan setelah
suntikan terakhir.

158 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Adenomiosis
Prinsip dasar:
Lesi endometriosis yang berada didalam miometrium, menyebabkan nyeri
haid dan infertilitas (seperti pada endometriosis).
Rekurensi tinggi.
Responnya tidak baik dengan pemberian Gn-RH analog.

Diagnosis:
Anamnesis: mirip dengan endometriosis.
USG.
Laparoskopi.
MRI

Manajemen:
Reseksi adenorniosis, atau
Aromatase inhibitor selama 6 bulan.

Prognosis:
Kurang memuaskan.

159 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

49. TRANSLOKASI AKDR

Definisi:
Translokasi alat kontrasepsi dalam rahim ialah suatu keadaan dimana
AKDRberada di luar kavum uteri pada akseptor AKDR.

Diagnosis:
Tidak dijumpai filamen/benang AKDR pada pemeriksaan inspekulo maupun
pemeriksaan dalam.
AKDR juga tidak teraba pada pemeriksaan sondase.
Tidak ada gambaran ekogenik dalam rahim pada USG.

Perneriksaan penunjang:
USG.
Histereskopi.
Radiologik.

Manajemen:
Laparotomi eksplorasi mengangkat AKDR.
Laparoskopi untuk mengambil AKDR.

Komplikasi:
Obstruksi atau kadang-kadang perforasi usus.
Perlekatan-perlekatan,

Informed consent:
Perlu dibuat secara tertulis mengenai rencana tindakan operasi.

160 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

50. LEKORE

Definisi:
Cairan bukan darah yang keluar berlebihan dari vagina.

Sumber cairan:
Vulva.
Vagina.
Serviks,
Uterus,
Tuba.

Etiologi:
Fisiologis.
Benda asing.
Infeksi.
Hormon.
Neoplasma.
Vaginitis atrofikans.

Penyebab terbanyak dari lekore adalah infeksi, Kuman penyebab terjadinya


infeksi antara lain:
1. Infeksi bakteri:
- Neisseria gonorrhoea: Gonore.
- Chlamydia trachomatis: Klamidiasis.
- Gardnerella vaginalis: Vaginosis.
- Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticutii: Mikoplasmosis,
2. Infeksi virus:
- Herpes virus: Herpes simpleks, If. zoster, Varicella.
- Pox virus: Moluskum kontagiosum.
- Papova virus: Kondiloma akuminata,

161 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. Infeksi jamur:
- Candida albicans: Kandidiasis.
4. Infeksi protozoa:
- Trichomonas vaginalis: Trikomoniasis.
- Entamoeba histolytica: Amubiasis vagina.
5. Infeksi parasit:
- Enterobius vermicularis.

Diagnosis:
Anamnesis: harus terungkap, apakah lekore yang terjadi fisiologis
ataupatologis, Selain infeksi, harus dipikirkan juga kemungkinan ada benda
asingatau neoplasma.
Pemeriksaan spekulum: perhatikan sifat cairan/lendir seperti
kekentalan,warna, dan bau. Kemungkinan adanya benda asing, ulkus, dan
neoplasma
- Cairan yang encer, berbusa, berbau, warna kuning-kehijauan: suspek
- Trikomoniasis, Vaginosis bakterialis. Gejala lain gatal dan terasa panas.
- Cairan yang putih kental, seperti susu basi/yoghurt: suspek kandidiasis.
- Gejala lain gatal, terasa panas, disuria sampai dispareunia.
- Cairan yang bernanah dan serviks tampak purulen: suspek Gonore,
Klamidiasis.
Pemeriksaan dalam dilakukan setelah pengambilan sediaan untuk pemeriksaan
laboratorium.

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium: dibuat sediaan basah
- NaCI 0,9% untuk Trikomoniasis.
- KOH 10% untuk Kandidiasis (melihat hifa), juga bakteri anaerob
danGardnerella melalui reaksi bau ikan.
- Pemeriksaan sediaan dengan pewarnaan Gram untuk membantu mengenal
organisme gram positif/negatif termasuk adanya infeksi Gonore. Bahan
pemeriksaan bisa diambil dari sekret vagina.

162 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Pemeriksaan tambahan bila diperlukan, misalnya ada kecurigaan keganasan.


- Kultur dilakukan rnisalnya pada keadaan klinis ke arah Gonore, tetapi
pewarnaan Gram tidak diketemukan.
- Pemeriksaan serologi dilakukan bila kecurigaan misalnya ke arahKlamidia.

Terapi:
Pemberian terapi jangan semata-mata bertumpu hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium. Pada pengalaman klinik, ternyata kebanyakan lekore disebabkan
oleh infeksi campuran sehingga harus diberikan terapi kombinasi. Selain terapi
untuk pasien dan pasangannya, pada waktu bersamaan harus juga diberikan
konseling bahwa obat harus dimakan sesuai anjuran, tidak melakukan hubungan
selama pengobatan dan harus melakukan pemeriksaan ulang sesuai anjuran.
Obat-obatan:
1. Trikomoniasis:
- Pilihan utama: Metronidasol 3 x 250 mg/hari-, oral selama 7 hari. Jangan
diberikan pada wanita hamil, terutarna trimester I.
- Pilihan lain: Klotrimasol 100 mg/hari, intravagina selama 7 hari.Dapat
diberikan padawanita hamil.
2. Vaginosis bakteruGardnerellu vaginalis/vaginitis non-spesifik:
- Pilihan utama: Metronidasol 3 x 250 mg/hari, oral selama 7 hari. Jangan
diberikan pada wanita hamil, terutama trimester I.
- Pilihan lain: Ampisilin 4 x 500 mg/hari, oral selama 7 hari,
3. Kandidiasis:
- Pilihan utama: Klotrimasol 100 mg/hari, intravagina sclama 7 hari. Dapat
diberikan pada wanita hamil. Nistatin 100.000-200.000unit/hari, intravagina
selama 14 hari.
- Pilihan lain: Tiokonaso1300 mg, oral, dosis tunggal atau 100 mg/hari
selama 3 hari. Mikonasol 100 mg/hari, intravagina selama 7 hari.

163 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

4. Gonore:
- Pilihan utama: Doksisiklin 2 x 100 mg/hari, oral selama 7 hari.
- Pilihan lain: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, oral selama 7 han.
Penisilin prokain 4,8 juta U/TIvf+ Probenesid 1 gram, oral.
Ampisilin 3,5 gram + Probenesid 1 gram, oral.
Amoksisiln 3 gram + Probenesid 1 gram, oral.
5. Klamidiasis:
- Pilihan utama: Doksisiklin 2 x 100 mg/hari, oral selama 7 hari.
- Pilihan lain: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, oral selama 7 hari.
Eritromisin 4 x 500 rng/hari, oral selama 7 hari atau 4 x250
mg/hari, oral selama 14 hari.

Pengawasan:
Pada waktu kunjungan ulang, dilaknkan perneriksaan klinis dan laboratorium
untuk menilai keberhasilan terapi dan menentukan langkah selanjutnya. Bila
lekore masih ada, sedangkan tanda klinis sudah hilang, perlu dipikirkan sebab
lain, misalnya hormonal. Bila keadaan memburuk atau timbul reinfeksi harus
dicari penyebabnya, bila perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas .

164 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

51. PENYAKIT RADANG PANGGUL

Definisi:
Penyakit radang panggul/PID (pelvic Inflammatory Disease) merupakan penyakit
infeksi pada traktus genitalia bagian atas.

Prinsip dasar:
Penyakit radang panggul sebagian besar (90%) terjadi karena infeksi asenden,
selebihnya dapat terjadi karena tindakan medis, atau penyebaran limfogen
atau hematogen.
Infeksi asenden berasal dari infeksi alat genitalia bagian bawah, seperti sistitis,
uretritis, vulvitis, vaginitis, vaginosis bakterial, servisitis, infeksi kelenjar
Bartholin, serta terjadi karena pemasangan IUD, tindakan biopsi, sondase,
kuretase, pascasalin dan pasca operasi yang tidak memperhatikan upaya-upaya
pencegahan infeksi, Bisa juga terjadi penyakit radang panggul karena penularan
dari infeksi traktus intestinalis, paling sering karena apendisitis.
Infeksi yang terjadi meliputi uterus, tuba fallopi, ligamentum-ligamentum
uteri, serta peritoneum pelvis viseral, seperti endoservisitis, endometritis,
miometritis, salpingitis, oophoritis, piosalping, tuboovarial abses, abses Douglas,
dan pelvioperitonitis, Dapat juga terjadi perihepatitis dan kolitis. Paling sering
penyakit radang panggul adalah salpingitis.
Pengobatan infeksi genitalia bagian bawah pcrlu -dilakukull secara
adekuatsehingga dapat mengurangi terjadinya infeksi asenden.

Etiologi:
Chlamydia trachoma/is: 40-60%.
Neisseria gonorrhoea: 15-18%. Mycoplasma species: 10-15%.
Anaerob: 3-5%.
Tidak diketahui: 15-20%.

165 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Gejala: sangat bervariasi, tergantung lokasi, intensitas, serta daya tahan tubuh.
Dasar diagnosis penyakit radang panggul:
Kriteria mayor:
- Ketegangan abdomen, rebound eli bagian bawah.
- Tegang-kaku saat pergerakan serviks atau uterus.
- Adneksa tegang, kaku, dan nycri. Kriteria tambahan:
- Panas badan > 38 C.
- Lekositosis >10.000/mL
- Pembentukan massa pada adneksa.
Laboratorium:
- Bakteria pada endoserviks.
- Cairan bernanah pada kavum Douglas.

Selain itu juga, CDC (Center for Disease Control) menetapkan tuntunanuntuk
dapat menegakkan diagnosis penyakit radang panggul:
1. Kriteria minimal:
- Tegang-nyeri abdomen bagian bawah.
- Tegang-nyeri pada adneksa unilateral atau bilateral.
- Tegang-nyeri pada pergerakan serviks,
2 Kriteria tambahan yang lebih menegaskan diagnosis penyakit radang panggul:
- Temperatur> 38 C.
- Pengeluaran cairan serviks atau vagina abnormal.
- Laju endap darah meningkat.
- Peningkatan C-reaktifprotein.
- Pada pemeriksaan lendir serviks dijumpai Chlamydia trachomatisatau
Neisseria gonorrhoea.

166 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. Kriteria diagnosis yang lebih akurat:


- Terjadi endometritis pada endometrium.
- Terdapat abses pada pemeriksaan USG atau pemeriksaan lain.
- Pemeriksaan laparoskopi menunjukkan terdapat keadaan abnormal adneksa
yang menyertai penyakit radang panggul.
Dapat juga terjadi penyebaran infeksi ke arah aras sehingga liver ikut sertadalam
infeksi dengan gejala menurut Fitz-Hugh Curtis Syndrome:
- Nyeri sekitar liver, tegang saat liver diraba.
- Enzim transaminase liver meningkat.
- Terdapat penyebaran infeksi transperitoneal atau melalui pembuluh darah
dari kuman Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoea.
- Pada pemeriksaan laparoskopi akan dijurnpai, perlekatan membentang antara
kapsul liver dengan peritoneal parietal di bawah diafragma.

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium: lekositosis, laju cndap darah meningkat, pewarnaan Gram,
kuldosentcsis purulenta, kultur.
USG: massa di adneksa, misal abses Douglas, hidrosalping.

Diferensial diagnosis:
Kebamilan ektopik terganggu.
Torsi kista ovarium.
Ruptur kista ovarium.
Apendisitis akuta,
Perforasi tifus abdominalis.
Endometriosis.

Manajemen:
Petunjuk pengobatan PID menurut CDC sebagai berikut:
- Untuk pasien yang rawat jalan:
Ofloksasin 2 x 400 mg per-oral untuk 14 hari, atau

167 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Levofloksasin 1 x 500 mg per-oral untuk 14 hari.


Dengan atau tanpa Metronidasol 2 x 500 mg per-oral untuk 14 hari.
Alternatif untuk pasien rawat jalan:
Sefoksitin 2 g IM + Probenesid 1 g oral secara bersamaan, atauSeftriakson 250
mg IM, atau Sefalosporin yang ekuivalen, Ditambahkan lagi Doksisiklin 2 x
100 mg per-oral untuk 14 hari. Dengan atau tanpa Metronidasol 2 x 500 mg
per-oral untuk 14 hari.
- Untuk pasien rawat inap:
Sefoksitin 2 gram IV setiap 6 jam, atau
Sefotetan 2 gram IV setiap 12 jam,
Ditambahkan Doksisiklin 2 x 100 mg per-oral atau IV setiap 12 jam. Diberikan
sampai pasien dinyatakan sembuh, se1anjutnya Doksisiklin diberikan 2 x
100 mg per-oral sehingga total pemberian menjadi 14 hari.
Alternatif untuk pasien rawat inap:
Klindamisin900 mg IV setiap 8 jam.
Dengan Gentamisin, berikan loading dose IVatau IM (2 mg/kg bb)
selanjutnya berikan dosis maintenance (1,5 rug/kg) setiap 8 jam, dengansyarat
fungsi ginjal baik.
Diberikan sampai pasien dinyatakan sembuh.

Komplikasi:
Infertilitas.
Kehamilan ektopik.
Nyeri abdomen/pelvis.

168 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

52. MIOMA UTERI

Definisi:
Tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudokapsul, yang berasal dari
sel otot polos yang imatur.

Prinsip dasar:
Merupakan tumor terbanyak dari uterus. Prevalensinya mencapai 20%populasi
wanita> 30 tahun dan 35-40% pada wanita > 50 tahun.
Berhubungan dengan Estrogen. Jarang dijumpai sebelum menars, tidak tumbuh
lagi setelah menopause atau kastrasi; membesar selama kehamilan atau mendapat
Estrogen eksogen, sering diiumpai pada tumor yang menghasilkan Estrogen,
dapat dijurnpai bersamaan dengan hiperplasia endometrium.
Lokasi terbanyak pada intramural (menyebabkan uterus berbenjol-
benjol).Mioma submukosum jarang (5-10%) tetapi secara klinik sangat
pentingkarena hampir selalu menimbulkan gejala. Mioma- subserosum dapat
timbulretroperitoneal/intraligamenter.
Ada pula mioma uteri yang berrangkai (pedunculated). Mioma uterisubmukosum
bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri eksternum dan
disebut sebagai mioma terlahir (myoom geburt).
Dapat mengalami perubahan seperti degenerasi hialin (tersering),
degenerasikistik, infeksi, kalsifikasi dan degenerasi maligna.

Diagnosis:
Pemeriksaan fisik: pembesaran rahim, bisa simetris ataupun berbenjol-benjol,
kenyl, padat, berbatas tegas, bisa disertai dengan keluhan perdarahan per-vaginam
(menometroragia), dismenorea, disuria, polakisuria, retensi urine dan konstipasi
akibat penekanan tumor.
Pemeriksaan USG.
Kuretase pada pasien yang disertai gangguan haid terutama pada usia agak
tua, untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hiperplasia endometrium atau
adenokarsinoma endometrium.

169 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diferensial diagnosis:
Hamil.
Keganasan ovarium.
Adenomiosis.
Keganasan uterus.

Manajemen:
Observasi: bila ukuran uterus lebih kecil dari ukuran uterus kehamilan 12
minggu, tanpa disertai penyulit lain, lakukan pengawasan berkala setiap 6 bulan.
Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosum
bertangkai/myoomgeburt,dilanjutkan dengan tindakan D&K.
Konservatif: miomektomi.
Histerektomi.
Pemilihan cara manajemen tergantung pada keadaan:
- Gejala yang timbul: perdarahan yang terus menerus dan tidak sembuh
dengan pengobatan, maka sebagai tindakan hemostasis dilakukan histerektomi.
- Besar dan lokasi mioma: mioma intramural, subserosa dan subserosabertaogkai
dapat dilakukan miomektomi.
- Umur pasien.
- Fungsi reproduksi.

Komplikasi:
Perdarahan.
Anemia.
Infeksi atau degenerasi.

170 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Mioma subserosa bertangkai kadang-kadang terpuntir (twisted)yang


mengakibatkan akut abdomen.
Perlekatan pasca miomektomi.
Robekan rahim saat hamil pada pasien pasca miomektomi.

Prognosis:
Umumnya baik, bervariasi tergantung besar danlokasi rnioma,

Informed consent:
Perlu dibuat dan informasikan kemungkinan kambuhnya mioma uteri lagi,
robekan rahim saat hamil, kemungkinan histerektomi totalis pada pasien yang
tadinya direncanakan miomektomi, kemungkinan infertilitas, tidak lagi haid
bila dilakukan histerektomi.

171 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

53. KISTA OVARIUM

Definisi:
Pembesaran ovarium yang bersifat fungsional atau disfungsional, berupa kistik,
padat atau campuran kistik-padat dan dapat bersifat neoplastik maupun non-
neoplastik.

Prinsip dasar:
Insidennya 7% dan populasi wanita.
Delapan puluh lima persen kista ovarium bersifat jinak.

Klasifikasi:
Tumor non-neoplastik
- Tumor akibat radang.
- Tumor lain: kista folikel, kista korpus luteum, kista lutein, kista inklusi
germinal, kista endometrium, kista Stein-Leventhal (SOPK).
Tumor neoplastik jinak
1. Kistik:
- Kistoma ovarii simpleks.
- Kistadenoma ovarii serosum.
- Kistadenorna ovarii musinosum.
- Kista endometrioid.
- Kista dermoid.
2. Padat:
- Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, limfangioma.
- Tumor Brenner.
- Tumor sisa adrenal (maskulinova-blastoma).

172 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Anamnesis: timbul benjolan di perut dalam waktu yang relatif lama.
Gejala yang timbul tergantung besar tumor, lokasi, dan adanya komplikasi.
Umumnya tidak menimbulkan gejala.
Gejala yang timbul dan patognomonik adalah:
- Penekanan terhadap vesika urinaria atau rektum.
- Perut terasa penuh.
- Pembesaran perut.
- Perdarahan (jarang).
- Nyeri (pada putaran tangkai/kista pecah/terinfeksi).
- Sesak napas, edema tungkai (pada tumor yang sangat besar).
Pemeriksaan fisik:
- Ditemukan tumor di rongga perut bagian bawah, di samping uterus dengan
ukuran > 5 cm.
- Pada pemeriksaan dalam letak tumor di sebelah kiri/kanan uterus
ataumengisi kavum Douglasi.
- Konsistensi seringnya kistik, mudah digerakan, permukaan tumor umumnya
rata, kecuali uterus miomatosus dapat berbenjol-benjol.

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium: lekosit, laju endap darah; kemungkinan adanya kistaterinfeksi,
tes kehamilan negatif.
USG: adanya tumor adneksa yang kistik/padat.
Laparoskopi.

Manajemen:
Perlu ditentukan apakah merupakan kista fungsional (diameter kista < 5 cm)atau
bukan.
Perlu ditentukan apakah termasuk golongan neoplastik atau non-neoplastik.
Pengangkatan kista/ovarium tergantung jenis kista dan besar kista.
Pengangkatan kista dapat dilakukan dengan laparoskopi atau laparotomi.

173 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pembedahan: kistektomi bila masih ada jaringan ovarium yang sehat.


Ovarektomi atau salpingoovarektomi unilateral, bila sudah tidak ada jaringan
ovarium yang sehat.
Histerektomi totalis dan salpingoovarektomi bilateral (HTSOB) biladitemukau
tumor pada usia > 50 tahun atau sudah menopause. Pada usiamuda uterus dapat
ditinggalkan dengan rencana terapi substitusi hormon.
Pada pasien yang muda dengan ovarium tersangka ganas, dalam
informedconsent harus dijelaskan kemungkinan perlu dilakukan histerektomi.

Komplikasi:
Akibat penyakit: kista pecah, kista terpuntir/torsi, kista terinfeksi.
Akibat pembedahan: perdarahan, cidera usus, cidera vesika urinaria, komplikasi
cidera ureter bila tumor intraligamenter atau dengan perlekatan.

Sindroma Meigs:
Fibroma ovarii dengan asites dan hidrothoraks.
Dengan pengangkatan tumor, sindroma akan hilang.
Sindroma Meigs harus dibedakan dari asites dengan atau tanpa hidrothoraks, yang
ditemukan pada tumor ganas ovarium. Pada tumor ganas ovarium, ditemukan sel-
sel ganas pada cairan asites.

174 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

54. PENYAKTT TROFOBLAS GESTASIONAL

Definisi:
Penyakit Trofoblas Gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan
dengan villi korialis, terutarna sel trofoblasnya dan berasal dari suatu kehamilan.

Prinsip dasar:
Pada umumnya, setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya anak yang
cukupbulan dun tidak cacat. Namun, hal ini tidak selalu terjadi.
Kadang-kadang terjadi kegagalan kehamilan, bergantung pada tahap dan bentuk
gangguannya.
Kegagalan itu bisa berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas,
kematianjanin dalam rabun, atau cacat.
Ada bentuk kegagalan kehamilan lain, yaitu villi korialis yang seluruhnya
atau sebagian berkembang tidak wajar, berbentuk gelembung-gelembung
seperti anggur, disebut Mola Hidatidosa.
Lima belas sampai dua puluh persen penderita Mola Hidatidosa dapat
berubah menjadi ganas, dikenal sebagai Tumor Trofoblas Gestasional. Jadi
Penyakit Trofoblas Gestasional meliputi Mula Hidatidosa yang jinak dan
Tumor Trofoblas Gestasional yang ganas.

Klasifikasi:
Penyakit Trofoblas Gestasional terdiri dari:
- Mola Hidatidosa:
Mola Hidatidosa Komplit.
Mola Hidatidosa Parsial.
- Tumor Trofoblas Gestasional:
Mola Invasif.
Koriokarsinoma.
Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT).

175 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Persistent Trophoblastic Disease (PTlJ)lTumor Trofoblas GestasionalKlinis.


Stadium: Stadium I terbatas di rahim.
Stadium II metastasis ke vulva, vagina dan parametrium.
Stadium III metastasis ke paru-paru.
Stadium IV metastasis ke organ lain, misal otak.

MolaHidatidosa
Definisi:
Mola Hidatidosa: suatu kehamilan yang sebagian (parsial) atau seluruh villi
korialisnya (Komplit) mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang
menyerupai anggur.
Pada Mola Hidatidosa Komplit, tanpa embrio/unsur janin. Sedangkan
MulaHidatidosa Parsial ditemukan embrio yang biasanya mati pada masa
dini, sebelum trimester pertama, walaupun pernah dilaporkan adanya Mola
Hidatidosa Parsial dengan bayi aterm,

Faktor risiko:
Etiologi belum diketahui secara pasti, namun faktor risiko:
- Umur: banyak ditemukan pada wanita harnil < 20 tahun dan> 35 tahun.
- Etnik: lebih banyak pada ras Mongoloid daripada Kaukasus.
- Genetik: wanita dcngan balance translocation mempunyai risiko lebih
tinggi.
- Gizi: banyak ditemukan pada wanita yang kekurangan protein, asam folat,
histidin, dan B-karotin.

Diagnosis:
1. Anamnesis: amenorea, mual muntah, perdarahan per-vaginam, perut terasa
lebih besar dari usia kehamilan, tidak terasa pergerakan anak, sudah keluar
gelernbung mola.
2. Pemeriksaan ginekologis: uterus lebih besar dari lamanya amenorea,
tanda-tanda pasti kehamilan negatif.

176 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

3. Laboratorium: kadar -hCG lcbih dari normal. Saat ini kadar -


hCGmempunyai nilai prognostik dibandingkan nilai diagnostik.
4. USG: tidak tampak kantung janin, maupun bagian dari janin. Seluruh kavum
uteri berisi gambaran vesikuler.
5. Diagnosis pasti: berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi.
Pada Mola Hidatidosa Parsial, umumnya diagnosis dibuat secara kebetulandari
hasil Patologi Anatomi atau dengan USG pada bayi yang cukup besar.

Komplikasi:
Preeklamsia/eklamsia.
Tirotoksikosis.
Emboli paru-paru (jarang).

Untuk kepentingan prognostik dan tindakan selanjutnya, perlu diperiksa:


Hemodinamik/keadaan umum.
Darah lengkap.
Fungsi hepar dan ginjal.
T3, T4, dan Tiroid Stimulating Hormone/TSH.
Foto thoraks.
Persiapan operasi, bila perlu,
Konsultasi dengan bagian lain: Bagian Penyakit Dalam, Syaraf.
Kadar -hCG, untuk menentukan nilai prognostik,

Manajemen:
1. Stabilisasi/perbaikan keadaan umum:
- Transfusi darah.
Untuk mengatasi syok hipovolemik atau anemia.
- Antihipertensi/antikonvulsi.
Untuk mengatasi penyulit seperti preeklamsia/eklamsia.
- Obat anti tiroid.
Untuk mengatasi penyulit tirotoksikosis.

177 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tindakan yang dilakukan sebelum penderita dalam keadaan stabil, dapat


merangsang terjadinya syok ireversibel, eklamsia atau krisis tiroid yang dapat
menyebabkan kematian.
Untuk emboli paru-paru tidak ada pengobatan spcsifik, hanya suportif saja,
terutama oksigenisasi dan antikoagulan sampai gejala akutnya' hilang, kalau
perlu dirawat di lCU.
2. Evakuasi jaringan:
Setelah penderita stabil, dilakukan evakuasi.
- Kuretase vakum.
Pada umumnya evakuasi jaringan mola dilakukan dengan kuretase vakum,
kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret dilakukan
sekali saja, Kuret ulangan hanya dilakukan hila ada indikasi. Kuretase vakum
dapat langsung dikerjakan, bila gelembung mola sudah keluar dan keadaan
umum pasien stabil, Pada kasus Mola
Hidatidosa yang belum keluar gelembungnya, harus dipasang dahulu
batang laminaria selama 12 jam sebelum kuret. Saat kuretase vakum,
dipasang infus Dekstrosa 5% + uterotonika, bila perlu narkoleptik, Untuk
kepentingan pemeriksaan Patologi Anatomi, diambil jaringan yang melekat
pada dinding uterus.
- Histerektomi
Hanya untuk golongan risiko tinggi (umur > 35 tahun, anak hidup cukup).
Dapat dilakukan dengan jaringan mula intoto atau pasca kuretasevakum.
Kalau ada kista lutein jangan diangkat, cukup dekompresi saja.
3. Profilaksis:
Tujuan: mencegah terjadinya keganasan di uterus.
Cara:
- Histerektomi, seperti tersebut di atas.
- Kemoterapi: untuk golongan risiko tinggi yang menolak histerektomi atau
penderita muda dengan hasil Patologi Anatomi yang mencurigakan .

178 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Jenis kemoterapi:
- Metotreksat (MTX): 20 mg/hari IM, Asam Folat 3 x 10 mg per-oral
(sebagai antidot MTX), dan Cursil: 2 x 35 mg per-oral (sebagai
hepatoprotektor), selama 5 hari.
- Aktinomisin D: 1 flakon/hari IV, selama 5 hari, tidak perlu antidot, maupun
hepatoprotektor.
Tindakan profilaksis dapat menurunkan persentase keganasan pasca Mola
Hidatidosa Komplit, tetapi hanya terhadap keganasan di uterus saja, tidak
terhadap kemungkinan metastasis di tempat lain, karena itu penderita harus di
follow up seperti biasa,
4. Follow up:
Tujuan: menentukan adanya proses keganasan secara dini.
Durasi: satu tahun.
Jadwal: - 3 bulan pertama: 2 minggu sekali.
- 3 bulan kedua: 1 bulan sekali.
- 6 bulan terakhir: 2 bulan sekali
Hal-hal yang perlu dicatat:
- Keluhan penderita: ada tidaknya perdarahan per-vaginam.
- Status ginekologi: ada tidaknya pembesaran uterus.
- Kadar -hCG:
Kurva regresi kader -hCG secara normal sbb:
1. Setelah 4 minggu kadar -hCG 1.000 mIU/mL.
2. Setelah 6 minggu kadar -hCG 5100 mIU/mL.
3. Setelah 8 minggu kadar -hCG < 20-30 mIU/mL.
4. Setelah 12 minggu kadar hCG 5 mIU/mL.
- Pemeriksaan foto thorak,jika curiga metastasis ke paru-paru; CT-scan, jika
ada kecurigaan metastasis ke otak.
Syarat: tidak boleh hamil selama satu tahun.

179 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kontrasepsi: Kondom, atau pil KB setelah kadar -hCG dan haid kembali normal.
Akhir follow up: hamil lagi sebelum satu tahun, setelah satu tahun
tidak.Adakeluhan.

Untuk Mola Hidatidosa Parsial, karena diagnosis biasanya-dibuat secara kebetulan


pasca kuretase, maka tidak perlu dilakukan tindakan lain. Histerektomi dan upaya
profilaksis lainnya tidak dianjurkan. Walaupun persentase keganasan pasca Mola
Hidatidosa Parsial lebih rendah tetapi follow up tetap harus dilakukan seperti pada
Mola Hidatidosa Komplit.
Faktor risiko untuk terjadinya keganasan pasca Mola Hidatidosa Komplit:
Umur 35 tahun.
Besar uterus Mola Hidatidosa Komplit 20 minggu.
Kadar -hCG 100.000 mIU/mL.
Kista lutein bilateral positif.

Mola Invasif:
Definisi:
Keganasan pasca Mola Hidatidosa, ditandai dengan adanya villi korialis
ataugelembung mola yang terletak di antara lapisan otot-otot miometrium.

Prinsip dasar:
Mola Invasif selalu didahului oleh Mola Hidatidosa, tidak oleh jenis kehamilan
lain seperti abortus atau kehamilan aterm.
Masa laten Mola Invasif biasanya pendek, umumnya kurang dari 4 bulan.
Mala Invasif lebih sering ditemukan pada penderita yang berumur lebih dari 35
tahun.
Di samping ke dalam kavum uteri, perforasi dapat juga terjadi ke arah
parametrium.
Walaupun derajat keganasannya rendah, kasus Mola Invasif bisa fatal akibat
perforasi, terutama bila perforasinya ke arah parametrium.

180 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Adanya perforasi, tidak selalu disertai gejala akut karena daerah perforasi
sering tertutup olen omentum atau usus. Hal ini disebut "Silent perforation".
Mola Invasif jarang bermetastasis.
Karena derajat keganasan Mola Invasif rendah, bila pasca operasi kadar
-hCG turun sesuai dengan kurva regresi normal, maka penderita tidak perlu
diberi kemoterapi.

Diagnosis:
Pernah menderita Mola Hidatidosa beberapa bulan sebelumnya, biasanyaMola
Hidatidosa Komplit.
Perdarahan per-vaginam.
Subinvolusi uteri.
Gejala akut abdomen, akibat perforasi uterus.
Diagnosis pasti: durante operationum tampak perforasi uterus disertai perdarahan
dan gelembung mola di dalam kavum abdominalis, serta hasil Patologi Anatomi.

Pemeriksaan penuujang:
Bila keadaan tidak akut, lakukan semua pemeriksaan dan persiapan sepertipada
Mola Hidatidosa Komplit, termasuk kadar -hCG dan USG.
Pada kadar -hCG biasanya meninggi, dan USG tampak gambaran vesikuler yang
khas di antara otot-otot miometrium.

Manajemen:
Perbaiki keadaan umum.
Bila perlu konsul Penyakit Dalam dan Anestesi.
Persiapkan operasi darurat.
Bila tidak akut:
- Umur di atas 35 tahun, anak hidup cukup, disarankan histerektomi.
- Bila menolak operasi, berikan kemoterapi sesuai skoring FIGO.
- Umur muda, paritas rendah, kemoterapi sesuai skoring FIGO.

181 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Bila akut:
- Umur di atas 35 tahun, anak hidup cukup, lakukan histerektomi.
- Umur muda, paritas rendah, lakukan evakuasi jaringan mola melalui lubang
perforasi, kemudian dilakukan histerorafi dengan/tanpa sterilisasi, tergantung
luasnya perforasi. .

Follow up:
Seperti pada Mola Hidatidosa Komplit.

Koriokarsinoma
Definisi:
Koriokarsinorna adalah Tumor Trofoblas Gestasional yang terjadi pasca
kehamilan mola atau non-mola, ditandai dengan adanya sel-sel sito dan sinsitio
trofoblas yang atipik, tanpa villi korialis di uterus atau jaringan lain.
Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang mengandung
trofoblas, seperti lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh,villi dari plasenta,
gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas di mana saja di dalam badan.

Prinsip dasar:
Koriokarsinoma merupakan varian terganas dari Tumor TrofoblasGestasional.
Banyak menimpa penderita muda dengan paritas rendah.
Mempunyai masa laten dan petanda tumor (-hCG) yang bernilai prognostik.
Dapat diobati secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, asal
diketahuisecara dini.
Disebut "The Great Immitator" karena seringmemberikan gejala nonginekologik
seperti: hematemesis, hemoptoe, ikterus, atau gejala neurologik.
Prognosis penyakit tidak ditentukan oleh jauhnya penyebaran penyakit,
melainkan oleh Skor Faktor Risiko FIGO.

182 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Anamnesis dan klinis.
Kriteria Acosta Sison HbEs positif, yaitu:
H: having expelled a product ofconception/pernah hamil mola/non-mola.
B: bleeding/perdarahan per-vaginam.
Es: enlargement and sofiness of the uterus/subinvolusi uteri.
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan prognosis, perlu diperiksa
lebih lanjut:
- Kadar -hCG.
- USG daerah pelvis, kalau perlu hepar, limpa, dan ginjal.
- Metastasis di vulva/vagina, paru-paru (foto thoraks), otak (CT-scan, MRI
kalau ada indikasi).
Diagnosis pasti: hasil pemeriksaan Patologi Anatomi.

Manajemen:
Tujuan:
- Mempertahankan fungsi reproduksi.
- Mengurangi massa tumor.
- Menjaga Quality of Life (QOL). Mengurangi/menghilangkan efek samping.
Memberi dukungan psikis (konseling).
Cara terapi:
1. Kemoterapi:
Merupakan pilihan pertama, terutama untuk penderita muda dengan
paritas rendah.
Besar uterus kurang dari 14 minggu,
Tidak ada tanda-tanda perforasi atau ancaman perforasi.
Pemilihan obat dan dosis, sesuai dengan Skor Faktor Risiko FIGO.
2. Operasi:
Untuk menghilangkan massa tumor: histerektomi atau ekstirpasimetastasis
vagina.

183 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Untuk mengurangi massa tumor atau sebagai tindakan dekompresi:


reseksi parsial uterus, lobektomi, atau kraniotomi.
Histerektorni sebaiknya dihindarkan pada penderita muda dengan paritas
rendah.
Harus selalu diikuti dengan kemoterapi.
3. Radiasi:
Sesuai dengan kebijakan Bagian Radiologi .

Follow up:
Tahun pertarna: seperti pada Mola Hidatidosa Komplit.
Selanjutnya: pemeriksaan -hCG setiap 6 bulan, seumur hidup.
Tidak boleh hamil selama setahun.
Jenis kontrasepsi kondom.

Prognosis:
Skor rendah: dubia ad bonam.
Skor tinggi, terutama bila disertai metastasis ke hepar dan otak: dubia ad malam.
Skor Faktor Risiko pasca operasi: skor pre-operasi - (-hCG lama + massa tumor)
+ -hCG baru.

SkorFakturRisikoFIGO

FIGO soring 0 1 2 4
Age - 40 > 40 -
Antecedent pregnancy HM Abortion Term -
Interval (months) <4 4-6 7-12 > 12
Pre-therapy -hCG (mIU/mL) < 103 3
10 -10 4 4
10 -10 5
> 105
Largest tumor size, including uterus - 3-4 cm 5 cm -
Site of metastasis - Spleen/kidney GI tract Brain/liver
Number of metastasis identified 0 1-4 5-8 >8
Previous filed chemotherapy - - Single drug 2 drugs
0-6: low risk
7: high risk

184 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Placental Site Trophoblastic Tumor (pST1).


Definisi:
Varian terbaru dari Tumor Trofoblas Gestasional yang biasanya
didahuluioleh kehamilan non-mola, Cirinya yang khas adalah pada gambaran
PatologiAnatomi, hampir seluruh sel trofoblas terdiri dari jenis intermediet,
sedikit -hCG dan banyak sekali Human Placental Lactogen.

Diagnosis:
Sukar dibuat diagnosis pra-tindakan karena keluhan dan gejala klinis
yangtidak khas. Diagnosis sering dibuat tanpa disengaja, pasca kuretase
atauhisterektomi.
Mungkin harus dicurigai PSTTbila:
- perempuan dalam masa reproduksi.
- pernah melahirkan atau keguguran.
- mengalami amenorea sekunder, kemudian diikuti dengan perdarahan
per-vaginam.
- -hCG positif, tetapi kadarnya rendah.
Diagnosis pasti: hasil pemeriksaan Patologi Anatomi.

Terapi:
Tanpa metastasis: histerektomi.
Dengan metastasis: histerektomi + kemoterapi.

Prognosis:
Tanpa metastasis: baik.
Dengan metastasis: buruk, karena dianggap sama dengan Koriokarsinomarisiko
tinggi, sedangkan PSTTsering tidak responsif terhadap kemoterapi.

185 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Persistent Trophoblastic Disease


Definisi:
Tumor Trofoblas Gestasional yang diagnosisnya tidak berdasarkan hasil
pemeriksaan Patologi Anatomi. (Istilah Indonesia: TTG K1inis).

Prinsip dasar:
DiagnosisPTDlebih disenangi karena pemeriksaannya tidak invasif,
sehinggakemungkinan untuk mempertahankan fungsi reproduksi lebih besar.
Karena tidak dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi, mungkin saja PTD itu
suatu Mola Invasif, Koriokarsinoma atau PSTT dengan prognosis yang sangat
bervariasi.
PTD yang didahului oleh kehamilan mola, penegakkan diagnosisnya lebihdini
karena ada keharusan untukfollow up pasca mola.
PTD pasca kehamilan non-mola, diagnosisnya sering terlambat karena tidak
ada keharusanfollow up.

Diagnosis:
HBEs positif, baik pasca kehamilan mola maupun non-mala.
Kadar -hCG rneninggi.
USG.
Tanda-tanda metastasis lainnya.

Manajemen:
Hanya ada satu jenis terapi yaitu kemoterapi.

Prognosis:
PTD pasca mola: baik, karena dengan fullow up yang baik, kemungkinanmasa
laten pendek dan bentuk TTG-nya Mola Invasif.
PTD pasca non-mola: buruk, karena tidak follow up, masa laten panjang dan
bentuk TTG-nya kemungkinan besar Koriokarsinoma.

186 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

KemoterapipadaTTG

Keuntungan:
Sangat efektif termasuk untuk golongan risiko tinggi.
Dapat menghilangkan massa tumor, baik yang di dalam maupun di luar uterus.
Dapat mengembalikan fungsi reproduksi perempuan, khususnya fungsi menstruasi
dan fertilitas.

Kerugian:
Biaya mahal dan perawatan lama, terutarna untukgolongan risiko tinggi.
Cara pemberian yang tidak nyaman, seperti infus atau intratekal.
Efek samping yang mengganggu, baik fisik dan psikis.

Prinsip dasar:
Perhatikan efek sarnping berupa mual/muntah, stomatitis dan gangguan
hemopoetik.
Bila muntah-muntah hebat, dapat diberikan obat anti muntah secara parenteral,
satu jam sebelurn kemoterapi.
Bila terjadi gangguan hemopoetik seperti lekopeni atau trombositopenia,
pengobatan ditangguhkan, penderita diberi Prednison 3 x 5 mg per-oral selama
5 hari, kemudian diperiksa lagi hemopoetiknya.
Cursil diberikan selama pengobatan dan masa interval.
Interval kemoterapi: 2 sampai 3 minggu, tergantung kepada efek samping.

Persyaratan:
Hanya boleh dilakukan di RS yang mempunyai fasilitas laboratoriumpendukung
untuk memantau efektifitas pengobatan dan efek samping.
Hanya boleh dilakukan oleh dokter-dokter yang betul-betul menguasai
protokolnya, karena "undertreatmet" tidak akan efektif dan bisa menyebabkan
resistensi obat, sedangkan "overtreatment" merupakan pemborosan dan bisa
menyebabkan efek samping yang fatal.

187 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Sebelum terapi dimulai, harus dilakukan proses informed choice, informed


consent dan konseling tentang jenis dan khasial obat, cara dan lamanya
pemberian obat, efek samping, biaya, serta lamanya perawatan.
Persyaratan laboratoriurn sebelum kemoterapi:
- Hemoglobin 10 gr%.
- Lekosit 4.000/mm3.
- Trornbosit 100.000/mm3.]
- SGOT/SGPT 2 kali angka normal.
- Ureum/kreatinin harus normal
Terapi harus berdasarkan falsafab pelayanan biomedispsikososiospiritual,
berupacure dan care yang proporsional.
Terapi dianggap berhasil dan dihentikan bila kadar -hCG tiga kali berturut-turut
normal (< 5 mIU/mL). Bila baru satu kali pemberian kemoterapi tapi -hCG
sudah normal, maka masih diberikan lagi dua kali terapi konsolidasidengan dosis
yang sama.

Kemoterapi yang banyak digunakan pada TTG:


Methotrexate (MTX)
Actinomycin D (Act D)
Etoposid (E)
Cyclophosphamide (C)
Oncovin (O)
Antidot: Asam Folat atau "citrovorum rescue", adalah antidot terhadap
MTX.diberikan 24 jam setelah pemberian MTX dengan dosis 10-15 mg IV atau
tablet 3kali 10 mg.
Hepatoprotektor: Cursil (Curcuma domestica val,Curcuma- x(iritnzrriza roxb
danSilybium marianum T,Gaetari) digunakan sebagai hepatoprotektor pada
pemberianMTX dan Etoposid dengan dosis 3 kali 35 mg (kapsul) per-oral
bersamaan denganpemberian kemoterapi.

188 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Protokol Kemoterapi

Kemoterapi tunggal
Skor rendah : 1-3
MTX dosis rendah
Hari
Obat Cara
1 2 3 4 5
MTX 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg IM
Asam folat 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 Per-oral
Cursil 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 Per-oral
Interval: 1 minggu

Skor rendah : 4-6


MTX dosis tinggi
Hari
Obat Cara
1 2 3 4 5 6 7 8
MTX 50 mg - 50 mg - 50 mg - 50 mg - IM
Asam folat - 15 mg - 15 mg - 15 mg - 15 mg Per-oral
Cursil 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 Per-oral
Interval: 1 minggu

Etoposid (E)
Hari
Obat Cara
1 2 3 4 5
Etoposid + + + + + Per-infus
Cursil 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 Per-oral
Interval: 1 minggu
Dosis Etoposid: 100 mg per-luas permukaan badan/hari, selama 5 hari.
Cara: 100 mg Etoposid dilarutkan dalam 275 cc NaCl 0,09%, diinfuskan dalam satu jam.

189 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Actinomycin D (Act-D)
Hari
Obat Cara
1 2 3 4 5
Act-D + + + + + IV
Interval: 1 minggu
Dosi: 1 flakon/hari, selama 5 hari.
Cara: 1 flakon Act-D, dilarutkan dalam 1,1 cc aquabidest, kemudian disuntikkan IV. Tidak
perluantidot, maupun hepatoprotektor.
Hati-hati, tidak boleh ada yang masuk dalam jaringan, karena dapat menyebabkan nekrosis.

Skor tinggi: 7
MTX dosis tinggi
Hari
Obat Cara
1 2 3 4 5 6 7 8
Etoposid + + + + + - - - IV
MTX 50 mg - 50 mg - 50 mg - 50 mg - IM
Asam folat - 15 mg - 15 mg - 15 mg - 15 mg Per-oral
Cursil 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 3x 1 Per-oral
Interval: 1 minggu

Criteria Hammond (1973)


A. tidak ada metastasis
B. Metastasis:
Risiko rendah:
- hCG < 100.000IU/urine 24 jam atau < 40.000 mIU/mL serum.
- Adanya gejala yang timbul kurang dari 4 bulan.
- Tidak ada metastasis ke otak atau liver.
- Tidak mendapat kemoterapi sebelumnya.
- Kehamilan sebelumnya tidak merupakan persalinan aterm (missal mola, ektopik,
abortus).
Risiko tinggi:
- hCG> 100.000 Iu/urine 24 jam atau> 40.000 mIU/mL serum.
- Adanya gejala yang timbul lebih dari 4 bulan.
- Metastasis ke otak atau liver.
- Adanya kegagalan kcmoterapi sebelumnya.
- Kehamilan sebelumnya aterm.

190 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

55. KANKER VULVA

Kanker Vulva hanya menempati 4% dari kanker pada traktus genitalia wanita,

Etiologi:
Belum diketahui secara pasti.

Diagnosis:
Gejala: dimulai dengan adanya bengkak atau timhulnya massa di vulva yang
sebelumnya dirasakan adanya pruritus yang lama. Kadang-kadang disertai
luka dan perdarahan, serta mungkin keluhan disuria. Tampak luka yang
ulseratif, lekoplakia atau seperti kutil. Sebagian banyak tumbuh di labia mayora,
tetapi juga bisa tumbuh primer di labia minora, klitoris, dan perineum. Sebagian
tumor tumbuh secara multifocal. Sebagian sudah terjadi pembesaran kelenjar
getah bening pada inguinal.
Biopsi (bila memungkinkan).
FNAB (fine needle aspiration biopsy) pada kelenjar inguinal yang dicurigai.
Pap smear serviks.
Radiologi.
- Foto thoraks.
- Foto pelvis hila ada kecurigaan melibatkan twang.
- CT-scan bila kelenjar getah bening pelvik terlibat.
Laboratorium: darah lengkap, tes fungsi ginjal, tes fungsi liver, tes gula darah.

191 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium Kanker Vulva (FIGO, revisi 1995) dan TNM klasifikasi:


FIGO TNM Klinis
Stadium 0 Tis Karsinoma Insitu.
Stadium I T1N0M0 Terbatas pada vulva 2 cm, tidak teraba kgb.
Ia Invasi stroma < 1 mm.
Ib Invasi stoma 1 mm.
Stadium II T2N0M0 Terbatas pada vulva/perineum > 2 cm, tidak teraba kgb.
Stadium III T3N0M0 Berapapun ukuran tumor, tidak teraba kgb inguinal.
T3N1M0 Berapapun ukuran tumor, invasi uretra distal, anus.
T1N1M0 Berapapun ukuran tumor, kgb +.
T2N1M0
Stadium Iva T1N2M0 Berapapun ukuran tumor, dengan:
T2N2M0 Infiltrasi ke uretra proksimal, mukosa vesika, rektum, tulang
pelvik, kgb bilateral +.
T3N2M0
T4NxM0
Stadium IVb TxNxM1 Metastasis jauh, kgb pelvik +.

Terapi:
VIN 11II asimptomatik: ekspektatif.
VIN IIII simptomatik: bedah laser atau cksisi lokal.
VIN liI (lesi insilu): bedah laser atau eksisi 10ka1.
Stadium IA (invasif supcrfisial): eksisi lokalluas.
Karsinoma vulva lanjut (atau rekurens):
- Bila kelenjar getah bening tidak dapat direseksi, ietapi tumor primer
dapat direseksi, berikan radioterapi pasca vulvektorni.
- Tumor primer tidak dapat direseksi diberikan terapi kemoradioterapi. Bila
secara klinik kelenjar getah bening negatif, pertimbangkan reseksi kelenjar
terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan radioterapi.
- Bila vulva dan kelenjar gctah bening tidak dapat direseksi, terapi
kemo-radiasi setelah pembedahan.
Bila berkaitan dengan VIN luas atau distrofi vulva atau suspek lesi multifokal,
vulvektomi radikal lebih dipilih daripada eksisi radikal.

192 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Butir penting:
- Bila batas eksisi tidak adekuat, perlu re-operasi.
- Pengamatan pasca operasi sangat penting.
- Potong beku kelenjar inguinal perlu dipertimbangkan.
- Indikasi radiasi pasca operasi :
Bila batas sayaran < 8 mm bebas (Formalin).
Kelenjar getah bening positif.
5 mm atau kelenjar positif dengan penyebaran ekstra kapsular.

193 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

56. KANKER VAGINA

Kanker Vagina merupakanjenis kanker yang relatif jarang dari-seluruh jenis


kanker pada traktus genitalia wanita.

Etiologi:
Belum diketahui secara pasti.
Adanya hubungan dengan perjalanan penyakit pada kanker serviks dianggapada
peran HPV sebagai penyebabnya.

Diagnosis:
Perdarahan per-vaginam yang tidak nyeri dan keputihan merupakan gejala
yang paling umum.
Pada tingkat yang lanjut, dapat terjadi retensi urine, hematuria,
inkontinensiaurine, bahkan tenesmus, konstipasi, atau hematosesia.
Hasil pemeriksaan Apusan Pap.
Biopsi lesi tumor pada vagina. Lesi tumor lebih sering ditemukan pada
sepertiga proksimal vagina bagian posterior.

Stadium berdasarkan FIGO:


Stadium0 Karsinoma insitu.
StadiumI Terbataspadadindingvagina.
StadiumII Invasikejaringansub-vagina,belumkedindingpelvik,
StadiumIII Invasikedindingpanggul.
StadiumIVA Invasikeorgansekitarnya.
StadiumIVB Metastasiskeorgan jauh.

Terapi:
Lesi insitu (1\lVA Ill): Bedah laser, eksisi Iokal, radioterapi,
Stadium I: Radioterapi, tergantung pada situasi tumor di vagina. Radiasi
seluruh pelvis dilanjutkan insersi Radium.

194 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium II dan Stadium III: Terapi radiasi eksternal dilanjutkan insersi radium.
Dilakukan bersamaan dengan implantasi Iridium sebagai booster jaringan
para vaginal.
Tumor di orifisium vagina diterapi sebagai kanker vulva.
Kanker vagina sepertiga distal, stadiumnya sama dengan bila lesi di
duapertiga atas.
Namun karena secara embriologik perkembangannya seperti di vulva; oleh sebab
itu apabila sepertiga distal vagina terlihat, maka kelenjar inguinal dan femoral
pun mempunyai risiko penyebaran.
Sebelum radioterapi, lakukan limfadenektomi inguinal dan femoral.

Pembedahan:
Tergantung individual.
Tumor di vagina bagian atas meluas ke serviks, dapaf diterapi sebagai kanker
serviks.

195 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

57. KANKER SERVIKS

Sampai saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak


akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini
dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.

Etiologi:
lnfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, merokok
akan mempromosikan terjadinya kanker serviks.

Prinsip dasar:
Penunganan kanker serviks dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi prakanker dan
prainvasif, kanker invasif dan residif Cara diagnosis dan terapi disesuaikan
dengan perkembangan saat ini, fasilitas yang tersedia dankeadaan pasien.

Kanker Serviks Praklinik/Prainvasif


Definisi:
Kanker serviks praklinik/prainvasif disebut juga Neoplasia IntraepitelialServiks
(NIS), merupakan gangguan diferensiasi sel pada lapisan skuamosa, dan
mempunyai potensi menjadi karsinoma serviks.
Neoplasia intraepitelial serviks ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
- NIS I, disebut juga displasia ringan.
- NIS II, atau displasia sedang.
- NIS III, atau displasia berat. Secara biologik dengan karsinoma insitu tidak
ada perbedaan.

Terminologi Apusan Pap menurut The New Bethesda System 2001


Adekuasi spesimen.
Kategori umum.

196 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis deskriptif
Evaluasi hormona

Padanan hasil pelaporan apusan pap:


Derajat pap Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V
Derajat displasia Normal Inflamasi Displasia ringan Displasia berat Karsinoma
Displasia sedang Karsinoma
insitu
NIS Normal Atipik NIS I NIS II NIS III Karsinoma
Koilositosis
System Bethesda Batas Perubahan Lesi derajat Lesi derajat Karsinoma
normal seluler jinak - rendah Lesi tinggi
ASCUS derajat tinggi

Diagnosis:
Pemeriksaan Apusan Pap merupakan cara efektif untuk mendeteksi NIS. Bila
Apusan Pap abnormal, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kolposkopi. Bila
gambaran abnormal berupa atipia, displasia ringaniinfeksi (pemeriksaan
sekret vagina) maka infeksi diobati dahulu dan Apusan Pap diulang 2 minggu
kemudian.
- Kalau gambaran kolposkopi normal, sitologi ulang mencurigakan/abnormal,
kelompok lesi intraepitelial derajat tinggi, atau karsinoma, maka selanjutnya
dilakukan konisasi diagnostik.
- Kalau gambaran kolposkopi abnormal, memuaskan maka di lakukanbiopsi
loop diatermi dan kuretase endoserviks.
- Kalau gambaran kolposkopi abnormal, tidak memuaskan, sitologi
abnormal/mencurigakan, maka dilakukan konisasi diagnostik.

197 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Hasil konisasi NIS I/II cukup dengan pengamatan lanjut saja.
Hasil konisasi NIS III:
- Ingin anak, pengamatan lanjut.
- Cukup anak, histerektomi total.
Hasil biopsi terarah/kuretase endoscrviks.
- NIS II, krioterapi/elektrokoagulasi,
- NIS III, maka pengobatan sama dengan bagan 3.
Hasil biopsi/kuretase endoserviks/konisasikarsinoma serviks invasif,
makapengobatan seperti pada kanker serviks yang invasif
Penatalaksanaan Lesi Pra Kanker Serviks.
- Fase Laten: belum jelas diduga dapat dengan suatu imunomodulator.
- Fase Subklinik: diagnosis harus berdasarkan biopsi histopatologi.
- Lesi derajat rendah: krioterapi, prosedur eksisi loop elektrokauter(LEEP).
- Lesi deraiat tinggi: LEEP, LLETZ (Large Loop ExcisionTransformation
Zone), konisasi, histerektomi.
- Fase Klinik:
a. Lesijinak (Kondilorna akuminatum): larutan Podofilin 25%, krim 5FU,
elektrokauter.
b. Lesiganas (Kanker Serviks): lihat penanganan Kanker Serviks.
Penatalaksanaan lanjut pada Apusan Pap abnormal: lihat bagan penanganan
Lesi Prakanker.

Prognosis:
Pada tahap lesi prakanker bila penatalaksanaantepat, angka mendekati
kesembuhan 100%.

198 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Algoritma:
Manajemen wanita dengan hasil Apusan Pap
AS-CUS (Atypical Squamous Cells of Undertermined Significance)

Ulang sitologi Tes DNA HPV

Negatif ASC Positif HPV Negatif HPV


risiko tinggi

Ulang sitologi @ 4-6 bln Kolposkopi Ulang sitologi @ 12 bln

Negatif ASC
Tidak ada LIS LIS/Kanker
Tidak ada kanker
Tes Pap rutin

HPV Negatif HPV Positif Manajemen sesuai panduan


tipe risiko tinggi

Ulang sitologi @ 12 bln Ulang sitologi @ 6-12 bln atau tes DNA HPV

199 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

(atrofi dsn tidak ada kontra atau Tes DNA HPV


indikasi terapi Estrogen)

Terapi Estrogen intravagina Ulang sitologi (1 minggu setelah terapi)

Negatif ASC

Ulang sitologi 4-6 bln Kolposkopi

Negatif ASC

Skrining rutin

Manajemen wanita dengan hasil Pusan Pap


AGC (Atypical Glandular Cells)

Semua kategori (kecuali sel endometrial atipik) Sel endometrial atipik

Kolposkopi (dengan sampling endoserviks) Sampling endometrial


Sampling endometrial (bila > 35 tahun atau
Perdarahan abnormal)

Tidak ada invasive Invasif Rujuk Onkologi Ginekologi

Tes Pap Tes Pap


AGC-NOS AGC cenderung neoplasia atau AIS Konisasi

200 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Neoplasia Tidak ada neoplasia

Manajemen Ulang sitologi @ 4-6 bulan (4x)


sesuai panduan

ASC/LIS-DR LIS-DT

Kolposkopi Konisasi

Manajemen wanita dengan Apusan Pap LIS-DR (Lesi Intraepitelial Sel Skuamosa-
Derajat Rendah)
Pemeriksaan Kolposkopi

Kolposkopi memuaskan dan lesi teridentifikasi Sampling endoserviks acceptable


Kolposkopi memuaskan dan lesi TIDAK terindetifikasi Sampling endoserviks preferred
Kolposkopi TIDAK memuaskan Sampling endoserviks preferred

Tidak ada LIS/Kanker LIS/Kanker

Sitologi @ 6 & 112 bln atau Manajemen sesuai panduan


Tes DNA HPV @ 12 bln

ASC atau HPV (+) Negatif

Ulang kolposkopi Skrining rutin

201 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH

No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen wanita dengan Apusan Pap LIS-DT (Lesi Intraepitelial Sel Skuamosa-Derajat
Tinggi)

Kolposkopi memuaskan Kolposkopi TIDAK memuaskan

Tidak ada LIS Biopsi Tidak ada lesi Biopsi sesuai LIS-DR/DT
atau LIS-DR LIS-DT

Review Manajemen sesuai panduan Review ulang

Tiadak berubah Berubah diagnosis Tiadak berubah Berubah diagnosis

Konisasi Manajemen Konisasi Manajemen


sesuai panduan sesuai panduna

Kanker Serviks Invasi


Gejala klinik:
Pada stadium awal belum timbul gejala klinik, Sering timbul sebagaiperdarahan
sesudah bersenggama yang kemudian bertambah menjadimetroragia
hinggamenoragia, Dapat timbul fluor albus berbau. Gejala lain tergantung dari
luasnya proses seperti nyeri, edema, dan gejala yang sesuai dengan organ yang
terkena.

Stadium Kanker Scrviks( FIGO 2000):


Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.
Stadium I Karsinorna masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaikan).
Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik,
lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang
sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium lb. Kedalaman
invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnyalesi tidak lebih
dari 7 mm.
Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dati 3 mm dan Lebar
tidak lebih dari 7 mm

202 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari
5 mm dan lebar tidak dari 7 mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia.
Stadium IbI Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm.
Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm.
Stadium II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul.
Stadium IIa Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium.
Stadium IIb Infitrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul.
Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai
dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat di
buktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
mencapai dinding panggul.
Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal.
Stadium IV Perluasan keluar organ reproduktif
Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum.
Stadium IVb Metastasis jauh atau telah keluar dari rongga panggul.

Histologik: sebagian besar jenis epitelial (karsinoma sel skuamosa), sisanya dapat
merupakan adenokarsinoma atau jenis lain.

Diagnostik:
Klinik: anamnesis keluhan dan tanda-tanda seperti perdarahan, lekore dan yang
berhubungan dengan penyebaran; pemeriksaan fisik dan ginekologik.
Histologik:
Diagnosis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histologik:
- Biopsi diambil dari tumor primer jaringan yang segar, direndarn dalambuffer
Formalin.
- Sediaan operasi yaitu uterus dengan atau tanpa adneksa., kgb paraaorta, iliaka
komunis, iliaka eksterna, iliaka interna dan obturatoria.
- Deskripsi mencakup jenis histologi, diferensiasi, reaksi limfosit, nekrosis,
invasi ke saluran Limfe dan vaskuler, invasi parametrium, batas sayatan
vagina, dan metastasis kgb termasuk ukuran dan jumlah kgb.

203 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Radiologik:
Pemeriksaan foto thoraks, BNO-IVP (optional: CT-scan abdomen
dengankontras/rektum, USG, dan MRI, bone scanning/hone survey).
Endoskopi:
Perneriksaan sistoskopi dan rektoskopi pada stadium lanjut (>IIb).
Laboratorium:
Pemeriksaan darah tepi dan kirnia darah lengkap (optional: SCC, untukkarsinoma
skuamosa dan CEA untuk adenokarsinoma),

Manajemen:
Pemeriksaan darah tepi lengkap, kimia darah, urinanalisis.
Konsultasi dengan bagian yang terkait bila ditemukan kelainan medik, termasuk
pemeriksaan kardiologi.
Stadium 0:
Bila fungsi uterus masih diperlukan: cryosurgery, konisasi, terapi laser
atauLLETZ (Large Loop Electrocauter Transformasion Zone).
Histerektomi diindikasikan pada patologi ginekologi lain, sulit pengamatan lanjut,
dsb).
Pengamatan Pap smear lanjut pada tunggul serviks dilakukan tiap tahun,dengan
kekambuhan 0,4%.
Stadium Ia: Skuamosa:
a). Ial: dilakukan konisasi pada pasien muda, histerektomivaginal/abdominal
pada pasien usia tua.
b). Ia2: histerektomi abdomen dan limfadenektomi pelvik, modifikasihisterektomi
radikal dan limfadenektomi pelvik,
c). Keadaan di atas dengan tumor anaplastik atau invasi vaskuler
danlimfatik,dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvik, Bila
ada kontraindikasi operasi, dapat diberikan radiasi.

204 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium Ib/Ila:
- Bila serviks berbentuk "barrel", usia < 50 tahun, lesi primer < 4 cm,indeks
obesitas (10) < 0,70 dan tidak ada kontraindikasi operasi, maka pengobatan
adalah operasi radikal. Satu atau dua ovarium pada usia mudadapat
ditinggalkan dan dilakukan ovareksis keluar lapangan radiasi sampai diatas
Lumbal IV. Pasca operasi dapat diberikan ajuvan terapi (kemoterapi, radiasi,
atau gabungan) bila:
Radikalitas operasi kurang.
Kgb pelvis/paraaorta positif.
Histologik: smal cell carcinoma.
Diferensiasi sel buruk.
Invasi dan/atau Iimfotik vaskuler.
Invasi mikroskopik ke paramenia.
Adenokarsinoma/adenoskuamosa.
- Bila usia 50 tahun, lesi > 4 cm, 10 > 0,70, atau penderita
menolak/adakontraindikasi operasi maka diberikan radiasi. Bila kemudian ada
resistensi, maka pengobatan selanjutnya adalah histerektomi radikal.
Stadium IIb- IIIb:
- Diberikan radiasi. Pada risiko tinggi, kemoterapi dapat ditambah
untukmeningkatkan respons pengobatan, dapat diberikan secara induksi atau
simultan. Secara induksi: bila radiasi diberikan 4-6 minggu sesudah kernoterapi.
Secara simultan: bila radiasi diberikan bersamaan dengan kemoterapi,
- Dilakukan CT-scan dahulu, bila kgb membesar 1,5 cm
dilakukanlimfadenektomi dan dilanjutkan dengan radiasi.
- Dapat diberikan kemoterapi intra-arterial dan bila respon baik dilanjutkan
dengan histerektomi radikal atau radiasi bila respon tidak ada.
Stadium IVa:
- Radiasi diberikan dengan dosis paliatif, dan bila respons baik makaradiasi
dapat diberikan secara lengkap. Bila respons radiasi tidak baikmaka dilanjutkan
dengan kemoterapi. Dapat juga diberikan kemoterapi sebelum radiasi untuk
rneningkatkan respons radiasi.

205 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium IVb:
- Bila ada gejala, dapat diberikan radiasi paliatif dan bila
memungkinkandilanjutkan dcngan kemoterapi.
- Bila tidak ada gejala, tidak perlu diberikan terapi, atau kalau memungkinkan
dapat diberikan kemoterapi.
- Catatan: bila terjadi perdarahan masif yang tidak dapat terkontrol,
makadilakukan terapi ernbolisasi (sel form) intra arterial (iliaka
interna/hipogastrika).
Pengarnatan lanj ut:
- Pengamatan lanjut dilakukan setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama,kernudian
setiap 6 bulan sarnpai 5 tahun dan 1 tahun sekali sesudahnya.
- Pemeriksaan meliputi:
Anamnesis, terutama berkaitan dengan kemungkinan residif.
Perneriksaan risiko.
Pemeriksaan ginekologik terrnasuk Apusan Pap.
Foto thoraks setiap 6 bulan dalarn tahun pertarna dan 1 tahun sekali
sesudahnya.
BNO-IVP 6 bulan pertama dan setahun sesudahnya.
Bone scanning bila ada kecurigaan penyebaran ke tulang.
Hematologi dan kimia darah 6 bulan pertama, dan setahun sesudahnya.
Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker) bila ada kecurigaan residif
(SCC untuk karsinoma skuamosa, CEA untukadenokarsinoma).

206 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kanker Serviks Residif


Definisi:
Untuk keseragaman pengertian perlu diketahui definisi sebagai berikut:
Sembuh primer post radiasi:
Bila serviks ditutup oleh epitel normal atau obliterasi vagina tanpa adanya ulkus
atau cairan yang keluar. Pada pemeriksaan rcktovaginal kalau ada indurasi
teraba lie-in, tidak berbenjol. Serviks besamya tidak lebih dari 2,5 em, dan
tidak ada metastasis jauh,
Persisten post radiasi:
Bila ada persisten dari tumor asal atau tumbuhnya tumor baru di pelvis dalam3
bulan post radiasi.
Residif post radiasi:
Bila tumor tumbuh kembali di pelvis atau distal setelah serviks dan vagina
dinyatakan sembuh.
Persisten post operatif:
Bila dalam lapangan operasi masih terlihat massa tumor secara makroskopik atau
terjadi residiflokal dalam waktu 1 tahunpost operatif
Residif post operatif:
Bila ditemukan massa tumor post operatif dimana massa tumor sudahterangkat
secara ruakroskopik dan tepi sayatan dinyatakan bebas secara histologik.
Kegagalan sentral atau lokal:
Bila terdapat lesi yang atau residif di vagina: uterus, vesika urinaria, rektum, dan
bagian medial dari parametrium.
Ranker baru:
Tirnbul lesi lokal setelah paling sedikit 10 tahun sesudah radiasipertama. Bila
setelah pengobatan (radiasi/operasi) tumor hilang kemudian timbul kembali maka
disebut residif Proses residif dapat terjadi lokal yaitu, bila mengenai serviks,
vagina 2/3 atau 1/3 proksimal parametrium, regional bila mengenai distal
vaginafpanggul atau organ disekitamya yaitu rektum atau vesika urinaria.
Metastasis jauh bila timbul jauh di luar panggul.

207 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Diagnosis:
Anamnesis: gejala-gejala perdarahan/fluor albus. Bila sudah lanjut dapat timbul
nyeri, edema, atau timbul gejala-gejala sesuai dengan organ yang terkena Gejala-
gejala tersebut dikonfirmasi dengan pemeriksaan:
- Laboratorium.
- Biopsi.
- Kolposkopi.
- Radiologik: foto thoraks, bone survey/scan CT-scan atauMRI (optional).
- Sistoskopi, rektoskopi bila ada indikasi.
- Prosedur spesial.

Manajemen:
Pengobatan:
Residif post radiasi:
- Lokal: kemoterapi atau operas: histerektorni total/histerektomi radikalmodifikasi.
- Regional:
Rektum/vesika/parametria (tulang panggul bebas) dilakukaneksenterasi.
Distal vagina/vulva, radiasi dengan elektron atau interstisial.
Panggul di dalam lapangan radiasi, dilakukan kemoterapi.
Panggul di luar lapangan radiasi, dapat diberikan kemotcrapi atau radiasi.
- Jauh:
Paru, bila soliter dapat dilakukan reseksi atau radiasi, bila multipel diberikan
kemoterapi.
Otaklkgb/tulang, diberikan radiasi atau kemoterapi,
Intra-abdominal, diberikan kemoterapi.

Residifpost operatif
- Regional: radiasi atau kemoradiasi. Bila residif pada vesika urinaria/rektum dapat
dipertimbangkan untuk eksenterasi.
- Metastasis jauh: pengobatan sarna pada residif post radiasi,

208 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

58.KANKER KORPUSUTERI

Kanker endometrium merupakan kanker ginekologi yang paling sering terjadi di


duniabarat,menempati urutankeempatkankerpadawanitasetelahkankerpayudara,
kolon,danparu,

Stadium Klinik (1971, Non Surgical Staging) :


Stadium 0 Hiperplasia endometrium atipik, karsinoma insitu.
Temuan histopatologik dicurigai ganas.
Kasus stadium 0 tidak dimaksukkan dalam statistik pengobatan
Stadium I Kanker terbatas di korpus
Stadium Ia Panjang kavum uteri 8 cm
Stadium Ib Panjang kavum uteri > 8 cm
Stadium II Proses kanker di korpus dan serviks,belum keluar uterus.
Stadium III Proses kanker keluar dari uterus, tetapi belum keluar dari pelvis minor.
Stadium IV Proses kanker keluar dari pelvis minor, atau meliputi mukosakandung
kemih atan rektum.
Stadium IVa Penyebaran ke kandung kemih, rektum, sigmoid, atau usus halus
Stadium IVb Penvebaran ke organ jauh.

Batasan Stadium(Surgical Staging) :


Stadium Ia Tumor terbatas di endometrium.
Stadium Ib Invasi < miometrium.
Stadium Ic Invasi > miometrium.
Stadium IIa Keterlibatan kelenjar endoservikal saja.
Stadium IIb Invasi stroma serviks.
Stadium IIIa Tumor infiltrasi ke serosa dan/atau adneksa, dan/atau sitologi peritoneal
positif
Stadium IIIb Metastasis vagina.
Stadium IIIc Metastasis ke kelenjar getah bening pelvik dan/atau paraaorta. mukosa
rektum.
Stadium IVa Tumor menginvasi kandung kemih dan/atau mukosa rektum.
Stadium IVb Metastasis jauh meliputi kelenjar getah bening intraabdomen atau inguinal.

209 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Histopatologi:
Kasus kanker endometrium dikelompokkan pada derajat diferensiasiadenokarsinoma
sebagai berikut:
Grade 1 : 5% atau < non-skuamous atau pertumbuhan non-glandular.
Grade 2 : 6-50% dari non-skuamous atau pertumbuhan non-glandular.
Grade 3 : > 50% non-skuamous atau pertumbuhan non-glandular.
Prosedur berkaitan dengan penentuan stadium:
- Penentuan stadium kanker korpus uteri kini adalah surgical staging,
karena peranan dilatasi & kuretase (D&K) bukan prosedur final (kecuali untuk
sekelompok kecil kanker korpus uteri yang diberi terapi primer radiasi).
- Tebal infi1trasiproses ke endometrium harus dinilai.

Diagnosis:
Diagnosis histologi ditegakkan berdasarkan hasil dilatasi & kuretase (D&K), atau
histeroskopi positif;sampling endometrium dilakukan dengan alar Acurete,
Endopap, VABRA, Endorette, Pipelle.
Pencitraan: foto thoraks, USG, IVP.
Laboratorium: darah lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal, gula darah.

Manajemen:
Pembedahan:
- Bilasan peritoneum, untuk pemeriksaan sitologi.
- Sampling kelenjar getah belling.
- Eksplorasi rongga abdomen:
Apabila tumor dapat direseksi: histerektomi totalis dan SOB.
Apabila tumor tak dapat direseksi (misal stadium III luas), bila mungkin
histerektomi totalis dan SOB.
- Pada kasus praoperatif dicurigai stadium II (ada keterlibatan
serviks),histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvik perlu
dipertimbangkan,

210 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Terapi adjuvan:
- Setelah ada penilaian histologi, dengan informasi invasi miometrium, derajat
diferensiasi dan keterlibatan serviks perlu pilihan terapi adjuvan.
- Indikasi radiasi post operatif:
Stadium I: - usia> 60 tahun.
- derajat diferensiasi III (G IlI).
- invasi > 0,5 rniometriurn (Ic).
Stadium IIa G I ,II, III.
Stadium IIb G I, II, ill.
Stadium Illa, terapi individual.
Metode radiasi adjuvan:
Radiasi vaginal cuff 6000-6500 cGy dosis mukosal, dan dosis seluruh pelvis
4500-5000 cGy.

211 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

59.KANKER OVARIUM

Definisi:
Kanker ovarium adalah tumor ganas berasaljaringan ovarium, dengantipe histelegi
sangat beragarnsesuaidengan susunan embriologi dasaryang membentuknya.

Prinsipdasar:
Penanganan utama adalah surgical staging untuk kasus-kasus kanker
ovariumstadium I dan II (early stage),radical debulking dan dilanjutkan dengan
kemoterapi yang mengandung Platinum, sekarang dikenal kemoterapi berbasis
Taxane.
Pembedahan dikecualikan pada kasus-kasus tertentu yang sudah sangat lanjut dan
sangat berisiko tinggi untuk dilakukan pcmbedahan. Dewasa ini pada stadium
yang sangat Janjut (stadium IV, dengan metastasis ke paru), dipertirnbangkan
untuk pemberian kemoterapi neo-adjuvan, artinya kemoterapi diberikan
mendahului pembedahan. Kondisi yang terakhir ini perlu pemilihan kasus yang
sangat selektif

Stadium Kanker Ovarium (FIGO, 1987):


Stadium Pertumbuhan terbataspadaovarium.
I
Stadium Pertumbuhan terbataspada1ovarium; tidakadaasitesyangberisiselganas,tidak
Ia adapertumbuhan dipermukaan luar,kapsulutuh.
Stadiu Pertumbuhan terbatas padakeduaovarium; tidakadaasiresberisiselganas,
m Ib tidakadatumordipermukaan luar,kapsulutuh
Stadium Tumor dengan stadium Ia atau Ib tetapi adatumor di permukaan
Ic luarsatuataukedua ovarium; ataudengankapsulpecah;ataudengan
asitesberisiselganasatau denganbilasanperitoneum positif
Stadium Pertumbuhan padasatuataukcduaovariumdenganperluasan kepanggul.
II
Stadium Perluasan dan/ataumetastasiskeuterusdan/atautuba.
IIa
Stadium Perluasan kejaringan pelvislainnya.
IIb
Stadium Tumor stadium IIaatauIIbtetapi dengan
IIc tumorpadapermukaansatuatankeduaovarium;kapsulpecah;ataudenganasitesyangm

212 | P a g e
engandung selganasataudengan bilasan peritoneum positif.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan1nlplan di


peritoneum di luar pelvis dan/atan kgb retroperitoneal atau inguinal
positif. Metastasis perrnukaan liver masuk stadium III. Tumor terbatas
dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar
atau omentum.
Stadium IIIa Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kgb negatif tetapi secara
histologik dandikonfirmasi secara mikroskopik adanya penumbuhan
(seeding) di permukaan eritoneurn abdominal.
Stadium IIIb Tumor mengenai satu atau kedua ovarium denganimplant dipermukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2
cm, dan kgb negative.
Stadium IIIc Implan di abdomen dengan diameter>2 cm dan/atau kgb retroperitoneal
atau inguinal positif
Stadium IV Penumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dimasukkan dalarn stadium
IV. Begitu juga metastasis ke parenkim liver.

Diagnosis:
Gejala kankcr ovarium:
Pada stadium awal gejala tidak khas. Pada usia perimenopause, dapat timbul haid
tidak teratur. Bila tumor telah menekan kandung kemih atau rektum, keluhan
sering berkemih dan konstipasi akan muncul. Lebih lanjut timbul distensi perut,
rasa tertekan dan rasa nyeri perut. Dapat timbul sesak napas akibat efusi pleura
karena proses metastasis.
Karena pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tersebut tidak khas,
lebih dari 70% penderita kanker ovarium ditemukan sudah dalam stadium lanjut.
Tanda-tanda kanker ovarium:
- Tanda terpenting kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor dipelvis.
Bila tumor ada bagian padat, ireguler dan terfiksir ke dinding panggul,
keganasan perlu dicurigai. Saat diagnosis ditegakkan 95% kanker ovarium
berdiamcter lebih dari 5 cm. Bila tumor sebesar ini ditemukan di pelvis,
evaluasi lanjut perlu dilakukan untuk menyingkirkan keganasan, khususnya
pada wanita usia> 40 tahun.

213 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Pada saat operasi, perhatikan beberapa penampilan makroskopis dari


tumorovariumyangmengarahtandaganas.

Tampilan makroskopis tumor ovarium jinak danganas


Jinak Ganas*
- Unilateral - Bilateral
- Kapsul utuh - Kapsul pecah
- Bebas - Ada perlekatan dengan organ sekitarnya
- Permukaan licin - Berbenjol-benjol
- Tidak ada asites - Ada asites
- Peritoneum licin - Ada metastastis di peritoneum
- Seluruh permukaan tumor viable - Ada bagian-bagian yang nekrotik
- Tumor kistik - Padat atau kistik dengan bagian-bagian
padat
*Tanda-tanda inl tidak patognomonik untuk keganasan

USG (ultrasonografi):
- Pemakaian USG transvaginal (transvaginalcolor flow doppler)meningkatkan
ketajaman diagnosis.
- Dapat dibuat suatu indeks morfologi yaitu suatu jumlah nilai-nilai yang
diberikan terhadap masing-masing kategori temuan.

214 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Indeks morfologi tumor ovarium


0 1 2 3 4
Volume (cm3) < 10 10-50 50-200 200-500 >500
Tebal dinding Tipis < 3 Tipis > 3 mm papiler < 3 papiler 3 Dominan
(mm) mm mm mm padat
Septum Tidak ada Tebal < 3 mm Tebal 3 mm Padat 1 cm Dominan
1 cm padat

Volume: lebar x tinggi x tebal x 0,523.


Kemugkinan ganas bila indeks morfologi 5 (nilui prediksi positif 0,45) atau
volume10 cm3, atau kelainan struktur dinding tumor.

- Pemakaian USG transvaginal color Doppler dapat membedakan tumor ovarium


jinak dengan ganas. Hal ini didasarkan analisis gelombang suara Doppler
(resistance index atau RI, pulsality index atau PI, dan Velocity). Keganasan
dicurigaijika Rl < 0,4.
C'I-scan dan MRI merupakan pemeriksaan optional .
Pemeriksaan penanda tumor (tumor markers):
Ca-125, sebaiknya diperiksa sejak awal penegakkan diagnosis. Pada pasien usia
muda, periksa AFP, sebagai penduga tumor ovarium germinal (tumor sinus
endodermal)

Mauajemen:
Epitelial:
- final Diagnosis: diagnosis tergantung pada penemuan operatif danhistopatologi.
- Persiapan prabedah: laboratorium darah lengkap, penanda tumor Ca 125, foto
thoraks, DSG, persiapan usus, barium enema bila ada indikasi (15-26% kanker
ovarium lanjut ada metastasis ke kolon).
- Prosedur pembedahan: surgical staging yaitu suatu tindakan bedah laparotomi
eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu
kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan
dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium, Temuan surgical staging
akan menentukan stadium penyakit dan pengobatan ajuvan yang perlu

215 | P a g e
diberikan.

RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Langkah-langkahsurgical staging:
Insisi mediana melewati umbilikus sampai diperoleh kemudahan untuk
melakukan eksplorasi rongga abdomen atas.
Contoh asites atau cairan di kavum Douglas, fosa parakolika kanan dan kiri
dan subdiafragma, diambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi.
Pengambilan asites atau cairan ini harus dilakukan segera sebelum terkontaminasi
dengan darah. Pengambilan dapat menggunakan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang
ujungnya telah disambung dengan kateter.
Bila tidak terdapat asites atau cairan yang cukup dalam rongga peritoneum,
pembilasan (peritoneal washing) harus dilakukan dengan memasukkan 50-100
cc larutan NaCl 0,9%. Pembilasan rongga peritoneum dengan larutan NaCl
fisiologis dilakukan pada 5 lokasi, yaitu Cul de sac, parakolika kanan dan kiri,
hemidiafragma kanan dan kiri, Kemudian cairan tersebut diambil kembali
dengan alat suntik yang ujungnya telah disambung dengan kateter.
Lakukan eksplorasi sistematik (staging) semua permukaan dalam abdomen dan
visera, Eksplorasi dimulai dari sekum ke arah kepala se arah jarum jam
menelusuri fosa parakolika kanan, kolon asenden, ginjal kanan, permukaan
liver dan kandung empedu, dan hemidiafragrna kanan, Daerah paraaorta, kolon
transversum, hemidiafragma kiri, lien dan ginjal kiri, fosa kolika kiri dan
kolon desenden sampai lee sigmoid dan rektum. Kemudian jejunum dan
mesenteriumnya mulai dari ligamentum Treitz terus ke ileum dan mesenteriumnya
sampai ke sekum. Eksplorasi di lanjutkan pada genitalia interna, Lokalisasi
dan ukuran tumor primer serta hubungannya dengan organ sekitar dieatat
dengan baik. Demikian juga jika terdapat metastasis ke organ intraabdomen
lainnya. Bentukdan ukurannya dicatat dengan rinci. Jika terdapat penyebaran
tumor di luar pelvis, maka stadium kanker tersebut telah lanjut, kira-kira stadium
III, karenanya bilasan rongga peritoneum untuk sitologi dan biopsi peritoneum
tidak diperlukan lagi. Sebaliknya, jika tidak ada penyebaran ke luar pelvis,
bilasan rongga peritoneum untuk sitologi, biopsi peritoneum, dari kavum
Douglas, parakolika kanan dan kiri, paravesika urinaria, mesenterium intesiin,
subdiafragma dan pengangkatan kgb retroperitoneal menjadi penting.

216 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tumor ovarium diangkat sedapatnya intoto (utuh) dan dikirim untuk


pemeriksaanpotong beku (frozen section). Adakalanya tumor sedemikian
besarnya sehingga tidak dapat diangkat segera. Dalam hal ini hanya sebagian
tumor yang dikirim untuk pemeriksaan potongbeku.
Bila hasil potong beku ternyata ganas, surgical staging dilanjutkan kelangkah
berikutnya.
Pengangkatan seluruh genitalia interna dengan histerektomi totalis dan
salpingingoooforektomi bilateral.
Untuk mengetahui adanya rnikrometastasis, dilakukan:
Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria, parakolika kanan,
dan subdiafragma.
Biopsi perlengketan-perlengkatan organ intraperitoneal.
Limfadenektomi sistemik kelenjar getahbening pelvis danparaaorta,
Omentektomi.
Apendektomi jika tumor jenis musinosum,
Jika tindakan surgical staging dilakukan sesuai dengan langkah-langkah di atas,
tindakan tersebut disebut complete surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-
langkah yang ditinggalkan, tindakan tersebut disebut incomplete surgical staging.
Langkah-langkah yang sering ditinggalkan adalah omentektomi, limfadenektomi,
biopsi peritoneum pelvis dan diafragma. Insisi mediana pada saat memulai surgical
staging, khususnya pada wanita berusia muda, sebaiknyatidak melewati umbilikus.
Perluasan insisi baru dilakukan jika hasil pemeriksaanpotong beku menunjukkan
keganasan.

217 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Penanganan pasca bedah:


Segera/jangka pendek: penanganan pasca bedah rutin.
Jangka panjang:
Stadium Ia + b (derajat 1 + 2): tidak ada penanganan lanjut.
Stadium Ia + b (derajat 3) + stadium Ic: dilanjutkan kemoterapi
Stadium IIb-IV: dilanjutkan kemoterapi.
Pemeriksaan berkala untuk monitoring: pemeriksaan pelvik, Ca 125.
Non epitelial:
- Tumor sel germinal:
Diagnosis dan persiapan praoperatif lihat tumor epitelial.
Prinsip pembedahan: untuk setiap pembedahan salpingoooforektomi
unilateral dan bila perlu debulking. Bila proses meliputi kedua ovarium
perlu dilakukan histerektomi totalis dan salpingoooforektomi bilateral.
Kecuali bila proses di satu ovarium minimal, maka ovarium masih
dikonservasi, karena pada kajian pembedahan radikal tidak meningkatkan
survival, dan fertilitas dapat dikonservasi setelah kemoterapi.
- Tumor Stroma: penanganan individual.

Tumor Ovarium Borderline


Prinsip dasar:
Prinsip pengobatan secara prinsip sebagaimana halnya kanker invasif
Pada perempuan yang masih membutuhkan fungsi reproduksisalpingoooforektomi
unilateral dianggap memadai.
Bila hanya ooforektomi yang dilakukan pada pembedahan dan kemudian
penilaian hasil histopatologinya bordeline, maka pembedahan lanjut tidak
diperlukan. Namun dibutuhkan pengamatan ketat.
Pemberian kemoterapi tidak rutin diberikan pada kasus borderline.

218 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Prosedur pembedahan:
- Lihat prosedur surgical staging.
- Lakukan operasi:
Radikal: histerektomi total is, salpingoooforektomi bilateral,
limfadenektomi, biopsi sampelperitoneum dari paracolic gut kiri- kanan,
kavum Douglas, subdiafragma, pravesikal.
Konservatif salpingoooforektomi unilateral, limfadenektomi kgb pelvik
ipsilateral, omentektomi, biopsi-biopsi sampel dari paracolic gut kiri-kanan,
kavum Douglas, subdiafragma, pravesikal.
- Usahakan mencapai residu tumor minimal ( < 1,5 cm).
Pembedahan konservatif dilakukan pada kanker ovariom stadium 1,
denganpersyaratan :
- stadium Ia, organ pelvis lain bebas tumor, tidak ada perlekatan, sitologi bilasan
peritoneum terbukti negatif.
- diferensiasi baik.
- wanita muda dengan paritas rendah.
- pasien akan patuh kontrol.
- setelah paritas tercapai, penderita siap dioperasi lagi.
Kemoterapi
- Kanker ovarium epitelial:
Pilihan pertama: Cyclophosphamide - Platinum (CP).
Cyclophosphamide - Adriamycin - Platinum (CAP). Platinum
dapat diganti Carboplatin.
Pilihan kedua: berbasis Taxane (Paclitaxel atau Doxetaxel).
- Kanker ovarium germinal:
Pilihan pertama: Vincristin - Dactinomycin - Cyclophosphamide (VAC).
Cisplatin - Vinblastin - BleomycIn (PVB).
Pilihan kedua: Bleomycin - VP.16-213 - Cisplatin (BEP).

219 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Kanker ovarium mesenkimal:


Pilihan pertama: Vincristin-: Dactinomycin - Cyclophosphamdie (VAC).
Cisplatin - Vinblastin - Bleomycin (PVB).
Pilihan kedua: Bleomycin - VP.16-213 - Cisplatin (BEP).
Radiasi
Prioritas terapi adjuvan kanker ovarium setelah pembedahan adalah kemoterapi.
Pada beberapa situasi pemberian kernoterapi tidak dapat dilaksanakan, karena
itu pilihan terapi adjuvan jatuh pada radiasi. Hanya kasus dengan residu tumor
< 2cm yang dapat dipertimbangkan radiasi "whole abdomen" .

220 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

60.PROLAPSUSGENlTALlA

Definisi:
Turunnya alat genitalia akibat hilangnya penunjang anatomi dari
diafragmapelvisdanl atauvagina.

Prinsipdasar:
Berbagai faktor risiko seperti: usia lanjut, defisiensi Estrogen, trauma
persalinan,genetikdanpeningkatan tekananintraabdomen kronikmerupakan faktor
predisposisi dalam halhilangnya penunjang anatomi daridiafragma pelvisdan/atau
vagina, hanya prolapsus genitalia yang menyebabkan gejala subjektif
seharusnya dipertimbangkan untuk diobati, dan dikenal dengan berbagai
kondisi,seperti:
- Sistokel.
- Rektokel.
- Enterokel.
- Prolapsusuterus.
- Prolapsusvaginal.

Klasifikasi:
Stadium I: di dalam vagina dengan manuver Valsava.
Stadium II: di introitus vagina dengan manuver Valsava.
Stadium III:di luar introitus dengan manuver Valsava.

Diagnosis:
Pasien-pasien dengan prolapsus genitalia seringkali menderita sindroma saluran
kemih bawah, selain rasa mala. Sindroma saluran kemih bawah juga dapat
merupakan konsekuensi dari suatu perbaikan vagina.
Pemeriksaan sebelum operasi:
Selain rekan medis ajukan pertanyaan mengenai inkontinensia urine
danaktifitas seksual,

221 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Urine sisa:
Mengevaluasi masalah-masalah dalam pcngosongan kandung kemih.
- Tes provokasi:
Mengevaluasi stres inkontinensia serta mengobservasi meatus ekstemal,
sementara pasien batuk dengan kondisi kandung kemih penuh.
- Tes pengganti:
Mengevaluasi stres inkontinensia laten serta mengobservasi meatuseksternal
dengan prolapsus yang direduksi dengan suatu spekulum atau pesarium,
sementara pasien tersebut batuk dengan kondisi kandung kemih penuh.
Seorang pasien dapat membiarkan pesarium di tempat selama 1 minggu
atau lebih, agar memungkinkanpasien mengalami stres inkontinensia
potensial yang merupakan konsekuensi dari repair vagina.
- Tekanan uretra:
Urethra pressure profile sebaiknya dibuat dalam kasus inkontinensia.
Tekanan penutupan yang sangat lambat ( <20 cm H2O) dapat punya
artipenting dalam memutuskan atas prosedur bedah.
Informasi untuk pasien mengenai hasil yang diharapkan dankemungkinan risiko
prosedur ini. Masalah saluran kemih bawah khususnya stres inkontinensia
pasca operasi, dispareunia adalah risiko yang paling penting.

Manajemen:
Seluruh wanita pasca menopause dengan prolapsus genitalia sebaiknyamendapat
pengobatan Estrogen selama 8 minggu vagitories Estrogen, yangdapat
merupakan metode pengobatan yang cukup memadai untuk prolapsus stadium I.
Estrogen lokal dapat bermanfaat bila prolapsus genitalianya terjadikarena
kekurangan relatif dari Estrogen.
Prolapsus yang terjadi setelah persalinan tidak membutuhkan pembedahan
karena biasanya pulih selama bulan-bulan pertama setelah persalinan
bahkantanpa pengobatan.
Pesarium dapat digunakan bila perlu.
Pada kasus-kasus yang jarang terjadi, pembedahan merupakan pilihan
pengobatan, tetapi sebaiknya ditunda sekurang-kurangnya satu tahun. Yangsangat
penting pada kasus ini adalah menekankan factor risiko stres inkontinensia dan
dispareunia.

222 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Pesarium:
- Ukuran pesarium hams benar. Apabila terlalu kecil, alat ini dapat
terlepas.Apabila terlalu besar, alat ini dapat menycbabkan.erosi. .
- Follow up setiap 6 bulan atau bila timbul masalah.
- Pesarium sebaiknya dilepaskan dan dibersihkan dan dinding vagina diperiksa
bila terjadi erosi. Dalam kasus erosi, pasien sebaiknya tidak mempergunakan
pesarium dan diobati dengan Estrogen selama dua minggu.
Pembedahan:
- Bertujuan untuk memperbaiki anatomi dan mengembalikan fungsi.
- Hanya kerusakkan yang ada sebaiknya diperbaiki, karena prosedur untuk
mencegah terjadinya prolapsus di kemudian hari baru dapat menyebabkan sires
inkontinensia.
- Prolapsus genitalia sebaiknya diperbaiki menurut prinsip-prinsip berikut
ini:
Jenis Tindakan
Sistokel/rektokel dan prolapsus uteri: Prosedur Manchester (Fothergill).
Prolapsusuteri yang berat: Histerektomi vagina (fiksasi sakrospinosus
bila memungkinkan).
Elongario serviks: Ampurasi serviks.
Sistokel: Kolporafi anterior.
Rektokel: Kolporafi posterior.
Enterokel: Operasi untuk enterokel.
Badan perineal sempit: Kolpoperineorafi.
Prolapsus vagina: Fiksasi sakrospinosus atau kolpokleisis.
Prolapsus uteri total: ProsedurLefort's

Prolapsus genitalia tanpa stres inkontinensia atau stres inkontinensia laten:


defek genitalia harus diperbaiki.

223 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Prolapsus genitalia dan stres inkontinensia yang manifes atau laten: prosedur
inkontinensia sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama ketika perbaikan
genitalia (prosedur Burch atau prosedur Sling).

Follow-up pasca operasi:


Tidak ada upaya fisik dan hubungan intim selama 6 minggu pertama.
Kunjungan pasca operasi 3 bulan setelah pembedahan.
Ajukan pertanyaan mengenai inkontinensia, kesulitan berkemih, aktifitas seksual
dan dispareunia.
Sires inkontinensia seharusnya dievaluasi secara objektif.

Prognosis:
Sangat bergantung kepada ketepatan diagnosis dan pemilihanjenis operasi serta
pengalaman operator.

224 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

61. INKONTINENSIA URINE

Definisi:
Inkontinensia urine adalah keluarnya urine yang tidak terkontrol dimana
secara objektif dapat terlihat dan merupakan masalah sosial atau higienis.

Prinsip dasar:
Tekanan kandung kemih meningkat rnelewati tekanan leher kandung kemih
dan uretra,
Sistem persarafan parasimpatik dan stimulasi kolinergik menentukan
korrtraksi otot detrusor kandung kemih dan relaksasi leher kandung kemih.

Klasifikasi:
Genuine stress incontinence: adalah keluarnya urine yang tidak
terkontrol,terjadi bila tanpa suatu kontraksi detrusor, tekanan intravesikal
melebihitekanan uretral maksimum.
Urge incontinence: adalah keluarnya urine yang tidak terkontrol
terkaitdengan hasrat berkemih yang kuat,
Unstable detrusor: adalah suatu detrusor yang terlihat secara objektif
berkontraksi, secara spontan, atau dengan provokasi, selama tahap pengisian
sementara pasien mencoba menghambat proses micturition tersebut Tidak
terdapat bukti adanya gangguan neurologis.
Mixed incontinence: merupakan genuine stress incontinence maupun
urgeincontinence.
Detrusor hyperreflexia: didefinisikan sebagai aktifitas yang berlebihankarena
gangguan mekanisme kontrol syaraf Istilah detrusor hyperreflexiasebaiknya
hanya digunakan bila terdapat bukti objektif tentang suatu gangguan
neurologis yang relevan.
Overflow incontinence: ialah keluarnya urine yang tidak terkontrol, yang
terkait dengan penggelembungan yang berlebihan dari kandung kemih.

225 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Iatrogenic incontinence: adalah inkontinensia urine yang disebabkan oleh


pengobatan medis, seperti Doxazosin, Parazosin.
Detrusor sphincter dyssynergia: kontraksi detrusor yang terjadi bersamaan
dengan kegagalan membukanya leher kandung kemih yang terlihat secara
objektif (bladderneck opening).

Diagnosis:
Pasien seharusnya membuat catatan harian berkemih. Keluarnya urineseharusnya
ditampung dengan Test pad selama 24 jam yang sarna. Aktifitasfisik yang
terkait dengan leakage tersebut seharusnya dicatat. Sudah ada rekam medis,
Dilakukan pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan celup urine dan kultur urine.
Jadi keluhan berkemih sebaiknya diperiksa dan diobati sebelum pemeriksaan
urodinamik.
Bila terdapat hanya stees inkontinensia berdasarkan anamnesis, maka jumlah
urine yang keluar dalam ukuran gram dicatat dengan mempergunakan sebuah
stress testyang standar (misalnya, 20 lompatan di tempat, dengan 300 ml
volume kandung kemih). Kekuatan otot dasar panggul, kepekaan perineum
dan refleks anokutan dievaluasi. Sebelum pengobatan operatif flowmetry
dilakukan dan urine sisa diukur, Tiga profil tekanan uretra dicatat, sedangkan
rata-rata tekanan uretral maksimum, tekanan kandung kemih dan tekanan
penutup juga dicatat.
Bila terlihat urge atau mixed incontinence berdasarkan anamnesis,
makastationary atau ambulatory cystourethrometry dimasukkan dalam
pemeriksaan yang dilakukan untuk genuine stress incontinence.
Cystourethrometry seharusnya dilakukan dengan provokasi, sementara pasien
berdiri. Insiden keluarnya urine seharusnya dicatat di grafik.
Apabilastationary cystourethrometry tidal mendeteksi mekanisme keluarnya
urine maka pencatatan ambulatoar seharusnya dilakukan.
Pasien-pasien dengan kondisi normal dan sistokel dapat menjadiinkontinensia
setelah operasi vagina. Sebelum intervensi bedah, pasien-pasienini seharusnya
dilakukan pengujian stres, sedangkan kandung kemih dalam

226 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

kondisi penuh dan sistokel terkompensasi. Hal ini dapat dilakukan selama
pemeriksaan ginekologik dengan mempergunakan spekulum yang
mengimbangi sistokel tanpa mengkompres uretra atau dengan
mempergunakan suaru pesarium vaginal pada pasien rawat jalan.

Manajemen:
Pasien-pasien pasca menopause seharusnya mendapatkan Estrogen yang
diberikan baik dengan aplikasi oral rnaupun lokal.
Genuine stress incontinence dan mixed incontinence:
- Latihan otot-otot pelvic floor yang diawasi oleh dokter ahli fisioterapi yang
kompeten.
- Pengobatan dengan mempergunakan vaginal cones, balls atau vaginal
tampon (kurang terdokurnentasi dengan baik).
- Electrostimulation: durasi yang panjang (6-8 jam) atau maksimal (20menit)
3-6 bulan (25-50 Hz).
- Retropubic colposuspension. Ingat bahwa pertemuan (junction)
antarakandung kemih dan uretra dianggap tetap, tidak ter-relevansi!
- Retropubic sling operations. Pasien-pasien pacta waktu sebelumnya menjalani
operasi untuk stress incontinence yang dideritanya dan pasien-pasien dengan
penurunan closure pressure (kurang dari 20 cm H20), menurut pengalaman
menderita poor prognosis dalam kasus re-operasi. Operasi ini sebaiknya
tidak dilakukan oleh operator yang kurang berpengalaman karena suatu
overcorrection dapat memberikan pasien suatu masalah yang berat berkenaan
dengan residual urine, urinary tract infection dan motor urge incontinence,
Sling surgery sebaiknya dilakukan oleh sejumlah dokter dengan tingkat
kemampuan yang tinggi dan mahir. Artificial sphincter (urologi).
Pasien-pasien dengan genuine stress incontinence dan sistokel:
- Operasi retropubic colposuspension dan vaginal cystocele pada satu langkah.
Incontinence cure setelah Kelly sutures buruk.
Motor urge incontinence dan mixed incontinence:
- Electrostimulation rnaksimal 20 menit, minum sekali seminggu dan sekurang-
kurangnya 10 kali (5-10 Hz).
- Emeproniumbromide 200-800 mg x 3. Oxybutine chloride 2,5-5 mg x 3.

227 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Enterocystoplastic surgery (urologi).


- Deviasi urine (continent cutaneous urostomy) (urologi).
- Incontinence pads.
Nasehat:
- Pasien-pasien sebaiknya menghindari mengangkat beban berat dantekanan
dinding abduminal yang penting meningkat selama 5-6 minggu setelah
pembedahan.
- Apabila pasien tersebut melakukan pekerjaan berat, maka dia sebaiknya
mengambil cuti sakit selama 5-6 minggu. Apabila dia melakukan pekerjaan
kurang berat, maka periode cuti sakit itu dapat diperpendek,

Follow Up:
Seluruh pengobatan sebaiknya dikontrol me1alui rnetode subjektif dan objektif.
Standardisasi 20 jam test pad.
Pengobatan genuine stress incontinence sebaiknya dikontrol dengan tes stres
yang menerapkan standardisasi volume kandung kemih dan provokasi fisik.
Uroflowmetry setelah intervensi bedah. Dapat mencatat perbaikan yang
berlebihan.

Prognosis:
Sangat bergantung kepada ketepatan diagnosis dan pemilihan jenis operasi dan
pengalaman operatornya.

228 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

62. FISTULA UROGENITAL

Pendahuluan:
Di negara sedang berkembang fistula urogenital sebagianbesar disebabkan kasus
obstetrik, sedangkan di negara maju sebagian besar disebabkan kasus ginekologik.
Penyulit ini dapat saja terjadi pada setiap dokter ahli obstetri dan ginekologi,
sekalipun yang sudah sangat berpengalaman.
Yang perlu mendapat perhatian adalah dampak sosial yang ditimbulkan sepcrti
penderita fistula urogenital tidak jarang dijauhi lingkungannya dan yang banyak
terjadi adalah ditinggalkan suaminya.

Perbedaan:
Fistula karena kasus obstetrik Fistula karena kasus ginekologik
Cepat muncul Lambat muncul (5-14 hari pasca operasi)
Besar Kecil
Letak rendah Letak tinggi
Kotor Bersih
Negara berkembang Negara maju
Multipel Tunggal

Epidemiologi:
Sulit diketahui secara pasti angka kejadiannya.
Adanya perasaan malu
Fistula kecil sembuh sendiri.
Tidak dilaporkan oleh operator.

Diagnosis:
Urine keluar tidak normal, pasca apa? partus /operasi/radiasi.
Tentukan letak, besar, mobilisasi fistula.

229 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Tes metilen biru: 3 tampon dimasukkan ke dalam vagina, kemudian kandung


kemih diisi metilen biru melalui kateter dari uretra sebanyak 100-150 cc. Setelah
3-5 menit, tampon dalam vagina diangkat satu-satu, dan dengan mudah akan
dilihat adanya cairan metilen biru mengenai tampon tersebut, dan sekaligus dapat
diketahui lokasi fistula. Kadang-kadang penderita disuruh berjalan-jalan 10-l5
menit setelah kandung kemih diisi metilen biru, agar metilen biru keluar melalui
fistula. Bila fistula berasal dari ureter, maka tidak akan terlihat ada cairan metilen
biru pada tampon.
- TamponI positif: fistula uretrovaginal.
- Tampon II positif: fistula vesikovaginal.
- Tampon III positif: fistula vesikovaginal, fistula vesikoservikovaginal,
Bila tes metilen biru negatif, pada sistoskopi tidak ada fistula, maka lakukan tes
indokarmin/adona. Caranya: masukkan 2 cc intravena. Bila ada divaginal:
ureterovaginal fistula. Bila negatif dan hanya divesika pikirkan fisiologis, infeksi,
cairan asites.
Fistula kecil lanjutkan dengan sistoskopi untuk mengetahui letak, besar, jumlah
dari fistula.
IVP penting sekali untuk mengetahui adanya fistula uterovagina; anatomi
danfungsi ginjal.

Persiapan operasi:
Dilakukan setelah 3 bulan, karena vaskularisasi baik, infeksi hilang, edema hilang,
dan nekrosis hilang.
Perbaiki keadaan umum penderita. Daerah genitalia eksterna serta fistula dirawat,
bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika oral dan lokal.
Sebelum operasi dilakukan, tentukan besar, letak, serta mobilisasi dari
fistula,kalau perlu dalarn anestesi.
Pemeriksaan urograf, untuk mengetahui ada tidaknya hidronefrosis atau
hidroureter.

230 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Pemilihan pendekatan operasi: transvaginal, transabdominal, transvesika, dan
kombinasi.
Prinsip operasi: insisi defek fistula, tidak melukai mukosa, dinding vagina
dibebaskan, penjahitan lapis demi lapis, tidak boleh ada ketegangan jaringan.
Pasang kateter: triway, water suction pump.
Koitus: 2 bulan pasca repasi.
Boleh hamil, partus sebaiknya seksio sesarea.
Pada fistula yang akut dan kecil sekali, segera setelahdiketahui, dipasangkateter
rnelalui uretra, dilakukan drainase urine dengan mempertahankan kateter selama
10 hari, dan diberikan Kortison 100 mg setiap hari. Setelah 10 hari kateter
diangkat, diharapkan fistula menutup sendiri, bila tidak rnenutup dilakukan
tindakan operasi,

Perawatan pasca operasi:


Bed rest.
Lama 10 hari.
Minum 2,5-3 liter per-hari.
Awasi tanda perdarahan.
Mencegah regangan jahitan.
Kateter harus lancar.
Antibiotika.

Prognosis:
Sangat bergantung kepada ketepatan diagnosis dan pemilihan jenis operasi dan
pengalaman operatornya.

231 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

63. RETENSTO URINE

Pendahuluan:
Retensio urine merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pasca bedah,
baik bedah obstetri maupun ginekologi.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara spontan.
Insiden 0,07% per 1.000 populasi wanita.
Retensio urine akut: nyeri, tidak bisa BAK 24 jam, kateterisasi, produksi urine
yang keluar lebih kurang 50% kapasitas kandung kemih.
Retensio urine kronik: kegagalan pengosongan kandung kemih > 50 %kapasitas
kandung kemih.

Definisi:
Retensio urine: tidak adanya proses berkemih spontan 6 jam setelah kateter
menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urine sisa > 200 ml
(kasus obstetri) dan urine sisa > 100 ml (kasus ginekologi).
Stanton: tidak bisa berkemih dalam 24 jam membutuhkan pertolongan
kateterurine tidak keluar > 50% kapasitas kandung kemih.

Angka kejadian:
Pasca TVH (Total Vaginal Histerektomi): 15%
Pasca TVH + Kolporafi anterior: 29%
Pust partum: 1,7-17,9%
Pasca seksio sesarea dengan kateter 6 jam: 17,1%
Pasca seksio sesarea dengan kateter 24 jam: 7,1%

Pencegahan:
Selama prosedur operasi: dilakukan pemasangan kateter transuretra menetap,
supaya kandung kemih tetap kosong, menghindari cidera kandung kemih,
memperluas lapangan operasi.
Lama kateter pasca bedah: berapa lama kateter dipertahankan pasca bedah ?

232 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Kateter dipertahankan bervariasi, ada yang menggunakan selama 6 jam, 12 jam,


24 jam.

Anatomi dan fisiologi berkemih:


Anatomi:
- Otot polos kandung kemih: otot detrusor, tiga lapis longitudinal-sirkuler-
longitudinal.
- Pusai pengaturan kandung kemih di Area Detrusor piramidal pada lobus
frontalis - daerah pusat berkemih pontin dan Pusat Berkemih Sakralis.
- Sistem saraf perifer-otonom: parasimpatik-kontraksi detrusor melalui transmisi
kolinergik, nervus pelvikus dan S2-S4. Simpatik-transmisi adrenergik, nervus
hipogastrikus dari T10- L2.
Fisiologi berkemih:
- Fase pengisian: mekanisme akomodasi, inhibisi parasimpatis, stimulasi
simpatis, stimulasi nervus somatik,
- Fase pengosongan: stimulasi parasimpatis, inhibisi simpatis, inhibisi nervus
somatik.

Patofisiologi:
Pada post parturn kapasitas kandung kemih meningkat, tonus menurun, kurang
sensitif terhadap tekanan intravesikal dan pengisian yang cepat. Akan menjadi
retensio bila terdapat edema periuretra, laserasi obstetrik, atau desensitifitas oleh
anestesi epidural.
Pada post operasi ginekologi terdapat nyeri, edema dan spasme otot-
ototpubokoksigeus.

Penyebab retensio urine:


Secara umum retensio urine dapat disebabkan oleh karena:
- Gangguan persarafan.
- Kelainan otot.
- Latrogenik.

233 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

- Obstruksi.
- Peradangan (inflamasi).
- Psikis.
- Umur yang tua.
Retensio urine pasca seksio sesarea disebabkan oleh:
- Anestesia.
- Rasa nyeri luka insisi dinding perut: reflek menginduksi spasme otot levator,
pasien enggan untuk mengkontraksikan-dinding perut guna memulai
pengeluaran urine.
- Manipulasi kandung kemih.
- Jika seksio sesarea akibat distosia persalinan kala II (iritasi, edema) .
Retensio uri nc pasca bedah ginekologi biasanya disebabkan olch:
- Anestesia.
- Rasa nyeri.
- Edema.
- Spasrne otot-otot pubokoksigeus.

Diagnosis:
Gejala retensio urine: kencing tidak lampias, waktu BAK lama, frekuensi BAK
lebih sering, tidak bisa BAK, kandung kemih terasa penuh, dan distensi abdomen.
Anamnesis: gejala retensio urine.
Pemeriksaan fisik: teraba massa di atas simfisis, pemeriksaan bimanual.
Pemeriksaan urine sisa (dengan kateter) setelah (5 jam kateter dilepas, diukur sisa
urine. Retensio urine jika pasca bedah ginekologik urine sisa > 100 ml dan pasca
bedah obstetrik mine sisa>200 ml.
USG: dapat memeriksa secara non-invasif.
Pemeriksaan uroflowmetry, normal jika flow rate > 15-20 ml/detik, Gangguan
berkemih bila terjadi penurunan flow rate, perpanjangan waktu berkemih.

234 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Manajemen:
Kateterisasi.
Obat-obatan:
Obat-obat yang meningkatkan kontraksi kandung kemih dan
menurunkanresistensi uretra:
a. Yang bekerja pada sistem saraf parasirnpaiis: obat kolinergik - asetik
kolikbekerja di "end organ" menimbulkan efek muskarinik.
Contoh: Betanekhol, Karbakhol, Metakholin. :
b. Yang bekerja pada sistem saraf simpatis.
Contoh: Fenoksibenzamin.
c. Obat yang bekerja pada otot polos: mempengaruhi kerja otot-otot detrusor.
Contoh: Prostaglandin E2.
Pemberian cairan: banyak minum 3 liter/24 jam, gunanya mencegah kolonisasi
bakteri.

Algoritma:
RetensioUrinePascaBedah

Kateterisasi
urinanalisis, kultururine
Antibiotika, banyakminum(3Iiter/24jam), Betanekhol, Prostaglandin
Urine<:500ml Urine500-1000 ml Urine 1000-2000ml Urine>2000ml

Intermiten Dauerkateter Dauerkateter Dauerkateter


1x24jam 2x24jam 3x24jam

Buka-tutup kateter/4 jam


Selama24jam(kecualidapatBAKdapatdibukasegera)

Kateter dilepas pagi hari


4-6 jam kemudian

Dapat BAK Spontan Tidak dapat BAK Spontan

Urine residu > 200 ml (obstetri) Urine residu < 200 ml (obstetri)
Urine residn > 100 ml (ginekologi) Urine residu < 100 ml (ginekologi)

Pulang

235 | P a g e
Keterangan: intermiten adalah kateterisasi tiap 5 jam selama 24 jam
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

Daftar Pustaka
1. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar pelayanan medik obstetri
dan ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia 2003.
2. Wijayanegara H, Suardi A, Wirakusumah FF, Permadi W. Pedoman diagnosis dan
terapi obstetri dan ginekologi RSUP dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama (obstetri).
Bandung: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD/RSUP dr. Hasan
Sadikin 1998.
3. Krisnadi SR, Mosc JC, Effendi JS. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan
ginekologi RS dr. Hasan Sadikin, Bagian pertama (obstetri). Ed. 2. Bandung: Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin 2005.
4. Wijayanegara H, Suardi A, Permadi W, Judistiani TD. Pedoman diagnosis dan
terapi obstetri dan ginekologi RSUP dr. Hasan Sadikin. Bagian II (ginekologi).
Bandung: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD/RSUP dr. Hasan
Sadikin 1997.
5. Achadiat CM. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC 2004.
6. Haksohusodo S. Infeksi TORCH, patogenesis, infeksi maternal-kongenital dan
pengobatannya, Ed. 1. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM dan Yayasan
Inovasi Biomolekuler Kedokteran Haksohusodo 2002.
7. Tobing MDL. Penyakit dan penyulit yang menyertai kehamilan, Dalam:Sastrawinata
S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, ed. Ilmu KesehatanReproduksi:
Obstetri Patologi FK UNPAD. Ed. 2: Jakarta: EGC 2005; h. 99 -120.
8. Mose JC. Perdarahan antepartum, Dalam: Sastrawinata S, MartaadisoebrataD,
Wirakusumah FF, ed. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi FKUNPAD.
Ed. 2. Jakarta: EGC 2005; h. 83 -98.
9. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat,
dan gangguan janin. Dalam: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF,
ed. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi FK UNPAD. Ed. 2. Jakarta:
EGC 2005; h. 28 - 63.
10. Bratakoesoema DS. Distosia. Dalam: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D,
Wirakusumah FF, ed. llmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi FK UNPAD.
Ed. 2. Jakarta: EGC 2005; h. 121 - 70.

236 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

11. Setjalilakusuma L. Angsar MD. Persalinan sungsang. Dalam: Wiknjosastro H,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, ed. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Dina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1989; h. 104 - 22.
12. Moeloek FA, Muhiman M. Kontrasepsi mantap wanita. Dalam: Wiknjosastro H,
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, ed. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1989; h. 239 - 60.
13. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH: Biran A, Waspodo D. Buku panduan praktis
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo 2002; h. M 25 - 32, M 69 - 71.
14. Simanjuntak P. Gangguan haid dan siklusnya, Dalam: Wiknjosastro II,Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, ed. Ilmu Kandungan. Ed. 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo 1994; h. 203 - 34.
15. Badziad A. Endokrinologi ginekologi. Ed. 2. Jakarta: Media AesculapiusFKUI 2003;
h. 1 - 58,65 -7, 82 -102.
16. Saifuddin AB, Affandi B, Lu ER. Buku panduanpraktis pelayanan kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2003; h.U 54 6, MK 1 - 5,
MK 72 - 85.
17. Martaadisoebrata D. Protokol pengelolaan penyakit trofoblas gestasional.Bandung:
Pusat Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional Bagian Obstetridan Ginekologi
FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin 2005.
18. Goh J, Flynn M. Examination obstetries & gynaecology. Australia: Maclennan &
Petty Pty Limited 1996; pp 45 - 7.
19. Manuaba lDG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri & ginekologi. Ed. 2.Jakarta:
EGC 2004; h. 272 - 95.
20. Kampono N. Skrining dan penanda tumor. Dalam: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin
AB, ed. Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Ed. 1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2006; h. 101 - 10.
21. Nuranna L. IV A (Inspeksi visual dengan asam asetat). Dalam: Aziz MF, Andrijono,
Saifuddin AB, ed. Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Ed.1. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2006; h. 111 - 23.
22. Purwoto G. Kanker vagina dan vulva Dalam: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB, ed.
Buku acuan nasional onkologi ginekologi. Ed. 1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2006; h. 433 - 41.

237 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

23. Edianto D. Kanker serviks. Dalam: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB, ed.Buku
acuan nasional onkologi ginekologi. Ed. 1. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono
Prawirohardjo 2006; h. 442 - 55.
24. Sofian A. Kanker endometrium. Dalam: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB,ed,
Buku acuan nasional onkologi ginekologi.Ed. 1. Jakarta: Yayasan BinaPustaka
Sarwono Prawirohardjo 2006; h. 456 - 67.
25. Busmar B. Kanker ovarium. Dalam: Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB, ed.Buku
acuan nasional onkologi ginekologi. Ed. 1. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono
Prawirohardjo 2006; h. 468 - 527.
26. Santoso BI. Fistula urogenital. Dalarn: Junizaf, ed. Buku ajar:
Uroginekologi.FKUI/RSPN-CM: Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi 2002; h.
6 - 13.
27. Junizaf. Fistula vesiko vagina. Dalam: Junizaf, ed. Buku ajar:
Uroginekologi.FKUI/RSPN-CM: Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi 2002; h.
14 - 9.
28. Sukarsa MRA. Kuliah uroginekologi: fistula urovuginal. FK UNPAD/RSHS:
Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksis 2005.
29. Sasotya RMS. Kuliah uroginekologi: Penatalaksanaan retensio urin pada kasus obstetri
dan ginekologi, FK UNPAD/RSHS: Subbagian Uroginekologi- Rekonstruksis 2005.

238 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

STANDARPELAYANANMEDIS OBSTETRIDANGINEKOLOGI

1. Pemeliharaan Kehamilan(1)
2. VersiLuar(2)
3. Partograf(4)
4. TesTanpaKontraksi(NST) (7)
5. TesDenganKontraksi(CST)atauTesDenganOksitosin(OCT)(10)
6. PemberianObat-ObatanTokolitik(13)
7. Asfiksia Intrauterin(15)
8. ResusitasiIntrauterin(16)
9. TerminasiKehamilan(18)
10. InduksiPersalinan(20)
11. PemberianTetesOksitosin(21)
12. KelainanHis(22)
13. SkorBishop/Pelvik(23)
14. SkorZatuchni-Andros(24)
15. Episiotomi(25)
16. EkstraksiForseps(26)
17. EkstraksiVakum(27)
18. Embriotomi(28)
19. PanggulSempit(29)
20. Partus Percobaan(31)
21. HiperemesisDalamKehamilan(32)
22. Abortus (34)
23. KehamilanEktopik(37)
24. PersalinanNormal(39)
25. GrandeMultiparitas (40)
26. BekasSeksioSesarea(41)
27. HipertensiDalamKehamilan(43)
28. PenyakitJantungDalamKehamilan(50)
29. DiabetesDalamkehamilan(52)
30. TBCParuDalamKehamilan(54)

239 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

31. Asma Bronkiale DalamKehamilan(55)


32. Infeksi TORCH(58)
33. KetubanPecahDini(63)
34. KematianJaninDalamRahim(65)
35. InfeksiIntrauterinDalamKehamilanDanPersalinan(67)
36. PlasentaPrevia(68)
37. PlasentaAkreta(70)
38. VasaPrevia(71)
39. SolusioPlasenta(72)
40. Inversio Uteri(75)
41. RupturaUteri(78)
42. ProlapsusTaliPusat(81)
43. LetakSungsang (82)
44. LetakMuka(84)
45. LetakDahi(85)
46. PresentasiUbun-Ubun KecildiBelakang(86)
47. PresentasiMajemuk(87)
48. LetakLintang(88)
49. LetakLintangPadaGemelliAnakKedua(89)
50. DistosiaBahu(90)
51. Polihidramnion (92)
52. Oligohidramnion (93)
53. Pertumbuhan JaninTerhambat(94)
54. PersalinanPreterm(97)
55. KehamilanLewatWaktu(100)
56. Emboli Paru (103)
57. Perdarahan Pascasalin (105)
58. Nifas (109)
59. Gangguan Haid (110)
60. Amenorea (112)
61. Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD)
62. Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK)
63. Menopause (125)

240 | P a g e
RSUD MEURAXA
KOTA BANDA ACEH
No. Dokumen No. Revsi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit


PELAYANAN
MEDIS

64. Osteoporosis (130)


65. Terapi Sulih Horman (HRT) (131)
66. Infertilitas (132)
67. Endometriosis (134)
68. Metode Kontrasepsi (137)
69. Kontrasepsi Darurat (139)
70. Translokasi AKDR (141)
71. Deteksi Dini Kanker Ginekologi (142)
72. Apusan Pap (144)
73. Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) (146)
74. Kolposkopi (147)
75. Lekore (149)
76. Penyakit Radang Panggul (152)
77. Mioma Uteri (155)
78. Kista Ovarium (157)
79. Penyakit Trofoblas Gestasional (159)
80. Kanker Vulva (169)
81. Kanker Vagina (171)
82. Kanker Serviks (172)
83. Kanker Korpus Uteri (181)
84. Kanker Ovarium (183)
85. Prolapsus Genitalia (188)
86. Inkontinensia Urine (191)
87. Fistula Urogenital (194)
88. Retensio Urine (196)

241 | P a g e
242 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai