Anda di halaman 1dari 13

Nada Umny Febrianti

(190810002)

PSIKOLOGI
May Meliani Nasution
(190810005)
Alexander Purba

POSITIF
(190810013)
Titanika
(190810134)
Winanda Agung Laksono
(190810449)
Psikologi positif adalah perspektif ilmiah tentang
bagaimana membuat hidup lebih berharga. Tujuan dari
psikologi positif adalah memberikan pandangan
tentang manusia dari sisi lain, yaitu dengan cara
menampilkan sifat-sifat indah dari manusia.

PSIKOLOGI Psikologi Positif merupakan ilmu yang mempelajari kondisi dan proses-


proses yang berpengaruh pada pengembangan atau fungsi optimal dari
individu, kelompok, dan institusi
POSITIF (Gable & Haidt, 2005),

Psikologi Positif merupakan ilmu yang menggunakan teori-teori


psikologis, penelitian, dan teknik intervensi untuk memahami sisi positif,
adaptif, kreatif, dan elemen-elemen yang bermakna secara emosional
pada perilaku manusia.

(Compton, 2005),
1. Positif Subjektif
• Positif subjektif mencakup pikiran konstruktif tentang diri
dan masa depan seperti optimisme dan harapan.

2. Tingkat Individu
  • Pada tingkat ini Psikologi Positif fokus pada ciri-ciri
RUANG individu positif.
LINGKUP
3. Tingkat Kelompok atau Masyarakat
PSIKOLOGI
• Pada tingkat ini Psikologi Positif fokus pada
pengembangan, pembuatan, dan pemeliharaan lembaga
positif. Dalam psikologi, area positif ditujukan pada isu-isu
seperti pembangunan dari nilai-nilai sipil, penciptaan
keluarga sehat, studi lingkungan kerja yang sehat, dan
masyarakat yang positif.
SEJARAH
Psikologi positif secara resmi didirikan oleh Martin E.P. Seligman pada tahun 1998. Seligman
yang waktu itu menjabat sebagai presiden APA (American Psychologycal Assosiation) sekaligus
dinobatkan sebagai bapak psikologi positif.

Kajian mengenai psikologi positif, muncul sebagai salah satu kritik terhadap ilmu psikologi
yang sedang berkembang saat itu. Pada era kemunculannya, fokus utama psikologi adalah
permasalahan atau penyakit mental. Seligman mengklaim dalam salah satu bukunya “selama
setengah abad terakhir psikologi telah dikonsumsi dengan satu topic saja – gangguan mental”.
Ini terlihat dengan berkembangnya aliran aliran seperti psikoanalitik dan behavioristik.
Seligman menganggap dengan begitu, psikologi telah kehilangan tujuan utamanya, yaitu
membuat hidup manusia lebih sejahtera.
Istilah psikologi positif pertama kali muncul
pada buku Maslow yang berjudul Motivation
and Personality (1945). Dia mengatakan bahwa
psikologi telah sukses dalam segi negatif
daripada segi poisitif. Psikologi lebih banyak
membahas mengenai penyakit mental, dan juga
kelemahan-kelemahan manusia. Selanjutnya
Malsow mengatalkan bahwa seolah-olah
psikologi telah membatasi dirinya sendiri,
menjadi hanya setengah dari haknya untuk
menilai.
MARTIN SELIGMAN
Martin Seligman lahir pada tanggal 12 Agustus 1942 di
Albany New York Amerika Serikat. Setelah lulus SMA ia
melanjutkan pendidikannya ke Universitas Princeton dan
lulus pada tahun 1964. Seligman mendapatkan gelar Master
Ph.D pada tahun 1967 di Universitan Pennsylvania. Awal
karirnya bermula saat ia menjabat asisten professor di
Universitas Ithaca, New York. Seligman memulai penelitian
dibidang teori tentang pembelajaran perilaku pesimis, diman
ia memimpin penemuan untuk bidang pengobatan dan
pencegahan dari depresi. Dalam penelitiannya dibidang
pesimisme dan depresi ia menemukan dan memasukkan ide
baru yaitu optimisme. Dan menjadi awal mula ia menaruh
dan menentukan ranah baru dari psikologi.
Pada tahun 1955 Seligman berkampanye dalam pemilihan presiden A.P.A (American
Psychologica Association) setelah itu beliau memenangi pemilihan tersebut pada tahun
1996 dengan suara terbesar sepanjang sejarah pemilihan tersebut. Tujuan utmanya
sebagai presiden A.P.A adalah untuk menggabungkan pelatihan dengan ilmu
pengetahuan secara bersama-sama sehingga kedua cabang tersebut dapat berkembang.
Martin Seligman juga menetapkan Happiness atau kebahagiaan sebagi tujuan yang
paling utamanya. Beliau merasa bahwa psikologi membutuhkan jalan alternative untuk
pengobatan bukan hanya perilaku negative dan penyakit jiwa.

Psikologi Positif ala Seligman berawal dari


premis bahwa manusia itu “pada dasarnya
happy” dan ilmu psikologi hadir sekedar
untuk menguatkan perasaan positif itu.
Menurut Prof. Seligman, ada tiga cara untuk bahagia:
1. Have a Pleasant Life (life of enjoyment):
Milikilah hidup yg menyenangkan, dapatkan kenikmatan sebanyak mungkin. ini
mungkin cara yg ditempuh oleh kaum hedonis. Tapi jika ini cara yang kita tempuh,
hati-hati dengan jebakan hedonic treadmill dan jebakan habituation tapi pada
takaran yg pas, cara ini bisa sangat membahagiakan.

2.   Have a Good Life (life of engagement):


Dalam bahasa aristoteles disebut eudaimonia, terlibatlah dalam pekerjaan, hubungan atau
kegiatan yg membuat kita mengalami "flow". merasa terserap dalam kegiatan itu, seakan-
akan waktu berhenti bergerak, kita bahkan tidak merasakan apapun, karena sangat "khusyu'".

3. Have A Meaningful Life (life of Contribution) :


Milikilah semangat melayani, berkontribusi dan bermanfaat untuk orang lain atau mahluk
lain. Menjadi bagian dari organisasi atau kelompok, tradisi atau gerakan tertentu. Merasa
hidup kita memiliki "makna" yang lebih tinggi dan lebih abadi dibanding diri kita sendiri.
CHRISTOPHER PETERSON
Lahir pada 18 Februari 1950 dan dibesarkan di Niles, Illinois, Christopher Peterson
awalnya belajar teknik penerbangan. Namun kelas pengantar psikologi yang
diambil selama tahun keduanya membuatnya terpesona, mendorong Peterson untuk
mengubah jurusan psikologi. Dia kemudian lulus dengan gelar Bachelor of Science
pada tahun 1972.
Peterson kemudian lulus dari University of Colorado pada tahun 1976 dengan gelar
doktor dalam psikologi dan pembelajaran sosial dan kepribadian. Penelitian
disertasinya tentang ketidakberdayaan yang dipelajari pada orang pada waktu itu
merupakan topik yang relatif belum dijelajahi. 
Selama dua tahun berikutnya, Peterson bergabung dengan departemen psikologi di
Hamilton College, New York, di mana ia mengajar hingga 1978. Kemudian pada
tahun itu ia mengambil respesialisasi postdoctoral dalam psikologi klinis di
University of Pennsylvania, di mana ia memulai persahabatan seumur hidup dan
kolaborasi profesionalnya dengan Martin Seligman.
Bagi Christopher Peterson, nilai dan tujuan psikologi positif adalah untuk menyatukan
garis-garis teori dan penelitian yang berbeda tentang apa yang membuat hidup paling
bernilai untuk dijalani (Peterson & Park, 2003), dan kontribusinya pada bidang
melakukan hal yang sama.
Dengan penelitian yang berpuncak pada penciptaan metode baru dan langkah-langkah
untuk menilai perbedaan individu - termasuk tes dan analisis konten untuk mengukur
gaya penjelas, kekuatan karakter, dan kesejahteraan - kontribusi Peterson untuk
psikologi positif sama-sama inovatif dan signifikan.

1. Makna dan Pengukuran Gaya Penjelasan - (Peterson &


Seligman, 1984)
Teori gaya penjelas diturunkan dari Reformulasi Model
Ketidakberdayaan yang Dipelajari (Abramson, Seligman, &
Teasdale, 1978) - sebuah model untuk menjelaskan penjelasan
kebiasaan positif (optimis) atau negatif (pesimistis) yang
diterapkan individu pada dunia mereka. Kecenderungan
predisposisi untuk menjelaskan penyebab peristiwa ini disebut
"gaya penjelasan" oleh Peterson & Seligman (1984) dan
termasuk tiga dimensi internalitas, stabilitas, dan globalitas.
2. Kuesioner Gaya Atribut - (Peterson, Semmel, von Baeyer, Abramson, Metalsky dan Seligman,
1982)
Attributional Style Questionnaire (ASQ) adalah instrumen psikometrik utama untuk mengukur
perbedaan individu dalam gaya atribusi - yaitu bagaimana kita sampai pada penjelasan sebab
akibat untuk peristiwa.
ASQ adalah instrumen laporan diri yang terdiri dari 12 peristiwa hipotetis - setengahnya adalah
peristiwa positif dan setengahnya adalah peristiwa negatif. Subjek diminta untuk menuliskan satu
penyebab utama dari setiap peristiwa hipotetis dan kemudian menilai penyebabnya di sepanjang 7
poin kontinum untuk masing-masing dari tiga dimensi kausal: 
 Personalisasi (Internal vs. Eksternal)
 Permanen (Stabil vs Tidak Stabil)
 Pervasiveness (Global vs. Spesifik)

3. Orientasi menuju Kebahagiaan dan Kepuasan Hidup - (Peterson, Park, & Seligman, 2005)
Dari gagasan Aristoteles tentang eudaimonia - hidup sesuai dengan alasan dan moderasi, dan
bertujuan menuju keunggulan dan realisasi kehidupan manusia yang lengkap - filsuf telah lama
peduli dengan 'kehidupan yang baik' dan bagaimana hal itu dapat dicapai. Menurut pandangan
eudaimonik, kebahagiaan sejati mencakup mengidentifikasi kebajikan seseorang, mengolahnya,
dan hidup sesuai dengannya.
LETS WATCH SOME
VIDEO

Anda mungkin juga menyukai