Anda di halaman 1dari 9

BLUE PRINT

MEANING IN LIFE SCALE

WITH WONG’S PURE CONCEPT

I GEDE AGUS ABDI WIRAJAYA

14/373666/PPS/2985

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2014
A. DEFINISI
Psikologi positif adalah ilmu aspek positif dari kehidupan manusia, seperti
kebahagiaan, kesejahteraan dan berkembang maju. Hal ini dapat diringkas dalam
kata-kata pendirinya, Martin Seligman, sebagai studi ilmiah yang berkenaan dengan
optimalisasi fungsi manusia yang bertujuan untuk menemukan dan mempromosikan
faktor-faktor yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berkembang'
(Seligman & Csikszentmihalyi, 2000).
Psikologi lebih sering menekankan kekurangan individu daripada potensi
mereka. Pendekatan khusus ini berfokus pada potensi. Pendekatan ini tidak
metargetkan pada penyelesaian masalah, tetapi difokuskan pada penelitian hal-hal
yang membuat hidup layak diperjuangkan. Singkatnya, psikologi positif tidak
terfokus dengan cara mengubah, misalnya, -8 ke -2 tetapi dengan cara membawa +2
ke +8 (Boniwell, 2012).
Psikologi positif memberikan penekanan besar sebagai disiplin dengan
pemikiran baru dan maju. Akar dari psikologi positif dapat ditelusuri ke pikiran filsuf
Yunani kuno. Aristoteles percaya bahwa ada daimon unik, atau roh, dalam setiap
individu yang memandu kita untuk mengejar hal-hal yang tepat bagi kita. Bertindak
sesuai dengan daimon ini menyebabkan orang bahagia. Pertanyaan tentang
kebahagiaan sejak saat itu telah ditelaah oleh ratusan, bahkan ribuan, pemikir
terkemuka, dan telah melahirkan banyak teori, termasuk Hedonisme, dengan
penekanan pada kesenangan, dan Utilitarianisme, mencari kebahagiaan terbesar untuk
jumlah terbesar (Boniwell, 2012).
Pemikiran filosofis Barat yang tidak meragukan pengaruh besar pada subyek
psikologi positif, pengaruh lain yang jarang diakui berasal dari tradisi Timur, yaitu
dalam agama Hindu dan Buddha. Cinta, kebaikan, welas asih dan sukacita, yang
merupakan emosi secara eksplisit dipromosikan oleh tradisi ini sebagai jalan menuju
kebahagiaan, dalam diri mereka bidang utama penelitian dalam psikologi positif
modern (Boniwell, 2012).
Pada abad kedua puluh, banyak psikolog terkemuka yang fokus pada apa yang
kemudian menjadi subyek psikologi positif. Di antara mereka adalah: Carl Jung,
Maria Jahoda, dan Gordon Allport. Hal yang paling menonjol dari pendahulu
psikologi positif, adalah gerakan psikologi humanistik, yang berasal dari tahun 1950-
an dan mencapai puncaknya pada tahun 1960-an dan 1970-an. Gerakan ini
menekankan sentral terhadap pertumbuhan dan otentik diri individu.
Psikolog humanistik menunjukkan pentingnya pendekatan patologi
berorientasi ke manusia. Salah satu yang paling terkenal di antara mereka adalah Carl
Rogers, yang memperkenalkan konsep orang yang berfungsi penuh, dan Abraham
Maslow, yang menekankan aktualisasi diri. Maslow adalah psikolog pertama
menggunakan istilah 'psikologi positif' (Boniwell, 2012).
Orang di belakang gerakan psikologi positif, Martin Seligman (2002),
memperkenalkan model kebahagiaan otentik. Seligman membedakan antara
kehidupan yang menyenangkan, kehidupan yang baik dan kehidupan yang bermakna
dalam upaya untuk mengetahui apa kesejahteraan sebenarnya. Kehidupan
menyenangkan dikhususkan untuk mengejar emosi positif, dan dapat disejajarkan
dengan kesejahteraan hedonis. Hidup yang bermakna (meaning in life) adalah tentang
penggunaan kekuatan Anda dalam pelayanan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri
(Boniwell, 2012). Penelitian Seligman dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa
ketika orang terlibat dalam kegiatan hedonis (misalnya rekreasi, istirahat dsb.),
mereka mengalami banyak perasaan yang menyenangkan, lebih energik dan memiliki
pengaruh negatif yang rendah (Huta dkk., 2003). Seligman (2002), menjelaskan ada 3
jalan menuju kebahagiaan : (1) kehidupan yang menyenangkan –pleasant life-, (2)
kehidupan yang baik –good life-, dan (3) kehidupan yang bermakna –meaningful life-.

B. PENGUKURAN MEANING OF LIFE


Melalui beberapa area penelitian dan praktek, isu seputar makna hidup dan
makna dalam hidup adalah penting untuk individu terpenuhi (Steger, 2009; Wong,
2009). Para peneliti berpendapat bahwa pencarian makna dan tujuan yang lebih
relevan daripada mencari kebahagiaan (Wong, 2009). Para peneliti juga berpendapat
bahwa tidak hanya harus kita mengukur makna hidup tetapi sifat struktural sistem
makna pribadi, seperti 'diferensiasi (bagaimana beragam sumber makna yang),
elaborasi (bagaimana orang membangun link dan koneksi mereka sendiri antara
peristiwa untuk memberikan tujuan hidup) dan koherensi (seberapa baik semua fitur
cocok bersama-sama tindakan) (Hefferon dan Boniwell, 2011).
Psikologi positif menekankan pengalaman positif dan emosi sebagai pilar
kehidupan berharga (Seligman, 2002; Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Dual-
model sistem ini menyediakan jembatan antara dua tradisi intelektual ini dan
mengintegrasikan berbagai aliran penelitian yang relevan dengan pertanyaan tentang
makna kehidupan. Dual-model sistem mencoba untuk mengatasi tiga isu penting
penting untuk mengembangkan aspek psikologis yang komprehensif dari kehidupan
yang bermakna dari : (a) apa yang orang benar-benar ingin dan bagaimana untuk
mencapai tujuan hidup mereka, (b) apa yang orang takuti dan bagaimana mengatasi
kecemasan mereka , dan (c) bagaimana orang membuat masuk akal keadaan sulit dan
paradoks kehidupan.
Orang melekatkan makna pada pengalaman mereka untuk memahami
kehidupan mereka dan dunia di sekitar mereka. Namun, ada sejumlah ideologi yang
saling bertentangan yang berbeda dan perspektif yang memiliki pandangan yang
berbeda pada konstruk makna hidup. Maslow dan Seligman (dalam Steger, 2006)
mendefinisikan makna dalam hidup sebagai gerakan menuju transendensi-diri. Dalam
tradisi eksistensial.
Sartre (dalam Steger, 2006) menegaskan bahwa kehidupan memiliki arti yang
melekat dan bahwa individu merupakan puncak dari apa yang dia atau dia memilih
untuk menjadi. Melalui konsep ini, rasa individu makna primer pentingnya. Frankl
(1984) menulis tentang pentingnya perasaan menyeluruh dari tujuan dalam hidup
pada proses memaknai kehidupan. Konseling psikologi tradisional telah
dikonseptualisasikan arti sebagai prestasi yang lebih tinggi dari kesehatan psikologis.
Leona Tyler (dalam Steger, 2006) menulis, ''Satu hal yang saya yakin adalah bahwa
eksistensialisme sangat signifikan untuk konseling''. Dia menyinggung makna dalam
hidup ketika mengacu pada nilai-nilai dan tujuan yang berasal dari memilih dan
berkomitmen untuk tujuan hidup. Perspektif yang bervariasi ini menekankan aspek-
aspek yang berbeda dari konstruk meaning of life (Steger, 2006). Hal ini secara
kolektif menunjukkan bahwa sangatlah sulit mendefinisikan dan meneliti makna
dalam kehidupan (meaning in life).

C. ASPEK
Pengukuran konstruk meaningful life dalam psikologi positif banyak
menggunakan kuesioner MLQ (Meaning in Life Questionnaire) yang dibuat oleh
Steger dkk. (2006). Kekuatan utama dari MLQ adalah penggunaan pemahaman
individual makna hidup. Makna diukur dengan mengacu pada makna subjektif
individu, tanpa batasan jenis tertentu dari makna. MLQ membedakan antara pencarian
dan adanya makna dalam kehidupan. Mencari berkaitan dengan keinginan individu
untuk menemukan atau menambah makna hidupnya. Kehadiran mengacu pada sejauh
mana seorang individu meresapi bahwa pengalaman hidupnya sebagai sesuatu yang
bermakna (Steger, 2009).
MLQ yang disusun oleh Steger dkk. (2006) menunjukkan realliabilitas dan
konsistensi internal yang baik. Hal yang sama ditunjukkan dalam penggunaan MLQ
oleh Miller dan Rottinghaus (2013) dan Kernes dan Kinnier (2007). Selain MLQ, ada
pula skala makna dalam hidup yang disusun oleh Cohen dkk. (1995) dengan nama
McGill Quality of Life Questionnaire (MOQL). Validitas dan reliabilitas skala ini pun
baik sama seperti MLQ. Hal ini bahkan ditunjukkan saat skala ini diujikan dengan
menggunakan bahasa Hebrew (bahasa Ibrani) oleh Bentur dan Resnizky (2005)dalam
penelitiannya.
Steger (2006) dalam jurnal penelitiannya menunjukkan makna dalam hidup
sebagai sebuah konstruk psikologis kerap kali diasosiasikan dengan konstruk lainnya.
Uraian tentang penyusunan alternatif skala lainnya yang dilakukan oleh Cohen dkk.
(1995) dan elaborasi dari Steger menunjukkan kemungkinan pengembangan skala
makna dalam hidup yang lebih luas. Alasan ini menjadi dasar penyusun menggunakan
pendekatan alternatif makna dalam hidup yang lebih luas seperti yang diajukan oleh
Wong (2009).
Skala yang dirancang ini berupaya menggunakan pendekatan alternatif
lainnya, sesuai dengan konstruk kebermaknaan hidup yang lebih luas menurut definisi
dari Wong (2009). Konsep PURE yang dikembangkan oleh Wong (2009), mewakili
empat komponen yang mendefinisikan makna : Tujuan (Purpose), Memahami
(Understanding), Tindakan Bertanggung Jawab (Responsible Action), dan
Kenikmatan atau Evaluasi (Enjoyment or Evaluation). PURE menambahkan
perspektif pada makna untuk mendekati berorientasi kegiatan (Wong, 2009).
1. Tujuan: Komponen Motivasi
Tujuan mencakup tujuan, arah, objek insentif, nilai-nilai, aspirasi, dan tujuan
dan berkaitan dengan pertanyaan seperti ini: Apa yang harus saya lakukan dengan
hidup saya? Apa yang sebenarnya penting dalam hidup? Kehidupan yang
bertujuan adalah kehidupan yang melibatkan komitmen untuk mengejar masa
depan yang lebih disukai. Tujuan menentukan seseorang arah kehidupan dan masa
depan. Sebuah makna pola pikir meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang
tujuan hidup konsisten dengan seseorang panggilan hidup dan nilai-nilai tertinggi.
2. Memahami: Komponen Kognitif
Memahami meliputi kegiatan kognitif, rasa koherensi, membuat rasa situasi,
memahami identitas sendiri dan orang lain, dan efektif berkomunikasi dan
membangun hubungan. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan seperti ini: Apa yang
telah terjadi? Apa artinya? Bagaimana cara memahami dunia? Apa yang saya
lakukan di sini? Siapa aku? Hidup dengan pemahaman adalah hidup dengan
kejelasan dan koherensi. Menurut Steger (2009), komponen kognitif makna dalam
hidup mengacu pada pemahaman tentang siapa kita, apa dunia seperti, dan
bagaimana kita menyesuaikan diri.
3. Action bertanggung jawab: Komponen Perilaku
Tindakan yang bertanggung jawab meliputi reaksi dan tindakan yang tepat,
melakukan apa yang secara moral benar, menemukan solusi yang tepat, membuat
perubahan. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan seperti ini: Apa tanggung jawab
saya dalam situasi ini? Apa hal yang benar untuk dilakukan? Pilihan apa yang
saya miliki? Pilihan apa yang harus saya lakukan? Sebuah kehidupan yang layak
berdasarkan latihan yang bertanggung jawab dari kebebasan manusia dan agen
pribadi.
4. Evaluasi: Komponen Emosional atau Evaluatif
Evaluasi meliputi penilaian tingkat kepuasan atau ketidakpuasan dalam suatu
situasi tertentu atau dalam kehidupan secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan
pertanyaan seperti ini: Apakah saya mencapai apa yang saya mulai lakukan?
Apakah saya senang dengan bagaimana saya tetap hidup? Jika ini adalah cinta,
mengapa aku masih bahagia? Sebuah kehidupan yang bermakna berdasarkan
refleksi dan evaluasi diri. Sebuah rasa yang kuat ketidakpuasan kemungkinan
akan memicu pencarian makna dan mengaktifkan model PURE sekali lagi.
Sebuah kehidupan yang bermakna adalah hidup yang bahagia dan memuaskan,
bahkan ketika proses mencari makna mungkin tidak menyenangkan dan mahal.
Kebahagiaan merupakan komponen yang melekat makna karena kepuasan
mengalir secara alami dari apa yang bermakna dan berbudi luhur.
D. OPERASIONALISASI
1. Purpose
Indikator perilaku : Memiliki tujuan dan cita-cita dalam kehidupan
2. Understanding
Indikator perilaku : Memahami tuntutan setiap situasi dalam kehidupan secara
keseluruhan.
3. Responsible Action
Indikator Perilaku : Reaksi yang konsisten dengan tujuan dan pemahaman
4. Evaluation
Indikator Perilaku : Evaluasi untuk memastikan pelaksanaan aksi
(Model PURE, diadaptasi dari Wong, 2009)

E. BLUEPRINT SKALA MEANING IN LIFE


NO. ASPEK BOBOT JUMLAH AITEM
1 PURPOSE 25% 15
2 UNDERSTANDING 25% 15
3 RESPONSIBLE ACTION 25% 15
4 EVALUATION 25% 15

DAFTAR PUSTAKA
Bentur, N. dan Resnizky, S. 2005. Validation of The McGill Quality of Life Questionnaire in
Home Hospice Settings in Israel. Palliat Med, 19, 538-544.

Boniwell, I. (2012). Positive Psychology In a Nutshell. Glasgow : Bell & Bain Ltd.

Cohen, S. R., Mount, B. M., Strobel, M. G., & Bui, F. (1995). The McGill Quality of Life
Questionnaire : A Measure of Quality of Life Appropriate for People with Advanced
Disease, A Preliminary Study of Validity and Acceptability. Palliat Med, 9, 207-219.

Frankl, V. E. (1984). Man’s Search for Meaning : An Introduction to Logotherapy 3rd


Edition. New York : Simon & Schuster.

Hefferon, K. & Boniwell, I. (2012). Positive Psychology : Theory, Research and


Applications. Glasgow : Bell & Bain Ltd.

Huta,V., Park, N., Peterson, C., and Seligman, M. E. P. (2003). Pursuing Pleasure Versus
Eudaimonia : Which Leads to Greater Satisfaction?. Poster Presented at the
International Positive Psychology Summit : Washington DC.

Miller, A. D., dan Rottinghaus, P. J. (2013). Career Indecision, Meaning in Life, and
Anxiety : An Existential Framework. Journal of Career Assessment, 22, 233-247.

Kernes, J. L. Dan Kinnier, R. T. (2007). Meaning in Psychologist’ Personal and Professional


Lives. Journal of Humanistic Psychology, 48, 196-220.

Seligman, M.E.P. (2002). Authentic happiness. New York: Free Press.

Seligman, M. and Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology – an introduction.


American Psychologist, 55(1): 5–14.

Steger, M. (2009). Encyclopedia of Positive Psychology Chichester: Blackwell Publishing


Ltd.
Steger, M. F., Frazier, P., Oishi, S., & Kaler, M. (2006). The Meaning in Life Questionnaire:
Assessing the presence of and search for meaning in life. Journal of Counseling
Psychology, 53, 80-93.

Wong, P. T. P. (2009). The Human Quest for Meaning 2nd Edition. New York : Routledge-
Taylor and Francis Group.

Anda mungkin juga menyukai