Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN NYERI &

EUTHANASIA

KELOMPOK 1
A. NURUL FADHILLA NIM 2001015
ANDRIANI NIM 2001016
GALIH AYUNINGRUM NIM 2001023
FIRDA RAHAYU NIM 2001022
EVI PERMATASARI NIM 2001019
CICI SIKALA NIM 2001018
CICI AMELIA NIM 2001017
FIYANTI HAIDI NIM 2001021
FAIZAL MARZUKI NIM 2001020
NURLIA NIM 2001028
SUHARNI NIM 2001048
ANGGI IRIANI SAFITRI NIM 2001049
FITRI SUKMA DEWI NIM 2001050
DEFENISI
Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan
fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih merupakan
misteri. Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia
yang menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan
keyakinan individu dan bagaimana respon individu tersebut terhadap
sakit yang dialaminya (Taylor, 2011).
Skala Nyeri Keterangan (Kriteria Nyeri)
0 Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut bagian bawah,
(Tidak Nyeri) wajah tersenyum, vocal positif, bergerak dengan mudah, tidak
menyentuh atau menunjukkan area yang nyeri.
1-3 Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi masih dapat ditahan,
(Nyeri Ringan) masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat berkonsentrasi
belajar.

4-6 Terasa kram di area perut bagian bawah, kram/nyeri tersebut


(Nyeri Sedang) menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, sebagian aktivitas
dapat terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar, terkadang
merengek kesakitan, wajah netral, tubuh bergeser secara netral,
menepuk/meraih area yang nyeri.

7-9 Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke
(Nyeri Berat) pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan
lemas, tidak kuat beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar,
menangis, wajah merengut/meringis, kaki dan tangan tegang/tidak
dapat digerakkan.

10 Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah, nyeri
(Nyeri Sangat menyebar ke pinggang, kaki, dan punggung, tidak mau makan, mual,
Berat) muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa berdiri atau
bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, tangan
menggenggam, mengatupkan gigi, menjerit, terkadang bisa sampai
pingsan.
MANAJEMEN NYERI
Pengelolaan Gejala dan Nyeri Secara Proporsional Beberapa tenaga medis
tidak dapat menetapkan dosis yang sesuai untuk mengatasi nyeri yang
dirasakan oleh pasien karena mereka khawatir dengan dosis yang ditetapkan
justru dapat memperpendek harapan hidup pasien (Nash, 2013). Sehingga
membuat mereka begitu sangat berlebihan dalam memperhitungkan risiko
keracunan dari pemberian obat analgesic seperti golongan opioid. Akan tetapi
pengelolaan nyeri pada pasien stadium lanjut atau akhir menjadi hal ru mit
karena efek medikasi dapat menimbulkan kondisi yang disebut "Double Effect".
Secara prinsip makna dari "Double Effects” merujuk pada keputusan yang di ambil
oleh pra kiinisi untuk mempertahankan memberhentikan suatu tindakan, dimana dari
keputusan tersebut terdapat dua kemungkinan akibat yang dapat ditimbangkan yaitu
efek yang diharapkan dan yang tidak diharapkan (ELNEC, 2010 dikutip dalam Lowey,
2015). Sebagai contoh. Perawat memberikan obat analgesic pada pasien untuk
menguran rasa nyeri dan meningkatkan rasa nyaman pasien. Akan tetapi pada saat
yang bersamaan tindakan tersebut justru mempercepat proses kematian, hal tersebut
yang disebut "Double Effect”. Jadi pemberian obat tersebut akan mengurangi sensasi
nyeri pada pasien akan tetapi juga mengurangi rerata pernapasan pasien dan hal
tersebut memungkinnya pasien untuk tidak dapat bertahan hidup secara alamiah.
Berdasarkan kasus tersebut, perawat seharusnya selalu memperhatikan dan
mempertimbangkan efek dari setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien,
apakah tindakan tersebut bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
atau tindakan tersebut justeru lebih cenderung mengakibatkan timbunya masalah
pada sistem respirasi pasien.
TUJUAN PENATALAKSANAAN NYERI
• Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
• Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi nyeri
kronik yang persisten
• Mengurangi penderitaan → Meningkatkan kualitas hidup pasien dan
mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas
hidup sehari-hari
KEGAGALAN PENANGANAN NYERI
• Ada beberapa hal mengapa pengobatan nyeri
tidak berhasil antara lain:
– Kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana
pengobatan nyeri.
– Kurang menguasai farmakokinetik obat
– Mengabaikan keluhan nyeri dari penderita
kanker
– Ketakukan yang berlebihan akan timbulnya
adiksi,
– toleransi dan efek samping dari opioid sehingga
takut memberi obat opioid, seperti morphine
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Adiksi
Apabila kita mendengar morphine langsung
timbul dalam pikiran kita adanya adiksi dan
bukan potensi analgesiknya.
Studi Klinik : Ternyata dari 12.000 penderita
nyeri kanker yang diberikan morfin oral hanya 4
penderita yang mengalami adiksi ( 0,03 % )
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Sedasi
Sedasi atau mengantuk mungkin terjadi pada
hari pertama pengobatan dan akan hilang pada
beberapa hari kemudian. Apabila pasien
mengalami perasaan mengantuk terus, maka
perlu dilakukan tindakan diagnosa apakah
disebabkan karena manifest dari penyakitnya
atau tindakan pengobatannya.
KETAKUTAN PENGGUNAAN OPIOID
ANALGESIK
Toleransi
• Toleransi mungkin terjadi karena K/P obat
diberikan (bila perlu)
Toleransi ini dapat dicegah asalkan morphine
tersebut diberikan dengan cara by the clock
(sesuai jam), dan kalaupun ada hanya untuk
beberapa hari dan akan hilang kemudian.
• Penatalaksanaan nyeri bersifat individual
• Perlu dilakukan asesmen untuk mendapatkan
regimen terapi yang paling adekuat
• Penatalaksanaan nyeri yang adekuat akan
meningkatkan kualitas hidup pasien
• Tim Multidisiplin dalam penatalaksanaan nyeri
perlu dibentuk di rumah sakit
DEFENISI
Euthanasia secara kebahasaan dapat diartikan sebagai meninggal dengan baik, atau
meninggal tanpa merasakan sakit
Penggunaan istilah euthanasia tidak langsung digunakan untuk menjelaskan proses
pemberian obat analgesik pada pasien kanker stadium lanjut dan Terminal namun istilah
tersebut kurang tepat karena pemberian obat yang bertujuan mengurangi rasa nyeri tidak
berarti bahwa sama dengan pemberian obat secara overdosis yang bersifat mematikan
untuk mengakhiri hidup
Sekalipun permintaan  terhadap tindakan euthanasia merupakan hal yang tidak lazim.
namun boleh tidaknya euthanasia dilakukan pada pasien yang menginginkan atau atas
permintaan keluarga menjadi hal yang rumit dan masih terus diperdebatkan hingga saat ini
baik secara etik maupun agama
Terminologi euthanasia masih tidak digunakan untuk menjelaskan kondisi dimana
membiarkan secara alamiah proses kematian terjadi. mempertahankan atau
menghentikan intervensi untuk memperpanjang harapan hidup ketika secara biologis
telah mengalami penurunan fungsi tubuh atau ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya. hal tersebut tidak termasuk sebagai euthanasia, karena hal
tersebut tidak mempercepat proses kematian ataupun memperpanjang masa sekarat.
Penggunaan istilah tersebut dalam situasi atau kondisi sekarat terkadang membuat situasi
yang sulit untuk membedakan penanganan secara medis dan paliatif. merubah prioritas
dilakukan dilakukan saat pasien menunjukkan kondisi atau diprediksi akan meninggal
dalam hitungan minggu atau bulan. pada kondisi tersebut tujuan utama perawatan
adalah bukan untuk memperpanjang usia atau harapan hidup, akan tetapi untuk
meningkatkan dan mempertahankan rasa nyaman.
Sebenarnya banyak pasien menjelang ajal justru meminta bantuan untuk
tetap dapat bertahan hidup namun ada hal yang menjadi sangat penting untuk
diperhatikan terutama pada pasien dengan keluhan fisik kronis di mana atas
dasar tersebut pasien mungkin menginginkan akan bantuan untuk mengakhiri
hidupnya.  beberapa alasan atau penyebab yang diidentifikasi sebagai pemicu
terhadap pengambilan keputusan untuk mengakhiri hidup yaitu:
• Nyeri berat yang tidak teratasi atau keluhan fisik lainnya seperti perasaan
tercekik atau sesak yang berat
• Kekhawatiran atau ketakutan akan ketidakmampuan untuk melakukan
toleransi terhadap nyeri atau keluhan fisik lainnya
• Kekawatiran  atau ketakutan akan proses penyakit yang semakin memburuk
dan berlangsung dalam waktu yang lama yang mungkin dapat berlangsung
berbulan-bulan
• Kekhawatiran atau ketakutan akan ketergantungan terhadap alat bantu hidup untuk
dapat bertahan yang dimana pada saat bersamaan mungkin kualitas hidup pun
semakin menurun atau memburuk
•  Keputusasaan  atau  ketidakmampuan secara permanen terhadap terhadap orang lain
•  Depresi
•  Adanya perasaan membebani  orang terdekat baik keluarga sahabat ataupun orang
lain
• Adanya perasaan bahwa dirinya sudah tidak diinginkan lagi dalam keluarga,  sahabat
atau kelompok sosial 

Anda mungkin juga menyukai