Anda di halaman 1dari 51

Dispepsia

Disusun oleh: Religia Yurica


Pembimbing: dr. Limdawati Kwee, Sp.PD

Ilmu Bagian Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
RS Immanuel Bandung
2021
01
Skenario Kasus
Identitas
Nama: Ny. A

Usia: 38 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Pekerjaan: Buruh pabrik

Kota tempat tinggal: Bandung

Agama: Islam

Status menikah: Janda, memiliki 1 anak


Anamnesis
Keluhan utama: Mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu

Anamnesis khusus: Ny. A, 38 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan mual dan
muntah sejak 2 hari yang lalu. Keluhan mual dan muntah timbul setelah makan bila
pasien terlambat makan. Volumenya sedikit-sedikit, berupa cairan disertai sisa
makanan, tanpa darah. Pasien juga mengeluh nyeri di area ulu hati yang hilang timbul
sejak 5 bulan terakhir, terutama dirasakan saat lapar kemudian membaik setelah
makan, tetapi beberapa jam setelah makan nyeri muncul kembali dan terkadang nyeri
muncul saat malam hari. Nyeri kadang menjalar ke daerah perut kiri atas, disertai
kembung dan sering bersendawa. Pasien menyangkal ada rasa panas seperti terbakar di
ulu hati yang menjalar ke area dada, rasa asam/pahit di mulut, dan riwayat buang air
besar berwarna hitam. Pasien juga menyangkal adanya demam, nyeri dada yang
menjalar ke lengan kiri, nyeri kepala, ataupun rasa pusing berputar, dan berat badan
turun. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Anamnesis
Riwayat penyakit dahulu: Belum pernah mengalami keluhan seperti ini, pasien
menyangkal ada riwayat hipertensi, DM, kolesterol, asam urat, asma, keganasan

Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada yang mengalami keluhan serupa pada keluarga

Usaha berobat: Bila nyeri ulu hati minum antasida, membaik tetapi muncul kembali

Kebiasaan: Pasien suka minum jamu dan obat pegal linu bila badan terasa lelah, pola
makan tidak teratur, suka makanan pedas, minum kopi 3 cangkir/hari, tidak merokok,
tidak minum alkohol, tidak sering makan makanan berlemak, sering bekerja lembur
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya

Riwayat alergi: Tidak ada alergi obat maupun makanan


Anamnesis
Anamnesis umum:

Sistem Respirasi: tidak ada keluhan


Sistem Kardiovaskular: tidak ada keluhan
Sistem Gastroentero-hepatobilier: mual-muntah sejak 2 hari yang lalu, nyeri ulu hati
hilang timbul sejak 5 bulan yang lalu
Sistem Muskuloskeletal: tidak ada keluhan
Sistem Reproduksi: tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit sedang Kepala:
Kesadaran: compos mentis Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-)
Status gizi: Hidung: deformitas (-), PCH (-), septum
BB: 57 kg deviasi (-), sekret (-)
TB: 155 cm Telinga: nyeri tekan tragus (-), deformitas (-),
BMI: 23,7 kg/m2 serumen/sekret (-)
Mulut: mukosa lidah kering, faring tidak
Tanda Vital: hiperemis
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 80 x/menit regular, equal, isi cukup Leher: KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba
Respirasi: 20 x/menit membesar, trakea letak sentral, JVP 5+0
Suhu: 36,5 ०C cmH2O
Pemeriksaan Fisik
Thorax: Abdomen:
Paru Inspeksi: datar, darm contour (-), darm
Inspeksi: bentuk dan pergerakan simetris steifung (-)
Palpasi: taktil fremitus kiri=kanan, nyeri Auskultasi: bising usus (+) normal
tekan (-) Palpasi: soepel, nyeri tekan epigastrium,
Perkusi: sonor seluruh lapang paru hepar dan lien tidak teraba membesar,
Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (-/-), wheezing murphy sign (-)
(-/-) Perkusi: tympani, ruang traube kosong

Jantung Ekstremitas: akral hangat, turgor kulit baik,


Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat sianosis (-), oedem (-), CRT <2 detik
Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm
medial LMCS Punggung: nyeri ketok CVA (-/-)
Perkusi: batas jantung normal
Auskultasi: bunyi jantung murni S1=S2, Anogenital: tidak dilakukan
murmur (-), gallop (-)
Resume
Anamnesis
Keluhan utama: nausea, vomitus
Ny. A, 38 tahun, datang dengan keluhan nausea-vomitus sejak 2 hari yang lalu
- Timbul setelah makan bila pasien terlambat makan
- Volumenya sedikit-sedikit, berupa cairan disertai sisa makanan, tanpa darah
Keluhan lain: Epigastralgia hilang timbul sejak 5 bulan terakhir
- Dirasakan saat lapar kemudian membaik setelah makan (hunger pain food relief)
- Beberapa jam setelah makan nyeri muncul kembali, kadang nyeri muncul saat
malam hari
- Nyeri menjalar ke daerah perut kiri atas, disertai kembung (meteorismus) dan
bersendawa
Pasien menyangkal: heartburn, rasa asam/pahit di mulut, hematemesis, melena, febris,
penurunan BB, nyeri kepala, riwayat angina pectoris, HT, DM
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Resume
Kebiasaan:
- Pasien suka minum jamu dan obat pegal linu bila badan terasa lelah, pola makan
tidak teratur, suka makanan pedas, minum kopi 3 cangkir/hari
- Tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sering makan makanan berlemak
- Pasien janda, bekerja sebagai buruh pabrik, sering bekerja lembur untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya (stresor psikis)

Pemeriksaan Fisik
Tanda vital stabil, kesadaran compos mentis
BMI: 23,7 kg/m2 (overweight)
Mukosa lidah kering, turgor baik, CRT <2 detik
Abdomen: nyeri tekan epigastrium (+)
Diagnosis
Diagnosis banding:

- Dispepsia organik ec ulkus peptikum


- Dispepsia fungsional
Pemeriksaan Penunjang
- Hematologi rutin
- Urea breath test
- IgM & IgG anti H.pylori
- H.pylori Stool Antigen (HPSA)
- Endoskopi upper GIT
Penatalaksanaan
Non farmakologi:
- Rawat jalan
- Edukasi penyakit: diet lunak & rendah serat, makan dengan porsi kecil tetapi
frekuensi lebih sering, hindari konsumsi makanan tinggi lemak / asam / pedas /
cokelat / kopi / alkohol, kenali dan atasi stresor dengan manajemen stres, menjaga
higiene makanan yang dikonsumsi dan pola makan sehat, stop minum jamu / obat
pegal linu dan hindari minum obat tanpa resep dari dokter

Farmakologi:
Proton pump inhibitor: Omeprazole tab 20mg 1dd ac → selama 2-4 minggu
Mukoprotektor: Sukralfat tab 500mg 4dd ac → selama 2-4 minggu
Antiemetik: Domperidone tab 10mg 3dd ac prn
Prognosis

Quo ad Quo ad
Quo ad vitam functionam sanationam
Ad bonam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
02
Pembahasan Teori
Definisi Dispepsia
British Society of Gastroenterology (BSG) menyatakan bahwa istilah ‘dispepsia’ bukan
diagnosis, melainkan kumpulan gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran
pencernaan atas.

Definisi dispepsia adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa
nyeri atau tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/ulu hati), rasa
terbakar, rasa penuh setelah makan, sensasi cepat kenyang, mual atau muntah.
Klasifikasi
Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik (struktural) dan fungsional (non-
organik).

Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang mendasari, seperti penyakit ulkus
peptikum (Peptic Ulcer Disease/PUD), GERD (Gastroesophageal Reflux Disease), kanker,
penggunaan alkohol atau obat kronis.

Non-organik (fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas
yang kronis atau berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi.
Etiologi
Etiologi terbanyak dispepsia organik yaitu
ulkus peptikum gaster/duodenum,
penyakit refluks gastroesofagus, dan
kanker lambung.

Namun, sebagian besar etiologi dispepsia


tak diketahui (fungsional).
Epidemiologi
- Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan dispepsia kronis
atau berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik (struktural)
- Prevalensi dispepsia di Asia berkisar 8-30%
- Dominasi laki-laki terutama pada dispepsia organik (pria/wanita: 56,8%/43,2%)
- Dominasi perempuan pada dispepsia fungsional (pria/ wanita: 40,3%/59,7%)
Faktor Risiko
- Faktor diet:
- Makanan dibakar, cepat saji, berlemak, pedas, kopi, teh
- Pola hidup:
- Merokok, alkohol, obat NSAID/aspirin dosis tinggi atau jangka panjang, kurang
olahraga/aktivitas fisik yang rendah
- Rokok dianggap menurunkan efek perlindungan mukosa lambung, sedangkan
alkohol dan obat antiinflamasi berperan meningkatkan produksi asam
lambung
- Faktor psikologis:
- Stres berat, kurang tidur
Dispepsia Fungsional

Patofisiologi dispepsia fungsional masih belum jelas, diduga kombinasi hipersensitivitas


viseral, disfungsi motilitas lambung, dan faktor psikologis.
Sindrom Nyeri Epigastrium (SNE) Sindrom Distress Postprandial (SDP)
Evaluasi Pasien Dispepsia
- Endoskopi: Indikasi bila ada gejala atau tanda
alarm
- Deteksi infeksi H. pylori → Urea breath test,
antigen tinja (H. pylori Stool Antigen / HPSA),
atau serologi (IgM dan IgG anti H. pylori)
- USG hepatobilier → untuk menilai kelainan
pankreatobilier (batu empedu, kolesistitis,
pankreatitis)
- Fungsi pankreas (amilase, lipase), fungsi tiroid,
gula darah, profil lipid
- Pencitraan dengan barium meal → untuk
melihat kelainan struktur mukosa / adanya
massa, terutama bila endoskopi tidak dapat
masuk akibat penyempitan
Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional
Nonfarmakologis:
- Edukasi pasien untuk menghindari faktor pencetus seperti mengurangi stres/
kecemasan
- Memulai pola makan teratur porsi lebih sedikit frekuensi lebih sering
- Menghindari makanan pemicu
- Terapi kondisi psikologis (cemas/ depresi) dapat membantu pada kasus dispepsia
sulit/ resisten
Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional
Farmakologis:
- Terapi dispepsia fungsional perlu dibedakan untuk
subtipe nyeri atau distres postprandial
- Pada tipe nyeri epigastrium, lini pertama terapi
bertujuan menekan asam lambung (H2-blocker, PPI)
- Pada tipe distres postprandial, lini pertama dengan
prokinetik, seperti metoklopramid/domperidon
(antagonis dopamin)
- Bila lini pertama gagal, PPI dapat digunakan untuk
tipe distres postprandial dan prokinetik untuk tipe
nyeri
- Pada kasus yang tidak berespons terhadap obat-
obat tersebut, digunakan antidepresan trisiklik
(amitriptilin 50 mg/hari, nortriptilin 10 mg/ hari)
selama 8-12 minggu
Prognosis
Sebagian besar penderita dispepsia fungsional kronis dan kambuhan, dengan periode
asimptomatik diikuti episode relaps.

Berdasarkan studi populasi pasien dispepsia fungsional, 15-20% mengalami gejala


persisten, 50% mengalami perbaikan gejala, dan 30-35% mengalami gejala fluktuatif.

Prognosis dispepsia fungsional mungkin dipengaruhi beberapa hal; kurang tidur dan
status pernikahan buruk memiliki prognosis negatif, sedangkan personaliti ekstrovert
memiliki prognosis positif.
Ulkus Peptikum
Definisi
Ulkus didefinisikan sebagai hilangnya lapisan epitelial mukosa hingga submukosa
dengan kedalaman >5 mm.

Ulkus peptikum terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum, yang memiliki etiologi,
patogenesis, dan gejala klinis yang mirip satu sama lain, namun terdapat beberapa
karakteristik yang dapat membedakan keduanya.
Epidemiologi
- Ulkus duodenum lebih sering ditemui dibandingkan ulkus gaster
- Prevalensi ulkus duodenum pada penderita dispepsia kronik adalah 14%, dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1
- Insidensi ulkus duodenum adalah pada kelompok usia 25-55 tahun
- Ulkus gaster cenderung terjadi pada usia lanjut (40-70 tahun), puncaknya pada usia
>50 tahun
Etiologi
Ketidakseimbangan faktor agresif yang merusak mukosa saluran cerna dan faktor
defensif yang memelihara keutuhan mukosa saluran cerna.

Faktor agresif: Eksogen:


- Infeksi bakteri Helicobacter pylori → bakteri gram negatif berbentuk S-
shaped, berflagela, dapat bertahan hidup dalam suasana asam lambung,
ditularkan melalui fekal-oral
- Obat-obatan (NSAID) → menekan produksi prostaglandin yang berperan
dalam proliferasi epitel, sekresi mukus & bikarbonat, aliran darah
mukosa
- Rokok → defek proses penyembuhan mukosa lambung & menciptakan
suasana yang sesuai untuk H. pylori
: Endogen: asam lambung, pepsin, enzim pankreas & empedu

Faktor defensif: Pre-epitel →terdiri dari mukus dan bikarbonat


: Epitel → sel-sel epitel mukosa lambung
: Sub-epitel → jaringan pembuluh darah untuk suplai nutrisi,
Patogenesis
Gejala Klinis
Ulkus Gaster Ulkus Duodenum

Rasa penuh dan nyeri epigastrium timbul segera setelah Rasa penuh dan nyeri epigastrium timbul 2-3 jam setelah
makan (½ - 1 jam) makan / saat lapar

Epigastralgia timbul karena segera setelah makan Epigastralgia timbul beberapa jam setelah makan karena
produksi asam lambung meningkat pilorus berkontraksi untuk mengkonsentrasikan makanan
di lambung dulu → kemudian melepaskan isi lambung &
asam lambung ke duodenum

Epigastralgia hilang bila muntah karena asam ikut Epigastralgia hilang setelah makan (hunger food pain
dimuntahkan relief) atau minum antasida

Epigastralgia tidak timbul di malam hari, karena Epigastralgia di malam hari menyebabkan pasien
produksi asam menurun saat tidur terbangun, karena proses pengosongan lambung berlanjut
saat tidur
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Gold Standard → esophago-gastro-duodenoscopy (EGD) karena
dapat langsung memvisualisasi mukosa gastroduodenum dan melakukan biopsi
untuk pemeriksaan histopatologi dan identifikasi infeksi H. pylori
- Alternatif lain: radiografi dengan barium kontras ganda
- Pasien berusia < 55 tahun dan tanpa tanda bahaya → harus menjalani tes infeksi
H.pylori (urea breath test, HPSA, serologi)
Penatalaksanaan
- Ulkus peptikum karena infeksi H. pylori → kombinasi PPI dan antibiotik selama 10-
14 hari
- Eradikasi H. pylori perlu diverifikasi dengan tes non-invasif (uji napas urea, tes
antigen tinja) 4 minggu setelah selesai terapi
Penatalaksanaan
- Ulkus peptikum karena penggunaan NSAID → hentikan NSAID / mengganti dengan
antinyeri inhibitor COX-2 selektif, tetapi bila pasien memiliki keadaan komorbid
yang membutuhkan terapi NSAID, maka NSAID dapat dilanjutkan namun diberikan
bersamaan dengan PPI
Penatalaksanaan
- Ulkus peptikum bukan karena infeksi H.pylori atau NSAID:
- H2RA + antasida
- Sukralfat → membentuk barier pelindung untuk mukosa, meningkatkan produksi
prostaglandin & bikarbonat ( dosis: 4x1gr diminum 30 menit sebelum makan dan 2
jam setelah makan terakhir di malam hari selama 4 minggu)
- PPI → bila terapi H2RA gagal atau dikontraindikasikan
Komplikasi
- Perdarahan: hematemesis / melena dengan kemungkinan anemia defisiensi Fe / syok
- Perforasi → peritonitis
- Penetrasi ulkus ke pankreas
- Obstruksi outlet gaster: gejala mual muntah persisten, perut kembung, tanda
succusion splash akibat retensi cairan dan udara, berat badan turun
- Karsinoma gaster
GERD
Definisi
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis melemahnya
Lower Esophageal Sphincter (LES) yang mengakibatkan terjadinya refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus dengan berbagai gejala akibat keterlibatan esofagus, faring,
laring dan saluran napas.
Epidemiologi
- GERD banyak terjadi di negara-negara barat yang disebabkan pola makan tinggi
lemak dan alkohol
- Prevalensi di Amerika dan Eropa sebesar 20%, sementara di Asia sebesar 3-5%
kecuali di Jepang dan Taiwan sebesar 13-15%
- Tidak terdapat perbedaan proporsi jenis kelamin pada prevalensi GERD
- Insidensi GERD akan meningkat seiring bertambahnya usia (paling tinggi pada
rentang usia 60-69 tahun)
- Hingga saat ini Indonesia masih belum memiliki data epidemiologi terkait GERD
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko GERD adalah:

1. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calcium-


channel blocker.
2. Makanan (cokelat, makanan berlemak), kopi, alkohol, dan rokok (nikotin).
3. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita hamil,
menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron.
Sedangkan pada wanita menopause, menurunnya tekanan LES terjadi akibat terapi
hormon estrogen.
4. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia, panjang
LES yang < 3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.
5. Indeks Massa Tubuh (IMT); semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya GERD
juga semakin tinggi.
Patogenesis
Gejala Klinis
Tanda dan gejala khas GERD: regurgitasi dan heartburn
- Regurgitasi → suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa
asam dan pahit di lidah
- Heartburn → suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang dapat disertai nyeri
dan perih
- Kedua gejala ini umumnya dirasakan saat setelah makan atau saat berbaring

Gejala lain: kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersalivasi, disfagia hingga
odinofagia
- Disfagia umumnya akibat striktur atau keganasan Barrett’s esophagus
- Odinofagia atau rasa sakit saat menelan umumnya akibat ulserasi berat atau pada
kasus infeksi

Gejala ekstraesofageal: nyeri dada non-kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
- Endoskopi saluran cerna bagian atas
- Biopsi-histopatologi → menilai adanya metaplasia dan risiko adenokarsinoma
- Esofagografi dengan barium enema → menilai striktur atau adanya hiatus hernia
- pH-metri 24 jam → memastikan adanya refluks atau memantau adekuasi dari terapi
penghambat asam
- Manometri esofagus → mengukur tekanan LES
Penatalaksanaan
Non-farmakologis
Modifikasi gaya hidup:
- Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan sesuai
dengan IMT ideal
- Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat posisi
berbaring
- Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur (hindari posisi berbaring setelah
makan <3 jam)
- Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat, minuman
berkafein, minuman bersoda, alkohol, dan makanan berlemak-asam-pedas
Penatalaksanaan
Farmakologis
PPI: omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg,
lansoprazole 30 mg, esomeprazole 40 mg, dan
rabeprazole 20 mg
- Terapi inisial: dosis tunggal (pagi hari sebelum
makan) selama 8 minggu
- Apabila gejala tidak membaik setelah terapi inisial,
terapi dapat dilanjutkan dengan dosis ganda (pagi
dan malam hari sebelum makan) selama 4 – 8
minggu
- Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi
inisial dapat dimulai kembali dan dilanjutkan
dengan terapi maintenance
- Terapi maintenance: dosis tunggal selama 5 – 14
hari untuk penderita yang memiliki gejala sisa GERD
Obat lain:
- Antasida
- Antagonis reseptor H2: simetidin (1x800 mg atau 2x400 mg), ranitidin (2x150 mg),
farmotidin (2 x 20 mg)
- Prokinetik berfungsi mempercepat proses pengosongan lambung, sehingga
mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik ke esofagus
- Antagonis dopamine: domperidon (3x10 mg) dan metoklopramid (3x10 mg)
Komplikasi
- Esofagitis
- Ulkus esofagus
- Perdarahan esofagus
- Striktur esofagus
- Barrett’s esofagus
- Adenokarsinoma
- Inflamasi faring dan laring
- Aspirasi paru
Prognosis
Sebagian besar penderita GERD yang mendapatkan farmakoterapi memiliki
prognosis baik, namun kekambuhan sering terjadi dan membutuhkan terapi
pemeliharaan jangka panjang. Pada pasien dengan komplikasi struktural, terapi
bedah dapat memperbaiki gejala pada 92% kasus.
Thank
You
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, infographics & images by Freepik
Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai