Anda di halaman 1dari 19

Komposisi Kimia

Bahan Pangan dan


Perubahan Zat Gizi
selama Pengolahan
Kelompok 1

Anggota :
Afrila Tutut Dwijati Lestari (191910401032)
Ayu Wulandari (191910401043)
Dewi Anggraeni Mandha (181910401073)
Marcellino Farhan Adha M. (181910401044)
Muhammad Chusnul Umami (181910401005)
Riko Mahendra (191910401031)
Shotis Hidayatul Giniasih (191910401049)
Syah Sultan Ali Muzakhar (181910401072)
Kimia Pangan
Kimia pangan adalah studi mengenai proses kimia dan interaksinya dengan komponen
biologis dan non-biologis bahan pangan. Substansi biologis misalnya produk daging, sayuran,
produk susu, dan sebagainya. Mirip dengan biokimia dengan komponen utamanya yaitu
karbohidrat, lemak, dan protein namun juga mempelajari komponen lain seperti air, vitamin,
mineral, enzim, zat aditif, perasa, dan pewarna makanan. Ilmu ini juga meliputi bagaimana suatu
produk pangan mengalami perubahan akibat berbagai metode pemrosesan makanan dan cara untuk
meningkatkan maupun mencegah terjadinya perubahan itu.
Pada umumnya bahan makanan tersusun oleh tiga pokok komponen yaitu karbohidrat, protein
dan lemak serta turunannya, sedangkan sisanya yang hanya sebagian kecil terdiri dari bermacam-
macam zat organik yaitu vitamin, enzim, zat penyebab asam, oksidan, antioksidan dan pigmen dan
zat penyebab rasa dan bau (falvor) serta air. Dalam setiap bahan makanan komponen tersebut sangat
bervariasi jumlahnya sehingga akan membentuk struktur, tekstur, rasa, bau, warna serta kandungan
gizi yang berlainan pula.
Pada prinsipnya pengolahan pangan dilakukan dengan tujuan: (1) untuk pengawetan, pengemasan dan
penyimpanan produk pangan (misalnya pengalengan); (2) untuk mengubah menjadi produk yang diinginkan (misalnya
pemanggangan); serta (3) untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan. Semua bahan mentah merupakan
komoditas yang mudah rusak, sejak dipanen, bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami
kerusakan melalui serangkaian reaksi biokimiawi. Kecepatan kerusakan sangat bervariasi, dapat terjadi secara cepat
hingga relatif lambat. Satu faktor utama kerusakan bahan pangan adalah kandungan air aktif secara biologis dalam
jaringan.
Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai
gizinya, yang sebagain besar tidak diinginkan. Zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian
besar proses pengolahan karena sensitif terhadap pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat gizi
mikro terutama tembaga dan zat besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis dalam proses tersebut.
Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam
bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung
dalam bahan pangan tersebut, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat
gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Proses pemanasan bahan pangan dapat
meningkatkan ketersediaan zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Protein
Protein adalah zat makanan berupa asam-asam amino yang berfungsi sebagai pembangun dan pengatur bagi tubuh.
Protein mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul
protein juga mengandung fosfor, belerang serta beberapa protein memiliki unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein terdiri
atas rantai-rantai asam amino (20 jenis asam amino) yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Komposisi rata-rata unsur
kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 55%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, sulfur 1% dan kurang dari 1%
fosfor. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat pada
karbohidrat dan lemak. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan
keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya.
Struktur protein mengacu pada susunan/urutan linier dari konstituen asam amino yang secara kovalen dihubungkan
melalui ikatan peptida. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari
berbagai protein dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. Struktur sekunder protein adalah rantai
polipeptida yang berlipat-lipat dan merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling
berdekatan. Protein terdiri dari asam amino yang mempunyai gugus fungsional amina (-NH2) dan karboksilat (-COOH). Pada
protein sifat basa didapat dari gugus karboksilat dan sifat asam dari gugus amina. Berikut merupakan struktur umum dari protein.
Asam amino mampu menjadi zwitter-ion yaitu dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoter: cenderung menjadi
asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Asam amino terdiri dari dua macam meliputi; asam amino esensial dan
asam amino non esensial. Asam amino berperan sebagai penyusun protein dan molekul penting lainnya dan tidak dapat disintesa
sendiri dalam tubuh sehingga perlu pemasokan dari luar melalui sesuatu yang dikonsumsi berupa bahan pangan disebut asam amino
esensial. Adapun sembilan asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk sehari-hari meliputi; Histidin, Isoleucin, Lysin,
Methionim, Phenylalarin, Threonin, Tryptophan, dan Valin. Sedangkan yang bersifat semi esensial misalnya arginine dan
asparagine karena pada tubuh manusia sehat mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan kelarutannya protein globuler dibagi
kedalam beberapa kelompok yaitu globulin, albumin, gliadin, glutelin, histon, dan protamin.
Fungsi protein diantaranya adalah sebagai sumber energi, zat pembangun, zat pengatur, sebagai enzim, dan alat pengangkut
dan alat penyimpan.
Sifat protein :
a. Dapat berubah tidak hanya oleh zat kimia tetapi juga pengaruh fisik. Protein dapat dirusak oleh panas yang berlebihan, bahan
kimia, pengadukan yang berlebihan terhadap solusi protein. Dan adanya penambahan asam dan basa. Susu diberi asam dan
dipanaskan akan berkoagulasi. Protein akan mengendap dan membentuk “Choose curd”.
b. Protein didalam larutan dapat membentuk selaput atau film. Misalnya putih telur dikocok, selaput akan menghalangi
keluarnya udara, sehingga terbentuk busa, tetapi jika dikocok berlebihan akan rusak, sehingga selaput akan pecah, udara
keluar atau terlepas yang mengakibatkan busa tidak dapat mengembang.
c. Polimerisasi protein dapat terurai atau terpecah menjadi bentuk yang lebih sederhana. Ini terjadi bila bereaksi dengan asam,
basa atau enzim. Misal proses pemasakan (ripening) keju → pemecahan protein. Pembusukan daging : dekomposisi protein
lebih lanjut dan disertai perubahan yang lain.
Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Protein
Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan nilai
gizi. Cara pengolahan yang banyak digunakan adalah pemanasan, sterilisasi, dan pengeringan. Pada proses
pengolahannya protein akan mengalami perubahan zat, baik yang dinginkan maupun tidak. Berikut jenis perubahan
yang dialami zat protein selama proses pengolahan dan perubahannya.
1. Denaturasi protein, diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap susunan ruang atau rantai
polipeptida. Denaturasi protein dapat terjadi dikarenakan pengaruh panas, pH, bahan kimia, mekanik. Denaturasi
yaitu suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan
molekul.
2. Pada pengolahan menggunakan panas yang tinggi, protein akan mengalami beberapa perubahan-perubahan
seperti; rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi.
3. Proses pemanasan seperti oven, penggorengan, perebusan memberikan efek yang tidak diharapkan karena
menyebabkan penurunan nilai gizi. Karena reaksi antara grup amino dari asam amino esensial seperti lisin
dengan gula reduksi yang terkandung bersama protein dalam bahan pangan, yang disebut reaksi Maillard.
Pemanasan lebih lanjut menyebabkan asam amino seperti arginine, triptofan, dan histidin bereaksi dengan gula
reduksi.
4. Pemanasan protein dapat merusak beberapa residu asam amino seperti Serin, Arginin, dan lisin.
Lemak
Lemak adalah suatu senyawa molekul besar yang terbentuk melalui
reaksi dehidrasi senyawa-senyawa molekul kecil. Lemak disebut juga
lipid yang menjadi sumber penting untuk proses metabolisme dalam
pembentukan ATP. Dalam pembentukan lemak tersusun atas dua jenis
molekul kecil, yakni asam lemak dan gliserol. Dalam strukturnya, asam
lemak mempunyai kerangka karbon yang panjang, mencapai 16 hingga 18
atom karbon. Lemak tidak dapat menyatu dengan air, karena air sebagai
H2O membentuk suatu ikatan hidrogen satu sama lain untuk
menyingkirkan lemak. Akan tetapi, lemak dapat larut dalam pelarut
organik non polar seperti Kloroform (CHCl3), dietil eter (C2H5OC2H5),
hidrokarbon, benzena dan lainnya. Struktur lemak terdiri dari ikatan
karbon (C), hidrogen (H) serta oksigen (O). Lemak dibentuk dari tiga
asam lemak dan gliserin yang secara umum bisa dilihat pada gambar
struktur disamping:
Komposisi dan sifat lemak :
Bahan padat dalam suhu kamar. Asam lemak jenuh → titik lebur lebih tinggi :
asam palmitat dan asam stearate. Dasar pembuatan lemak padat dimulai dengan
penggunaan minyak yaitu dengan “hidrogenasi” yaitu proses dimana ditambahkan
hidrogen pada asam lemak tidak jenuh sehingga akan terjadi kejenuhan.
Sifat-sifat penting :
• Dengan pemanasan akan terjadi pencairan secara perlahan-lahan.
• Jika dipanaskan lebih lanjut, mula-mula akan berasap kemudian memijar, akhirnya
terbakar.
• Dengan air dan udara membentuk emulsi, globula lemak akan timbul pada sejumlah
air yang besar, seperti pada susu, santan. Droplet air akan timbul pada sejumlah
lemak misalnya mentega.
• Sebagai pelicin dalam makanan. Jika makan roti akan lebih mudah ditelan.
• Sebagai shortening agent, jika tercampur dengan protein jaringan daging, akan
mengempukkan.
Lemak dapat mengalami kerusakan apabila terjadi penyerapan bau lemak. Makanan mengandung
lemak yang menggunakan bahan pembungkus dapat menyerap lemak, maka lemak tersebut akan
teroksidasi oleh udara sehingga menyebabkan rusak dan berbau. Apabila lemak dicampur dengan air, maka
lemak tersebut akan terhidrolisis ke bentuk semula menjadi gliserol dan asam lemak sehingga lemak
tersebut rusak.
Kerusakan pada lemak juga dapat terjadi karena oksidasi dan ketengikan dengan menimbulkan bau
dan rasa tengik. Otoksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak dapat mengakibatkan lemak
teroksidasi dan menjadi tengik. Otoksidasi sendiri terjadi karena pembentukan radikal-radikal bebas yang
disebabkan oleh faktor cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat (Cu, Fe, Co, dan Mn) serta enzim-
enzim lipoksidase yang dapat mempercepat reaksi. Reaksi oksidasi dapat menimbulkan kerugian karena
lemak mengalami kemunduran mutu (ketengikan), penurunan umur simpan, potensi nilai gizi menurun,
dan produk oksidasi bersifat toksik bagi hewan percobaan. Ketengikan dapat dicegah atau diminimalisir
dengan prooksidan dan antioksidan karena prooksidan sendiri bersifat mempercepat oksidasi dan oksidan
bersifat menghambat.
Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Lemak
Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang
terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta
lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan
semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif
terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya
dan bahkan dapat bersifat toksik. Lemak yang dioksidasi dapat mengakibatkan inaktivasi pada fungsi
biologisnya dan bersifat toksik. Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat dan kemungkinan
juga asam lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak stabil oleh adanya aktivitas
enzim lipoksigenase. Perubahan tersebut akan berpengaruh pada nilai gizi lemak dan vitamin (oksidasi
vitamin larut-lemak) produk. Kerusakan pada lemak ada dua tipe yaitu ketengikan dan hidrolisis.
Ketengikan, terjadi apabila terbentuk komponen cita rasa dan bau mudah menguap. Proses pemanasan
pada lemak menyebabkan kerusakan lemak yang menimbulkan ketengikan.
Vitamin
Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan penting dalam gizi manusia. Vitamin
merupakan komponen penting di dalam bahan pangan walaupun terdapat dalam jumlah sedikit, karena berfungsi
untuk menjaga keberlangsungan hidup serta pertumbuhan. Vitamin diperlukan tubuh untuk proses metabolisme dan
pertumbuhan yang normal. Vitamin biasanya dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu vitamin larut air
(vitamin C dan vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (A, D, E, F, dan K). Vitamin yang larut dalam lemak
banyak terdapat dalam daging ikan, minyak ikan, dan biji-bijian sumber minyak seperti kacang tanah, kacang
kedelai dll. Beberapa vitamin tidak stabil terhadap pemrosesan dan penyimpanan sehingga kandungannya dalam
makanan dapat menurun. Vitamin dapat rusak karena reaksi kimiawi sehingga berubah menjadi senyawa yang tidak
aktif, atau mengalami pelarutan seperti pada kasus vitamin larut air yang hilang pada proses blansing atau
pemasakan.
Sebagian besar vitamin ada dalam berbagai bentuk. Misalnya, setidaknya ada delapan bentuk vitamin E,
termasuk empat tokotrienol dan empat tokoferol. Tubuh manusia membutuhkan tiga belas vitamin untuk
metabolisme: vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B5 (asam
pantotenat), vitamin B6 (piridoksin), vitamin B7 (biotin), vitamin B9 (asam folat atau folat), vitamin B12
(cobalamin), vitamin C (asam askorbat), vitamin D (kalsiferol), vitamin E (tokoferol atau tokotrienol), dan vitamin
K (kuinon).
Vitamin A pada umumnya terdapat di dalam hasil-hasil hewani seperti daging, susu, keju, hati, ikan dan telur.
Hasil nabati pada umumnya tidak mengandung vitamin A tetapi mengandung zat dalam bentuk provitamin A yang
dikenal sebagai beta karoten. Dari beberapa jenis vitamin D dua diantaranya dianggap yang paling penting yaitu
vitamin D2 (ergo kalsiferol) dan vitamin D3 (7-dehidrokoleterol kolikolaferol). Vitamin D ditemukan dalam hati,
minyak ikan, hasil-hasil susu dan telur. Vitamin E adalah antioksidan yang kuat dan berfungsi di dalam mencegah
terbentuknya peroksida secara berlebihan dalam jaringan. Vitamin E membantu mencegah oksidasi terhadap vitamin A
dalam saluran pencernaan. Sumber vitamin E adalah kacang-kacangan, minyak nabati dan alpukat dll. Vitamin K
disebut juga vitamin koagulasi (penggumpal). Vitamin K terdiri dari K1 (2- metil-3-fitil-1,4-naftokuinon), K3 atau
manadion (2-metil-1,4-naftokuinon) produk sintesis memiliki kekuatan 3x dibading vitamin K. Sumber utama vitamin
K adalah hati dan sayuran seperti bayam, kubis, dan bunga kol. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam askorbat dan
asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang paling
mudah rusak. Vitamin C mudah rusak karena oksidasi terutama pada suhu tinggi dan vitamin ini mudah hilang selama
pengolahan dan penyimpanan. Bahan pangan yang merupakan bahan sumber vitamin C adalah jeruk, tomat, dan cabe
hijau. Golongan vitamin B kompleks mencakup thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin (asam nikotinat,
niasin amida), pyridoxin (vitamin B6), asam pantotenat, asam folat, folasin (asam folat dan turunan aktifnya),
sianokobalamin (vitamin B12), biotin dan choline. Semua vitamin dari golongan ini biasanya ditemukan di dalam
bahan pangan yang sama seperti hati, ragi, dedak dari biji-bijian. Semua vitamin golongan ini dibutuhkan untuk
kewajaran metabolisme dan untuk keaktifan enzim.
Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi
Vitamin
Stabilitas vitamin dibawah berbagai kondisi pengolahan relatif bervariasi. Vitamin A akan stabil dalam
kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu
yang tinggi. Vitamin tersebut akan rusak seluruhnya apabila dioksidasi dan didehidrogenasi. Vitamin ini juga akan
lebih sensitif terhadap sinar ultra violet dibandingkan dengan sinar pada panjang gelombang yang lain. Asam lemak
esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sangat sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen.
Apabila dioksidasi, akan menjadi inaktif secara biologis dan kemungkinan bersifat toksik.
Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan, namun akan stabil
apabila dalam bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus pandang. Pada umumnya vitamin D stabil
terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan rusak secara perlahan-lahan apabila suasana sedikit alkali,
terutama dengan adanya udara dan cahaya.
Vitamin K bersifat stabil terhadap panas dan senyawa pereduksi, namun sangat labil terhadap alkohol,
senyawa pengoksidasi, asam kuat dan cahaya. Niasinamid akan terhidrolisis sebagian dalam asam dan alkali, namun
masih mempunyai nilai biologis yang sama. Pada umumnya niasin stabil terhadap udara, cahaya, panas, asam dan
alkali. Asam pantotenat paling stabil pada pH 5.5-7, secara cepat akan terhidrolisis dalam asam kuat dan kondisi
alkali dan akan labil dalam pemanasan kering, larutan asam dan alkali panas.
Vitamin B12 (kobalamin) murni bersifat stabil terhadap pemanasan dalam larutan netral. Vitamin ini akan rusak ketika
dipanaskan dalam larutan alkali atau asam dalam bentuk kasar, misalnya dalam bahan pangan. Kolin sangat alkalis dan sedikit
tidak stabil dalam larutan yang mengandung oksigen.
Kelompok vitamin B6 meliputi piridoksin, piridoksal dan piridoksamin. Piridoksin bersifat stabil terhadap pemanasan,
alkali kuat atau asam, tetapi sensitif terhadap sinar, terutama sinat ultra violet, ketika berada dalam larutan alkali. Piridoksal dan
piridoksamin secara cepat akan rusak ketika diekspos di udara, panas dan sinar. Ketiganya sensitif terhadap sinar ultra violet
ketika berada di dalam larutan netral atau alkali. Piridoksamin dalam bahan pangan bersifat sensitif terhadap pengolahan.
Riboflavin sangat sensitif terhadap sinar dan kecepatan destruksinya akan meningkat seiring dengan meningkatnya Ph
dan temperatur. Oleh karena itu, riboflavin dalam susu akan hilang secara cepat (50% dalam 2 jam) ketika terekspos dengan sinar
matahari dan akan menghasilkan senyawa derivatif (lumiflavin) yang juga akan merusak asam askorbat dalam susu. Vitamin ini
akan stabil terhadap panas dalam bentuk kering atau dalam larutan asam.
Tiamin tampak tidak akan terdestruksi ketika direbus dalam kondisi asam untuk beberapa jam, namun akan terjadi
kehilangan hingga 100% apabila direbus dalam kondisi pH 9 selama 20 menit. Senyawa ini tidak stabil di udara, terutama pada
nilai pH lebih tinggi dan akan rusak selama proses autoklaf, sulfitasi dan dalam larutan alkali.
Tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap sinar tampak
(visible light). Vitamin ini bersifat tidak stabil pada suhu kamar dengan adanya oksigen, alkali, garam feri dan ketika terekspos
pada sinar ultra violet.
Mineral
Mineral merupakan komponen inorganik yang ada dalam tubuh manusia. Mineral
merupakan unsur isensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam
pengendalian komposisi cairan tubuh 65% adalah air dalam bobot tubuh. Mineral memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme
terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral memiliki peranan yang sangat
penting di dalam tubuh manusia karena berperan untuk membantu pembentukan tulang dan darah,
mendukung sistem endokrin serta menjaga fungsi syaraf. Berdasarkan kegunaannya dalam
aktifitas hidup, mineral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan yang essensial dan
golongan yang tidak essensial. Berdasarkan jumlahnya, mineral dibagi atas mineral makro
(mineral utama) dan mineral mikro (trace mineral).
Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai
kualitas suatu bahan pangan, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi nutrisi dalam makanan yang dapat
dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tubuh normal. Mineral yang bersifat bioavailable harus dalam
bentuk terlarut, walaupun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable.
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu pada suatu bahan pangan menunjukkan
terdapatnya kandungan mineral anorganik pada bahan pangan tersebut. Kadar abu merupakan
material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500⁰ -
800⁰C. Hasil analisis kadar abu 12 sampel dari 4 jenis bahan pangan dan pengolahannya terlihat
bahwa bahan pangan yang mengalami proses pemasakan dapat terjadi penurunan dan kenaikan
kadar abu dari bahan segarnya. Umumnya pada bahan pangan yang direbus terjadi penurunan
sedangkan bahan pangan yang digoreng mengalami kenaikan kadar abu. Penurunan kadar abu
tertinggi pada bahan pangan yang direbus terjadi pada tahu (0.57%) dan diikuti oleh tempe
(0.54%), ikan kembung (0.23%) dan yang terendah terjadi pada ayam potong (0.1%). Pada bahan
pangan yang digoreng kenaikan kadar abu terbesar terjadi pada ikan kembung (0.56%) diikuti oleh
ayam potong (0.54%) dan tahu (0.1%). Sedangkan pada tempe goreng terjadi penurunan kadar abu
sebesar 0.21% dari bahan segarnya. Berdasarkan ketiga proses pengolahan yang memberikan
kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral (natrium, kalsium, fosfor dan magnesium)
tertinggi yaitu metode pengolahan pengukusan.
Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Mineral
Pada umumnya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara sigifikan dengan perlakuan kimia
dan fisik selama pengolahan. Dengan adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi
menjadi mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa
komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses tersebut tidak
mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan. Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat
mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan, yang
membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun dibutuhkan secara fisiologis.
Fitat, fiber, protein dan mineral diduga merupakan komponen utama sebagai penyusun kompleks
tersebut.
Beberapa mineral seperti zat besi, kemungkinan akan teroksidasi (tereduksi) selama proses
pemanggangan dan akan mempengaruhi absorpsi dan nilai biologisnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dua senyawa besi yang digunakan dalam pengolahan krakers soda mempunyai nilai biologis
yang berbeda jauh. Hasil tersebut diukur menggunakan teknik hemoglobin depletion-repletion
(pengosongan-pengisian hemoglobin). Selain itu, zat besi dalam krakers yang dibuat dengan soda,
tanpa soda dan ditambahkan pada tahap akhir mempunyai nilai biologis yang sama.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai