Anda di halaman 1dari 58

CATATAN AWAL

• Saya diundang untuk memberikan “Kuliah Tamu”


tentang “Filsafat Kepustakawanan”
• Sepanjang masa kerja saya, pada dasarnya saya
adalah seorang “praktisi” dan bukan “akademisi”
• Memang pernah menjadi dosen tidak tetap pada
Jurusan Ilmu Perpustakaan di Universitas Indonesia
dan Pajajaran.
• Namun itu sudah lama berlalu (1981-2003).
• Oleh karenanya perlu sedikit saya modifikasi kata
“kuliah” menjadi “cerita” dan kata “filsafat” menjadi
“falsafah”
• Jadi saya akan bercerita tentang falsafah
kepustakawanan Indonesia.
FALSAFAH KEPUSTAKAWANAN
INDONESIA
sebuah pemikiran seorang praktisi

Blasius Sudarsono
Kappa Sigma Kappa Indonesia
19 April 2021
MENGAPA SAYA BERCERITA ?
• Kewajiban & Tanggung Jawab Moral saya sebagai pribadi
yang bekerja & menerima nafkah dari bidang
KEPUSTAKAWANAN.
• Tujuan bercerita: bagi generasi muda & siapa saja untuk
memahami, menghayati, & mengembangkan makna
KEPUSTAKAWANAAN.
• Cerita lengkap ada dalam buku: Cerita tentang Pustakawan
dan Kepustakawanan, Perpusnas, November, 2018, 207 hlm.
• Bukan buku ilmiah, sekedar buku cerita pengalaman yang oleh
Thomasina Borkman pada 1976 disebut EXPERIENTIAL KNOWLEDGE
atau (EK).
• Kata-kata bijak.
• Pengalaman adalah guru terbaik (ungkapan yang sering kita dengar)
• INFORMATION IS NOT KNOWLEDGE. The only source of knowledge is
experience (Albert Einstein)
EXPERENTIAL KNOWLEDGE
• Experiential Knowledge (EK) is truth learned from personal
experience with a phenomenon rather than truth acquired by
discursive reasoning, observation, or reflection on
information provided by others. (Thomasina Borkman, 1976)
• EK memang pengalaman pribadi tanpa maksud mengkajinya
secara ilmiah.
• EK diperoleh dari praktik seseorang. EK memang lebih dekat
dengan praktik keseharian kaum praktisi.
• Dua unsur EK yaitu
• 1) jenis pengetahuan sebagai inti EK
• 2) sikap pada pengetahuan yang diperoleh itu.
• Ada pribadi berpengalaman luas, namun tidak mau
memanfaatkan pengalaman tersebut menjadi pengetahuan
yang dapat dibagi pada pihak lain.
TAHAP BERBAGI “EK”
(Utschakowski, 2009)

 The first step is the “I” level: You reflect upon your experience
by writing a story or telling someone about your experiences.
 The second step is the “you” level: You tell someone about
your experiences, beliefs, conclusions… and he/she will react
on it (“I understand what you mean”, “I didn´t understand
this”…). Due to the reactions I´m invited to become more
explicit about my ideas, conclusions, descriptions…
 The third step is the “We” level: We share our stories, we
recognise common experiences and we recognise differences
in experiences. Beneath common experiences we will
recognize experiences, beliefs, analysis we do not have
ourselves, but we can understand. All this is “We-knowledge”.

 Dengan buku tersebut (2018) saya baru masuk pada


langkah pertama (“I level”)
AWAL PERJALANAN
• Gagal masuk Studi Bidang Teknik Elektro Arus Lemah (ITB,
1966)
• Berusaha belajar Ilmu Fisika Murni, (FIPA-UGM, 1967)
tanpa motivasi penuh, sehingga kurang berhasil
• Materi studi yang memang Tidak Mudah
• Ketidak-biasaan belajar secara rutin dan tekun.
• Sistem Perkuliahan yang kurang menguntungkan
• Pesona kegiatan Organisasi Ekstra Kurikuler
• Masa mencari Jatidiri yang baru dimulai
• Nyaris kehilangan Kepercayaan Diri
• HARUS SEGERA MENCARI NAFKAH HIDUP
• Demi nafkah menerima bekerja di Pusat Dokumentasi Ilmiah
Nasional - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Agutus
1973)
SITUASI MEI – JULI, 1973
• PDIN – MEMERLUKAN SEORANG SARJANA MUDA ILMU FISIKA
(Pengumuman di laboratorium FISIKA DASAR, FIPA – UGM)
• DALAM BENAK TERBAYANG SEBUAH “MUSEUM ILMIAH”
• TERNYATA
• ADALAH “ PUSAT DOKUMENTASI” YANG BERWUJUD PERPUSTAKAAN
ILMIAH
• CUKUP HERAN TERNYATA ADA ILMU PERPUSTAKAAN?
• LEBIH HERAN LAGI TERNYATA ADA JUGA “PROFESI PUSTAKAWAN” ?
• FAKTOR PENYEMANGAT
• KARENA LIPI  LEMBAGA ILMIAH SANGAT BERGENGSI (WAKTU ITU)
DENGAN TUGAS KE 2: MENCARI KEBENARAN ILMIAH
• PDIN  “CENTER OF EXCELLENCE” ILMU PERPUSTAKAAN (WAKTU ITU)
• PERNYATAAN IBU LUWARSIH (DIREKTUR PDIN WAKTU ITU): “MENURUT
SAYA MASA DEPAN SAUDARA DALAM BIDANG INI AKAN CERAH ”
• NAMUN MEMUNCULKAN DUA MASALAH
1. MASALAH KEILMUAN
• BENARKAH ada Ilmu Perpustakaan & Ilmu Dokumentasi
• APA BEDA Ilmu Perpustakaan & Ilmu Dokumentasi
• PDIN menjalankan fungsi dokumentasi pada Pusat
Bibliografi, yang didukung fungsi perpustakaan pada Pusat
Perpustakaan
• Logikanya HARUS ada TEORI DASAR yang dapat menjelaskan
semua praktik terkait dokumentasi & perpustakaan
• Tugas awal di PDIN ditempatkan pada Pusat Perpustakakan,
sehingga fokus belajar ilmu perpustakaan & kepustakawanan
• Ilmu dokumentasi untuk sementara ditinggalkan
• Pendapat sementara bahwa perpustakaan adalah “Arts and
Sciences”
2. MASALAH PRIBADI
• KECEWA DAN MALU
• Bekerja di perpustakaan bukan pekerjaan bergengsi
• Sudah susah belajar fisika murni, kerjanya hanya klasifikasi
DDC.
• Akibatnya berusaha menghindar bertemu dengan teman-
teman dari ilmu murni.
• KONFLIK DIRI
• Antara Idealisme Versus Materialisme  Mulai mempelajari
Eksistensialisme  Tidak Sekedar BERADA namun MENGADA
• Rasa Rendah Diri  Memilih Langkah Sublimasi bukan Kompensasi
• KETERBATASAN PENGHASILAN SEBAGAI PEGAWAI NEGERI
• Berusaha Mempelajari dan menghayati Asketisme
• Penyangkalan Diri menghadapi Godaan Duniawi
• Jujur, Sederhana, dan Rendah Hati
• OBSESI AWAL
• Tetap mencari kebenaran ilmiah tentang Ilmu Perpustakaan
MENCARI LEGITIMASI
• KESEDIAAN MENJALANI PROFESI PUSTAKAWAN
• JAWABAN “YA” PADA TUGAS, TERMASUK HARUS
MEMBUKTIKAN INTEGRITAS & LOYALITAS
•  (BERSYUKUR DENGAN 40 TAHUN HANYA BEKERJA DI PDII-LIPI)
• CIRI UMUM PROFESI
• ILMU, ORGANISASI, ALTRUIS, KODE ETIKA, & DIAKUI MASYARAKAT
• BELUM BERGABUNG DALAM ORGANISASI PROFESI (IPI)
KARENA SADAR BELUM MEMILIKI ILMU PERPUSTAKAAN
• DITUGASKAN MEMPELAJARI ILMU PERPUSTAKAAN (1978)
• fokus pada penerapan komputer bagi perpustakaan & dokumentasi
• PENGUAT SEMANGAT  TUGAS LIPI NO 2 (1967)
• Mencari kebenaran ilmiah. Untuk itu kebebasan ilmiah,
kebebasan penelitian, dan kebebasan mimbar dijamin
selama tidak bertentangan dengan Panca Sila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
CAPAIAN SEMENTARA - 1988
• Menyelesaikan studi Master of Library Studies (1979)
• Kepala Bidang Perpustakaan PDIN (1980-1986)
• Pengajar Luar Biasa pada JIP – FSUI (1981-1996)
• Kepala Bidang Sarana Teknis PDII-LIPI (1987-1990)
• Memasang sistem komputer Mini untuk proses dokumentasi
dan pengembangan basis data bibliografi (1983)
• KEGAGALAN
• Belum Menemukan Kebenaran Ilmiah (Teori Umum) Atas Ilmu
Perpustakaan
• Justru Mengkhawatirkan akan ancaman Ilmu Komputer pada
Ilmu Perpustakaan dan Mempertanyakan kapan kita
memikirkan Falsafah Kepustakawan
• Sila baca tulisan “Antara Sydney dan Pandaan” (1988) dalam
buku Antologi Kepustakawanan Indonesia, 2006.
DOKUMENTASI & PERPUSTAKAAN 1

• Dua bidang studi yang secara bersamaan harus dipelajari,


dipahami, dihayati, dan dikembangkan
• Pertanyaan tentang dokumentasi sebenarnya muncul lebih
dahulu daripada pertanyaan tentang perpustakaan (1973)
• Namun studi perpustakaan dilakukan terlebih dahulu
• Karena ditugaskan di unit perpustakaan
• Mencari legitimasi dengan studi formal di manca negara
• Menjadi pengajar luar biasa pada JIP FS UI (1981)
• Kesadaran untuk mempelajari dokumentasi dimulai pada
1989 dengan penugasan membangun basis data
keanekaragaman hayati (biodiversity data base)
• Pernyataan Wakil Ketua LIPI pada waktu itu: “Justru kalian
adalah pusat dokumentasi”
DOKUMENTASI & PERPUSTAKAAN 2

• Ada tafsir lain tentang dokumentasi selain tafsir


pustakawan yang terbatas pada “dokumentasi pustaka”
• Terlebih dengan tanggung jawab sebagai Kepala PDII-LIPI
pada (1990-2001)
• Mulai mencari Kebenaran Ilmiah tentang Arti dan Makna
“Dokumentasi”
• Obsesi: MERUMUSKAN TEORI UMUM DOKUMENTASI
• Harus diingat bahwa studi ini dilakukan bukan oleh
seorang Akademisi, namun hanya seorang Praktisi LIPI
dengan obsesi mencari kebenaran ilmiah.
• Studi dua bidang tersebut dilakukan sepanjang waktu
masa kerja (40 tahun) bahkan sampai kini.
DOKUMENTASI & PERPUSTAKAAN 3

• Dua bidang hasil pembelajaran selama bekerja sebagai PNS dan


tetap dilakukan sampai sekarang
• Fokus pembelajaran BUKAN pada permasalahan teknis
melainkan lebih pada sisi FILOSOFIS.
• Berharap dan berusaha agar aspek dari dua bidang ini menjadi
spesialisasi pribadi
• Pengembangan spesialisasi ini bertolak dari 2 buku
• Menuju Era baru Dokumentasi, LIPI Press, 2016
• Cerita tentang Pustakawan dan Kepustakawanan, Perpusnas, 2018
• Mengundang pribadi lain yang berminat untuk bersama
memikirkan, mengembangkan, dan menuliskannya.
• Materi cerita kali ini terbatas pada:
FALSAFAH KEPUSTAKAWANAN INDONESIA
MENGAPA FALSAFAH ?
• Sukarnya menemukan teori umum ilmu perpustakaan
perhatian bergeser pada filsafat kepustakawanan
• Filsafat juga dirasa sukar, maka bergeser ke FALSAFAH
• DEFINISI MENURUT KBBI (daring)
• filsafat/fil·sa·fat/ n 1 pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya; 2 teori yang mendasari alam pikiran atau suatu
kegiatan; 3 ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika,
dan epistemologi; 4 falsafah
• falsafah/fal·sa·fah/ n anggapan, gagasan, dan sikap batin
yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat;
PANDANGAN HIDUP
• FALSAFAH KEPUSTAKAWANAN di sini adalah PANDANGAN
HIDUP saya tentang KEPUSTAKAWANAN yang saya jalani.
MENCARI MAKNA KEPUSTAKAWANAN
• Pola Pikir Kebertigaan (Triadic)
• Pendekatan Komunikasi
• Pendekatan Kebahasaan
• Kekerabatan Afiksasi Lima Kata
• Analogi Pandawa Lima
• Pendekatan Filsafati
• Filsafat Manusia Driyarkara
• KEMAUAN, KEMAMPUAN, dan PENGHARGAAN
• Kerangka Dasar Kepustakawanan Indonesia
• Janji Pustakawan Muda Indonesia
• Melihat ke Depan
• Rangkuman Reflektif
• Epilog
POLA PIKIR KEBERTIGAAN
(TRIADIC)
• BERPIKIR (minimal)
• LOGIS
• ANALITIS
• KRITIS
• HIDUP DALAM RUANG DAN WAKTU
• Fungsi (x, y, z, t)
• “t” irreversible  mengekspresikan DINAMIKA
• Sejak 2014 ditambahkan parameter ke 4 yaitu KESADARAN
• Kini masih berusaha memahami konsep: ruang, waktu, dan
kesadaran (space, time, and consciousness).
• HIDUP DALAM SISTEM
• Dilukiskan dengan bangun Segi Tiga Sama Sisi.
PENDEKATAN KOMUNIKASI
• Pada awal mula, adalah kehendak manusia untuk
mengekspresikan apa yang dipikirkan dan/atau yang
dirasakannya (BS, 1992).
• Dua pihak, (x1, y1, z1, t1) dan (x2, y2, z2, t2).
• Jika (x, y, z, t) sama  terjadi komunikasi langsung
verbal atau non verbal
• Jika (x, y, z, t) tidak sama, ekspresi perlu disimpan
sementara (diingat),  menuju tak berhingga 
diabadikan atau didokumentasikan (digambar, ditulis,
difoto, direkam, didigitalkan, dll).
• Lihat buku “Menuju Era Baru Dokumentasi”, LIPI Press,
2016, halaman 156 – 159,
KEKERABATAN 5 KATA

ke – an PUSTAKA per – an

KEPUSTAKAAN wan PERPUSTAKAAN

PUSTAKAWAN

ke – an

KEPUSTAKAWANAN
ARTI & MAKNA
• ARTI  Pendekatan Kebahasaan
• MAKNA  Pendekatan Filosofis
• KEPUSTAKAWANAN SEBAGAI
• AKAR  fungsi yang tidak tergantikan
• PUNCAK  puncak pertumbuhan dari
pustakawan
• Kepustakawanan adalah yang menumbuhkan
sekaligus menjadi hasil (tujuan) kesempurnaan
pustakawan
PENDEKATAN BAHASA 1

• penurunan nomina dengan suffiks wan dan wati


mengacu pada:
• a) orang yang ahli dalam bidang tertentu,
• b) orang yang mata pencahariannya atau pekerjaannya dalam
bidang tertentu, atau
• c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus.
kata pustakawan nampaknya lebih mudah dimengerti dengan
penjelasan a) dan penjelasan b).
• Sehingga pustakawan adalah: a) orang yang ahli dalam
bidang pustaka atau b) orang yang mata pencahariannya
atau pekerjaannya dalam bidang pustaka.
• Permasalahan : yang memenuhi batasan di atas TIDAK
HANYA pustakawan.
PENDEKATAN BAHASA 2

• Akan lebih tepat jika bidang tsb Perpustakaan


• Namun apa turunan kata perpustakaan dgn afiks wan atau
wati? ? ?
• Penjelasan ketiga yaitu c) orang yang memiliki barang atau
sifat khusus.
• Pustakawan adalah orang yang memiliki pustaka? Rasanya
tidak.
• Lebih cocok orang yang memiliki sifat khusus? Apa sifat
khusus itu ?
• KEPUSTAKAWANAN? Apa artinya?
• Keabstrakan atau hal mengenai pustakawan! 
KARAKTER IDEAL PUSTAKAWAN
ANALOGI PANDAWA LIMA

• YUDISTIRA  PUSTAKA

• BIMA SENA KEPUSTAKAAN

• ARJUNA  PERPUSTAKAAN

• NAKULA  PUSTAKAWAN

• SADEWA  KEPUSTAKAWANAN
PENDEKATAN FILOSOFIS
• DRIYARKARA
• Filsafat sebagai ilmu
• Filsafat dalam arti lebih luas :
• usaha mencari jawab atas berbagai pertanyaan hidup, menanyakan
dan mempersoalkan segala sesuatu.
• Dikatakan pula bahwa filsafat adalah pernyataan/penjelmaan dari
sesuatu yang hidup di dalam hati setiap orang. Maka walaupun tidak
setiap orang dapat menjadi ahli filsafat, namun yang dibicarakan
atau dipersoalkan dalam filsafat itu memang berarti bagi kita semua.
• ADAPTASI UNTUK KEPUSTAKAWANAN
• Filsafat kepustakawanan adalah pernyataan/penjelmaan dari
sesuatu yang hidup di dalam hati setiap pustakawan. Maka
walaupun tidak setiap pustakawan dapat menjadi ahli
filsafat, namun yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam
filsafat kepustakawanan itu memang berarti bagi semua
pustakawan.
MENGAPA BERFILSAFAT ?

• filsafat tidak melulu yang teoritis saja, namun


akhirnya juga bermuara pada kehendak dan
perbuatan yang praktis.
• mengapa orang ingin mengerti, karena ingin mengerti
untuk berbuat.
• pengertian dan pengetahuan itu dipakai orang dalam
menjalani hidupnya.
• beda antara orang yang berfilsafat dan yang tidak, itu
terletak dalam sikap mereka terhadap hidup manusia.
PENTINGNYA FILSAFAT
• cara mendidik, membangun diri kita sendiri
karena:
• 1) dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia
• 2) kebiasaan melihat dan menganalisis persoalan
membuat kita lebih cerdas dan tangkas untuk
melihat dan memecahkan persoalan dalam
hidup keseharin kita
• 3) pelajaran filsafat mengajar dan melatih kita
memandang dengan lebih luas, dan
• 4) dengan pelajaran filsafat kita diharapkan
menjadi orang yang dapat berpikir sendiri.
DITINJAU DARI SUBSTANSI
• Filsafat memberi dasar pengetahuan kita,
memberikan pandangan yang sintetis pula
hingga seluruh pengetahuan kita merupakan
kesatuan
• Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita.
Sebab itu mengetahui kebenaran berarti
mengetahui dasar hidup sendiri. Dalam etika
hal ini tampak nyata.
• Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat
mempunyai kepentingan istimewa karena
filsafat memberi dasar dari ilmu-ilmu lainnya
mengenai manusia, misalnya ilmu mendidik,
sosiologi, ilmu jiwa, dan lain sebagainya.
PUSTAKAWAN BERFILSAFAT

• pustakawan sudah seharusnyalah juga mencari


jawab atas segala pertanyaan hidupnya terutama
dalam menjalani profesinya.
• Dengan kata lain pustakawan memerlukan filsafat
kepustakawanan agar mempunyai sikap (ideal)
terhadap hidup kepustakawanannya.
• beda antara pustakawan yang berfilsafat dan yang
tidak, itu terletak dalam sikap mereka terhadap
hidup kepustakawanannya
PRIBADI & KEPRIBADIAN 1

• untuk memahami pribadi dan kepribadian ini, haruslah


berawal dengan pemahaman akan manusia yang
menurutnya tidak hanya ”apa” melainkan juga ”siapa”.
• Keberadaaan ”apa” dan ”siapa” ini tidaklah seperti ”apa”
ditambah dengan ”siapa” melainkan lebih sebagai
keberadaan bersama. ”Apa” menunjukkan materi tubuh
manusia, sedang ”siapa” menunjukkan ”roh” oleh karena itu
manusia adalah ”Pribadi”.
• manusia ”bersemayam” dalam diri sendiri
• bersemayam tidak hanya berarti ”berada di”, melainkan
juga bertahta.
• bertahta mengandung arti berkuasa, berdaulat : kekuasaan,
kewibawaan, dan kedaulatan seakan-akan terlihat dalam
cara duduk raja yang disebut ”bersemayam” itu.
PRIBADI & KEPRIBADIAN 2

• ”Pribadi” adalah kekayaan kodrati yang ada dalam diri


manusia yang memang harus dikembangkan
• Pribadi manusia supaya betul-betul menjadi Pribadi harus
menjadi Kepribadian.
• Pribadi yang tidak menjadi kepribadian itu merupakan
pribadi yang terjerumus, Pribadi yang tidak setia terhadap
Tuhan, terhadap masyarakat dan dirinya sendiri, Pribadi
yang kehilangan keluhuran dan kehormatannya.
• Kepribadian adalah perkembangan dari Pribadi.
• Perkembangan yang betul-betul menjalankan kedaulatan
dan kekuasaannya atas dirinya sendiri dan tidak dijajah oleh
kenafsuan-kenafsuan, dan dunia material.
• Jika ini tercapai maka Pribadi betul-betul ”bersemayam”
dalam dirinya sendiri.
PUSTAKAWAN & KEPUSTAKAWANAN 1
• Pustakawan supaya betul-betul menjadi Pustakawan harus menjadi dan
memiliki Kepustakawanan.
• Pustakawan yang tidak menjadi dan memiliki kepustakawanan itu
merupakan pustakawan yang terjerumus, Pustakawan yang tidak setia
terhadap Tuhan, terhadap masyarakat dan dirinya sendiri, Pustakawan
yang kehilangan keluhuran dan kehormatannya.
• Kepustakawanan adalah perkembangan dari Pustakawan.
Perkembangan yang betul-betul menjalankan kedaulatan dan
kekuasaannya atas dirinya sendiri dan tidak dijajah oleh kenafsuan-
kenafsuan, dan dunia material.
• Jika ini tercapai maka Pustakawani betul-betul ”bersemayam” dalam
dirinya sendiri.
• kepustakawanan adalah se­suatu yang menumbuhkan sekaligus menjadi
hasil (tujuan) kesempurnaan pustakawan
• kepustakawanan adalah se­suatu yang menumbuhkan sekaligus menjadi
hasil (tujuan) kesempurnaan pustakawan
PUSTAKAWAN & KEPUSTAKAWANAN 2
• cocok dengan konsep Driyarkara tentang bersemayamnya pribadi
dalam diri manusia
• seperti pribadi yang berkembang menjadi kepribadian, maka
pustakawan juga berkembang menjadi kepustakawanan,
• sehingga kepustakawanan menjadi keutamaan seorang pustakawan.
• dapat dikatakan bahwa tidak semua pribadi itu memiliki kepribadian.
• anloginya juga tidak semua pustakawan itu memiliki
kepustakawanan.
• hal ini sangat tergantung pada pustakawan, apakah mau menyemai
dan mengembangkan benih kepustakawanan yang sudah dimilikinya
sehingga mencapai kesempurnaan?
• pertanyaan berikutnya yang penting adalah: ”Bagaimanakah
pustakawan memperoleh benih kepustakawanan itu?”
BENIH KEPUSTAKAWANAN
• EMPAT PILAR PENYANGGA
• 1) kepustakawanan adalah panggilan hidup,
• 2) kepustakawanan adalah semangat hidup,
• 3) kepustakawanan adalah karya pelayanan, dan
• 4) kepustakawanan adalah kegiatan profesional
• FOKUS BAHASAN
• the other side of science and technology in the
library field.
• Dalam bahasa sehari-hari, unsur profesional kita
setarakan dengan kemampuan maka sisi lain
yang penulis maksud adalah kemauan
• UNSUR KETIGA ADALAH: PENGHARGAAN
KEMAUAN
• Kemauan adalah awal dari suatu tindakan
• Kemauan erat kaitannya dengan semangat atau spirit.
• Dari manakah kemauan itu?
• Bisa timbul dari dalam diri sendiri, namun juga dapat
oleh pihak luar  Keterpaksaan?
• Respon negatif  kompensasi
• Bagaimana hasil kerja orang kompensatif?
• Respon positif  sublimasi,  KEMAUAN
• Tugas Sekolah Pepustakaan termasuk memotivasi
calon pustakawan agar memiliki KEMAUAN
PANGGILAN HIDUP
• KEMAUAN  menghasilkan jawab YA pada panggilan
hidup
• Menemukan ”roh yang menggerakkan” sehingga orang
mau memilih dan berani menjalani jalan kepustakawanan.
• Bagi yang berani menjawab ”YA” akan memperoleh
semangat hidup (spirit of life).
• Semangat kepustakawanan harus diajarkan di lembaga
pendidikan calon pustakawan
• Siswa diharapkan menemukan benih kepustakawanannya
• Benih kepustakawanan itu harus disemai, dirawat,
dipupuk, jika perlu juga dipangkas rapi agar tumbuh subur
berkembang dan berbuah
BENIH KEPUSTAKAWANAN
• Benih unggul kepustakawanan memiliki karakter
asketis yaitu: 1) jujur, 2) sederhana, dan 3)
rendah hati
• Adalah sebagian dari keutamaan dari seorang
pustakawan.
• Dengan bekal ini maka pustakawan dengan sadar,
rela, dan senang hati melakukan pelayanan
• Konsep pelayanan: menempatkan satu tingkat
lebih rendah dari yang dilayani tanpa kehilangan
harga diri.
MENYEMAI & MENUMBUHKAN
• tuntutan pada mutu pelayanan semakin
meningkat.
• Pelayanan dituntut semakin profesional.
• Pustakawan harus profesional.
• Salah satu landasan profesionalitas  ilmu
pengetahuan,  ilmu perpustakaan (dan
informasi)
• Landasan lain bagi profesional adalah
organisasi dan etika profesi.
LIMA FUNGSI UTAMA
1. Pada dasarnya, perpustakaan adalah pustakawannya.
2. Dikenal lima fungsi utama perpustakaan (UU 43, 2007)
yaitu : pendidikan, penelitian, informasi, pelestarian,
dan rekreasi.
Pustakawan juga harus melakukan lima fungsi tersebut.
3. Dengan sendirinya kemampuan dalam melaksanakan
lima fungsi tersebut harus dimiliki calon pustakawan.
4. Dengan kata lain, lembaga pendidikan dan/atau lembaga
pelatihan juga harus membangun kemampuan itu bagi
peserta didik dan/atau peserta pelatihan.
KEMAMPUAN PUSTAKAWAN

PUSTAKA
PUSTAKA SEBAGAI PUSAT

Keahlian Pustakawan mengenai objek


pustaka hendaknya penuh. Dengan
kata lain apakah ilmu, teknologi, dan
teknik yang selama ini diajarkan oleh
sekolah perpustakaan hanya akan
menjadi salah satu sektor dari
lingkaran yang penuh 360 derajat itu?
LIMA KEMAMPUAN DASAR

a) berpikir,
b) menulis,
c) membaca,
d) wira usaha, &
e) etika.
PUSTAKAWAN IDEAL
Bright and Rich and Right
atau
Cerdas dan Kaya dan Benar.

Right atau Benar


dijiwai oleh
ASKETISME:
Jujur, Sederhana, & Rendah Hati.
ORGANISASI PROFESI
• wahana pustakawan dalam melakukan
pengembangan profesionalitas secara
berkelanjutan (continuing professional
development = CPD)
• harus melindungi profesi pustakawan.
• harus melakukan fungsinya sebagai penjamin
mutu (quality assurance) pustakawan
LEMBAGA KERJA
• Melaksanakan fungsi pengontrol mutu (quality
control) pustakawan
• Pengontrol mutu dan penjamin mutu, selayaknya
mempunyai jalur komunikasi timbal balik (dua arah)
• Jalur komunikasi ini merupakan salah satu jalur dalam
sistem komunikasi yang lebih luas antara: 1) lembaga
pendidikan pustakawan, 2) organisasi profesi
pustakawan, dan 3) lembaga tempat kerja
pustakawan (perpustakaan) dan 4) pustakawan
sebagai pusatnya di satu pihak, dan berhadapan
dengan pihak lain yaitu pemakai sebagai yang
dilayani.
SISTEM KOMUNIKASI YANG
BERPUSAT PADA PUSTAKAWAN

LP

LK PEMA-
P KAI

OP
SINGKATAN & PENJELASAN
• P : Pustakawan
• LP : Lembaga Pendidikan Pustakawan
• OP : Organisasi Profesi Pustakawan
• LK : Lembaga Kerja Pustakawan (Perpustakaan)
• Dalam gambar segitiga sama sisi diatas jelas ada segitiga kecil: LP, OP,
dan LK mempunyai masing-masing satu titik singgung.
• Titik singgung tersebut melukiskan jalur komunikasi.
• Pustakawan tidak sekedar memiliki titik singgung  namun justru
garis singgung dengan LP, OP, dan LK.
• Komunikasi antara Pustakawan dengan 3 lembaga tersebut harus
lebih intens.
• Komunikasi ini seyogyanya interaktif
PENGHARGAAN
• Jika Sudah Ada Kemauan & Kemampuan, Biasanya Masih
Belum “Lugas” Dalam Membicarakan PENGHARGAAN.
• Bahkan Ada Kesan Masih Segan Membicarakannya
Secara Terbuka (Mungkin Sembunyi-Sembunyi?)
• PENGHARGAAN dapat berupa PENGHARGAAN MATERI
maupun PENGHARGAAN NON MATERI
• Harus Dikaji dan Dirancang Penerapannya !!!
• Besaran Bisa Saja Berbeda Dari Satu Daerah Dengan
Daerah Lain.
• Dengan Rancangan Yang Benar dan Baik, BRR dapat
diwujudkan.
KODE ETIKA PROFESI
• upaya untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus
melalui ketentuan tertulis yang dipegang teguh oleh seluruh kelompok
itu (Bertens, 2002).
• Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang
memiliki cita-cita dan nilai bersama.
• Disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan
bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.
• Profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan
tersendiri  mempunyai tanggung jawab khusus.
• ada bahaya profesi menutup diri bagi orang luar dan menjadi suatu
kelompok yang sukar ditembus  kecurigaan jangan-jangan
mempermainkan klien
• Kode etik dapat mengimbangi segi negatif profesi
KODE ETIK PUSTAKAWAN
• organisasi profesi pustakawan menetapkan dan menegakkan
kode etik pustakawan (UU 43, Tahun 2007, Pasal 35, Huruf
b)
• masih jarang dibicarakan atau didiskusikan oleh kalangan
pustakawan Indonesia (meski IPI punya ASTA ETIKA, 2018)
• sosialisasi atas kode etika itu sendiri belum luas
• organisasi profesi pustakawan yang ada perlu bersama
bersepakat menyusun dan menegakkan Kode Etika
Pustakawan Indonesia
• 2 pendekatan etika: etika keutamaan dan etika kewajiban
• Akan menjadi manusia pustakawan seperti apakah aku ini?
KERANGKA DASAR KEPUSTAKAWANAN
INDONESIA
• EMPAT PILAR PENYANGGA
• 1) kepustakawanan adalah panggilan hidup,
• 2) kepustakawanan adalah semangat hidup,
• 3) kepustakawanan adalah karya pelayanan, dan
• 4) kepustakawanan adalah kegiatan profesional
• LIMA DAYA UTAMA
• 1) Kemampuan Berpikir
• 2) Kemampuan Menulis
• 3) Kemampuan Membaca
• 4) Kemampuan Wira Usaha
• 5) Menjunjung Tinggi Etika
• TIGA SASARAN ANTARA
• Menjadi Cerdas dan Kaya dan Benar (BRR)
• TUJUAN AKHIR
• Menjadi Manusia Paripurna, Bahagia, Berguna bagi sesama, dan
lingkungan hidupnya
JANJI PUSTAKAWAN MUDA INDONESIA
• Kami Pustakawan Muda Indonesia,
mengaku berprofesi sebagai Pustakawan Indonesia yang
adalah warga Bangsa dan Negara Indonesia .
• Kami Pustakawan Muda Indonesia,
sebagai profesional senantiasa berusaha memahami,
menghayati, dan mengembangkan Jati Diri Pustakawan
Indonesia, berkarya bagi Bangsa dan Negara Indonesia, untuk
mencapai cita-cita Bangsa dan Negara Indonesia.
• Kami Pustakawan Muda Indonesia,
mewaspadai, menolak, dan memberantas segala hal yang
merugikan bahkan dapat menghancurkan Bangsa dan Negara
Indonesia.
MENGINTIP MASA DEPAN (2018)
• Fenomena pertama.
• Digimodernism: How New Technologies Dismantle the
Postmodern and Reconfigure Our Culture (Alan Kirby,
2009). Hidup konvensional moderen  pasca moderen
 digimoderen.
• Fenomena kedua.
• Democracy, information, and libraries in a time of post-
truth discourse (Lor, 2018). Asumsi tradisional tentang
peran Perpustakaan, dalam informasi dan demokrasi,
ternyata sudah tidak berlaku atau harus direvisi.
• Fenomena ketiga.
• Curating the infosphere: Luciano Floridi's Philosophy of
Information as the foundation for Library and Information
Science (David Bawden dan Lyn Robinson, 2017).
ANTISIPASI PUSTAKAWAN

• Bagaimana sikap Pustakawan Indonesia menghadapi


segala kemungkinan yang mungkin terjadi?
• Kepustakawanan Indonesia harus siap menentukan
posisi strategisnya dalam hidup berbangsa dan
bernegara, bersiap untuk agenda tahun 2025
menuju 2045 nanti.
• Marilah kita Pustakawan Indonesia bersama
menyiapkan kemauan dan kemampuan dalam
mengembangkan jatidiri profesi kita sebagai
Pustakawan Indonesia.
RANGKUMAN REFLEKTIF 1

• Istilah kepustakawanan harus dicari arti & maknanya


• Posisi awal sebagai pustakawan adalah hasil
pembelajaran dalam menyiapkan diri menjadi
pustakawan
• Peran lembaga pendidikan pustakawan sangat besar
dan dominan.
• Idealnya lembaga pendidikan mengajarkan &
mengajak siswa mau berdiskusi tentang berbagai
fenomena yang terjadi pada rentang idealisme sampai
ke materialisme.
• Namun sebagai lembaga pendidikan hendaknya netral
dalam pengajarannya.
RANGKUMAN REFLEKTIF 2

• Kondisi kebangsaan kini, banyak kritik karena


paham materialisme semakin dominan
• Paham tersebut hendaknya dapat lebih
dikendalikan.
• Janganlah lulusan sekolah perpustakaan
menjadi sangat materialistis.
• Perlu mengajarkan konsep eksistensialisme
• Eksistensi, bukan sekedar berada namun lebih
“mengada”
• Garam yang rela melebur, namun memberi rasa
asin.
• Garam dicari jika masakan rasa hambar.
RANGKUMAN REFLEKTIF 3

• Apakah perpustakaan juga dicari jika tidak ada (tutup)?


Atau: ”Apakah pustakawan juga dicari saat tidak hadir?”
Jelas tidak akan dicari apabila perpustakaan atau
pustakawan tidak memberi rasa pada masyarakat
lingkungannya.
• Sebagai garam jika sudah hilang rasa asinnya tentu tidak
berguna dan akan dibuang.
• Garam yang kehilangan rasa asin mengibaratkan juga
pustakawan yang kehilangan kepustakawanannya.
• Kepustakawanan (rasa asin) awal, itulah yang harus
dihasilkan semua sekolah pustakawan.
• Pertanyaan kepada sekolah pustakawan: ”Apakah mau
menghasilkan calon pustakawan yang memiliki roh
kepustakawanan?”
EPILOG
• Epilog ini bukan penutup yang mengakhiri,
namun lebih berfungsi sebagai sebuah
pengantar untuk memulai diskusi berkelanjutan
tentang perpustakaan dan kepustakawanan kita.
• Tayangan inipun bukan memberi kesimpulan,
karena memang lebih sebagai upaya untuk
mengajak belajar berpikir filsafati.
• Pemikiran filsafat tidak ada akhirnya selama
kehidupan manusia (pustakawan) masih ada.
TERIMA KASIH
ATAS
KESEDIAAN ANDA UNTUK
BERPIKIR DAN BERKARYA BAGI
BANGSA DAN NEGARA INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai