Anda di halaman 1dari 25

Perilaku Berisiko Tinggi pada Remaja

Divisi Psikiatri Anak dan Remaja


Departemen Psikiatri FKUI/RSCM
Remaja

 Masa remaja merupakan masa ‘serba tanggung’  Masa


peralihan dari anak ke dewasa)
 Masa pubertas
 Terjadi perubahan baik secara biologis, psikologis, dan juga
emosional
 Memicu terjadinya perselisihan dengan orangtua  Pada
periode ini sering timbul ketidak sesuaian antara remaja
dengan orangtua)
 Dapat berdampak negatif terhadap perkembangan diri/
identitas diri.
 Masa remaja umumnya berlangsung antara usia 10
dan 20 tahun (WHO)
– Masa remaja awal 10 – 14 tahun
– Masa remaja akhir 15 – 20 tahun
Perubahan yang terjadi di masa remaja

 Perubahan biologis
– Pematangan alat kelamin sehingga siap reproduksi.
– Ciri kelamin primer (yaitu perkembangan alat kelamin yang
merupakan alat reproduksi)
– Ciri kelamin sekunder yaitu buah dada pada perempuan dan
pertumbuhan bulu pada daerah kelamin, ketiak, dan khusus
pada pria: rambut di wajah
– Pubertas pada perempuan biasanya satu setengah tahun
lebih cepat pada pria
– Perubahan biologis lain yang terjadi adalah dalam
pertumbuhan tinggi dan berat badan
 Perubahan psikoseksual
– Produksi hormon laki dan hormon perempuan
mempengaruhi fungsi otak, perasaan, emosi, dorongan
seks, dan perilaku.
– Pada masa remaja seringkali dorongan seks diatasi melalui
kegiatan olah raga, bermain / mendengarkan musik yang
diminati  Tokoh idola sebagai panutan positif
– Mulai timbul orientasi seksual
 Perkembangan kognitif dan kepribadian
– Cara pikir menjadi lebih abstrak, mulai bersifat
konseptual, dan berorientasi ke masa depan.
– Perkembangan moral, etik, masalah
kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan agama.
 Pembentukan identitas diri
– Membentuk identitas diri yang mantap  Krisis identitas
– Siapakah saya?  Kemanakah arah hidup saya?
– Unsur yang memegang peran penting dalam pembentukan
identitas diri adalah; pembentukan suatu rasa kemandirian,
peran seksual, identifikasi gender, dan peran sosial serta
perilaku.
– Salah satu upaya remaja untuk menumbuhkan
kemandiriannya adalah timbulnya sikap yang
berlawanan/bertentangan dengan orangtuanya.
– Tanda remaja yang memperkembangkan identitas diri
secara sehat adalah; kemampuan untuk bersikap fleksibel
dan sekaligus tumbuh serta dapat menyesuaikan diri
terhadap pelbagai situasi baru dalam kehidupannya

– Penting bagi keluarga untuk dapat ber’empati’, mengerti,


mendukung, dan dapat bersikap komunikatif dua arah
dengan remaja dalam pembentukan identitas diri  Rumah
adalah landasan dasar’ dan ‘dunianya adalah sekolah’
Akhir masa remaja

– Terbentuk identitas diri yang baik  Walaupun terpisah dari


orangtuanya, tetapi sekaligus cukup dekat dengan
keluarganya

– Tetap membutuhkan dukungan orangtua, terutama dalam


menghadapi krisis
 Pembentukan moral
– Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan
kewajiban yang diterima
– Apabila ada dua standar yang secara sosial diterima bersamaan
tetapi saling konflik, maka seseorang akan mengambil keputusan
untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya
– Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa,
terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap
– Pembentukan ini didukung oleh nilai-nilai etik orangtua dan agama,
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada umumnya
– Standar moral: tidak membahayakan kesehatan, bersifat
manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia
Perilaku berisiko tinggi

 Suatu spektrum yang di satu pihak dapat berupa:


– Perilaku sesaat tetapi cukup membahayakan dan
bukan merupakan gangguan mental

– Perilaku yang terus menerus membahayakan


bagi diri sendiri atau orang lain sehingga dapat
menjurus menjadi gangguan jiwa yang cukup
serius
Faktor yang melatarbelakangi

Psikologik

Biologik

Sosial-budaya
Contoh perilaku berisiko tinggi 
Perilaku sesaat tetapi cukup membahayakan
dan bukan merupakan gangguan mental

– Membolos
– Berbohong
– Mencuri
– Agresif seperti berkelahi dengan alasan sepele, tindakan
melanggar hukum, melanggar hak asasi orang lain, ikut tawuran
di sekolah, bahkan sampai membunuh
– Melakukan hubungan seks bebas
– Tidak disiplin
– Penyalahgunaan zat dan non-zat
– Perundungan
– Dsb.
Perilaku berisiko tinggi

 Perilaku yang terus menerus membahayakan bagi


diri sendiri atau orang lain sehingga dapat menjurus
menjadi PERMASALAHAN yang cukup serius

1. Masalah kejiwaan
2. Gangguan jiwa
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (1)

 Gangguan tingkah laku yang sudah mulai terlihat sejak kecil


dengan gejala;
– Kejam terhadap binatang
– Suka bermain api
– Dan kondisi ini akan bertambah parah sesuai dengan
bertambahnya usia

 Gangguan perilaku terkait dengan gangguan organik (misalnya


adanya kerusakan otak), ditunjukkan dengan gejala perilaku
implusif, cepat marah, dan mudah teriritasi dengan lingkungan
sekitar Seringkali disertai juga dengan disabilitas intelektual
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (2)

 Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas


 Gangguan Mood
 Penyalahgunaan zat dan non-zat
 Gangguan belajar, misalnya gangguan membaca, gangguan
berhitung, dan gangguan menulis.
 Taraf kecerdasan ambang (borderline IQ)

Jika tidak di deteksi semasa kecil dan memperlakukan anak sebagai


anak bandel,
bodoh, nakal, malas, dan aneh akan membuat anak/remaja
memberontak, dan
bersikap antisosial karena dengan bersikap seperti itu membuat ia
merasa ‘eksis’
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (3)

 Rasa takut, rendah diri, rasa tidak aman – apapun


penyebabnya baik faktor subjektif, ada stressor atau gabungan
ke duanya.
 Keinginan untuk memastikan identitas atau peran seksualnya,
desakan teman sebaya, takut dikatakan penakut, banci, kuno,
tidak mengikuti ‘trend’, ‘anak mami’; karena belum mantap
pembentukan identitasnya.
 Merasa yakin bahwa dirinya hebat, mau mencoba semua hal
untuk mengetahui sampai dimana batas kemampuannya, serta
menganggap maut sebagai hal yang tidak perlu ditakuti.
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (4)

 Adanya perasaan tertekan, depresi, atau cemas.


 Pengalaman traumatik di masa lampau, seperti penelantaran,
kekerasan baik fisik, seksual, atau emosional.
 Stres lingkungan luar tetapi tidak ditanggapi dari orangtua
karena merasa kawatir dihakimi atau dipersalahkan, akibatnya
ia merasa tidak ‘at home’ walaupun ia berada di rumahnya
sendiri.
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (5)

 Merasa dirinya berbeda dengan remaja lain atau diperlakukan


diskriminatif.
 Proses identifikasi terhadap tindak kekerasan yang dialami
atau dilihatnya.

Semua ini dapat membuat remaja melakukan kompensasi


dengan melakukan perbuatan yang berisiko tinggi,
menentang, atau tingkah laku antisosial.
Perilaku terus menerus yang berisiko tinggi (6)

 Tidak mampu mengatasi desakan teman sebaya, tidak berani


mengatakan ‘tidak’.
 Penanaman nilai-nilai ‘kami vs kita’ terhadap orang atau
kelompok lain yang berbeda (misalnya seragam sekolah, dll).

Membuat remaja merasa tidak mempunyai tempat untuk


mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kekhawatirannya
sehingga mereka mendekatkan diri dengan kelompok
yang salah sehingga terjerumus dalam perilaku berisiko
tinggi
Apa yang dapat dilakukan?

 Berempati dengan remaja tanpa menghakimi, tanpa sikap


apriori, dan mau menerima mereka apa adanya.
 Bahas tentang disfungsi serta dampak bagi masa depan jika
mereka melakukan perbuatan berisiko tinggi.
 Bahas potensi positif yang ada dalam diri remaja, hindari kritik
dan cela.
 Ajak remaja untuk merasakan bagaimana perasaan nya jika ia
bertukar tempat dengan orangtuanya.
 Bahas bagaimana ia dapat menggunakan nilai-nilai luhurnya,
baik dari orangtua, agama, tradisi, untuk membina dirinya
secara mantap dan cukup fleksibel.
Apa yang dapat dilakukan? (2)

 Dukung kemandirian diri remaja disertai dengan tanggung


jawabnya untuk menerima masa depannya
 Bantu remaja untuk menyadari bahwa apapun pilihannya ada
konsekuensi yang harus dibayarnya.
 Bahas pentingnya komunikasi dan diskusi dua arah yang
terbuka tentang persahabatan, pacaran, hubungan seks, dan
kesehatan reproduksi dan berikan fakta-fakta yang
mendukung.
 Ciptakan suasana rumah yang nyaman dan aman bagi remaja
Apa yang dapat dilakukan? (3)

 Berikan informasi yang tepat dan diskusi dengan remaja


mengenai zat-zat yang menimbulkan ketergantungan dan
bahayanya bagi kesehatan mereka.
 Bantu remaja untuk berani berkata ‘tidak’ terhadap segala
sesuatu yang berbahaya atau tidak bermanfaat bagi dirinya.
Kasus

Seorang mengeluh bahwa ia selalu dianggap sebagai anak ‘nakal’


oleh orangtua dan saudara-saudaranya. Di rumah ia merasa
terisolasi dan merasa tidak ada seorangpun yang mau
mengerti akan dirinya, padahal ia sedang bermasalah dengan
teman-temannya di sekolah. Di sekolah sebenarnya ia
mempunyai teman, namun hanya segelintir saja, karena
teman-teman yang lain selalu menganggap remeh dirinya. Ia
ingin menunjukkan dirinya sehingga bersikap berani dan
menantang. Kondisi ini membuat dirinya lebih tidak disukai lagi.
Terima kasih

Klinik Psikiatri Anak dan Remaja


Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusuomo –
Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia

2018
Pusat Kesehatan Mental Terpadu
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusuomo –
Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia

Memberikan Pelayanan yang menyeluruh untuk berbagai masalah


kesehatan jiwa anak dan remaja

Anda mungkin juga menyukai