Anda di halaman 1dari 10

BAB 6

DIMENSI MORAL DAN MENTALITAS


DALAM ORGANISASI
Dimensi moral dan mentalitas
• Dimensi moral dan mentalitas sangat
menentukan kesuksesan dalam tata kelola
perusahaan. Kesuksesan ini dapat dicapai
bukan karena manusianya saja, melainkan
terletak pada aspek moralitas dan mentalitas.
Karena sikap ini yang menjadi jati diri manusia
dalam mengelola perusahaan. Pada suatu saat
sikap seseorang akan dipengaruhi oleh
perasaan atau emosinya.
Moral Kerja (employee morale)
• Istilah moral digunakan untuk
menerangkan perilaku organisasi.
Dalam organisasi, pengertian moral
sering dikaitkan dengan aktivitas
kerja dan diistilahkan dengan
employee morale.
Pengertian Moral Kerja
• Drafke dan Kossen (1998: 295) mendefinisikan:
Moral kerja mengacu pada sikap-sikap karyawan baik terhadap organisasi yang
mempekerjakan mereka, maupun terhadap faktor-faktor pekerjaan yang khas, seperti
supervisi, sesama karyawan dan insentif keuangan. Ini dapat berasal dari individu maupun
kelompok yang merupakan bagian dimana karyawan berada.
• Keith Davis (1989: 76) mengemukakan bahwa:
Moral diartikan sebagai sikap perorangan dan kelompok terhadap lingkungan kerjanya dan
sikap untuk bekerja sebaik-baiknya dengan mengerahkan kemampuan yang dimiliki secara
sukarela. Dalam hal ini lebih menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaik-
baiknya dari pada sekedar kesenangan saja.
• Judith R. Gordon (1991: 754) mengungkapkan:
Moral kerja adalah suatu predisposisi dari anggota organisasi untuk berupaya keras dalam
mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Moral meliputi komitmen terhadap tujuan itu. Moral
adalah suatu fenomena kelompok yang meliputi upaya keras, adanya tujuan bersama dan
perasaan pemilik.
• Harris (1984: 238) menyatakan:
Moral dimaksudkan sebagai persepsi karyawan terhadap keadaan yang ada dengan kata lain
kesejahteraan, tingkat kepuasan karyawan dengan kondisi organisasi dan keadaan sekitarnya.
Moral dikatakan tinggi apabila kondisi dan keadaan disekitarnya tampak menyenangkan dan
dikatakan rendah apabila kondisi tidak menyenangkan
Proses Terbentuknya Moral Kerja
• Terbentuknya moral kerja berawal dari adanya persepsi pegawai
terhadap situasi di dalam organisasi secara keseluruhan. Proses
persepsi pada hakikatnya merupakan proses pengamatan,
pengorganisasian, penafsiran dan pengevaluasian objek atau situasi
tertentu secara selektif. Hasil dari proses persepsi, belajar dan
pengalaman kerja di lingkungan organisasi tersebut akan menjadi
bagian dari mekanisme penyesuaian secara terus-menerus antara
kepercayaan (beliefs) dan perasaan (feeling) yang membentuk atau
mengubah sikap individu.
• Sikap merupakan kesiapsiagaan mental yang mempunyai pengaruh
dan mempengaruhi secara timbal balik.
• Fase selanjutnya, apabila sikap terbentuk sebagaimana Davis (1989:
68-70) sebagai gairah (zeal) dan kemauan (will to do), maka pada
saat itu moral kerja mulai terbentuk.
Tingkat moral
• Tingkat moral yang terbentuk tergantung pada
tiga keadaan kelompok, yaitu:
• Seberapa jauh kesamaan tujuan para anggota
kelompok dan persamaan persepsi terhadap
tujuan bersama.
• Seberapa jauh kelompok tersebut dipandang
sebagai suatu yang berguna.
• Seberapa besar keyakinan para anggota kelompok
terhadap keberhasilan pencapaian tujuan.
Dimensi Moral Kerja
• Bange (1976: 40) mengemukakan terdapat tiga faktor yang menentukan
terbentuknya moral kerja, yaitu:
• Aspek Sikap Terhadap Pekerjaan
Merupakan sikap pekerja secara umum terhadap aspek-aspek yang meliputi jenis
pekerjaan, kemampuan untuk melakukan pekerjaan, suasana lingkungan kerja,
hubungan dengan rekan kerja, serta sikap terhadap imbalan yang diterima.
• Aspek Sikap Terhadap Atasan
Sikap terhadap atasan dapat dipengaruhi oleh bagaimana perlakuan atasan
terhadap karyawan, cara menangani keluhan kerja, cara penyampaian informasi,
perancangan tugas, tindakan, pendisiplinan pekerja, dan bagaimana pandangan
pekerja terhadap kemampuan atasanya dalam melaksanakan tugas.
• Aspek Sikap Terhadap Perusahaan
Sikap terhadap perusahaan atau organisasi dipengaruhi oleh kebijakan yang
berlaku, pemenuhan kebutuhan pekerja, perbandingan dengan perusahaan lain,
citra perusahaan, semangat kelompok dengan pihak atasan.
Faktor yang menentukan moral kerj
• Drafke dan Kosen (1998: 297) mengemukakan
beberapa faktor yang menentukan moral kerja yaitu:
• Organisasi.
• Kegiatan-Kegiatan Selama Bekerja dan Setelah Bekerja.
• Sifat Pekerjaan.
• Teman Sejawat.
• Kepemimpinan.
• Penerapan Aturan.
• Konsep.
• Pemenuhan Kebutuhan Pribadi.
Tingkat Perkembangan Moral
Level Deskripsi Tingkatan
6. Mematuhi prinsip etika yang
dipilih sendiri walaupun
melanggar hukum.
Prinsipal 5. Menghargai hak orang lain dan
menjunjung nilai dan hak absolut
tanpa mempedulikan opini
mayoritas.
4. Menjaga tatanan konvensional
dengan memenuhi kewajiban
Konvensional yang telah anda setujui.
3. Hidup sesuai dengan ekspektasi
orang-orang disekitar anda.
2. Mengikuti peraturan apabila
sesuai dengan kepentingan
Prakonvensional pribadi.
1. Mengikuti peraturan hanya untuk
menghindari hukuman fisik.
Mentalitas (mentality)
• Mentalitas terkadang menjadi cambuk bagi individu, ketika
mempertanyakan apakah kita memiliki mental yang baik atau buruk.
Mentalitas seseorang ternyata tidak berbanding lurus dengan mentalitas
komunitas yang lebih luas dimana mereka tinggal. Individu bermental
kerdil, penjilat justru sering ditemui pada lingkungan dimana mentalitas
komunitas itu bagus. Jadi lingkungan tersebut tidak tidak dapat
membentuk mentalitas pribadi-pribadi di dalamnya. Seharusnya lingkungan
yang sudah mempunyai mentalitas cukup baik mampu membawa individu
menjadi lebih baik.
• Mental elit atau pimpinan merupakan kunci demokrasi. Apabila mental elit
bagus maka proses demokrasi akan berjalan baik, begitupun pada
pimpinan atau manajer unit bisnis. Semakin baik mental pimpinan atau
manajer maka proses bisnis akan berjalan dengan baik. Dalam pepatah
lama, sukses organisasi sangat tergantung pada orang yang mengawakinya.
Namun pepatah tersebut tidak semuanya benar, justru sukses organisasi
bukan hanya tergantung pada manusia yang mengawakinya, namun
tergantung pada moralitas dan mentalitas orang-orang yang
mengawakinya, terlebih dengan pola pikir dan pola sikap yang baik sebagai
jati diri manusia sukses dalam mengolah organisasi.

Anda mungkin juga menyukai