0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan10 halaman
Sumber hukum Islam terdiri atas Al-Quran, hadis, akal, dan ijtihad. Al-Quran sebagai sumber utama yang menjelaskan hukum secara terperinci, global, dan melalui ibarat. Hadis memperjelas dan memperluas hukum dalam Al-Quran. Akal digunakan untuk memahami ajaran agama dan menyeleksi doktrinnya, sedangkan ijtihad digunakan untuk menetapkan hukum baru berdasarkan Al-Quran
Sumber hukum Islam terdiri atas Al-Quran, hadis, akal, dan ijtihad. Al-Quran sebagai sumber utama yang menjelaskan hukum secara terperinci, global, dan melalui ibarat. Hadis memperjelas dan memperluas hukum dalam Al-Quran. Akal digunakan untuk memahami ajaran agama dan menyeleksi doktrinnya, sedangkan ijtihad digunakan untuk menetapkan hukum baru berdasarkan Al-Quran
Sumber hukum Islam terdiri atas Al-Quran, hadis, akal, dan ijtihad. Al-Quran sebagai sumber utama yang menjelaskan hukum secara terperinci, global, dan melalui ibarat. Hadis memperjelas dan memperluas hukum dalam Al-Quran. Akal digunakan untuk memahami ajaran agama dan menyeleksi doktrinnya, sedangkan ijtihad digunakan untuk menetapkan hukum baru berdasarkan Al-Quran
PROYEKSI IJTIHAD A. AL-QUR’AN 1. Al-Qur’an sebagai sumber dan dalil pertama dan utama . Kedudukan ini mengharuskan umat Islam memahami pesan-pesan yang dikandungnya untuk dilaksanakan dalam kehidupan, dalam upaya mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia, alam (horizontal), dan hubungan dengan Allah (vertikal) 2. Al-Quran secara redaksional dan makna yang dikandungnya bersifat qath’I al-wurud, maksudnya aalah lafaz Al-Qur’an dan pesan yang dikandungnya terjamin keautentikan dan otoritas kebenaran. 3. Pada aspek Al-Ahkam, tunjukan hukum-hukum ayat Al-Quran sebagian bersifat pasti dan tegas (qath’i Al-dalalah). Contoh: ayat- ayat tentang warisan, hudud, dan kafarat. Sedangkan ayatt yang bersifat zhanny merupakan ayat yang lafaz Al-Qur’an yang mengandung pengertian lebih dari satu, sehngga membuka peluang terjadinya keeragaman pengertian, seprti lafaz quru’ pada surat All-Baqarah: 228 yang dapat diartikan pada suc atau haid. 4. Perbedaan pada pemahaman terhadap makna yang terjadi dalam kandungan Al-Qur’an khususnya ayat-ayat tentang hukum disebabkan sifat redaksi yang digunakan Al-Qur’an yang dalam menuunjukkan suatu ketentuan hukum. Sebagian redaksi Al- Qur’an bersifat umum (mujmal), sehingga ketika akan dirumuskan makna secara konkret atau diarahkan kepada kenyataan yang praktis memerlkan pemahaman dan perumusan yang operasional . Contoh : ayat pada perintah sholat, zakat, dan puasa. 5. Sifat redaksi Al-Qur’an yang lainya adalah ditemukan lafaz yang maknanya samar disebabkan makna harfiahnya bersifat kiasan (majaz). Dikenal dengan dengan sebutan ayat-ayat muthasyabihat. Contoh: Contoh: Lafaz berkaitan dengan dzat Allah Swt. a. Kata wajh artinya muka (Ar-Rahman: 27) b. Kata yad artinya tangan (Al-Fath: 10) c. Kata istawa yang artinya bersemayam (Yunus: 3) d. Dll
6. Penyebab lain terjadinya perbedaan pendapat dalam memahami
makna Al-Qur’an, karena menggunakan lafaz musytarak (arti ganda) dalam menunjukkan ketentuan hukum. Contoh :: a. Kata quru’ yang dapat diartikan suci atau haid (Al-Baqarah: 228) b. Kata lams artinya menyentuh atau bersetubuh (An-Nisa: 43) c. Kata ‘uquah al-nikah dapat ditunjukkan wali atau istri (Al- Baqarah 228) PENJELASAN AL-QUR’AN TENTANG HUKUM MEMILIKI TIGA SIFAT
1. MUHKAMAT : Al-Qur’an menjelaskan huukum
secara terinci jelas dan semurna tanpa memerlukan penjelasan serta dapat difahami secara langsung
2. GLOBAL, Al- Qur’an memberikan hukum yang
memberikan garis besarnya dan membutuhkan penjelasan pemahaman dan penafsiran untuk melaksanakannya
3. IBARAT DAN ISYARAT, agar dapat ddifahami makna
dan isyarat yang terkndung didalamnya. Contoh : dalam syariat haji dan qurban B. AL-SUNNAH • AL-Qur’an yang berisi adungan hukum secara global yang membutuhhkan penjelasan operasional. Nabi Muhammad SAW, sebagai penyampai ajaran Al-Qur’an diberi otoritas oleh Allah untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang telah diwahyukan kepadanya’
• Al-Sunnah baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun dalam
bentuk taqrir berkedudukan sebagai sumber kedua setelah Al=Qur’an.
• Kedudukan Al-Sunnah, didasarkan kepada argumen :
1. Taat kepada Rasul 2. Iman kepada Rasul 3. Perbuatan Rasu berdasar pada wahyu FUNGSI AL-SUNNAH SEBAGAI PENJELAS AL-QUR’AN DAPAT DILIHAT DARI TIGA BENTUK :
1) Menetapkan dan mempertegas hukum-huukum yang
tersebut dalan Al-Qur’an (MENGULANG)
2) Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
disebabkan sifatnya masih umum dan mutlak seperti, hadis mengikuti praktik shalat nabi untuk menjelaskan perintah shalat dalam Al-Qur’an
3) Al-Sunah, menetapkan suatu hukum yang secara jelas tidak
ditetapkan dalam Al-Qur’an (hakekatnya memperluas hukum, bukan membuat sendiri huukum). Contoh: Keharaman memakan bangkai, darah, dan sembelihan yang tidak dengan nenyebut nama Allah ( QS, Al-Maidah : 3) C. AKAL DAN PROYEKSI IJTIHAD • PENGERTIAN AKAL : Terdapat didalam otak seseorang yang digunakan untuk berpikir berdasarkan pemikiran itu lahirlah suatu idea atau gagasan mengenai suatu masalah yang dipikirkan
• PERAN AKAL : 1. MEMAHAMI NILAI-NILAI AJARAN AGAMA 2. AKAL BEERTUUGAS MEMILIHH DAN MENYELEKSI DOKTRIN AGAMA ( TEMPORER=MADANIYAH, DAN KONTEMPORER=MAKKIYAH) PROYEKSI IJTIHAD
• IJTIHAD (bahasa) : usaha yang keras dan bersungguh-sungguh
• IJTIHAD (istilah) : berusaha menetapkan hukum terhadap masalah yang bbelum ada ketetapan hukum dalam Al=Qur’an dan Hadis, yang dilakukan secara cermat dan pikurann yang murni serta berpedoman pada aturan penetapan hukum yang benar
• RUJUKAN IJTIHAD : AL-QUR’AN DAN HADIS
• IJTIHAD DITETAPKAN DENGAN BEBERAPA CARA : IJMA’ DAN QIYAS. • IJMA’ : kesepakatan para mujtahid pada suatu masa setelah Rasulullah wafat terhadap suatu masalah. QIYAS: menetapkan hukum dengan cara menghubungkan suatu perkara yang sudah ada ketetapan hukumnya terhadap masalah lain yang dihadapi dan belum ada ketetapan hukkumnya, sedang antara eddduanya sama- sama memiliki sebab yang bisa disepadankan. MEDIA PENETAPAN HUKUM DALAM AL-QUR’AN
1. Kalimat perintah (amar): secara
tegas untuj mmelaksanakan perbuatan
2 . Mengkaitkan perntahh dengan
jjanji baik dan buruk
3. Ibarat, dapat mengandung
keharusan seperti menunggu bagi istri yang diceraikan dan menunjuka lternatif seperti kebolehhan mmelakukan ijma’ pada malam ramadhhan