Anda di halaman 1dari 121

PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI
Y C I
PPh PPN PBB
PENGERTIAN

PAJAK ATAS
KONSUMSI BARANG
DAN JASA

 Pribadi
 Pemerintah DIKENAKAN BERTINGKAT
PAJAK
 Badan DI TIAP JALUR
PERTAMBAHA • PRODUKSI
N NILAI • DISTRIBUSI

DALAM DAERAH
PABEAN
PERKEMBANGAN PAJAK TIDAK LANGSUNG
DI INDONESIA
PAJAK PEMBANGUNAN I
UU No 32/1956
1 Juni 1947

MENJADI PAJAK DAERAH

PAJAK PEREDARAN
mulai berlaku 1 Januari 1951

UU No 12/1950

PAJAK PENJUALAN UU No 19 Drt/1951


mulai berlaku 1 Oktober 1951 jo UU No 35/1953

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


mulai berlaku 1 April 1985
UU No 8/1983 stdd UU No 11/1994 stdd UU 4
No 18/2000 stdtd UU No 42/2009
UU PPn 1951

Menganut dualisme sistem pemungutan pajak

Bagi wp mampu pembukuan menggunakan


Kelemahan Self assessment system
Bagi wp non pembukuan menggunakan
official assessment system

Menganut tarif majemuk (multiple rate)

Dlm pelaksanaannya menimbulkan pengenaan


pajak berganda (bersifat kumulatif)

REFORMASI SISTEM
PERPAJAKAN NASIONAL 1983

UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984 5


DASAR HUKUM DAN NAMA UU PPN
UU NOMOR 8 TAHUN 1985
PERUBAHAN I PERUBAHAN II PERUBAHAN III
UU No. 11/1994 UU No. 18/2000 UU No. 42/2009

Pasal 1 s.d 17 Pasal 1 s.d 16C Pasal 1 s.d 16F


Tidak berurutan Tidak berurutan Tidak berurutan

Pasal 18 : Peraturan Peralihan

Pasal 19 : Hal-hal yang belum diatur dalam UU in diatur Lebih Lanjut dengan PP

Pasal 20 : UU ini dapat disebut UU Pajak Pertambahan Nilai 1984

Pasal 21: UU ini berlaku pada tanggal 1 Juli 1984

NAMA TETAP : UU PPN 1984


6
LATAR BELAKANG

Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional, serta
1

internasional;

2 ●
Perkembangan transaksi bisnis;

3 ●
Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa;

Adanya gagasan untuk memberikan restitusi bagi pengusaha yang melakukan


4

ekspor JKP dan BKP tidak berwujud;

Adanya gagasan untuk mendorong turis asing untuk berbelanja lebih banyak di
5

Indonesia dengan memberikan restitusi PPN atas barang yang dibeli oleh turis asing;

6 ●
Perubahan UU KUP.
TUJUAN

1 Meningkatkan kepastian hukum

2 Menyederhanakan sistem PPN

3 Mengurangi biaya kepatuhan

4 Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

5 Mengamankan penerimaan pajak

6 Mengurangi distorsi dan peningkatan kegiatan ekonomi


LEGAL KARAKTER PPN

a PPN SEBAGAI PAJAK TIDAK LANGSUNG DAN PAJAK


OBJEKTIF
b PPN BERSIFAT MULTI STAGE LEVY NAMUN NON
KUMULATIF
c METODE PERHITUNGAN PPN INDIRECT SUBTRACTION
METHOD
d PPN ADALAH PAJAK ATAS KONSUMSI DALAM NEGERI
SEHINGGA NETRAL
e PPN INDONESIA MENERAPKAN TARIF TUNGGAL
f PPN INDONESIA TERMASUK TIPE KONSUMSI
9
a PPN adalah PAJAK TIDAK LANGSUNG

NEGARA
Penanggung Pemikul beban
jawab pajak PPN PPN
pajak

BARANG/JASA
PENJUAL
PEMBELI BKP/
BKP/ PPN PENERIMA JKP
PEMBERI JKP

 Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan


konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak
(destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas penyetoran
pajak ke kas negara berada pada pihak-pihak yang berbeda.
 Dlm hal Pembeli sdh membayar harga barang/jasa termasuk PPN
kepada Penjual, sama halnya dengan Pembeli sudah menyetor PPN
ke Kas Negara.
 Dlm hal Penjual tidak memungut PPN dari Pembeli, PPN merupakan
tanggung jawab Penjual. 10
a PPN adalah PAJAK OBJEKTIF

PAJAK OBJEKTIF

Timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh


adanya objek pajak

Kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan

Tidak memperhatikan azas keadilan pemungutan


pajak

Dampak regresif (kesenjangan beban pajak)

Untuk mengurangi regresivitas PPN, bagi


konsu-men BKP Mewah dikenakan PPnBM di
samping PPN 11
MULTI STAGE LEVY
INDUSTRI BENANG
b PPN Benang

INDUSTRI TEKSTIL
PPN Tekstil

INDUSTRI GARMEN
PPN Garmen

PEDAGANG BESAR
PPN Garmen

PEDAGANG ECERAN
PPN Garmen

KONSUMEN
12
MULTI STAGE LEVY NON KUMULATIF

PK = PPN =
100.000 SETOR
PABRIKAN 100.000

HARGA JUAL =1.000.000 PPN PUNGUT


100.000

PM = 100.000 PPN =
DISTRIBUTOR SETOR
PK = 120.000 20.000

HARGA BELI =1.000.000


PPN PUNGUT
NILAI TAMBAH = 200.000
HARGA JUAL =1.200.000
120.000

PM = 120.000 PPN =
PEDAGANG 30.000 SETOR
PK = 150.000

HARGA BELI = 1.200.000


NILAI TAMBAH = 300.000 PPN PUNGUT
HARGA JUAL= 1.500.000 150.000 TOTAL PPN SETOR
150.000

KONSUMEN BEBAN PAJAK 13


Perbandingan antara
PERBANDINGAN PPn KUMULATIF& PPN NON KUMULATIF
PPn kumulatif dg PPN non kumulatif

KAS NEGARA PABRIKAN KAS NEGARA

PPn HARGA JUAL HARGA JUAL PPN


100.000 1.000.000 1.000.000 100.000

PEDAGANG PPN
BESAR 30.000
HARGA BELI = 1.100.000 HARGA BELI = 1.000.000
PPn NILAI TAMBAH = 300.000 NILAI TAMBAH= 300.000 PPN
140.000 HARGA JUAL=1.400.000 HARGA JUAL = 1.300.000 130.000

PEDAGANG PPN
ECERAN 20.000

PPn HARGA BELI = 1.540.000 HARGA BELI = 1.300.000


NILAI TAMBAH = 160.000 NILAI TAMBAH = 200.000
PPN
170.000 HARGA JUAL =1. 700.000 HARGA JUAL= 1. 500.000 150.000

KONSUMEN NON KUMULATIF14


KUMULATIF
c
SISTIM PEMUNGUTAN PPN
SISTEM PEMUNGUTAN PPN
Nilai Tambah
(Value Added)

HARGA BELI BIAYA

BH. BAKU = 300 PENYUSUTAN = 100


BH. PEMBANTU = 200
Lain-lain = 400 + BUNGA/SEWA = 300
GAJI/UPAH = 300 = HARGA JUAL
2000
----------- LABA USAHA = 400
JUMLAH = 900
JUMLAH = 1100

Nilai Tambah = 1100


SUBTRACTION METHOD ADDITION METHOD
INDIRECT
SUBTRACTION/CREDIT/INV
15
OICE METHOD
CALCULATION METHOD METODE PENGHITUNGAN

INDIRECT SUBTRACTION/
SUBTRACTION METHOD
INVOICE/CREDIT METHOD

HARGA JUAL = 2.000 HARGA JUAL = 2.000


HARGA BELI = 900 PPN = 10% x 2.000 = 200
DPP = 1.100 HARGA BELI = 900
PPN 10% = 110 PPN = 10% x 900 = 90
PPN DISETOR KE -
KAS NEGARA = 110
ADDITION METHOD

PENYUSUTAN = 100
BUNGA = 300
GAJI/UPAH = 300
LABA USAHA = 400
Jumlah = 1.100
PPN 10% = 110
d PPN adalah PAJAK ATAS KONSUMSI DALAM NEGERI

PPN

BUKAN PAJAK MENGANUT


ATAS KEGIATAN BISNIS DESTINATION PRINCIPLE

PEMIKUL BEBAN PAJAK DIKENAKAN


DI TEMPAT TUJUAN
PAJAK ADALAH BARANG/JASA
KONSUMEN AKAN DIKONSUMSI

DALAM HAL MENYANGKUT ARUS LINTAS BATAS WILAYAH


(CROSS BORDER AREA), TEMPAT KONSUMSI/PEMANFAATAN
MERUPAKAN FAKTOR DOMINAN MENIMBULKAN UTANG PAJAK
17
NETRALITAS PPN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


SISTEM
SISTEM PEMUNGUTAN
PEMUNGUTAN
PAJAK
PAJAK PENJUALAN
PENJUALAN

PAJAK ATAS KONSUMSI


BARANG JASA
NETRAL

INTERNAL EKSTERNAL
NEUTRALITY NEUTRALITY

DESTINATION
CONSUMTION PRINCIPLE

PRODUCTION &
DISTRIBUTION
DESTINATION PRINCIPLE
DESTINATION
DESTINATIONPRINCIPLE
PRINCIPLE
dan NETRALITAS PPN

Destination Principle

PPN PPN PPN PPN PPN PPN


LN
DN
BKP JKP BKP TDK JKP BKP TDK BKP
 BERWUJUD BERWUJUD

Pemanfaatan Ekspor

BKP/JKP
PRODUKSI
DLM NEGERI PPN
19
YURIDICAL & ECONOMIC
DESTINATION PRINCIPLE
Menyimpang dr prinsip
Selain JKP dlm PMK-70/2010 stdd
PMK-30/2011 kena PPN DN
Economic
Destination Principle Destination Principle

PPN PPN PPN PPN 0% PPN 0% PPN 0%


LN
DN
BKP JKP BKP TDK JKP BKP TDK BKP
 BERWUJUD BERWUJUD

Pemanfaatan Ekspor

BKP/JKP
PRODUKSI PPN
DLM NEGERI 20
CONTOH
BATA BATA
VAT VAT
VAT VAT
1 3 4
LN
DN PPN PPN PPN 0%

HARGA EKSPOR BIAYA HARGA EKSPOR BIAYA

2 TDK DPT TDK DPT


DIKREDITKAN DIKREDITKAN
BALLY PPN BATA BATA BATA
PPN PPN

KULIT BOX JKP KULIT BOX JKP

Dlm hal ekspor dikenakan PPN dg tarif 0%, maka PPN atas perolehan BKP/JKP dpt di-
kreditkan oleh Pabrik Sepatu Bata, maka tdk perlu dibebankan sbg biaya shg tdk ma-
suk ke dlm Harga Ekspor. Sepatu Bata produksi Indonesia di negara tujuan dikenakan
VAT satu kali sama dengan sepatu Bata produksi setempat.
21
e Tarif Tunggal

Tarif PPN
Dengan PP tarif
dinaikkan setinggi2nya
10% 15% atau diturunkan
serendah2nya 5%.

• Impor BKP/BKP TB/JKP


• Penyerahan DN 0%
• Membangun Sendiri Ekspor BKP/BKP
• Penyerahan Aktiva Psl 16D TB/JKP

PPnBM 10% - 200%


22
f CONSUMPTION TIPE VAT

GROSS PRODUCT TYPE Biaya pembelian barang


VAT modal tdk dpt dikurangkan
dari DPP.
TIPE VAT

CONSUMPTION TYPE Biaya pembelian barang


VAT modal dpt dikurangkan
seluruhnyadari DPP

Membantu likuiditas perusahaan


Kelebihan
Menunjang iklim investasi yang sehat
Mendorong pengusaha secara berkala
melakukan regenerasi barang modal
Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda

Biaya pembelian barang


NET INCOME TYPE modal dikurangkan dari DPP
VAT sebanding dg penyusutan
23
Mekanisme PPN Indonesia
1. Indirect Substraction Method
2. Direct Subtraction Method
3. Self Imposition Method

Ringkasan
24
Indirect Substraction Method
Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN
yang bersifat umum
KAS
NEGARA
Harga +PPN

PPN PKP BKP/JKP


SIAPAPUN

FAKTUR PAJAK

 Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk
memungut pajak yang terutang yang disebut Pajak Keluaran
a. Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga membayar
pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan (input tax).
b. Pada akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran.
25
Direct Subtraction Method
 Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN yang bersifat
khusus
 Metode yang menggunakan Bendaharawan Pemerintah dan
KPKN sebagai pemungut PPN atas transaksi pembayaran yang
dilakukan bendaharawan dengan menggunakan dana dari
APBN/APBD
Bayar hanya sebesar harga
Jual
KAS
PPN NEGARA

PKP BKP/JKP WAPU


FP + SSP
26
Self Imposition Method
Pemungutan PPN yang dilakukan sendiri
oleh perusahaan ataupun orang pribadi
yang melakukan usaha.
Contoh
1. pemanfaatan JKP/BKP tak berwujud
oleh PKP dan Bukan PKP,
2. objek PPN pasal 16 C atas kegiatan
membangun sendiri
Ringkasan Mekanisme PPN KAS NEGARA
BAHAN BAKU / SSP a.n.
PEMBANTU PT.MEDIKO
FP PPN Nilai Impor = 90.000.000 PPN= 14.000.000
FP & SSP
10.000.000 PPN Impor = 9.000.000
PPN 14.000.000

Obat / Alat Obat / Alat


KemenKES
PB Kedokteran Kedokteran
PT MEDIKO (PEMUNGUT
FARMASI 100.000.000 140.000.000 PPN)

140.000.000 +
100.000.000 + PPN
10.000.000 SSP PPN 14.000.000

SPT MASA PPN :


PENYERAHAN SEBULAN = 240.000.000
PAJAK KELUARAN 10% x 240.000.000 = 24.000.000
PK DIPUNGUT OLEH PEMUNGUT PPN = 14.000.000
PK DIPUNGUT SENDIRI = 10.000.000
PAJAK MASUKAN = 9.000.000
PPN KURANG BAYAR = 1.000.000 28
OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (1) UU PPN

PPN dikenakan atas


Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
a
yang dilakukan oleh Pengusaha
b Impor Barang Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
c
yang dilakukan oleh Pengusaha
d Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
e
di dalam Daerah Pabean
f Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

g Ekspor Barang Kena Pajak tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak 29
OBJEK PAJAK
PPN dikenakan atas

Pasal 16C

MEMBANGUN SENDIRI YG DILAKUKAN TIDAK DALAM
KEGIATAN USAHA/PEKERJAAN OLEH ORANG PRIBADI/BADAN

Pasal 16D

PENYERAHAN BKP BERUPA AKTIVA YG MENURUT TUJUAN SEMULA TDK
UTK DIPERJUALBELIKAN OLEH PKP, KECUALI PM-NYA TDK DPT
DIKREDITKAN BERDASARKAN Ps 9 AY. (8) HURUF b & c

30
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf a

a
PPN dikenakan atas

Penyerahan BARANG KENA PAJAK di dalam


Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan
Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang
Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1)
maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum
sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum
dikukuhkan.
dikukuhkan. 31
PKP/SEHARUSNYA PKP

PENYERAHAN BARANG DIKENAKAN PPN


DENGAN SYARAT

(Penjelasan Ps. 4
huruf a UU PPN
1984)
YANG DISERAHKAN
BKP/BKP TDK BERWUJUD

DILAKUKAN DI DLM
DAERAH PABEAN

DALAM KEGIATAN
USAHA/PEKERJAAN
PKP

SESUAI KEGIATAN ADA UNSUR


32
SEHARI-HARI PKP PENGULANGAN
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf b

b PPN dikenakan atas


IMPOR Barang Kena Pajak
Setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean
ke dalam Daerah Pabean Pasal 1 angka 9

Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena


Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena
Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat
Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
Jenderal Bea dan Cukai.
siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke
siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke
dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah
dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.
pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf c
c PPN dikenakan atas

penyerahan JASA KENA PAJAK di dalam Daerah


Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan


Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan
Jasa Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang
Jasa Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1)
maupun pengusaha yang seharusnya
maupun pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 34Pajak,
tetapi belum dikukuhkan.
tetapi belum dikukuhkan.
PKP/SEHARUSNYA PKP

PENYERAHAN JASA DIKENAKAN PPN


DENGAN SYARAT

(Penjelasan Ps. 4
huruf c UU PPN YANG DISERAHKAN
1984) JKP

DILAKUKAN DI DLM
DAERAH PABEAN

DALAM KEGIATAN
USAHA/PEKERJAAN
PKP

SESUAI KEGIATAN ADA UNSUR


SEHARI-HARI PKP PENGULANGAN

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa


Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau 35
yang diberikan secara cuma-cuma.
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf d

d PPN dikenakan atas

pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean


di dalam Daerah Pabean

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan


Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan
pajak
pajakyang
yangsama
samadengan
denganimpor
imporBarang
BarangKena
Kena
Pajak,
Pajak,atas
atasBarang
BarangKena
KenaPajak
PajakTidak
TidakBerwujud
Berwujud
yang
yangberasal
berasaldari
dariluar
luarDaerah
DaerahPabean
Pabeanyang
yang
dimanfaatkan
dimanfaatkanoleholehsiapa
siapapun
pundididalam
dalamDaerah
Daerah
Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan
Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.Nilai.
36
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf e

PPN dikenakan atas

pemanfaatan Jasa Kena Pajak


dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

37
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf f
f

PPN dikenakan atas

Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud


oleh
Pengusaha Kena Pajak

38
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf g
g

PPN dikenakan atas

Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud


oleh
Pengusaha Kena Pajak

39
Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK huruf h
h

PPN dikenakan atas

Ekspor Jasa Kena Pajak


oleh
Pengusaha Kena Pajak
Pada ayat (2)
Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena
Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan. 40
JASA KENA PAJAK YG ATAS EKSPORNYA
DIKENAI PPN
(PMK No. 70/PMK.03/2010 stdd PMK-30/PMK.03/2011)

Jasa Maklon Jasa Lainnya

Pemesan berada di luar Daerah Pabe- 1. Jasa yang melekat pada atau jasa
an & tdk memiliki BUT di Indonesia untuk br. bergerak yg dimanfaat-
Spesifikasi & bahan disediakan oleh kan di luar Daerah Pabean yaitu
pemesan jasa perbaikan dan perawatan
Bahan meliputi bahan baku, br. sete-
ngah jadi, bh. penolong yang akan
2. Jasa yang melekat pada atau jasa
diproses menjadi BKP yg dihasilkan
untuk br. tidak bergerak yg terle-
Kepemilikan BKP berada pada pemesan tak di luar Daerah Pabean yaitu
Pengusaha jasa maklon mengirimkan Jasa konstruksi meliputi konsulta-
Produknya berdasarkan permintaan si, pelaksanaan pek. konstruksi,
pemesan & pengawasan pek. Konstruksi.

41
EKSPOR JASA KENA PAJAK
DIKENAI PPN

PKP yg melakukan ekspor JKP wajib membuat Pemberitahuan


Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak

Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak dilampiri dengan invoice


sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen
tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak

Ekspor barang dilaporkan sebagai ekspor BKP


dalam SPT Masa PPN

Pajak Pertambahan Nilai atas:


Jasa Maklon a. perolehan Barang Kena Pajak;
b. perolehan Jasa Kena Pajak;
c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean;
d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
dan/atau
e. impor Barang Kena Pajak,
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 42
OBJEK PAJAK
PASAL 16C DAN PASAL 16D

43
KEGIATAN MEMBANGUN
SENDIRI
(Pasal 16C dan PMK-163/PMK.03/2012)
DASAR HUKUM
UU PPN Pasal 16C

PMK-163/PJ/2012
PER-23/PJ/2012 stdd PER-25/PJ/2012
SE-53/PJ/2012 stdd SE-22/PJ/2013

45
OBJEK PAJAK PASAL 16C

KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

atas kegiatan membangun sendiri terutang


Pajak Pertambahan Nilai
Yang dimaksud dengan Kegiatan Membangun Sendiri adalah kegiatan
membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri
atau digunakan pihak lain.
Bangunan adalah satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria :
a) konstruksi utamanya terdiri kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c) luas keseluruhan paling sedikit 200 m2
46
Pasal 16C dan PMK-163/PMK.03/2012
kegiatan membangun bangunan yang yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

20%

Paling lambat Akhir Bulan berikut

22 Nov 2012 luas 300m2 atau lebih

47
PASAL 16 C : CARA PENGHITUNGAN, SAAT TERUTANG DAN PELAPORAN

Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN dengan tarif 10% dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak yaitu 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya
bangunan.

Tempat PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut
didirikan.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan
kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Pembayaran PPN terutang dilakukan setiap bulan sebesar sebesar 10% x 20% x jumlah biaya yang
dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan wajib disetor ke Kas Negara melalui
Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa
pajak.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran
tersebut kepada KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut berada, dengan lembar
menggunakan lembar ke-3 SSP paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
48
PASAL 16 C : CARA PENGHITUNGAN, SAAT TERUTANG DAN PELAPORAN

Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang
tercantum pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan NPWP orang
pribadi atau badan tersebut.

Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan :
1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
2. angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan
tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan
kegiatan membangun sendiri.
Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat
Setoran Pajak diisi dengan ketentuan dengan diatas tetapi pada huruf b
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri. 49
Pengaturan Baru KMS
(1) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri tidak atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang
ke kas negara, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan atau
verifikasi.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi
atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri :
a. tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau
yang dibayarkan untuk membangun bangunan; atau
b. memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.

PER-23/PJ/2012 sttd PER-25/PJ/2012


Contoh Perhitungan
Pada bulan Desember2012, PT ABC, PKP yang bergerak di bidang perdagangan,
membangun sebuah gedung untuk gudang dengan luas 300 m2. Pembangunan dilakukan
dengan jasa tukang dan mandor serta diawasi sendiri dengan biaya yang dikeluarkan
sebesar Rp 650.000.000,00- dengan rincian sebagai berikut:
a. Biaya pembelian/perolehan tanah Rp 250.000.000,00-
b. untuk pembelian bahan bangunan adalah Rp 275.000.000 (termasuk PPN sebesar Rp
25.000.000);
c. untuk upah tukang Rp 125.000.000,00-
Jawaban:
DPP = 20% x Total Biaya yang dikeluarkan termasuk PPN tetapi tidak termasuk
harga perolehan tanah.
= 20% x (Rp 650.000.000-Rp 250.000.000)
= 20% x Rp 400.000.000,-
= Rp 80.000.000
PPN = 10% x Rp 80.000.000
= Rp 8.000.000,-
51
Penyerahan BKP berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan
(Psl. 16 D)
OBJEK PAJAK
Pasal 16 D

PPN dikenakan atas :

Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak

kecuali,
atas penyerahan aktiva yang PM-nya tidak dapat
dikreditkan

Perolehan BKP/JKP yang tidak Perolehan dan pemeliharaan kendaraan


mempunyai hubungan langsung dengan bermotor sedan dan station wagon, kecuali brg
kegiatan usaha dagangan atau disewakan
(Pasal 9 ayat (8) huruf b) (Pasal 9 ayat (8) huruf c)

PKP harus buat Faktur Pajak


53
Contoh Perhitungan
PT BUDI adalah PKP yang bergerak di bidang industri
tekstil, padal 16 Mei 2010 melakukan penjualan aktiva
berupa satu unit Truck yang semula untuk mengangkut
barang dagangan seharga Rp150.000.000,- kepada PT
PEMBELI BARANG BEKAS, Truck ini dibeli pada 17
Juni 2004 dengan harga Rp250.000.000,-.
Jawaban:
PPN terutang atas penyerahan aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjual belikan (Pasal 16D)
adalah
10% x Rp150.000.000 = Rp15.000.000

54
BKP/JKP
SKEMA BARANG/JASA-INDONESIA

0% Ekspor

BKP/
Dipungut oleh
JKP
pemungut
10 Dipungut
BARANG 10 %
/ JASA %
Non Dipungut

FASILITA
Dibebaskan

FASILITA
BKP/ sendiri

SS
JKP
Tidak
Dipungut
Barang Kena Pajak
Barang Bergerak
Barang Berwujud

Barang Tidak Bergerak

BKP
Dikenakan
PPN
Barang Tidak Berwujud

Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU menetapkan


sebaliknya (Ps 4A ayat 2 UU PPN jo ps 1 PP No 144/2000 sttd PP No 38/2003)

57
BKP Tidak berwujud
1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di
bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau
proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa
lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang
ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
58
BKP Tidak berwujud lanj..
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut
pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut
pada angka 3, berupa:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa; dan
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio; dan
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau
hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 59
NON OBJEK PPN (NON BKP)

(JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAI PPN)


Pasal 4A ayat (2)

1 barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil


langsung dari sumbernya

2 barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat


banyak

3 makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah


makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering

4 uang, emas batangan, dan surat berharga

Pasal 7 PP 1 Tahun 2012


mengamanatkan untuk diatur lebih
60
lanjut di PMK
Non Objek PPN ( Non BKP)

BARANG HASIL PERTAMBANGAN ATAU HASIL PENGEBORAN


YANG DIAMBIL LANGSUNG DARI SUMBERNYA
1
a. Minyak mentah (crude oil);
b. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat;
c. Panas bumi;
d. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit ;
e. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
serta bijih bauksit.
61
Non Objek PPN (Non BKP)
BARANG KEBUTUHAN POKOK
2 YANG SANGAT DIBUTUHKAN OLEH RAKYAT BANYAK

Beras Gabah Jagung Sagu Kedelai


KMK-653/KMK.03/2001
Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur,
diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus

Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,atau dikemas
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas
Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas

Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau


disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
62
Non Objek PPN (Non BKP)

3 MAKANAN DAN MINUMAN YANG DISAJIKAN


DI HOTEL,RESTORAN, RUMAH MAKAN, WARUNG, DAN SEJENISNYA
MELIPUTI MAKANAN DAN MINUMAN
BAIK DIKONSUMSI DI TEMPAT MAUPUN TIDAK

termasuk

makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga


atau katering

63
Non Objek PPN (Non BKP)
4

UANG, EMAS BATANGAN,


SURAT BERHARGA

64
JASA
JASA
( Ps. 1 angka 5 UU PN 1984)
setiap kegiatan pelayanan berdasar suatu perikatan
atau perbuatan hukum yg menyebabkan suatu
barang atau fasilitas atau kemudahan
atau hak tersedia utk dipakai
termasuk jasa yg dilaku-
kan utk menghasilkan barang
karena pesanan atau permin-
taan dg bahan dan atas
petunjuk Pemesan

DIKENAKAN PAJAK

JASA KENA PAJAK

Tiap jasa dpt dikenakan pajak


kecuali UU menetapkan sebaliknya
Ps 1 angka 6 jo Ps 4A ayat (3)
UU PPN 1984 65
NON OBJEK PPN (NON JKP) Pasal 4A ayat (3)

JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PPN

a Jasa tenaga kerja (PMK


Jasa pelayanan kesehatan medis k 83/2012)
b Jasa pelayanan sosial l Jasa perhotelan
c Jasa pengiriman surat dengan
perangko (PMK 93/PMK.03/2012) m Jasa-jasa yang disediakan oleh
d pemerintah dalam rangka
Jasa keuangan (SE 121/PJ/2010)
menjalankan pemerintahan scr
e Jasa asuransi umum (PMK 82/PMK.03/2012)

f n Jasa penyediaan tempat


Jasa keagamaan
parkir (PMK 122/PMK.03/2012)
g Jasa pendidikan o Jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam
h Jasa kesenian & hiburan p Jasa pengiriman uang
dengan wesel pos
Jasa penyiaran yang tidak bersifat
i
iklan (PMK 155/PMK.03/2012) q
Jasa boga atau katering
Jasa angkutan umum di darat dan di air serta
j jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri (PMK 80/PMK.03/12) Pasal 7 PP 1 Tahun 2012 mengamanatkan
untuk diatur lebih lanjut di PMK 66
Non Objek PPN (Non JKP)
a
JASA PELAYANAN KESEHATAN MEDIS
meliputi

jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;


jasa dokter hewan
jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi
jasa kebidanan dan dukun bayi
jasa paramedis dan perawat
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium
jasa psikolog dan psikiater
jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan paranormal

67
Non Objek PPN (Non JKP)
b
JASA PELAYANAN SOSIAL
meliputi

jasa pelayanan panti asuhan, dan panti jompo;


jasa pemadam kebakaran;
jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
jasa lembaga rehabilitasi;
jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman termasuk
krematorium
jasa di bidang olahraga kecuali yg bersifat komersial

68
Non Objek PPN (Non JKP)
c
JASA DI BIDANG PENGIRIMAN SURAT DENGAN
PRANGKO

Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman


surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara
lain pengganti prangko tempel
Tidak Dikenai PPN: Jenis Surat :
a. atas penyerahan jasa pengiriman surat kartu pos
dengan Prangko tersebut dikenai tarif jasa warkat pos
pos yang ditetapkan oleh pemerintah; dan Sekogram
b. cara pelunasan tarif jasa pos sebagaimana bungkusan kecil (s.d. 2 kg)
dimaksud pada huruf a dilakukan dengan dokumen
menggunakan Prangko tempel atau cara
lain pengganti Prangko tempel. PerMenkeu Nomor 93/PMK.03/2012

Cara lain pengganti Prangko tempel adalah cetakan Prangko pada sampul, pada warkat
pos, pada kartu pos, dan pada formulir yang diterbitkan oleh Penyelenggara Pos, atau
cetakan mesin Prangko yang diizinkan oleh Penyelenggara Pos.
d Non Objek PPN (Non JKP)

JASA KEUANGAN
meliputi

jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya

jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:a) sewa guna usaha
dengan hak opsi; b) anjak piutang; c) usaha kartu kredit; dan/atau d) pembiayaan konsumen

jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia

jasa penjaminan

Di jelaskan lebih lanjut dalam SE-121/PJ/2010


70
e Non Objek PPN (Non JKP)

JASA ASURANSI
Yang dimaksud

Jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi :


asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi,
yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen
asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi

71
Non Objek PPN (Non JKP)
f
JASA KEAGAMAAN

meliputi

Jasa pelayanan rumah-rumah ibadah

Jasa pemberian khotbah atau dakwah

Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan

Jasa lainnya di bidang keagamaan

72
Non Objek PPN (Non JKP)
g
JASA PENDIDIKAN

meliputi

jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah :


jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional

jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah

73
Non Objek PPN (Non JKP)
h

JASA KESENIAN DAN HIBURAN

meliputi

semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan

74
Non Objek PPN (Non JKP)
i
JASA PENYIARAN YANG TIDAK BERSIFAT IKLAN
meliputi
jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau
swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan
komersial
PerMenkeu Nomor 155/PMK.03/2012

Atas penyerahan jasa di bidang periklanan yang terkait dengan penyiaran yang tidak
bersifat iklan oleh perusahaan periklanan, production house, atau pihak lainnya,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Dasar Pengenaan Pajak adalah sebesar seluruh nilai penggantian yang diminta atau
seharusnya diminta oleh perusahaan periklanan, production house, atau pihak lainnya.
Dalam hal tagihan atas penyerahan jasa di bidang periklanan dirinci dalam Faktur
Pajak dengan memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa di bidang periklanan
dan tagihan atas jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, Dasar Pengenaan Pajak
adalah nilai lain adalah seluruh tagihan yang diminta atau seharusnya diminta atas
penyerahan jasa di bidang periklanan, tidak termasuk tagihan atas jasa penyiaran yang
tidak bersifat iklan.
PMK-80/PMK.03/2012 Non Objek PPN (Non JKP)
j
JASA ANGKUTAN UMUM DI DARAT DAN DI AIR SERTA JASA
ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI YANG MENJADI BAGIAN
YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI JASA ANGKUTAN UDARA
LUAR NEGERI

Jasa angkutan umum di darat Jasa angkutan umum di air


meliputi: meliputi:
• jasa angkutan umum di jalan • jasa angkutan umum di laut;
• jasa angkutan umum di sungai
• jasa angkutan umum Kereta
dan danau; dan
Api. • jasa angkutan umum
Tidak termasuk dalam pengertian jasa angkutan penyeberangan.
umum Kereta Api adalah dalam hal jasa angkutan
menggunakan Kereta Api yang disewa atau yang Tidak termasuk dalam pengertian jasa angkutan
dicarter. umum di air adalah dalam hal jasa angkutan
menggunakan Kapal yang disewa atau yang
dicarter.

Jasa angkutan umum di jalan tidak


dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan kendaraan bermotor
menggunakan Kendaraan Angkutan dengan tanda nomor kendaraan dengan
Umum di ruang lalu lintas jalan, dengan dasar kuning dan tulisan hitam
76
dipungut bayaran.
k Non Objek PPN (Non JKP)
JASA TENAGA KERJA
meliputi PerMenkeu Nomor 83/PMK.03/2012
Jasa tenaga kerja
a. tenaga kerja tersebut menerima imbalan dalam bentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya; dan
b. tenaga kerja tersebut bertanggung jawab langsung kepada pengguna jasa tenaga kerja atas jasa tenaga kerja
yang diserahkannya.

Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut
a. pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tersebut semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga
kerja, yang tidak terkait dengan pemberian Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konsultasi, jasa pengurusan perusahaan, jasa bongkar muat, dan/atau jasa lainnya;
b. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau
sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
c. pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan
setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja; dan
d. tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja. SE-47/PJ/2012

Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja


a. jasa penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yang telah
memperoleh izin atau terdaftar di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
b. kegiatan pemagangan yang dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan
77
pelatihan bagi tenaga kerja.
Non Objek PPN (Non JKP)
l
JASA PERHOTELAN

meliputi

Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah


penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yg terkait dgn
kegiatan perhotelan untuk tamu yg menginap

Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di


hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel

78
Non Objek PPN (Non JKP)
m
JASA YANG DISEDIAKAN PEMERINTAH DALAM RANGKA
MENJALANKAN PEMERINTAHAN SECARA UMUM
meliputi
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum merupakan jasa sehubungan dengan kegiatan
pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah sesuai
kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa
tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
Termasuk: Dalam hal Pemerintah melakukan
• pemberian Izin Mendirikan Bangunan, penyerahan jasa selain jasa tersebut, atas
• pemberian Izin Usaha Perdagangan, penyerahan jasa tersebut dikenai Pajak
• pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pertambahan Nilai sesuai peraturan
• pembuatan Kartu Tanda Penduduk, perundang-undangan.
• pemberian Hak Paten, pemberian Merek,
• pemberian Hak Cipta, PerMenkeu Nomor 82/PMK.03/2012
• pembuatan akte kelahiran,
• pembuatan akte nikah, dan
• pemberian Visa.
79
Non Objek PPN (Non JKP)
n
JASA PENYEDIAAN TEMPAT PARKIR
adalah
PerMenkeu Nomor 122/PMK.03/2012

Jasa Penyediaan Tempat Parkir adalah jasa penyediaan atau


penyelenggaraan Tempat Parkir yang dilakukan oleh Pemilik Tempat
Parkir atau Pengusaha Pengelola Tempat Parkir kepada
Pengguna Tempat Parkir dengan dipungut bayaran.
Kecuali,
Jasa Pengelolaan Tempat Parkir adalah jasa yang dilakukan oleh Pengusaha
Pengelola Tempat Parkir untuk mengelola Tempat Parkir yang dimiliki atau
disediakan oleh Pemilik Tempat Parkir, dengan menerima imbalan dari Pemilik
Tempat Parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil.

Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai penggantian yaitu nilai berupa uang, termasuk
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Pengelola
Tempat Parkir kepada Pemilik Tempat Parkir, termasuk imbalan berupa bagi hasil
yang diperoleh oleh Pengusaha Pengelola Tempat Parkir dari Pemilik Tempat 80
Non Objek PPN (Non JKP)
o

JASA TELEPON UMUM DENGAN MENGGUNAKAN LOGAM

adalah

jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin,


yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta

Pertimbangan :
Penggunanya adalah masyarakat kelas bawah dan pelaksanaan
pemungutannya (penerbitan Faktur Pajak-nya) sulit untuk
dilaksanakan

81
Non Objek PPN (Non JKP)
p

JASA PENGIRIMAN UANG DENGAN WESEL POS

pertimbangan

untuk memberikan perlakuan yang sama karena pengiriman uang


dengan wesel pos sama dengan pengiriman uang melalui transfer
oleh bank, yang tidak dikenakan PPN

82
Non Objek PPN (Non JKP)
q
JASA BOGA DAN KATERING
pengertian

Jasa Boga atau Katering adalah :


penyediaan makanan dan atau minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan
dan petugasnya, untuk keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis atau tidak tertulis.
Keperluan tertentu adalah :
a. pesta, resepsi, atau perayaan;
b. perjamuan;
c. rapat atau pertemuan;
d. makan karyawan pada instansi Pemerintah atau Badan Usaha Pemerintah,
perusahaan swasta maupun perusahaan perseorangan;
e. makan untuk pelanggan perseorangan;
f. perlombaan atau pertandingan; atau
g. acara-acara lain yang sejenis

KepMenkeu Nomor 418/KMK.03/2003 (Dicabut)


83
PENYERAHAN
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1)

1 Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian


2 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha (leasing)
3 Penyerahan BKP kepada Pedagang Perantara atau melalui Juru Lelang
4 Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma
5 BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6 Penyerahan BKP dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP antar cabang
7 Penyerahan BKP secara Konsinyasi
8 Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yg dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yg penyerahannya dianggap langsung dari PKP
kepada pihak yg membutuhkan BKP

85
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1) huruf a
1

Penyerahan hak atas BKP karena


suatu perjanjian

Jual beli

Tukar menukar

Jual beli dengan angsuran

Perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas BKP

86
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1) huruf b
2

Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau


perjanjian sewa guna usaha (leasing)
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah penyerahan Barang Kena Pajak
yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi

Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena
Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok
(supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).

87
SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI
SE-129/PJ/2010

BKP berasal dari Pemasok BKP milik Lessor

BKP dianggap diserahkan dari


Pemasok ke Lessee Lessor melakukan 2 penyerahan:

Lessor melakukan jasa pembiayaan Jasa pembiayaan (non objek JKP)


(non objek JKP)
Penyerahan BKP
Pemasok membuat Faktur Pajak kpd
Lessee atas penyerahan BKP Lessor membuat Faktur Pajak kpd
Lessee atas penyerahan BKP
DPP sebesar harga jual dr Pemasok
ke Lessee DPP sebesar harga jual dr Lessor ke
Lessee non bunga pembiayaan

88
TRANSAKSI SALE AND LEASEBACK
SE-129/PJ/2010

Dengan Hak Opsi Tanpa Hak Opsi

Penyerahan BKP dari Lessee ke Penyerahan BKP dari Lessee ke


Lessor (sale) merupakan bukan Lessor (sale) merupakan Objek
Objek BKP BKP

Penyerahan jasa pembiayaan dari Penyerahan jasa pembiayaan dari


Lessor ke Lessee (leaseback) bukan Lessor ke Lessee (leaseback)
Objek JKP merupakan Objek JKP

89
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1) huruf c
3

Penyerahan BKP kepada Pedagang Perantara atau melalui Juru


Lelang

Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “pedagang perantara” adalah orang pribadi atau
badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama
sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan
orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya
komisioner.
Yang dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru lelang Pemerintah atau
yang ditunjuk oleh Pemerintah

90
Penyerahan BKP melalui Juru Lelang

FP

Pemilik BKP Juru BKP Pembeli


(Pemenang
Barang Lelang Lelang)

Tidak ada FP

Bayar SSP

Ps 8 PP 1/2012

Kondisi umum: pemilik barang menerbitkan FP, dalam hal pemilik barang tidak dapat menerbitkan FP, Diatur lebih
pemenang lelang setor sendiri melalui SSP. lanjut di PMK

91
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1) huruf d
4
Pemakaian sendiri dan/atau Pemberian cuma-cuma

Barang Kena Pajak

Penjelasan :
Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah pemakaian untuk kepentingan
pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun
bukan produksi sendiri.
Yang dimaksud dengan “pemberian cuma-cuma” adalah pemberian yang diberikan tanpa
pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli

92
Pemakaian Sendiri
Ps 5 PP 1/2012
Tidak
Dilakukan
Pemungutan OUTPUT Penyerahan Terutang PPN
PPN
(Tidak Dibuat
Produktif Faktur Pajak)

Dilakukan Penyerahan:
Pemakaian pemungutan OUTPUT - Tidak Terutang PPN
Sendiri PPN - Dibebaskan PPN
BKP/JKP FP
(Terutang PPN)
Ps 1A (1) d UU PPN

Dilakukan
Konsumtif pemungutan
PPN
FP

Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif tidak perlu dibuat Faktur Pajak, sepanjang digunakan untuk
melakukan penyerahan yang terutang PPN

93
Contoh Pemakaian Sendiri
Pabrikan
Ban

OUTPUT
Tidak dilakukan
pemungutan PPN Penjualan
(Tidak Dibuat Faktur Terutang Ban
Pajak) PPN
Truk Pengangkut
Ban

Unit Pemakaian
Produksi Sendiri
Ban Ban
OUTPUT
Dilakukan Jasa
pemungutan Angkutan
Tidak
PPN FP Umum
Angkutan Umum Terutang
PPN

94
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
5 Pasal 1A ayat (1) huruf e

Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut


tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan
Penjelasan:
Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian
sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan BKP.
Dikecualikan dari ketentuan ini adalah penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1A ayat (2) huruf e yaitu :
(Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) huruf b dan huruf c)
95
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (1) huruf f

6
Penyerahan BKP dari kantor pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang

Penjelasan :
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak
terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan,
pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak.
Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal atau tempat
kedudukan.
Yang dimaksud dengan “cabang” antara lain lokasi usaha, perwakilan,
unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya

96
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
7
Pasal 1A ayat (1) huruf g

Penyerahan BKP secara Konsinyasi

97
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
8 Pasal 1A ayat (1) huruf h

Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena
Pajak

Penjelasan:
Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk
membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan
nasabah bank syariah (Tuan B).
Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan
bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-
Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh
Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B

98
SKEMA KREDIT PERBANKAN KONVENSIONAL

UANG
PENJUAL
PENJUAL // NASABAH
NASABAH
SUPPLIER
SUPPLIER
BARANG

T I AN A
I L G
ED B A UN
KR EM + B
N G IT
D
PE RE
K
BANK
BANK

 Bank hanya memberikan kredit (uang) pada nasabah untuk beli barang
 Bank tidak terlibat jual beli BKP
 Penyerahan BKP yang terutang PPN dilakukan langsung dari Supplier ke Nasabah
 Bunga merupakan imbalan jasa yang dibebankan Bank kepada nasabah (jasa pembiayaan)
 Jasa pembiayaan termasuk jasa keuangan yang bukan merupakan Jasa Kena Pajak (ps.4A (3) d)
99
SKEMA PEMBIAYAAN SYARIAH

PENJUAL
PENJUAL // ARUS FISIK BRG
NASABAH
NASABAH
SUPPLIER
SUPPLIER
UA
BA NG IN
RA G
NG AR
M
+
A N
N G R
U
A RA G
S
B A N

BANK SYARIAH
BANK SYARIAH

 Untuk memenuhi ketentuan syariah dlm memberikan pembiayaan syariah kepada nasabah, Bank
harus terlibat jual beli barang, tidak hanya memberikan uang (kredit) pada nasabah
 Bank membeli dari Supplier dan menjualnya pada Nasabah
 Terdapat dua transaksi penyerahan BKP yg terutang PPN, yaitu dari Supplier ke Bank Syariah dan
dari Bank Syariah ke Nasabah
 Margin merupakan imbalan jasa yang dibebankan Bank kepada nasabah (jasa pembiayaan)
 Jasa pembiayaan termasuk jasa keuangan yang bukan merupakan Jasa Kena Pajak (ps.4A (3) d) 100
YARRI
I A
AHH
SSYA
SKEMA MURABAHAH (Pasal 1A ayat (1) huruf h)

ARUS FISIK BRG


PENJUAL
PENJUAL // NASABAH
NASABAH
SUPPLIER
SUPPLIER
BA IN
RA UA G
NG NG AR
M
/B +
KP N KP
R A B
/
SU NG
NG A
A AR
B
BANK
BANK
SYARIAH
SYARIAH

Dengan mekanisme passthrough maka penyerahan BKP dianggap diserahkan langsung


dari Supplier ke Nasabah 101
TIDAK TERMASUK
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Pasal 1A ayat (2)

1 Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud KUHD

2 Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang

3 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau


antar cabang dlm hal PKP melakukan pemusatan
4 Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak
yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah
Pengusaha Kena Pajak
5 Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c 102
SE-130/PJ/2010
SKEMA PENYERAHAN
DILUAR DAERAH PABEAN

GUDAN Barang PABRIK


dikirim
G PT A

luar Daerah Pabean Barang


dikirim
Beli
barang

Pesan
PT A barang/kontrak
PT B

Penyerahan BKP dari PT B ke PT A tidak terutang PPN

103
Subjek Pajak
Dalam Pasal 4, 16C dan 16D UU PPN
1984 dapat diketahui Subjek PPN
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1 Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2 Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)

104
Subjek Pajak

PKP PKP& NON PKP


Pengusaha Membangun
Pengusaha Mengekspor Mengimpor Sendiri tidak dlm
Menyerahkan BKP, BKP BKP Kegiatan Usaha
BKP TB & JKP (Ps 4 huruf b) /Pekerjaan
(ps 4 huruf a) (Ps 4 huruf Ps. 16C
f,g & h)

Pengusaha Memanfaatkan
Pengusaha
Menyerahkan BKP TB/JKP
Menyerahkan
Aktiva tdk Dari Luar di dlm
JKP
untuk dijual daerah Pabean
(Ps 4 huruf c)
(Ps. 16D) (Ps. 4 huruf d dan e)
105
KEWAJIBAN PENGUSAHA MELAPORKAN USAHANYA
UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
Ps. 3 A ayat (1) dan (2)

Pengusaha yang melakukan :


 Penyerahan Barang Kena Pajak Di Dalam Daerah Pabean.
 Penyerahan Jasa Kena Pajak Di Dalam Daerah Pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
 Ekspor Jasa Kena Pajak
W
TERMASUK PENGUSAHA KECIL (YG JUMLAH
PEREDARAN BRUTO DAN/ATAU PENERIMAAN BRUTO TDK LEBIH
A DARI Rp600 JUTA) YG MEMILIH UTK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

J MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP

MEMUNGUT PPN / PPn BM YANG TERUTANG


I
MENYETORKAN PPN / PPn BM YANG TERUTANG
B
MELAPORKAN PPN / PPn BM YANG TERUTANG

106
KEWAJIBAN ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN
BKP TIDAK BERWUJUD DAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN
Ps. 3A ayat (3)

ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMANFAATKAN :

- BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN;

- JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN

W
W MEMUNGUT PPN

A YG
MENYETOR, DAN
J TERUTANG

I MELAPORKAN

B
PENGHITUNGAN & TATA CARANYA DIATUR DENGAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN

107
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud PMK-40/PMK.03/2010
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
SE - 147.PJ.2010
Paling lama tgl 15 bln berikutnya sejak
Saat penyetoran
terutang pajak

Paling lama akhir bln berikutnya sejak


Saat pelaporan terutang pajak
PKP SPT Masa PPN

Non PKP SSP

1. Nama dan alamat diisi pihak pemberi BKPTB/JKP


Ketentuan pengisian SSP 2. NPWP diisi 0, kode KPP diisi dimana pemanfaat
terdaftar
3. Wajib Pajak penyetor diisi nama dan NPWP pihak
pemanfaat

Sanksi telat lapor Bunga sesuai UU KUP

108
Pengusaha Kecil
PMK-68/PMK.03/2010

Peredaran Bruto Dapat memilih utk


Dlm 1 th buku Pengusaha
dikukuhkan mjd PKP
=< Rp 600 jt Kecil

Wajib melaksanakan
seluruh Kwjbn PKP
Pengusaha
Menyerahkan
Wajib Lapor Usaha utk
BKP/JKP
Dikukuhkan sbg PKP plg
Lambat Akhir bulan
berikutnya
Dalam Bag. Th Buku
PKP
Peredaran Bruto
diabaikan
> Rp 600 jt

Saat Pengukuhan adalah


Awal Bln Berikutnya setelah
Batas akhir pelaporan usaha 109
Kewajiban Melaporkan Usaha Untuk Dikukuhkan sebagai
PKP
(Pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 jo Pasal 2 UU KUP)

Tidak Denda
Pengusaha Lapor
2% X DPP
Usaha Pasal 14 KUP

Pengusaha yg s.d suatu bulan dlm 1th buku


mencapai jml peredaran/penerimaan bruto
Paling lambat sebelum
> batas maks Pengusaha Kecil
Melakukan penyerahan
paling lambat akhir bulan berikutnya
BKP/JKP
wajib lapor utk dikukuhkan sbg PKP
PMK-68/PMK.03/2010

Wajib
Pengusaha Kecil Dapat memilih untuk melaksanakan
Dikukuhkan menjadi PKP Seluruh Kewajiban
PKP
110
Pasal 11
SAAT TERUTANG PAJAK
(1) Terutangnya pajak terjadi pada saat:

1 Penyerahan BKP;
2 Impor BKP;
3 Penyerahan JKP;
4 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean;
5 Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean;
6 Ekspor BKP Berwujud;
7 Ekspor BKP Tidak Berwujud; Accrual Basis
8 Ekspor JKP;

(2) Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP, atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari
Luar daerah Pabean; saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran

Cash Basis
111
Pasal 17 PP 1 TAHUN 2012 Saat Penyerahan
Pasal 11 UU PPN Pasal 13 UU PPN

Saat Pembuatan
Saat Terutang Pajak Saat Penyerahan
Faktur Pajak

“Saat penyerahan yang merupakan dasar penentuan saat terutang PPN dan saat
pembuatan Faktur Pajak disinkronisasikan dengan praktik yang lazim terjadi dalam
kegiatan usaha yang tercermin dalam praktik pencatatan atau pembukuan berdasarkan
prinsip akuntansi yang berlaku umum serta diterapkan secara konsisten oleh PKP”

“Penyerahan dianggap telah terjadi, apabila resiko dan manfaat kepemilikan barang
telah berpindah kepada pembeli dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut dapat
diukur dengan handal”

“Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang dicerminkan dengan penerbitan


invoice/faktur penjualan yang sekaligus menjadi dokumen sumber dan sebagai dasar
pencatatan pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang”

112
BACK
SAAT TERUTANG PAJAK PER-8/PJ/2010

SAAT LAIN TERUTANG PAJAK

Atas penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh PKP dari


pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP yang
tergolong mewah antar cabang

Terutang PPN Belum terutang PPnBM

PPnBM terutang pd saat penyerahan BKP


tersebut dari PKP pusat atau cabang
kepada pihak lain

113
TEMPAT TERUTANGNYA PAJAK
Ps. 12 ayat (1), (3), (4)

PEMANFAATAN BKP
PKP IMPOR TDK BERWUJUD/ JKP
DARI LUAR DAERAH PABEAN

TEMPAT TINGGAL/
• TEMPAT TINGGAL,
TEMPAT KEDUDUKAN/
• TEMPAT KEDUDUKAN, TEMPAT BKP TEMPAT KEGIATAN
• TEMPAT KEGIATAN DIMASUKKAN USAHA DARI ORANG
USAHA DILAKUKAN, DAN DIPUNGUT PRIBADI/ BADAN
• TEMPAT LAIN YG MEMANFAATKAN
MELALUI DITJEN
YANG DITETAPKAN BEA CUKAI BKP TDK BERUJUD/ JKP
OLEH DIRJEN PAJAK DARI LUAR DAERAH
PABEAN TERSEBUT

114
Tempat Lain Terutang PPN
SE-27/PJ./2010 jo PER-4/PJ./2010

a. Bagi Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi, Pajak Pertambahan Nilai


atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
terutang di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha atau
tempat lain.
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak Badan, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang di
tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha atau tempat lain.
c. Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) yang mempunyai tempat tinggal tidak sama dengan
tempat kegiatan usahanya, dikukuhkan dan terutang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya di tempat kegiatan
usahanya, sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak
melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya.

115
Pasal 18 PP1/2012 Pemusatan PPN

PKP

Memiliki > 1 Tempat Dapat menyampaikan Pemusatan Tempat


Kegiatan Usaha pemberitahuan Terutang PPN

Administrasi Penjualan
wajib terpusat pada
tempat pemusatan

116
Pemusatan PPN Terutang

Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2
010 tentang
Penetapan Satu Tempat Atau Lebih Seb
agai Tempat Pajak Pertambahan Nilai T
erutang

117
PEMUSATAN TEMPAT
TERUTANGNYA PAJAK TIDAK BOLEH YG
BERADA DI KAWASAN
BERIKAT, KAWASAN
APABILA PKP MEMILIH 1 TEMPAT EKONOMI KHUSUS &
YG MENDAPAT
ATAU LEBIH SEBAGAI FASILITAS
TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG KEMUDAHAN
IMPOR TUJUAN
EKSPOR

PKP HARUS MENYAMPAIKAN PEMBERITAHUAN TERTULIS


KEPADA KANWIL DJP DGN TEMBUSAN KPP YG WILAYAH
KERJANYA MELIPUTI TEMPAT-TEMPAT PPN TERUTANG YG AKAN
DIPUSATKAN

KANWIL DJP DALAM JANGKA WAKTU 14 HARI KERJA SEJAK


DITERIMANYA PEMBERITAHUAN DARI PKP WAJIB MENERBITKAN SURAT
KEPUTUSAN TENTANG PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN PEMUSATAN
TEMPAT PPN TERUTANG

KPP YG MENGADMINSTRASIKAN TEMPAT PPN TERUTANG


DAPAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP PKP YG TELAH
MELAKSANAKAN PEMUSATAN TEMPAT PPN TERUTANG TSB
118
TARIF PPN & PPn BM
(Psl. 7 & Psl. 8 UU PPN)

TARIF 10 %
PPN
(Psl. 7 UU PPN) ATAS EKSPOR 0%

Tarif Efektif PPn 5% terkait penyerahan JKP


di bidang pertambangan yang bersifat lex
specialis
Ps II UU 11/1994

Tarif Efektif 8,4% terkait penyerahan hasil


tembakau
KMK 62/2002

PALING RENDAH 10%


TARIF
PPn BM PALING TINGGI 200 %
(Psl. 8 UU PPN)
ATAS EKSPOR BKP
YG TERGOLONG MEWAH 0%
CARA MENGHITUNG PPN
YANG TERUTANG
Ps. 8A ayat (1) UU PPN

PPN TERUTANG

ADALAH

TARIF PPN X DPP


TERIMA KASIH
&
SUKSES SELALU

Bersama Anda membangun Bangsa

Anda mungkin juga menyukai