Anda di halaman 1dari 339

DISCLAIMER

Informasi yang terdapat dalam handout yang disiapkan oleh


Brevet Pajak UKDW adalah bukan merupakan saran atau nasihat
terkait konsultasi perpajakan atau konsultasi apa pun dan hanya
dapat digunakan untuk tujuan informasi

Brevet Pajak UKDW tidak bertanggungjawab atas kesalahan dan


keterlambatan dalam memperbaharui informasi, serta segala
kerugian yang timbul akibat penggunaan data dan/atau informasi
yang terdapat dalam handout ini

Dilarang keras menyalin, mendistribusikan, memperbanyak dan


membuat ulang atas seluruh dan/atau sebagian isi handout ini
tanpa izin tertulis dari Brevet Pajak UKDW
DAFTAR ISI
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP AB) ............................... 01

PBB, BPHTB, BEA METERAI ........................................................................................ 58

PAJAK PENGHASILAN POT/PUT ................................................................................. 90

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI ..................................................................... 154

PAJAK PENGHASILAN BADAN .................................................................................... 183

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI AB ............................................................................... 234

AKUNTANSI PERPAJAKAN ......................................................................................... 278

PEMERIKSAAN PAJAK ................................................................................................ 292

SENGKETA PAJAK ....................................................................................................... 312

TINDAK PIDANA PERPAJAKAN .................................................................................. 324


KETENTUAN
UMUM DAN
TATA CARA
PERPJAKAN
(KUP A)

Jenis-jenis Pajak

PAJAK PUSAT PAJAK DAERAH


1. Pajak Penghasilan Contoh-Contoh Pajak Daerah:
2. Pajak Pertambahan Nilai & PPnBM 1. Pajak Kendaraan
3. Bea Materai 2. Pajak Hotel & Restoran
4. PBB-P3 (Pertambangan, 3. Pajak Hiburan
Perkebunan, dan Perhutanan) 4. BPHTB, PBB-P2
5. Dan lain-lain

Yang akan dipelajari Bapak/Ibu di UU No 1 Tahun 2022 HKPD (Hubungan Keuangan


BREVET PAJAK adalah PAJAK PUSAT antara Pemerintah Pusat & Pemerintah Daerah)

1
Hukum Pajak

FORMIL MATERIL
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN),
PERPAJAKAN (KUP), PENAGIHAN PAJAK PENGHASILAN (PPh),
PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH (PPnBM)

Akan dipelajari oleh Bapak/Ibu di


Yang akan dipelajari Bapak/Ibu pertemuan-pertemuan Brevet selanjutnya
pada pertemuan hari ini adalah
HUKUM PAJAK FORMIL UU KUP

Pajak Penghasilan
1. PPh 21
2. PPh 22
3. PPh 23
4. PPh 24 → Dipelajari di Brevet C
5. PPh 25
6. PPh 26 → Dipelajari di Brevet C
7. PPh Final

2
Kewajiban Pajak (Umum)
Pembelian Barang
Suplier Barang
PPN & PPh 22

Pengadaan Jasa Penjualan Barang dan Jasa


Suplier Jasa
PPN, PPh 21,23,26, 4(2) PPN, PPnBM
Customer
Bunga Pinjaman WAJIB PAJAK
Kreditur PPh 23,26 PPh 23, 4(2)
Deviden/Bagian laba WAJIB
PAJAK
Pesero PPh 23,26

PPN KMS PPh 21 Gaji,dll. PPN


PPh 26
Membangun sendiri
Menjual aktiva tetap
bangunan
Pegawai

Agar Kewajiban Pajak


Bisa Dilakukan

PPh PPN

NPWP PKP
(NOMOR POKOK WAJIB PAJAK) (PENGUSAHA KENA PAJAK)

3
DEFINISI
WAJIB PAJAK
Orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Definisi NPWP
Nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.

4
Kapan Ada
Kewajiban Ber-NPWP?
Setiap Wajib Pajak yang telah
memenuhi PERSYARATAN
SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
wajib mendaftarkan diri pada kantor
DJP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak.

Contoh NPWP
KPP Terdaftar

XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX
Nomor Registrasi KPP Status

Nama Wajib Pajak Nomor Induk Kependudukan

Alamat
Wajib Pajak

● 9 digit pertama adalah nomor Register/Identitas Anda


● Digit ke 10,11,12 adalah kode KPP dimana anda terdaftar
Kode KPP Pratama Sleman : 542
● 3 digit terakhir adalah status Anda (status suami/istri...pusat/cabang)

5
POKOK PERUBAHAN UU HPP
PENGGUNAAN NIK SEBAGAI NPWP ORANG PRIBADI
• Integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan
bertujuan mempermudah WP OP melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban
perpajakan demi kesederhanaan administrasi & kepentingan nasional.

• Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta


menyebabkan setiap orang pribadi membayar pajak.
Pembayaran pajak dilakukan apabila:
• Penghasilan setahun di atas batasan PTKP
• Peredaran bruto di atas 500 juta per tahun bagi
pengusaha yang membayar PPh Final 0,5%
(PP-23/2018).

PENAMBAHAN
UNDANG UNDANG HPP
Pasal 2 ayat (1a) dan ayat (10)

NPWP DAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN


(1a) Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia
menggunakan Nomor Induk Kependudukan.

(10) Dalam rangka penggunaan Nomor Induk Kependudukan


sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a), menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan
dan data balikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan
untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

----
SEBELUMNYA
Tidak Ada

6
NIK MENJADI NPWP
(PMK-112/PMK.03/2022)

Terhitung sejak 14 JULI 2022. Format NPWP menjadi:


• NIK → Bagi WP Orang Pribadi Penduduk
• 16 Digit Angka → Bagi WP selain Orang Pribadi bukan Penduduk,
WP Badan dan WP Instansi Pemerintah
• Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha → Bagi WP Cabang

NPWP Format Lama masih dapat digunakan s.d 31 Desember 2023, karena belum
seluruh layanan administrasi dapat mengakomodir NPWP dengan format baru.
Mulai 1 Januari 2024, seluruh layanan administrasi perpajakan dan layanan lain yang
membutuhkan NPWP, menggunakan NPWP Format Baru

NIK MENJADI NPWP


(PMK-112/PMK.03/2022)
Pendaftaran WP Baru
• Bagi WP Orang Pribadi Penduduk
Aktivasi NIK sebagai NPWP dan tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit (hanya s.d 31 Des 2023)
• Bagi WP Selain Orang Pribadi Bukan Penduduk
Diberikan NPWP dengan format 16 digit
• Bagi WP Cabang
Diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dan tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit
(hanya s.d 31 Des 2023)

Ketentuan NPWP untuk WP OP yang Sudah Lama Terdaftar


NIK sudah dapat berfungsi sebagai NPWP dengan format baru bagi Wajib Pajak
lama. Namun akan terdapat 2 status NIK, yaitu:
• Valid. Berarti NIK sudah bisa berfungsi sebagai NPWP
• Belum Valid. Berarti NIK belum bisa berfungsi sebagai NPWP
(akan dilakukan permintaan klarifikasi oleh DJP bagi NIK yang belum valid)

7
Kewajiban
NPWP Orang
Pribadi?

Lihat sumber
penghasilannya

8
DEFINISI
BADAN
Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha atau tidak, TERDIRI DARI:
1. Badan Hukum
Contohnya: PT, Koperasi, Yayasan, Perkumpulan, dll.
2. Badan lainnya CV bentuk kerjasama 2 atau lebih orang
untuk membuat usaha/kegiatan

KEWAJIBAN NPWP BADAN:


Sejak berdiri atau usaha/kegiatan
dilakukan.

SURAT
KETERANGAN
TERDAFTAR
(SKT)

9
ORANG PRIBADI
ORANG PRIBADI
TIDAK
MENJALANKAN
MENJALANKAN
USAHA/PEKERJAAN
USAHA/PEKERJAAN
BEBAS
BEBAS

PENGHASILAN
TIDAK MELIHAT PENGHASILAN TIDAK MELEBIHI
UNTUNG/RUGI MELEBIHI PTKP PTKP

TIDAK
WAJIB WAJIB

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK


2016-
Keterangan s.d. 2008 Mulai 2009 2013-2014 2015
sekarang
WP sendiri 13.200.000 15.840.000 24.300.000 36.000.000 54.000.000
Status kawin 1.200.000 1.320.000 2.025.000 3.000.000 4500.000
Tanggungan *
1.200.000 1.320.000 6.075.000 9.000.000 13.500.000
(max 3 orang)
Istri yang
penghasilannya
13.200.000 15.840.000 24.300.000 36.000.000 54.000.000
digabung dengan
suami

TANGGUNGAN:
1. Keluarga sedarah & semenda dalam garis keturunan lurus, termasuk anak angkat
yang ditanggung sepenuhnya.
2. Ditentukan Per 1 Januari
3. Termasuk Anak Angkat dan Anak Tiri

10
DST DST
PENGERTIAN
K/N K/N MT HUBUNGAN KELUARGA

ORTU MERTUA KETERANGAN :


K/N : Kakek/Nenek
SUAMI ISTERI ORTU : Orang Tua
AK : Anak Kandung
AA : Anak Angkat
AK/AA AK/AA AT AT : Anak Tiri
CK : Cucu Kandung
CK CK CT CT : Cucu Tiri

DST DST DST


SEDARAH SEMENDA

Dimana Mendaftar NPWP

KPP yang TEMPAT


ORANG PRIBADI mewilayahi USAHA
TEMPAT TINGGAL/DOMISILI
sesuai KTP

KPP yang TEMPAT


BADAN mewilayahi: USAHA/CABANG

TEMPAT KEDUDUKAN/PENDIRIAN

Atau secara online (e-registration) / www.pajak.go.id

11
Contoh Kantor Pelayanan Pajak
Di Wilayah D.I.Yogyakarta

KODE KPP PRATAMA KODE KPP PRATAMA


YOGYAKARTA SLEMAN
xx.xxx.xxx.x-541.xxx xx.xxx.xxx.x-542.xxx

KODE KPP PRATAMA KODE KPP PRATAMA


BANTUL WATES
xx.xxx.xxx.x-543.xxx xx.xxx.xxx.x-544.xxx

Contoh Kepemilikan NPWP


Wajib Pajak Orang Pribadi

Tn. Hendro Kartiko, karyawan PT. ABC, tinggal di Ngaglik, Sleman.


Istrinya memiliki toko permata di Sleman dan Magelang.

NPWP PUSAT: NPWP MAGELANG:


08.123.456.7-542.000 08.123.456.7-528.001

NPWP SLEMAN:
08.123.456.7-542.001

12
UNDANG UNDANG HPP Pasal 2 ayat 5 DIHAPUS

SEBELUMNYA
“Jangka waktu pendaftaran dan
pelaporan serta tata cara pendaftaran
dan pengukuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) termasuk penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.“

Konsekuensi Kepemilikan NPWP

Kewajiban kepada pihak NPWP Terdaftar


lain
1. Menghitung
2. Memotong
3. Menyetor Seluruh
4. Melaporkan kewajiban
Kewajiban kepada diri Pajak harus
sendiri: dipenuhi
1. Menghitung
2. Menyetor
3. Melaporkan

13
Konsekuensi Kepemilikan NPWP

2. MEMOTONG 4. MELAPORKAN
Mengambil x% dari Melaporkan kegiatan hitung,
penghasilan yang kita potong, dan setor dengan
bayarkan ke pihak lain Surat Pemberitahuan (SPT)

1. MENGHITUNG 3. MENYETOR

SESUAI KETENTUAN Sebesar x% yang telah kita


UU: PPh 21,23,25, dll. potong disetorkan ke
Pos/Bank dengan sarana
E-Billing

Kewajiban Kepada Diri Sendiri

Pembayaran pajak atas penghasilan yang


diterima/diperoleh-dibayar setiap bulan PPh Pasal 25

Pembayaran pajak atas penghasilan yang


diterima/diperoleh-dibayar pada akhir tahun PPh Pasal 29
jika ada kekurangan pajak
Pembayaran pajak atas transaksi tertentu
yang ditetapkan tersendiri sesuai UU, seperti PPh Pasal 4 ayat (2)
Pengalihan Tanah/Bangunan

14
Kewajiban Kepada Pihak Lain

1. PPh Pasal 21 : Pajak atas


penghasilan yang diperoleh
pihak lain (OP) atas pekerjaan,
jasa, jabatan, kegiatan yang
dilakukan - setiap bulan
2. PPh Pasal 23 : Pajak atas
penghasilan berupa deviden,
bunga, royalti, sewa, jasa, dan
imbalan tertentu yang diterima
Subyek Pajak Dalam Negeri

15
Batas Waktu Pembayaran, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak

KEWAJIBAN BULANAN:

Jenis Pajak Batas Menyetor Batas Pelaporan


PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 23/26 Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 4 ayat (2) pemotong Tanggal 10 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 4 ayat (2) setor sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya
PPN & PPnBM Akhir bulan berikutnya setelah Akhir bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir dan masa pajak berakhir
sebelum SPT Masa PPN
disampaikan

Batas Waktu Pembayaran, Penyetoran


dan Pelaporan Pajak

KEWAJIBAN TAHUNAN:

Jenis Pajak Batas Waktu


SPT Tahunan PPh Paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak
Wajib Pajak Orang • Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila WP menggunakan
Pribadi tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender
• Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan adalah WP OP yang dalam
satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP
• Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
SPT Tahunan PPh Paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak
Wajib Pajak Badan • Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila WP menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
• Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

16
Contoh
Januari Februari

Tgl 11 Janauri 2022 Tgl 10 Februari 2022 Tgl 20 Februari 2022


Pembayaran sewa penyetoran PPh 23 Pelaporan SPT PPh 23/26
Mobil Rp 10 juta Rp 200 ribu

PEMOTONGAN
PPh 23 DILAKUKAN

Bukti Pemotongan PPh 23 E-BILLING SPT Masa PPh 23/26

SPT Tahunan PPh


1 Januari 2022 31 Desember 2022 31 Maret 2023

Dalam tahun berjalan pernah Tgl 31 Maret pembayaran


Membayar pajak: PPh 29 sebesar Rp 825.000
Sendiri: PPh 25 : 680.000
Dipotong pihak lain : 120.000 E-BILLING

SPT Tahunan: Pelaporan SPT Tahunan


Penghasilan bersih 2022 : 100.000.000
PTKP (K/2) : (67.500.000)
Penghasilan kena pajak : 32.500.000 SPT Tahunan
PPh OP (5% x 32.500.000) : 1.625.000
Kredit Pajak : (800.000)
PPh Kurang bayar : 825.000

17
Penghapusan NPWP
a. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib
Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
b. Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha
c. Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di
Indonesia, atau
d. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor
Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.

KEWAJIBAN
PEMENUHAN SPT
Pasal 3 ayat (1), (2), (3) dan (7)
UU KUP

18
MENGAMBIL SENDIRI
WP

• MENGISI SPT
• MENANDATANGANI
• MENYAMPAIKAN

BATAS WAKTU PENYAMPAIAN


KPP • SPT MASA : PALING LAMBAT 20 HARI
SETELAH AKHIR MASA PAJAK
• SPT TAHUNAN : PALING LAMBAT 3
BULAN (WP OP), 4 BULAN (WP BADAN)
SETELAH AKHIR TAHUN PAJAK
SPT DISAMPAIKAN TETAPI TIDAK / TIDAK
SEPENUHNYA MEMENUHI KETENTUAN (TIDAK
LENGKAP), SPT DIANGGAP TIDAK DISAMPAIKAN.

SPT TIDAK LENGKAP


(SPT TIDAK MEMENUHI KETENTUAN)
Pasal 3 Ayat (7)
A. PENGISIANNYA TIDAK MEMENUHI KETENTUAN FORMAL

1. NAMA DAN NPWP TIDAK DICANTUMKAN DALAM SPT;


2. ELEMEN SPT INDUK DAN LAMPIRAN TIDAK/ KURANG LENGKAP DI ISI;
3. SPT TIDAK DITANDATANGANI WP ATAU DITANDATANGANI KUASA
WP, TETAPI TIDAK DILAMPIRI DENGAN SURAT KUASA KHUSUS;
4. SPT TIDAK ATAU KURANG DILAMPIRI DENGAN LAMPIRAN YANG
DIISYARATKAN; ATAU
5. SPT KURANG BAYAR TETAPI TIDAK DILAMPIRI DENGAN SSP.

19
B. SPT DIANGGAP TIDAK DISAMPAIKAN APABILA TIDAK
MEMENUHI KETENTUAN FORMAL

PENGISIAN SPT
Pasal 3 Ayat (1), (1a) UU KUP

SPT HARUS DIISI DENGAN :


1. Dalam Bahasa Indonesia
2. Huruf latin
3. Menggunakan angka arab
4. Satuan mata uang rupiah (kecuali WP yang telah mendapat izin
Menkeu untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, yaitu
dalam mata uang US $)

KETENTUAN PENGISIAN SPT

01 BENAR
Benar dalam perhitungan, termasuk
dalam penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangan
perpajakan, dalam penulisan, dan 03 JELAS
sesuai dengan keadaan yang Melaporkan asal-usul atau sumber
sebenarnya. dari objek pajak dan unsur-unsur
lain yang harus dilaporkan dalam
02 LENGKAP Surat Pemberitahuan.
Memuat semua unsur-unsur yang
berkaitan dengan objek pajak dan
unsur-unsur lain yang harus
dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan; dan

20
DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN
PENYAMPAIAN SPT
PASAL 3 AYAT (8) UU KUP

DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PENYAMPAIAN


SPT ADALAH:
DIATUR OLEH
MENKEU BAGI
• WP OP BERPENGHASILAN NETTO DIBAWAH PTKP
(UNTUK SPT MASA DAN TAHUNAN)
WP TERTENTU
• WP OP YANG TIDAK MENJALANKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS
(UNTUK SPT MASA)

PENYAMPAIAN SPT
Pasal 6 UU KUP jo. KEP-518/PJ/2000

DENGAN CARA

Disampaikan langsung ke Disamapaikan melalui


Kantor Pelayanan Pajak atau kantor POS secara tercatat.
secara elektronik.

Tanda bukti dan tanggal


WP menerima tanda bukti pengirim dianggap sebagai
dan tanggal penerimaan. tanda bukti dan tanggal
penerimaan.

Atau dengan melalui jasa ekspedisi / jasa kurir yang ditunjuk Dirjen Pajak.

21
SANKSI ADMINISTRASI
TIDAK MENYAMPAIKAN SPT
PASAL 7 (1) UU KUP

WP TERLAMBAT / TIDAK
MENYAMPAIKAN

SPT SPT
MASA TAHUNAN

DENDA DENDA
Rp. 500.000 (SPT PPN) Rp. 100.000 (OP)
Rp. 100.000 (SPT LAIN) Rp. 1.000.000 (BADAN)

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana


dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) tidak dilakukan terhadap:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendaharawan Pemerintah yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

22
SARANA PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 10 Ayat (2) UU KUP

PEMBAYARAN/
PENYETORAN PAJAK

MENGGUNAKAN SURAT SETORAN


PAJAK SECARA ONLINE (E-BILLING)
ATAU SARANA ADMINISTRASI LAIN
YANG DITENTUKAN DIRJEN PAJAK

KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Pasal 28 Ayat (1) UU KUP

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


YANG MELAKUKAN KEGIATAN WAJIB PAJAK
USAHA ATAU PEKERJAAN BADAN
BEBAS

DI INDONESIA

WAJIB MENYERAHKAN PEMBUKUAN

23
DIKECUALIKAN KEWAJIBAN
PEMBUKUAN
PASAL 28 AYAT (2) UU KUP

TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI


WAJIB MELAKUKAN PENCATATAN

WP ORANG PRIBADI PEREDARAN


YANG MELAKUKAN
BRUTO WP ORANG PRIBADI
KEGIATAN USAHA/ YANG TIDAK
PEKERJAAN BEBAS < 4.8 MILYAR
MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA
ATAU
YG DIPERBOLEHKAN MENGHITUNG PEKERJAAN BEBAS
PENGHASILAN NETO DENGAN
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO

SYARAT PEMBUKUAN
Pasal 28 ayat (3), (4), (5), (7) UU KUP

 Harus memperhatikan itikad baik


 Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya
 Diselenggarakan di Indonesia
 Huruf latin
 Angka Arab
 Satuan mata uang Rupiah
 Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing yang diizinkan Menteri Keuangan yaitu bahasa Inggris
 Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas
 Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan &
biaya, serta penjualan & pembelian (sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang)

24
PERUBAHAN TAHUN BUKU DAN ATAU
METODE PEMBUKUAN
Pasal 28 ayat (6) UU KUP

PERUBAHAN

TAHUN BUKU METODE PEMBUKUAN


• Pengakuan Penghasilan & biaya
• Metode Penyusutan Aktiva Tetap
• Metode Penilaian Persediaan

Harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak

PENGERTIAN PENCATATAN
Pasal 28 ayat (9) UU KUP

PENGUMPULAN DATA SECARA TERATUR


Tentang:
 Peredaran atau penerimaan bruto dan atau;
 Penghasilan bruto

SEBAGAI DASAR UNTUK


MENGHITUNG JUMLAH PAJAK TERUTANG,
(termasuk Penghasilan yang bukan objek pajak
dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final)

25
KEWAJIBAN PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN
Pasal 28 ayat (11) UU KUP

PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN YANG MENJADI DASAR


PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN & DOKUMEN LAIN

DILAKUKAN DI INDONESIA
SELAMA 10 TAHUN

BADAN ORANG PRIBADI

Tempat Kedudukan Tempat Kegiatan/


Tempat Tinggal

KEGIATAN PENCATATAN
Pasal 28 ayat (12) UU KUP

1. WP OP YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA


PENCATATAN
ATAU PEKERJAAN BEBAS
WAJIB
DILAKUKAN 2. WP OP YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN
USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS

SYARAT PENCATATAN

1. PENCATATAN HARUS DIBUAT LENGKAP DAN BENAR


2. DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN ;
* YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGAN PEREDARAN
ATAU PENERIMAAN BRUTO DAN ATAU PENGHASILAN BRUTO
* PENGHASILAN YANG BUKAN OBJEK PAJAK DAN ATAU
* PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA FINAL
3. JANGKA WAKTU PENCATATAN MELIPUTI JANGKA WAKTU 12 BULAN,
MULAI TANGGAL 1 JANUARI SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 DESEMBER

26
KUP B KENTENTUAN UMUM DAN
TATA CARA PERPAJAKAN B

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Pasal 3 ayat (4), (5) dan (5a) UU KUP

Apabila SPT Tahunan Tidak Dapat Disampaikan Pada Waktunya, WP Dapat Mengajukan Permohonan
Perpanjangan, dengan syarat:
Diajukan Secara Tertulis
1 Kepada Kepala KPP
Apabila Tidak Disampaikan Dalam Batas
Diajukan Sebelum Batas Waktu Perpanjangan Tersebut Diterbitkan
2 Waktu Penyampaian SPT SURAT TEGURAN
Tahunan Berakhir

Menyampaikan Penghitungan Sementara


3 Pajak Yang Terutang Dan Dilampiri
Laporan Keuangan Sementara

Melampirkan Bukti Pelunasan Atas Perpanjangan Diberikan


4 Kekurangan Penyetoran Pajak Yang Terutang PALING LAMA 2 (DUA) BULAN

27
PEMBETULAN SPT
Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU KUP
SPT Yang Pengisiannya Terdapat Kekeliruan

Dengan Kemauan Sendiri WP Dapat


Melakukan Pembetulan SPT, Dengan SYARAT

1 2 3 4
Pernyataan Tertulis (Dengan Dalam Hal Pembetulan SPT Belum Dilakukan Apabila Kurang Bayar Harus
SPT Pembetulan ybs atau Menyebabkan Rugi Atau Lebih Pemeriksaan Dilunasi Terlebih Dahulu,
beserta lampiran sendiri) Bayar, Jangka Waktunya 2 Tahun Tambahan Sanksi 2% (tarif
Sebelum Daluwarsa Penetapan diubah slide berikutnya) Sejak
Pajak Deadline Penyampaian SPT
Sampai Dengan dibayarnya
Kurang Bayar tersebut

POKOK PERUBAHAN UU CIPTA KERJA


Pasal 8 ayat (2) & ayat (2a) *)Besaran sanksi administrasi
Pasal 9 ayat (2a) & ayat (2b) berupa bunga per bulan
Pasal 14 ayat (3) mengacu ke pada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dan yang
berlaku pada tanggal
dimulainya penghitungan
PAJAK TARIF sanksi dibagi 12, ditambah
SANKSI JUMLAH uplift factor sesuai tingkat
KURANG BUNGA
BAYAR BULAN ** kesalahan Wajib Pajak.
PER BULAN *
**) maksimal 24 bulan.

Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:


1. Kurang Bayar Pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa
2. Pembayaran/penyetoran pajak yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau
jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan
3. PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar atau dari
hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.

28
Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
atas Kemauan Sendiri!
Pasal 8 ayat (3) UU KUP

SPT TELAH TIDAK


Apabila WP:
DISAMPAIKAN DISIDIK
1. Mengungkapkan ketidakbenaran
atas kemauan sendiri

TELAH DIPERIKSA, 2. Melunasi Pajak yang Kurang Dibayar


TETAPI BELUM DISIDIK DITAMBAH Denda 150% (tarif
SEHUBUNGAN TINDAK PIDANA berubah slide berikutnya) dari
PASAL 38 Jumlah Pajak Yang Kurang Bayar.

POKOK PERUBAHAN UU CIPTA KERJA


Pasal 8 ayat (3) dan (3a) UU KUP

Wajib Pajak dengan Kemauan Sendiri dapat mengungkapkan dengan


pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, telah
dilakukan Tindakan pemeriksaan bukti permulaan.

Penggungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar
100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

29
POKOK PERUBAHAN UU HPP

PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN SPT


SAAT PEMERIKSAAN (PERUBAHAN) PASAL 8 AYAT 4

Mengubah batas waktu pengungkapan


ketidakbenaran SPT saat pemeriksaan yaitu
sebelum SPHP disampaikan kepada WP

Sebelumnya:
Sebelum Dirjen Pajak menerbitkan SKP

Pokok Perubahan UU Cipta Kerja


Pasal 8 ayat (5)

PAJAK TARIF
SANKSI JUMLAH
KURANG BUNGA
BAYAR BULAN **
PER BULAN *

*)Besaran sanksi administrasi berupa bunga


per bulan mengacu kepada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dan yang berlaku pada tanggal
dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12,
Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:
ditambah uplift factor sesuai tingkat
1. Pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai
akibat dari pengungkapan ketidakbenaran kesalahan Wajib Pajak.
pengisian SPT (pasal 8 ayat 4)
**) maksimal 24 bulan.

30
Pembetulan SPT Tahunan PPh Karena
Pasal 8 ayat 6 UU KUP

WP MENERIMA SKP, Surat Keputusan


Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, Atau Disampaikan Dalam
Putusan Peninjauan Kembali Jangka Waktu 3 Bulan
Setelah Menerima Surat
Keputusan.

Dapat Menyampaikan
Pembetulan SPT asalkan belum
dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Pajak
dan Penetapan /
Ketetapan Pajak

31
SISTEM PAJAK DI INDONESIA : SELF ASSESMENT SYSTEM

Menghitung Sendiri
Bersama Kelengkapan
Membayar Sendiri Administrasi berupa : Dipertanggung-
- NPWP jawabkan
Melaporkan Sendiri - SPT Melalui
- Formulir SPT
Melaksanakan Sendiri - Bukti Setor/Pot/Put
Berbagai - Dokumen lainnya
Kewajiban Perpajakan

Difinalisasi
Pengujian Melalui

FINAL Daluwarsa

Sanksi Pidana Sanksi Adm

KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK


Pasal 12 AYAT (1) UU KUP

WAJIB PAJAK

WAJIB MEMBAYAR PAJAK YANG


TERUTANG BERDASARKAN KETENTUAN
PERUNDANG-UNDANGAN
PERPAJAKAN

TIDAK MENGGANTUNGKAN PADA ADANYA


SURAT KETETAPAN PAJAK

32
JUMLAH PAJAK TERUTANG
Pasal 12 Ayat (2) & (3) UU KUP

JUMLAH PAJAK YANG TERUTANG MENURUT SURAT


PEMBERITAHUAN YANG DISAMPAIKAN WP

JUMLAH PAJAK YANG TERUTANG MENURUT KETENTUAN


PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN PERPAJAKAN
Atau
Apabila

DIREKTUR JENDERAL PAJAK MENDAPATKAN BUKTI BAHWA JUMLAH


PAJAK YANG TERUTANG MENURUT SURAT PEMBERITAHUAN TIDAK BENAR

MAKA DJP MENETAPKAN JUMLAH


PAJAK TERUTANG

SURAT KETETAPAN PAJAK


1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Pasal 13
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Pasal 15
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Pasal 17 A
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Pasal 17 dan Pasal 17 B

33
DJP dapat menerbitkan SKPKB dalam Jangka Waktu 5 Tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam hal:
Pasal 13 Ayat (1), (2) & (3) UU KUP sttd. UU CK & UU HPP

▪ Terdapat pajak yang tidak


atau kurang dibayar Terdapat, PPN/PPnBM : Terdapat Kewajiban:
SPT tidak disampaikan ▪ tidak seharusnya
▪ Kepada WP diterbitkan Pasal 28 & Pasal 29
dalam jangka waktu yg dikompensasikan
NPWP dan/atau dikukuhkan tidak dipenuhi
ditentukan dalam surat ▪ tidak seharusnya
sebagai PKP secara jabatan
teguran
sebagaimana dimaksud dikenakan tarif 0 %
dalam Pasal 2 ayat (4a)

PPh / PPN / PPnBM PPh Sendiri PPN / PPnBM PPh Sendiri

Bunga sebesar tarif bunga PPh PEMOTONG/ PPh PEMOTONG/


per bulan yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan PEMUNGUTAN PEMUNGUTAN
Pasal. 13 (2)
bunga per bulan sebesar suku bunga per bulan sebesar bunga per bulan sebesar
bunga acuan + uplift factor suku bunga acuan + uplift
KENAIKAN KENAIKAN suku bunga acuan + uplift
20% (max. 24 bulan) factor 20% (max. 24 bulan) 75% 75% factor 20% (max. 24 bulan)

Pasal. 13 (3) a Pasal. 13 (3) b Pasal. 13 (3) c Pasal. 13 (3) b Pasal. 13 (3) a

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 13 ayat (1) Diubah


BESARAN SANKSI PADA SAAT PEMERIKSAAN

Uraian UU KUP UU HPP


Bunga per bulan sebesar suku bunga
PPh Kurang dibayar 50%
acuan + uplift factor 20% (max. 24 bulan)
Bunga per bulan sebesar suku bunga
PPh kurang dipotong 100%
acuan + uplift factor 20% (max. 24 bulan)
PPh dipotong
100% 75%
tetapi tidak disetor
PPN & PPnBM
100% 75%
kurang dibayar

34
POKOK PERUBAHAN Pasal 13 ayat (1) huruf f UU CIPTA KERJA

PASAL

SKPKB dapat diterbitkan (dalam jangka waktu 5


113
(lima) tahun) bagi PKP tidak melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau
JKP dan telah diberikan pengembalian PM atau
telah mengkreditkan PM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN dan perubahannya.

Aturan sebelumnya
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian PM
(Pasal 14 (1) huruf g)

POKOK PERUBAHAN Pasal 13 ayat (2) & ayat (2a) UU CIPTA KERJA

PASAL
SANKSI =
PAJAK
KURANG
BAYAR X
TARIF
BUNGA PER
BULAN * X
JUMLAH
BULAN ** 113
*) Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal
dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12, ditambah uplift factor sesuai tingkat
kesalahan Wajib Pajak.

**) maksimal 24 bulan.


Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:
Suku bunga ✓ Sanksi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
acuan + 15%
Tarif bunga
per bulan
= ✓ Pengembalian Pajak Masukan (PM) dari PKP
12 yang tidak berproduksi.

Aturan sebelumnya
Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan dengan tarif tetap sebesar 2%.

35
POKOKPERUBAHAN ILUSTRASI BESARAN SANKSI ADMINISTRASI - UU KUP
▪ Apabila Menteri Keuangan menetapkan suku
Formula Besaran Tarif Sanksi: bunga acuan pada bulan April 2021 sebesar
(𝒔𝒖𝒌𝒖 𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂 𝒂𝒄𝒖𝒂𝒏 + 𝒖𝒑𝒍𝒊𝒇𝒕 %) 4,96%; dan
= ▪ terdapat jumlah kurang bayar sebesar
𝟏𝟐
Rp1.000.000
Sanksi /
Uplift Jenis Sanksi
Bulan
Self Assessment +0%
Sanksi bunga KMK 0,41% ✓ Bunga penagihan (Ps.19(1)) ✓ Kurang Bayar (KB)
Besaran Sanksi (Rp) Rp4.133 ✓ Angsuran/penundaan bayar penundaan SPT
(Ps.19(2)) Tahunan (Ps.19(3))
Self Assessment +5%
Sanksi bunga KMK 0,83% ✓ Pembetulan SPT (Ps.8(2);(2a)) ✓ Pajak tidak/kurang dibayar
✓ Terlambat bayar (Ps.9(2a);(2b)) akibat salah tulis/hitung atau
Besaran Sanksi (Rp) Rp8.300 PPh tahun berjalan (Ps.14(3))
Self Assessment +10%
Sanksi bunga KMK 1,25% ✓ Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT (Ps.8(5))
Besaran Sanksi (Rp) Rp12.467
Official Assessment +15%
Sanksi bunga KMK 1,66% ✓ Sanksi SKPKB (Ps.13(2))
Besaran Sanksi (Rp) Rp16.633 ✓ Pengembalian Pajak Masukan (PM) dari PKP yang tidak
berproduksi (Ps.13(2a))

ILUSTRASI PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI PERPAJAKAN (UPLIFT + 5%)


“Tuan A menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Sanksi bunga keterlambatan pembayaran atas
Tahun Pajak 2020 pada tanggal 17 Juli 2021. SPT Tahunan [Ps. 9 ayat (2b) KUP] dihitung
Jumlah kurang bayar sebesar Rp1.000.000 sejak berakhirnya jatuh tempo penyampaian
dilunasi Tuan A pada tanggal 16 Juli 2021” SPT Tahunan s.d. tanggal pembayaran.

Tarif sanksi administratif (suku bunga acuan + 5%) 2021

Maret April Mei Juni Juli Agustus


0,81% 0,83% 0,85% 0,87% 0,89% 0,91%

1 April 1 Mei 1 Juni 1 Juli 16 Juli 1 Agustus 2 Agustus

Bulan I + Bulan II + Bulan III + 16 hari = 4 bulan STP


(bagian bulan dihitung
Sebagai contoh, Menteri Keuangan menetapkan suku bunga acuan untuk bulan April penuh menjadi 1 bulan) terbit
2021 sebesar 4,96%, maka sanksi administrasi yang dihitung mulai bulan April 2021
dikenakan tarif sebesar 0,83% per bulan ((4,96% + 5%)/12).

Gunakan tarif saat sanksi mulai dihitung 1 April 2021


= Rp1.000.000 x 0,83% x 4 bulan
= Rp8.300 x 4 bulan
= Rp33.200

36
Pasal 13 ayat (3a)
UU CIPTA KERJA
POKOK PERUBAHAN
PASAL
Penerapan satu jenis sanksi administrasi 113
yang tertinggi nilai besaran sanksinya antara
sanksi bunga dan sanksi kenaikan dalam
pemeriksaan atas PPN dan PPnBM, untuk
memberikan keadilan bagi PKP dengan tidak
dibebani sanksi administrasi perpajakan yang
berlebihan.
Aturan sebelumnya

(tidak diatur mengenai penerapan jenis sanksi).

UU CIPTA KERJA
POKOK PERUBAHAN Pasal 13 ayat (4)
PASAL
113
SPT menjadi pasti apabila dalam
5 tahun tidak diterbitkan SKP,
kecuali Wajib Pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan
Aturan sebelumnya

WP melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan (tidak dikecualikan)

37
POKOK PERUBAHAN Pasal 13 ayat (5) & Pasal 15 ayat (4) UU CIPTA KERJA

PASAL

Pengaturan mengenai pidana pajak yang telah diputus


113
tetap dapat diterbitkan ketetapan pajak dihapus.

Aturan sebelumnya

Apabila jangka waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat,
SKPKB/SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal
Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

UU CIPTA KERJA
POKOK PERUBAHAN Pasal 13A
PASAL
Pemberian kepastian hukum bagi WP sehubungan
dengan unsur kealpaan yang pertama kali yang 113
selama ini sulit dibuktikan dalam pelaksanaan
pemeriksaan bukti permulaan Dihapus

Aturan sebelumnya

WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT,


tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan dan WP tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang
kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB.

38
SKPKBT
Diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun, apabila

Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU KUP

✓ Data baru dan atau


✓ Data yang semula belum terungkap
yang berakibat jumlah
pajak terutang bertambah

Ditemukan Keterangan Tertulis


Oleh FISKUS dari Wajib Pajak
Atas Kehendak Sendiri

Dikenakan Kenaikan 100 %


Tidak Dikenakan Kenaikan

PENERBITAN SKPN
Pasal 17 A UU KUP

SETELAH DILAKUKAN PEMERIKSAAN

JUMLAH KREDIT PAJAK PAJAK TIDAK TERUTANG


ATAU JUMLAH PAJAK YANG DAN TIDAK ADA
DIBAYAR SAMA DENGAN KREDIT PAJAK /
JUMLAH PAJAK YANG TERUTANG PEMBAYARAN PAJAK

39
PENERBITAN SKPLB
Pasal 17 dan Penjelasan UU KUP

SETELAH DILAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP


SPT LB TANPA PERMOHONAN RESTITUSI,
SPT KB, DAN SPT NIHIL

JUMLAH KREDIT PAJAK TELAH DILAKUKAN


ATAU JUMLAH PAJAK YANG
PEMBAYARAN PAJAK
DIBAYAR LEBIH BESAR
DARI PADA JUMLAH PAJAK YANG TIDAK SEHARUSNYA
YANG TERUTANG TERUTANG

SPT LB
Dengan permohonan dalam SPT
Pasal 17B ayat (2), ayat (3) UU KUP

LEBIH DARI 12 BULAN


TIDAK ADA KEPUTUSAN
DITERBITKAN PALING DITERBITKAN LEWAT
LAMBAT 1 BULAN JANGKA WAKTU 1 BULAN
SKPLB = SPT
DITAMBAH IMBALAN BUNGA
SKPLB = SPT 2 % SEBULAN
(Diubah, slide berikutnya)

40
POKOK PERUBAHAN Pasal 17B ayat (3) UU CIPTA KERJA

PASAL
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
terlambat diterbitkan sebagaimana dimaksud 113
pada ayat (2), kepada Wajib Pajak diberi
Imbalan Bunga sebesar tarif bunga per bulan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai
dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
Aturan sebelumnya

Besaran imbalan bunga per bulan diberikan dengan tarif tetap sebesar 2%.

SPT LB
Dengan permohonan dalam SPT
(Selain Wajib Pajak Kriteria tertentu sebagaimana dalam Pasal 17 C)

Pasal 17B ayat (2), ayat (3) UU KUP

DIPERIKSA

SKPKB SKPN SKPLB

diterbitkan dalam jangka waktu 12 bulan


Sejak permohonan diterima secara lengkap

41
STP (SURAT TAGIHAN PAJAK)
Dapat diterbitkan dalam hal:

Pasal 14 UU KUP sttd UU CK & UU HPP

PPh dalam tahun Kurang bayar Dikenakan Sanksi PKP tidak membuat PKP tidak mengisi
berjalan tidak/ karena salah Administratif faktur pajak atau faktur pajak
kurang dibayar tulis / salah berupa denda dan membuat faktur secara lengkap
hitung atau bunga pajak tetapi tidak
Pasal 14 (1) a tepat waktu Pasal 14 (1) e
Pasal 14 (1) b Pasal 14 (1) c
Pasal 14 (1) d

Suku Bunga acuan ditetapkan MK paling lama 24 bulan Denda 1 % x DPP


Pasal 14 (3) Pasal 14 (4)

Catatan: Pasal 14 (2)


STP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan SKP

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (1) huruf d & huruf e, dan Pasal 14 ayat (4) UU CIPTA KERJA

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) PASAL


sebagaimana berikut:

• Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat


faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak;
113
• Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi Faktur
Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) &
ayat (6) UU PPN 1984 dan perubahannya, selain identitas pembeli BKP atau
penerima JKP serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya dalam
hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;

Masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi


administratif berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak.

Aturan sebelumnya:
Sanksi PKP terlambat membuat Faktur Pajak atau tidak mengisi Faktur Pajak dengan lengkap,
berupa denda sebesar 2% Dasar Pengenaan Pajak.

42
UU CIPTA KERJA

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (1) huruf h


PASAL

Penerbitan STP untuk menagih kembali


113
imbalan bunga yang seharusnya tidak
diberikan kepada WP, untuk memberikan
kepastian hukum dan kemudahan administrasi
atas penagihan atas imbalan bunga yang
seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak
yang selama ini pengaturannya belum jelas.

Aturan sebelumnya
(tidak diatur)

UU CIPTA KERJA

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (1) huruf h


PASAL
Menambah ketentuan bahwa pemberian imbalan bunga tidak
diberikan dalam hal WP pengungkapan atau permintaan
113
penghentian penyidikan. Pertimbangannya karena WP yang
dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya atau mengajukanpenghentian penyidikan, secara
substansi menyatakan bersalah melakukan perbuatan yang
diindikasikan tindak pidana perpajakan dan meminta pengampunan
sehingga tidak diberikan imbalan bunga dalam hal terdapat
pengembalian kelebihan pembayaran sebagai tindak lanjut
penghentian pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan tersebut.

Aturan sebelumnya:
Tidak Diatur

43
UU CIPTA KERJA

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (1) huruf h


PASAL
DJP dapat menerbitkan STP untuk menagih kembali imbalan
bunga yang seharusnya tidak diberikan.
113
DJP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila terdapat imbalan
bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal:
1. Diterbitkan keputusan;
2. Diterima putusan; atau
3. Ditemukan data atau informasi
yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak
diberikan kepada Wajib Pajak.

Aturan sebelumnya
(tidak diatur)

Pasal 8 ayat (2) & ayat (2a)


POKOK PERUBAHAN Pasal 9 ayat (2a) & ayat (2b)
UU CIPTA KERJA

Pasal 14 ayat (3)


PASAL

SANKSI =
PAJAK
KURANG
BAYAR
X
TARIF
BUNGA PER
BULAN *
X
JUMLAH
BULAN * *
113
*) Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga acuan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal dimulainya
penghitungan sanksi dibagi 12, ditambah uplift factor sesuai tingkat kesalahan Wajib Pajak.

**) maksimal 24 bulan.


Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:
✓ Kurang Bayar Pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa;
Suku bunga
+ 5% ✓ Pembayaran/penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
Tarif bunga
per bulan
= acuan pembayaran/penyetoran pajak atau jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan;
✓ PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar atau dari hasil penelitian
12 terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
Aturan sebelumnya

Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan dengan tarif tetap sebesar 2%.

44
UU CIPTA KERJA

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (5b) & ayat (5c)


PASAL
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)
dalam jangka waktu 5 tahun
113
▪ STP diterbitkan paling lama 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
▪ Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penerbitan sebagaimana dimaksud di atas:
a. STP bunga penagihan diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa penagihan SKPKB serta
SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan PK yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
b. STP denda penagihan Pasal 25 ayat (9) (50%) dapat diterbitkan paling lama 5 tahun sejak tanggal
penerbitan SK Keberatan apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya banding; dan
c. STP denda penagihan Pasal 27 ayat (5d) (100%) dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5
tahun sejak tanggal Putusan Banding diucapkan oleh hakim Pengadilan Pajak dalam sidang terbuka
untuk umum

Aturan sebelumnya Diubah dalam UU HPP


(tidak diatur mengenai daluwarsa penerbitan STP).
Slide Berikutnya

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 25 dan 27
BESARAN SANKSI PADA SAAT UPAYA HUKUM

Uraian UU KUP UU HPP


Keberatan 50% 30%
Banding 100% 60%
Peninjauan Kembali 60%

45
DIKECUALIKAN DARI SANKSI
ADMINISTRASI BERUPA DENDA
Wajib Pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi, yaitu:
✓ WP Orang Pribadi telah meninggal dunia; sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; warga negara asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia;
✓ BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
✓ WP badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
✓ Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
✓ WP yang terkena bencana
✓ WP lain yang diatur dengan atau berdasarkan PMK.

PENAGIHAN DAN
PEMBAYARAN
UTANG PAJAK

46
DASAR PENAGIHAN PAJAK
Pasal 18 ayat (1) UU KUP

• Surat Tagihan Pajak


• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
• Surat Keputusan Pembetulan
• Surat Keputusan Keberatan
• Putusan Banding yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah

PROSES YANG DITEMPUH


OLEH WAJIB PAJAK

Surat
Surat Surat
Penagihan Sita Lelang
Teguran Paksa
Pajak

1 bulan + 7 hari 21 hari 2 X 24 jam 14 hari

47
BUNGA PENAGIHAN
Pasal 19 ayat (1), (2) dan (3) UU KUP

2% PER BULAN (Tarif Berubah, Slide Berikutnya)


dikenakan terhadap :

1. 2. 3.
Pajak yang terutang menurut Pajak yang terutang Kekurangan pajak yang
SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, dalam hal Wajib Pajak belum dilunasi, apabila
SK Keberatan atau Putusan Banding diperbolehkan diberikan penundaan
yang menyebabkan pajak yang mengangsur / menunda penyampaian SPT
harus dibayar bertambah, apabila pembayaran Tahunan PPh
pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak/ kurang dibayar

BAGIAN DARI BULAN DIHITUNG PENUH SATU BULAN

POKOK PERUBAHAN Pasal 19 ayat (1), ayat (2), & ayat (3) UU CIPTA KERJA

PASAL
PAJAK TARIF
SANKSI = KURANG
BAYAR
X BUNGA
PER BULAN *
X
JUMLAH
BULAN ** 113
*) Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal
dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12, ditambah uplift factor sesuai tingkat
kesalahan Wajib Pajak.

**) maksimal 24 bulan. Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:


✓ Bunga penagihan;
Suku bunga ✓ Angsuran/penundaan pembayaran pajak;
+ 0% ✓ Kurang Bayar (KB) penundaan penyampaian
Tarif bunga
per bulan
= acuan
SPT Tahunan.
12

Aturan sebelumnya
Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan dengan tarif tetap sebesar 2%.

48
PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 9 ayat (4) UU KUP
DIREKTUR JENDERAL PAJAK DAPAT MEMBERIKAN PERSETUJUAN

ATAS PERMOHONAN WP UNTUK MENGANGSUR/MENUNDA

PEMBAYARAN PAJAK TERUTANG ATAS :

 STP  SK PEMBETULAN
 SK KEBERATAN
 SKPKB  PUTUSAN BANDING
 SKPKBT Yang mengakibatkan pajak yang harus
dibayar bertambah
 PPh PASAL 29

Dikenakan Sanksi Bunga (Slide Berikutnya)

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

PENAMBAHAN MATERI KUP UU HPP


PASAL 14 AYAT 1 HURUF I

4. Penagihan atas Wanprestasi Pembayaran


Angsuran / Penundaan Kurang Bayar SPT Tahunan
Dalam hal WP tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar
angsuran atau penundaan kurang bayar SPT Tahunan
sebagaimana Surat Keputusan Angsuran/Penundaan dapat
ditagih dengan STP.

(Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 4 slide sebelumnya)

49
PENAGIHAN SEKETIKA & SEKALIGUS
Penjelasan Pasal 20 UU KUP

Adalah:
Tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh
juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak,
masa pajak dan Tahun Pajak

PENAGIHAN SEKETIKA & SEKALIGUS


Pasal 20 ayat (2) UU KUP

Dilakukan dalam hal :


 Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya atau berniat untuk itu;
 Penanggung pajak memindahtangankan barang yg dimiliki atau dikuasai dalam
rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaannya
di Indonesia;
 Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung pajak akan membubarkan Badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau
melakukan berubahan bentuk lainnya;
 Badan usaha akan dibubarkan oleh negara;
 Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.

50
HAK MENDAHULU
Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP

Negara mempunyai Hak Mendahulu untuk Tagihan Pajak

Meliputi :
- Pokok Pajak
- Sanksi Administrasi: Bunga, Denda, Kenaikan
- Biaya Penagihan Pajak

ATAS

Barang-barang milik Penanggung Pajak

Dikecualikan Dari Hak Mendahulu


Pasal 21 Ayat (3) UU KUP
● Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu
penghukuman untuk melelang suatu barang
bergerak / tidak bergerak
● Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
suatu barang dimaksud
● Biaya perkara, yang semata-mata disebabkan
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan

51
HAK MENDAHULU
Pasal 21 ayat (4), dan ayat (5) UU KUP
SETELAH LAMPAU WAKTU LIMA TAHUN
SEJAK TANGGAL DITERBITKANNYA

▪ STP ▪ SK PEMBETULAN
▪ SK KEBERATAN
▪ SKPKB ▪ PUTUSAN BANDING
▪ SKPKBT Yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar bertambah

KECUALI

APABILA DALAM JANGKA WAKTU 5 TAHUN TERSEBUT:


▪ SURAT PAKSA UNTUK MEMBAYAR TELAH DIBERITAHUKAN SECARA RESMI; ATAU
▪ DIBERIKAN PENUNDAAN PEMBAYARAN.

LAMPAU WAKTU 5 TAHUN TERSEBUT DIHITUNG


▪ SEJAK TANGGAL PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA; ATAU
▪ DITAMBAH DENGAN JANGKA WAKTU PENUNDAAN PEMBAYARAN.

DALUWARSA PENAGIHAN TERTANGGUH


Pasal 22 ayat (2) dan penjelasan UU KUP

Apabila Daluwarsa sejak :


Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Tanggal disampaikan surat paksa
Paksa

Ada pengakuan utang pajak dari WP baik


langsung maupun tidak langsung, seperti

 Pengajuan permohonan angsuran/ Tanggal surat permohonan diterima


penundaan pembayaran
 Surat keberatan Tanggal surat keberatan diterima
 Pembayaran sebagian utang pajak Tanggal pembayaran sebagian utang pajak

Diterbitkan SKPKB ex pasal 13 ayat (5) Tanggal diterbitkan SKPKB ex pasal 13


atau SKPKBT ex pasal 15 ayat (4) ayat (5) atau SKPKBT ex pasal 15 ayat (4)

52
PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK DAN IMBALAN
BUNGA

TIMBULNYA KELEBIHAN PAJAK


● SKPLB (Pasal 17 & 17 B UU KUP)
● Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak (Pasal 17 C dan 17 D UU KUP)
● Karena diterbitkan Keputusan Keberatan / Keputusan
Banding (Pasal 26 & 27 UU KUP)
● Karena diterbitkan Keputusan Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi (Pasal 36 ayat (1)
huruf a UU KUP))

53
PENERBITAN SKPPKP
(Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak)
Pasal 17 C dan 17 D ayat (1), (2), (3) UU KUP

Setelah Dilakukan Penelitian (formal) terhadap SPT

WP DENGAN KRITERIA TERTENTU

PPh PPN Tidak


Jangka Waktu Jangka Waktu menghendaki
3 bulan 1 bulan SKPPKP

Diterbitkan SKPPKP Diproses sesuai


Paling lambat 7 hari dengan Pasal 17 B

Kriteria WP Yang Dapat Diberikan


SKPPKP Pasal 17 C
Wajib Pajak Yang :
1. Tepat waktu dalam penyampaian SPT (3 tahun Terakhir)
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak (kecuali mempunyai izin)
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 5 tahun
terakhir
4. Laporan keuangan diaudit dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian 3 tahun berturut-turut

54
Kriteria WP Yang Dapat
Diberikan SKPPKP Pasal 17 D
✓ Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
✓ Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu;
✓ Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
✓ Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah
lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

WP DENGAN KRITERIA TERTENTU


Pasal 17 C ayat (4) , (5) dan Penjelasan UU KUP
Pasal 17 D ayat (5) dan Penjelasan UU KUP

SETELAH DITERBITKAN SKPPKP

DAPAT DIPERIKSA
DALAM JANGKA WAKTU 5 TAHUN

SKPN SKPKB SKPLB


DITAMBAH SANKSI
KENAIKAN 100 %

55
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PASAL 11 UU KUP

KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK

SKPLB SKPPKP
Pasal 17 dan 17 B Pasal 17 C
DIKOMPENSASI
DENGAN UTANG PAJAK
SISA SISA
LEBIH LEBIH

DITERBITKAN SKPKPP DAN SPMKP DALAM DITERBITKAN SKPKPP DAN


JANGKA WAKTU 1 BULAN SEJAK : SPMKP DALAM JANGKA WAKTU
- DITERIMANYA PERMOHONAN WP (UNTUK PASAL 17) 1 BULAN SEJAK DITERBITKAN
- DITERBITKANNYA SKPLB (UNTUK PASAL 17 B) SKPPKP

IMBALAN BUNGA 2% SEBULAN (TARIF BERUBAH, SLIDE BERIKUTNYA)


APABILA SPMKP TERBIT LEWAT JANGKA WAKTUNYA

UU CIPTA KERJA
POKOK PERUBAHAN Pasal 17B ayat (3)
PASAL
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat 113
diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
kepada Wajib Pajak diberi Imbalan Bunga sebesar
tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sampai dengan saat diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Aturan sebelumnya
Besaran imbalan bunga per bulan diberikan dengan tarif tetap sebesar 2%

56
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PAJAK DAN IMBALAN BUNGA
SKPLB, SKPPKP,
SK KEBERATAN LEWAT 1 BULAN
SK BANDING, SK UTANG IMBALAN BUNGA
PENGURANGAN PAJAK SUKU BUNGA
ATAU PENGHAP ACUAN MK
SANKSI
ADMINISTRASI
1 BULAN SISA

SPMKP

TERIMA KASIH

57
BEA METERAI
BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN
(BPHTB)
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(PBB)

BEA METERAI

58
Sumber : Klinik Hukum

59
PENGERTIAN-PENGERTIAN
1. Bea Meterai adalah ajak atas dokumen-dokumen tertentu yang
disebutkan dalam pasal 2 undang-undang bea meterai yang dipakai
oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum
2. Dokumen adalah Kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
& maksud tentang : perbuatan ; keadaan, atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak- pihak yang berkepentingan
3. Bea Meterai adalah Meterai tempel dan kertas meterai yang
dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia
4. Tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk: Parap;
teraan atau cap tanda tangan /cap parap; teraan cap nama atau tanda
lainnya sebagai pengganti tanda tangan

TARIF BEA METERAI

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10


Tahun 2020 Tarif Bea Meterai ditetapkan
Rp. 10.000,00 berlaku mulai 1 Januari 2021

60
OBJEK BEA METERAI
1. Bea meterai yang dikenakan atas :
a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai
suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
2. Dokumen yang bersifat perdata, meliputi :
a. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat
lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
b. Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
d. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;

OBJEK BEA METERAI


2. Dokumen yang bersifat perdata, meliputi :
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
1) menyebutkan penerimaan uang; atau
2) berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan; dan
h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

61
DOKUMEN YANG TIDAK
DIKENAKAN BEA METERAI
a. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang:
1. Surat penyimpanan barang;
2. Konosemen;
3. Surat angkutan penumpang dan barang;
4. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
5. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; dan
6. Surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5;

DOKUMEN YANG TIDAK


DIKENAKAN BEA METERAI
b. Segala bentuk ljazah;
c. Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran dimaksud;
d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah,
bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan ;
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan
daerah, bank, dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

62
DOKUMEN YANG TIDAK
DIKENAKAN BEA METERAI
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
g. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga,
pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan
badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau
pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah;
h. Surat gadai;
i. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat
berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan
j. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam
rangka pelaksanaan kebijakan moneter.

PEMBAYARAN BEA METERAI


YANG TERUTANG
Meterai Tempel

Meterai Meterai Elektronik


Pembayaran
Bea Meterai
Yang Terutang Meterai Dalam
Surat Setoran
Bentuk Lain
Pajak
Ditetapkan Menteri

63
PEMETERAIAN KEMUDIAN

Suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan oleh pejabat


pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya
belum dilunasi sebagaimana mestinya

Pemeterain Kemudian dilakukan untuk:


1. Dokumen yang Bea meterainya tidak atau kurang bayar
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan

64
PEMETERAIAN KEMUDIAN
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian merupakan
Pihak Yang Terutang.

Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebesar:


a. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan
sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang
terutang, dalam hal dokumen;
b. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan
sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang
terutang, dalam hal dokumen;

PEMETERAIAN KEMUDIAN
Bea Meterai yang wajib dibayar melalui Pemeteraian Kemudian sebesar:
c. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian dilakukan atas
dokumen.

Pembayaran Bea Meterai yang terutang dilakukan dengan menggunakan:


a. Meterai tempel; atau
b. SSP

Pemeteraian Kemudian disahkan oleh:


a. Pejabat pos; atau
b. Pejabat lain yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.

65
BEA PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN
BANGUNAN (BPHTB)

DASAR PEMUNGUTAN BPHTB

TANAH & BANGUNAN

Memenuhi kebutuhan dasar Alat investasi yang


untuk papan Komuditas strategi menguntungkan

Keuntungan ekonomis bagi yang memperoleh hak atas tanah


WAJAR

Kontribusi kepada DAERAH dengan membayar BPHTB

66
Prinsip-prinsip yang diatur dalam BPHTB
• Pemenuhan kewajiban berdasarkan sistem “Self Assessment”.
• Tarif sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
• Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling
rendah Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), dan Rp 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah) atas waris atau hibah wasiat .
• Pengenaan sanksi terhadap Wajib Pajak dan pejabat-pejabat umum yang
melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya.
• Penerimaan BPHTB merupakan penerimaan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kotamadya.
• Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di luar
ketentuan UU ini tidak diperkenankan.

OBJEK PAJAK

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN

PEMINDAHAN HAK PEMBERIAN HAK BARU

• Jual beli • Pemisahan hak


• Tukar Menukar • Penunjukan pembeli dalam lelang
• Hibah • Putusan hakim kekuatan hukum tetap • Kelanjutan pelepasan hak
• Hibah Wasiat • Penggabungan usaha • Diluar pelepasan hak
• Waris • Peleburan usaha
• Pemasukan dalam • Pemekaran usaha
perseroan/ badan • Hadiah
hukum.

67
Jual Beli
Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pembeli dari penjual
(pemilik tanah dan bangunan atau kuasanya) yang terjadi melalui
transaksi jual beli, di mana atas perolehan tersebut pembeli
menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.

Tukar Menukar
Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh
seseorang atau suatu badan dari pihak lain dan sebagai gantinya
orang atau badan tersebut memberikan tanah dan bangunan miliknya
kepada pihak lain tersebut sebagai pengganti tanah dan bangunan
yang diterimanya. Biasanya pada tukar-menukar tanah dan bangunan
yang dipertukarkan ditentukan nilainya masing-masing dan
dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan
atas tukar menukar tersebut.

Hibah
Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diperoleh oleh seorang
penerima hibah yang berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi
hibah masih hidup. Penerima hibah memperoleh hak atas tanah dan
bangunan secara cuma-cuma tanpa perlu memberikan sejumlah uang
maupun suatu barang kepada pemberi hibah.

Hibah Wasiat
Suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas
tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum
tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

Waris
Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh ahli waris dari pewaris
(pemilik tanah dan bangunan) yang berlaku setelah pewaris
meninggal dunia.

68
Pemasukan Dalam Perseroan / Badan Hukum
Perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan
atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau
badan hukum lain tersebut.

Pemisahan Hak Yang Mengakibatkan Peralihan


Perolehan hak atas tanah dan bangunan yang berasal dari pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.

Penunjukan Pembeli Dalam Lelang


Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh seseorang atau suatu badan
yang ditetapkan sebagai pemenang lelang atau oleh pejabat lelang
sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

Pelaksanaan Putusan Hakim Yang Telah


Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap
Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari
orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu
tanah dan bangunan kepada pihak yang ditentukan dalam keputusan hakim
menjadi pemilik baru tanah dan bangunan tersebut

Penggabungan Usaha
Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang tetap
berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha
yang tetap berdiri tersebut.

Peleburan Usaha
Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha baru sebagai
hasil dari peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan
telah dilikuidasi.

69
Pemekaran Usaha
Perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh badan usaha yang baru
didirikan yang berasal dari aktiva badan usaha induk yang dimekarkan.

Hadiah
Perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau
bangunan yang dilakukan oleh pribadi atau badan hukum kepada
penerima hadiah. Akta yang dibuat dapat berupa akta hibah.

Pemberian Hak Baru Sebagai Kelanjutan Pelepasan Hak


Pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari
negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

Pemberian Hak Baru Di Luar Pelepasan Hak


Pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum
dari negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

JENIS HAK-HAK ATAS TANAH


• Hak Milik : Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah.
• Hak Guna Usaha : hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.
• Hak Guna Bangunan : hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA).

70
JENIS HAK-HAK ATAS TANAH
• Hak Pakai : Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun : Milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan
terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi pula hak atas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
• Hak Pengelolaan : Hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan panggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau
bekerja sama dengan pihak ketiga.

OP YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB


OBJEK PAJAK YANG DIPEROLEH :
• Perwakilan diplomatik (asas timbal balik)
• Negara untuk kepentingan umum
• Badan/perwakilan organisasi internasional.
• Orang pribadi/badan karena konversi hak/perbuatan hukum
lain tanpa perubahan nama.
• Karena wakaf
• Untuk kepentingan ibadah

71
TARIF PAJAK

Tarif Degresif
(paling tinggi)

5%
Misalnya : Untuk Kota Yogyakarta adalah 5%

SUBJEK PAJAK

“ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG MEMPEROLEH HAK


ATAS TANAH DAN BANGUNAN”

DIKENAKAN KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK

WAJIB PAJAK

72
SUBJEK PAJAK
No. Jenis Perolehan Hak Subjek Pajak
1 Jual Beli Pembeli
2 Tukar menukar Pihak yang menerima tanah/bangunan yg ditukar
3 Hibah Penerima Hibah
4 Hibah Wasiat Penerima Hibah Wasiat
5 Waris Ahli Waris (Penerima Waris)
6 pemasukan dalam perseroan perseroan/badan hukum lain yang memperoleh hak atas
atau badan hukum tanah dan bangunan.
7 pemisahan hak yang orang atau badan yang ditetapkan sebagai
mengakibatkan peralihan hak penerima hak atas tanah dan bangunan
8 penunjukan pembeli dalam lelang orang/badan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang
9 pelaksanaan dari putusan hakim pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan
yg mempunyai kekuatan hukum tetap dlm putusan hakim yg telah memiliki kekuatan hukum tetap.
10 penggabungan usaha badan usaha yang menjadi tempat bergabung satu atau
lebih badan usaha lain
11 peleburan usaha badan usaha yang didirikan sebagai hasil peleburan usaha
12 pemekaran usaha badan usaha yg baru didirikan sbg hasil pemekaran usaha
13 hadiah orang atau badan memperoleh hadiah
14 perolehan hak baru sebagai orang atau suatu badan yang memperoleh hak atas
kelanjutan pelepasan hak tanah negara yang berasal dari pelepasan hak.
15 perolehan hak baru di luar orang atau suatu badan yang memperoleh hak atas
pelepasan hak tanah negara yang tidak dibebani dengan hak apa pun.

PENGENAAN
NILAI PEROLEHAN
OBJEK PAJAK (NPOP)

NPOP TDK DIKETAHUI /


HARGA TRANSAKSI NILAI PASAR LEBIH RENDAH NJOP

- JUAL BELI - TUKAR MENUKAR


- PENUNJUKAN PEMBELI - HIBAH - WARIS NJOP PBB
DALAM LELANG - PEMBERIAN HAK BARU
- DSB-NYA

73
NPOPTKP
➢ NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak
➢ NPOPTKP → Besaran tertentu dari Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP) yang tidak dikenakan pajak
➢ Sejak tahun 2011 besaran NPOPTKP ditetapkan (untuk
setiap kabupaten/kota) oleh Kepala pemerintah daerah
kabupaten/kota.

Penetapan NPOPTKP Regional per Kab/Kota

Ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan Perda

paling rendah Rp. 300.000.000,00


untuk waris atau hibah wasiat
bagi orang pribadi yang masih paling rendah Rp. 60.000.000,00
dalam hubungan keluarga sedarah selain perolehan hak karena
dalam garis keturunan lurus waris & hibah wasiat
satu derajat ke atas atau ke bawah,
termasuk suami/isteri .

74
CARA PENGHITUNGAN PAJAK
BPHTB = (NPOP - NPOPTKP) x TARIF

ATAU
Bila NJOP digunakan sebagai dasar
pengenaan :

BPHTB = (NJOP - NPOPTKP) x TARIF

Besarnya Tarif disesuaikan PERDA masing-masing Daerah

CONTOH PERHITUNGAN
Pada tanggal 8 Juni 2014, “Tuan Budi” membeli tanah yang terletak di
Kelurahan Maguwoharjo dari “Nona Ani” dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak
(NPOP) Rp 160.000.000,00 sedangkan Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan
sebagai dasar pengenaan PBB adalah Rp 150.000.000,00. Nilai Perolehan
Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak karena jual
beli untuk Kota Yogyakarta adalah Rp 60.000.000,00, maka besarnya BPHTB
yang terutang adalah :

NPOP Rp 160.000.000,00
NPOPTKP Rp 60.000.000,00 ( - )
NPOP kena pajak Rp 100.000.000,00
BPHTB terutang 5% x Rp. 100.000.000,00 Rp 5.000.000,00

75
CONTOH PERHITUNGAN BPHTB WARIS

Pada Tahun 2014,Tuan C mewariskan sebidang tanah dan bangunan


kepada ahli warisnya yaitu Tuan CC. NJOP yang digunakan sebagai dasar
pengenaan PBB adalah Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan
objek pajak karena waris yang ditetapkan untuk kabupaten di mana objek
pajak berada ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00. Besarnya BPHTB
yang terutang adalah :
NPOP Rp. 400.000.000,00
NPOPTKP Rp. 300.000.000,00 (-)
NPOP kena pajak Rp. 100.000.000,00
BPHTB terutang 2,5% x Rp. 100.000.000,00 Rp. 2.500.000,00

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Sektor P2 Sektor P3
Pedesaan dan Pertambangan
Perkotaan Perkebunan
Perhutanan
152

76
DASAR HUKUM

UU No. 12 Tahun 1985


UU No. 28 Tahun sebagaimana telah diubah dengan
2009

UU No. 12 Tahun 1994


Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah

Peraturan Daerah Keputusan Presiden

Peraturan & Keputusan Menkeu


Peraturan Bupati/walikota

Peraturan & Keputusan Dirjen Pajak

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ( PBB )

ADALAH

PAJAK KEBENDAAN ATAS


BUMI DAN/ATAU BANGUNAN

DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK

ORANG PRIBADI ATAU BADAN SECARA NYATA:


▪ MEMPUNYAI HAK DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS BUMI,
DAN/ATAU
▪ MEMILIKI, MENGUASAI, DAN/ATAU MEMPEROLEH MANFAAT ATAS
BANGUNAN

77
DASAR PEMIKIRAN PEMUNGUTAN PBB

BUMI & BANGUNAN

Memberikan
Keuntungan Kedudukan Sosial
yang Lebih baik
Memiliki
Bumi/Bangunan Memanfaatkan
Orang / Badan
Bumi/Bangunan
WAJAR

Diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau


kenikmatan yang diperolehnya kepada negara

Melalui

Pembayaran PBB

OBJEK PAJAK (P2)

BUMI BANGUNAN

ADALAH : ADALAH :
PERMUKAAN BUMI YANG KONSTRUKSI TEHNIK YANG
MELIPUTI TANAH DAN PERAIRAN DITANAM ATAU DILEKATKAN
PEDALAMAN SERTA LAUT SECARA TETAP PADA TANAH
WILAYAH KABUPATEN/KOTA DAN/ATAU PERAIRAN
PEDALAMAN DAN/ATAU LAUT

kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha


perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

78
OBJEK PAJAK
Jalan Fasilitas
Lingkungan Lain

Jalan Kilang,
Tol Pipa

BANGUNAN
Kolam Gal.Kapal,
Renang Dermaga

Pagar Taman Tempat


Mewah Mewah Olahraga

a. Kepentingan umum
dibidang ibadah, sosial
kesehatan, dikbudnas

b. Kuburan, peninggalan
Objek yang tidak purbakala
Dikenakan PBB

c. Hutan lindung/suaka alam/


wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan desa

d. Perwakilan diplomatik/
konsulat berdasar azas
timbal balik
e. Badan/Organisasi
Internasional

79
Ini sudah
Gue beli !
SUBJEK PAJAK
Orang atau Badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas BUMI,
dan/atau memperoleh manfaat atas
BUMI, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas
BANGUNAN.

Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak


menjadi Wajib Pajak.

Yg mana? Wajib Pajak tidak diketahui


dengan jelas, Dirjen Pajak dapat
menetapkan Subjek Pajak.

SUBJEK PAJAK
( SP ) SP yang ditetapkan dapat memberikan
Keterangan tertulis bahwa Ia bukan WP
yg dimaksud

Apabila setelah jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya keterangan


tersebut, Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan
yang diajukan dianggap disetujui.

80
PENETAPAN
Pajak Bumi dan
Bangunan

DASAR PENGENAAN

NJOP
(Nilai Jual Objek Pajak)

Adalah : Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli,


harga rata-rata yang Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui :
diperoleh dari - Perbandingan harga dengan OP lain yang sejenis; atau
transaksi jual beli yang - Nilai perolehan baru; atau
terjadi secara wajar - Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai perkembangan daerahnya

81
NJKP: 20% / 40 %

Tapi harus diingat bahwa untuk perhitungan PBB


nilai yang diperoleh harus di Konversi ke klas untuk mendapat NJOP
dengan melihat Tabel Klasifikasi T dan B

Contoh :
Luas tanah : 1.000 M2 ; Nilainya Rp1 milyar
Nilai tanah / M2 = Rp 1.000.000.000 : 1.000 = Rp 1.000.000
Nilai tanah Rp 1.000.000 di Konversi ke Klas = Klas A.15
Untuk perhitungan PBB Klas A.15 = Rp 1.032.000 / M2

Luas bangunan : 400 M2 ; Nilainya = Rp 800.000.000


Nilai bangunan / M2 = Rp 800.000.000 : 400 = Rp 2.000.000
Nilai bangunan Rp 2.000.000 di Konversi ke Klas = Klas B.19
Utk perhtungan PBB Klas B.19 = Rp 1.833.000 / M2

82
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK

Yang dimaksud dengan klasifikasi Bumi dan Bangunan adalah pengelompokan Bumi dan
Bangunan menurut Nilai Jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk
memudahkan penghitungan pajak yang terutang.

Bumi / Tanah : Bangunan


Dalam menentukan • Letak ; • Bahan yang
Klasifikasi diperhatikan • Peruntukan ; digunakan
Faktor-faktor di samping: • Pemanfaatan ; • Rekayasa
• Kondisi • Letak
Lingkungan dan • Kondisi
lain- lain. Lingkungan dll

NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK


( NJOPTKP ) SEKTOR P2

NJOPTKP

Batas NJOP di mana WP tidak terutang pajak

Disesuaikan
Ditetapkan paling rendah Rp 10.000.000,00 untuk
Masing-Masing
setiap Wajib Pajak
Perda

• Per Wajib Pajak;


• Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan;
• Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa
objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak yang nilainya terbesar.

83
CONTOH NJOPTKP
di Wilayah D.I. Yogyakarta Pada Tahun 2014

NJOPTKP
NO KOTA/KAB
2014

1. KOTA YOGYAKARTA Rp 12.000.000

2. KAB. BANTUL Rp 12.000.000

3. KAB. SLEMAN Rp 12.000.000

4. KAB. KULONPROGO Rp 12.000.000

5. KAB. GUNUNG KIDUL Rp 12.000.000

CONTOH TARIF
PASAL 7 PERDA KOTA YOGYAKARTA (NO. 2 TAHUN 2011)

0,1 % NJOP s.d Rp. 500 jt

0,125 % NJOP >Rp.500 jt s.d Rp.1 M

0,160 % NJOP > Rp.1 M s.d Rp. 2 M

0,220 % NJOP > Rp.2 M s.d Rp. 5 M

0,3% NJOP > Rp.5 M

84
CARA MENGHITUNG

PBB = TARIF x ( NJOP - NJOPTKP )

PBB = TARIF x N J K P

= 0,5% x 40% x NJOP

NJOP = ( NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN ) - NJOPTKP

PERHITUNGAN PERHITUNGAN
WP A. NJOP s.d
Rp 500 juta
Luas Tanah = 250m2 (NJOP = Rp 300.000/m2)
Contoh Luas Bangunan = 200 m2 (NJOP = Rp 350.000/m2)
di Kota Yogyakarta
Perhitungan
Example NJOP Bumi = 250m2 x Rp 300.000 = Rp 75.000.000
NJOP Bangunan = 200m2 x Rp 350.000 = Rp 70.000.000 +
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan = Rp 145.000.000
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000

NJOPKP = Rp 133.000.000
Tarif PBB = 0,1% x NJOPKP = Rp 133.000

PBB Terhutang sebesar


Rp 133.000,-

85
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN WP B. NJOP > Rp
NJOP Bumi = 500m2 x Rp 600.000 = Rp 300.000.000
500 juta s.d Rp 1M
NJOP Bangunan, Contoh
terdiri dari : di Kota Yogyakarta
Hunian = 300m2 x Rp 500.000 = Rp 150.000.000 Example
Taman = 100m2 x Rp 150.000 = Rp 15.000.000
Pagar = 200m x 1,5m x Rp 200.000 = Rp 60.000.000
+
Total NJOP Bangunan = Rp 225.000.000
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan = Rp 525.000.000
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000

NJOPKP = Rp 513.000.000
Tarif PBB = 0,125% x NJOPKP = Rp 641.250

PBB Terhutang sebesar


Rp 641.250,-

PERHITUNGAN
WP C. NJOP > PERHITUNGAN
Rp. 1 M s.d Rp. 2M
NJOP Bumi = 750m2 x Rp 1.000.000 = Rp 750.000.000
Contoh NJOP Bangunan,
di Kota Yogyakarta terdiri dari :
Example Hunian = 500m2 x Rp 750.000 = Rp 375.000.000
Taman = 100m2 x Rp 200.000 = Rp 20.000.000
Pagar = 200m x 1,5m x Rp 250.000 = Rp 93.750.000
+
Total NJOP Bangunan = Rp 448.750.000
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan = Rp 1.238.750.000
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000

NJOPKP = Rp 1.226.750.000
Tarif PBB = 0,160% x NJOPKP = Rp 1.962.800

PBB Terhutang sebesar


Rp 1.962.800,-

86
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN WP D. NJOP >
Rp. 2M s.d Rp 5M
NJOP Bumi = 1000m2 x Rp 1.250.000 = Rp 1.2500.000.000
NJOP Bangunan, Contoh
terdiri dari : di Kota Yogyakarta
Hunian = 750m2 x Rp 750.000 = Rp 2.000.000.000 Example
Taman = 200m2 x Rp 500.000 = Rp 125.000.000
Pagar = 500m x1,5m x Rp 250.000 = Rp 187.500.000
+
Total NJOP Bangunan = Rp 875.000.000
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan = Rp 2.125.000.000
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000

NJOPKP = Rp 2.113.000.000
Tarif PBB = 0,220% x NJOPKP = Rp 4.648.600

PBB Terhutang sebesar


Rp 4.648.600,-

PERHITUNGAN PERHITUNGAN
WP E. NJOP >
Rp 5M NJOP Bumi = 1000m2 x Rp 2.500.000 = Rp 2.500.000.000
Contoh NJOP Bangunan,
di Kota Yogyakarta terdiri dari :
Example Hunian = 800m2 x Rp 2.500.000 = Rp 2.000.000.000
Taman = 300m2 x Rp 750.000 = Rp 225.000.000
Pagar = 500m2 x 1.5m x Rp 500.000 = Rp 375.000.000
+
Total NJOP Bangunan = Rp 2.600.000.000
Jumlah NJOP Bumi & Bangunan = Rp 5.100.000.000
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) = Rp 12.000.000

NJOPKP = Rp 5.088.000.000
Tarif PBB = 0,3% X NJOPKP = Rp 15.264.000

PBB Terhutang sebesar


Rp 15.264.000

87
Contoh Perhitungan PBB
Di Kota Yogyakarta

OP - 1 OP - 2
Jalan Melati, Yogyakarta Jalan Mawar, Yogyakarta
NJOP tanah = Rp. 300.000.000 NJOP tanah = Rp. 900.000.000
NJOP bng = Rp. 200.000.000 NJOP bng = Rp. 500.000.000
NJOP T + B = Rp. 500.000.000 NJOP T + B = Rp. 1.400.000.000
NJOPTKP = 0 NJOPTKP = Rp. 12.000.000
NJOP untuk perhitungan PBB NJOP untuk perhitungan PBB
= Rp500.000.000 = Rp. 1.388.000.000

PBB = 0,1% x Rp. 500.000.000 PBB = 0,16% x Rp. 1.388.000.000


= Rp. 500.000,- = Rp. 2.220.800,-

CONTOH KASUS DI KOTA YOGYAKARTA

Perhitungan PBB atas satu objek


Rp500.000 / M2
yang NJOPnya beragam
2

1
Misal:
Luas tanah 1 : 900 M2 ; Nilai: Rp. 900.000.000
Luas tanah 2 : 900 M2 ; Nilai: Rp. 450.000.000
Luas tanah 1 & 2 = 1.800 M2 ; Nilai : Rp. 1.350.000.000
Rp1.000.000 / M2
Nilai tanah / M2 = Rp. 1.350.000.000 : 1.800 = Rp. 750.000
Nilai tanah Rp. 750.000 / M2 masuk Klas A.17
Untuk perhitungan PBB Klas A.17= Rp. 802.000 / M2

NJOP tanah = 1.800 x Rp. 802.000 = Rp. 1.443.600.000,-


NJOP TKP ( Asumsi ) = Rp. 12.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp. 1.431.600.000,-
PBB = 0,160 % x Rp. 1.431.600.000 = Rp. 2.290.560,-

88
Perhitungan PBB atas Rumah Susun / Apartemen
Di Kota Yogyakarta
Hitung PBB untuk 1 unit hunian
Contoh : Jawab :
Luas Tanah : 5.000 M2 ; NJOP = Rp3.100.000,-/ M2
NJOP tanah seluruhnya = Rp15.500.000.000,-
Bangunan hunian : 100 unit , tipe 120 ; NJOP = Rp1.200.000 / M2
NJOP bangunan: hunian = Rp14.400.000.000,-
Bang. sarana : Jl. lingkungan : 300 M2 ; NJOP = Rp700.000,- / M2
jalan lingkungan = Rp 210.000.000,-
Parkir : 2.000 M2 ; NJOP = Rp823.000,- / M2 tempat parkir = Rp 1.646.000.000,-
K. renang : 600 M2 ; NJOP = Rp968.000,- / M2 kolam renang = Rp 580.800.000,-
Lift : 1.500 M2 ; NJOP = Rp968.000,- / M2 lift = Rp 1.452.000.000,-
NJOP bangunan seluruhnya = Rp18.288.800.000,-

NJOP tanah/unit = 120 : 12.000 x Rp15.500.000.000 = Rp155.000.000


NJOP bang/unit = 120 : 12.000 x Rp18.288.800.000 = Rp182.888.000
NJOP tanah & bangunan = Rp337.888.000,-
NJOP TKP ( asumsi ) = Rp 10.000.000,-
NJOP utk perhitungan PBB = Rp327.888.000,-

PBB = 0,1 % x Rp327.888.000,- = Rp327.888,-

Hasil Perhitungan
Dituangkan dalam bentuk
SPPT (Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang)
S
P
, sanksi bunga
P
T

89
PAJAK PENGHASILAN
PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN
(Pasal 21/26, 22, 23/26 & 4 ayat 2)

Kementerian Keuangan Republik Indonesia


Direktorat Jenderal Pajak
Tahun 2016

PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN,


PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN
KEGIATAN ORANG PRIBADI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR PER- 16/PJ/2016

90
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, Natura dan
Pembayaran Lain dengan Nama / Bentuk Apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan yang dilakukan
Orang Pribadi

Subyek Pajak Subyek Pajak


Dalam Negeri Luar Negeri

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26

PEMOTONG PPH PASAL 21/26

• Pemberi kerja yang terdiri dari:


a. Orang pribadi dan badan;
b. Cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,
natura dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut.
• Instansi Pemerintah atau pemegang kas pemerintah
• Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-badan lain
• Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
• Penyelenggara kegiatan

91
PEMBERI KERJA BUKAN
PEMOTONG PPH PASAL 21/26

• Kantor perwakilan negara asing


• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan
• Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata
memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

WAJIB PAJAK PPH 21 ATAU PENERIMA


PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

▪ Pegawai;
▪ Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya;
▪ Bukan pegawai; (penjelasan dibawah)
▪ Anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai;
▪ Mantan pegawai;
▪ Peserta kegiatan:
• Peserta perlombaan
• Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja
• Peserta/anggota kepanitiaan
• Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
• Peserta kegiatan lainnya

92
PEGAWAI TETAP
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan
pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak
untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

PEGAWAI TIDAK TETAP


pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan
bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan
atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

BUKAN PEGAWAI
orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh
Pasal 21/26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

93
PENJELASAN → BUKAN PEGAWAI YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH
PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN JASA, MELIPUTI:

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,
kru film, foto model, peragawan / peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
7. Agen iklan
8. Pengawas atau pengelola proyek
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
10. Petugas penjaja barang dagangan
11. Petugas dinas luar asuransi dan/atau
12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPH 21 ATAU


PENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPH PASAL 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia dan
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

94
OBYEK PAJAK PPH 21/26 ATAU
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

• Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


• Penghasilan penerima pensiun secara teratur
• Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun;
• Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
• Imbalan kepada bukan pegawai;
• Imbalan kepada peserta kegiatan;
• Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• Imbalan kepada mantan pegawai;
• Penarikan dana pensiun oleh pegawai.

Termasuk:
Natura/Kenikmatan dari:

• Wajib Pajak PPh Final


• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
• Semua Wajib Pajak

PESERTA KEGIATAN
orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti
rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan,
olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut

PENGHASILAN TERATUR
penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam
tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara
periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja,
termasuk uang lembur.

95
PENGHASILAN TIDAK TERATUR
penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang
diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus,
Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis
lainnya dengan nama apapun.

IMBALAN KE BUKAN PEGAWAI


penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan
kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang
dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis
lainnya.

PENGHITUNGAN BESARNYA
PENGHASILAN

NATURA /
UANG RUPIAH UANG ASING
KENIKMATAN

sesuai dengan yang Kurs Menteri


Harga Pasar
diterima/diperoleh Keuangan

96
Pokok Perubahan
OBYEK PAJAK PENGHASILAN UU HPP
Kunci Perubahan → Pasal 4 ayat (1), (1a), dan (2) diubah
Pasal 4 ayat (1d) dihapus

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, ………., termasuk:


a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya
termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini:
(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi
subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dengan ketentuan:
a. Memiliki keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.

SEBELUMNYA
4 (1) huruf a
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini:
4 (1a) huruf a
memiliki keahlian tertentu

Pokok Perubahan
UU HPP
OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Kunci Perubahan → Pasal 4 ayat (1d) dihapus

(1d) Dihapus

SEBELUMNYA
4 (1d)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan
Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

97
Pokok Perubahan
PENGENAAN PAJAK ATAS NATURA UU HPP
DAN / ATAU KENIKMATAN
UU 36 TAHUN 2008 UU NO 7 TAHUN 2021 (HPP)
Natura dan/atau kenikmatan secara umum bagi Natura dan/atau kenikmatan, secara umum bagi:
a. Penerima/karyawan, dikecualikan sebagai a. Penerima/karyawan, merupakan objek PPh (taxable) kecuali:
objek PPh (non taxable) kecuali natura a. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau
dan/atau kenikmatan diberikan oleh bukan WP, minuman bagi seluruh pegawai
WP yang dikenai PPh Final atau menggunakan b. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah
deemed profit Pasal 15 UU PPh tertentu
b. Pemberi kerja, tidak dapat dibiayakan (non c. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh
deductible) kecuali natura dan/atau pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
kenikmatan bagi seluruh pegawai serta d. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber/dibiayai
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura APBN/D/Des
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang e. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan tertentu.
b. Pemberi kerja, dapat dibiayakan (deductible)
Pengaturan lebih lanjut mengenai pengecualian natura/kenikmatan dari
objek pajak dan pembebanan biaya diatur dengan atau berdasarkan PP

Pokok Perubahan
PENGECUALIAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN UU HPP
Kunci Perubahan → Pasal 4 ayat (3) diubah
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
2. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD dan/atau APBDes; atau
5. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan,
baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

SEBELUMNYA
4 (3) huruf d
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
4 (3) huruf g
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;

98
PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN
PPH PASAL 21/26

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,


dan beasiswa
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Otoritas Jasa
Keuangan, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
• Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh

PPH PASAL 21:


PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN BERKALA

Setiap Masa Pajak,


Masa Pajak terakhir
kecuali Masa Pajak terakhir

Selisih antara PPh yang


Perkiraan Penghasilan Neto
terutang atas seluruh
yang akan diterima selama
penghasilan kena pajak
setahun,
selama setahun dengan
➢ Penghasilan teratur
PPh yang telah dipotong
sebulan dikali 12
masa-masa sebelumnya

99
MASA PEROLEHAN PENGHASILAN
KURANG DARI 12 BULAN

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP Dalam Negeri 1. WP OP Dalam Negeri


meninggal dunia atau mulai bekerja pada
meninggalkan Indonesia tahun berjalan;
selamanya;
2. Orang asing mulai bekerja 2. WP OP Dalam Negeri
di Indonesia pada tahun pindah kerja ke
berjalan untuk jangka waktu pemberi kerja yang lain
lebih dari 6 bulan;
3. Karyawan pindah cabang

PENGHITUNGAN PPH PASAL 21


Pegawai Tetap Penerima Pensiun
Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi, Natura
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja

Dikurangi dengan Dikurangi dengan

1. Biaya jabatan, 5% dari penghasilan Bruto maksimal


Biaya Pensiun, 5% dari penghasilan Bruto maksimal
Rp. 6.000.000 per tahun atau Rp. 500.000 per bulan
Rp. 2.400.000 per tahun atau Rp. 200.000 perbulan
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17

100
Pokok Perubahan
UU HPP
BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH,
DAN MEMELIHARA PENGHASILAN
Kunci Perubahan → Pasal 6 ayat (1) huruf c diubah
Pasal 6 ayat (1) huruf n ditambah

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh


Otoritas Jasa Keuangan
n. Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan

SEBELUMNYA
6 (1) huruf c
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
6 (1) huruf n
Belum ada

PTKP: PMK 101/PMK.010/2016

Rp. 54.000.000,- Untuk diri Wajib Pajak

Rp. 4.500.000,- Tambahan untuk Wajib Pajak Kawin

Tambahan untuk setiap anggota


keluarga sedarah semenda dalam
Rp. 4.500.000,- garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang

Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun


kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender

101
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) itu?
PTKP adalah pengurangan penghasilan yang tidak dikenai pajak,
yang diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Pemberian pengurangan ini berdasarkan pertimbangan bahwa daya pikul
(kemampuan bayar) seseorang dengan orang lainnya tidaklah sama.
Oleh karena itu besaran PTKP sangat terkait dengan beban hidup
seseorang dengan tanggungan keluarganya.

Sampai umur berapa anggota keluarga yang dapat dimasukkan


dalam penghitungan PTKP? Dan apakah terbatas sampai ke anak
kandung/anak angkat?
Umur tidak dibatasi, sepanjang memenuhi ketentuan tanggungan
sepenuhnya.
Garis keturunan tidak dibatasi hanya satu derajat (sampai ke anak),
tetapi lebih dari satu derajat diperkenankan sepanjang memenuhi
ketentuan tanggungan sepenuhnya.

102
Apakah yang dimaksud tanggungan sepenuhnya?
Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya berdasarkan keadaan
yang dapat terlihat dari keadaan yang sebenarnya yaitu :
1. Tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak;
2. Nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan sendiri;
3. Tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga atau oleh
orang tuanya sendiri.

Adakah syarat tertentu agar anak angkat dapat dimasukkan dalam


penghitungan PTKP?
Yang dimaksud anak angkat di sini bukanlah pengertian anak angkat sebagaimana
dalam masyarakat sehari-hari yaitu seorang anak yang diakui dan diangkat sebagai
anak. Dan juga bukanlah pengertian anak angkat sebagaimana dimaksud dalam
hukum perdata yang harus terlebih dahulu ada pengesahan dari Hakim Pengadilan
Negeri. Tetapi pengertian anak angkat dalam ketentuan perpajakan sepanjang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Seseorang yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis
lurus dari Wajib Pajak; dan
2. Menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.

103
PTKP KARYAWATI

Kawin
Kawin Suami tidak Tidak Kawin
berpenghasilan

1. Diri sendiri; 1. Diri sendiri;


Hanya untuk 2. Status kawin;
diri sendiri 2. Tanggungan
3. Tanggungan maksimal 3
maksimal 3

Menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat


serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/memperoleh penghasilan

Pokok Perubahan
UU HPP
TARIF PAJAK
Undang-Undang PPh Undang-Undang HPP
Lapisan Rentang Penghasilan Tarif Lapisan Rentang Penghasilan Tarif
I 0 - Rp 50 juta 5% I 0 - Rp 60 juta 5%
II > Rp 50 juta - Rp 250 juta 15% II > Rp 60 juta - Rp 250 juta 15%
III > Rp 250 juta - Rp 500 juta 25% III > Rp 250 juta - Rp 500 juta 25%
IV > Rp 500 juta 30% IV > Rp 500 juta - Rp 5 Miliar 30%
V > Rp 5 Miliar 35%

NOTE : Berlaku tahun pajak 2022

104
PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP/TENAGA KERJA LEPAS
Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Satuan, Borongan Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah Upah
Kumulatif satu bulan melebihi Rp. 10.200.000
Upah/Uang Saku Harian

Dikali 12
≤ 450.000 > 450.000
Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 450.000


Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5%
Dikenakan Tarif Pasal 17

PPh Pasal 21 Setahun


Upah kumulatif > Rp. 4.500.000 sd Rp.10.200.000 sebulan

Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari

Tarif PPh 21 = 5% (NPWP) PPh Pasal 21 Sebulan

PPH PASAL 21: BUKAN PEGAWAI

Berkesinambungan Tidak
Berkesinambungan
Exc. Pasal 13 ayat (1) Berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto) (50 % x Ph Bruto)


-
PTKP sebulan, Dihitung secara (50 % x Ph Bruto)
Dihitung secara kumulatif
kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah Sebesar Jasa Dokter
Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik

105
PPH PASAL 21: LAINNYA

Dewan Komisaris/ Peserta program


Pengawas non Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Pegawai tetap Berstatus pegawai

Jasa produksi, tantiem,


Honorarium atau gratifikasi, bonus atau
imbalan yang bersifat Penarikan dana
imbalan lain yang bersifat pensiun
tidak teratur tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto

PPH PASAL 21:


PESERTA KEGIATAN

Tarif Pasal 17 UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat


utuh dan tidak dipecah

106
TETAP PENGHASILAN NETO - PTKP

PEGAWAI PENGHASILAN BRUTO - PTKP


BULANAN
TIDAK TETAP
PENGHASILAN BRUTO - 450 RIBU
HARIAN
PENGHASILAN BRUTO (> 4.500 JT S.D. 10,2 JT) - PTKP HARIAN

PENGHASILAN BRUTO (> 7 JUTA) - PTKP

PENSIUNAN BERKALA PENGHASILAN NETO - PTKP

BERKESINAMBUNGAN ((50% X PH BRUTO) - PTKP BULANAN) KUMULATIF

BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN EXC PSL 13 (1) (50% X PENGHASILAN BRUTO) KUMULATIF

TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x PENGHASILAN BRUTO

KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENGHASILAN BRUTO KUMULATIF


PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PEGAWAI

PESERTA KEGIATAN PENGHASILAN BRUTO

PENERIMA PENGHASILAN TIDAK BER-NPWP

PPh Pasal 21 sebesar 120% lebih tinggi daripada


PPh Pasal 21 yang seharusnya (20% lebih tinggi)

Setelah pemotongan PPh Ber- Sebelum pemotongan PPh


Pasal 21 bulan Desember NPWP Pasal 21 bulan Desember

Diperhitungkan oleh pemotong


Merupakan kredit pajak dalam
dengan PPh Pasal 21 bulan-
SPT Tahunan PPh bulan selanjutnya

Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final

107
KETENTUAN KHUSUS

1. Uang Pesangon Penghasilan bersumber dari


2. Uang Manfaat Pensiun APBN/D yang diterima oleh
3. THT/JHT yang dibayarkan Pejabat Negara, PNS, Anggota,
sekaligus TNI/Polri, dan Pensiunannya

PP 68 Tahun 2009 PP 80 Tahun 2010

PPH PASAL 26

Tarif Pasal 26 = 20 %
Lebih Dalam
Akan diajarkan di
BREVET PAJAK C
Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B

108
SAAT TERUTANG PPH PASAL 21/26
PP 94 Tahun 2010 Pasal 15

Penerima penghasilan Pemotong

Saat dilakukannya Akhir bulan dilakukannya


pembayaran pembayaran atau akhir
atau saat terutangnya bulan terutangnya
penghasilan penghasilan

KEWAJIBAN PEMOTONG
• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21
dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling
lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
• Pemotong Pajak tidak wajib lapor jika nihil, kecuali masa Desember.
• Wajib Membuat Catatan atau
• Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak
• Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
• Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima
Penghasilan

109
BUKTI PEMOTONGAN PPH PASAL 21

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


• Dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2)
• Diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
• Dibuat setiap kali ada pemotongan
• Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti potong
dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 21

KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu
Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan
Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek
Pajak Dalam Negeri
• Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kepada
Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun
• Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi Perubahan
Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum Mulai Tahun Kalender
Berikutnya

110
IURAN BPJS UNTUK MENGHITUNG PPH PASAL 21

Ditanggung Pemberi Kerja Ditanggung Karyawan


BPJS Menambah Pengurang
Penghasilan Bruto Penghasilan Bruto
BPJS Kesehatan Ya Tidak
Jaminan Kecelakaan Kerja Ya
Jaminan Kematian Ya
Jaminan Hari Tua Tidak Ya
Tunjangan Hari Tua Tidak Ya
Jaminan Pensiun Tidak Ya
Iuran Pensiun Tidak Ya

PAJAK PENGHASILAN
PASAL 23/26

111
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh WP Dalam Negeri (Orang Pribadi
maupun Badan) dan BUT yang berasal dari modal,
penyerahan jasa dan penyelenggaraan kegiatan selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
PPh Pasal 23 ini dibayarkan oleh Badan Pemerintah atau
Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan,
BUT, atau Perwakilan Perusahaan LN lainnya.

DASAR HUKUM PEMOTONGAN PPh PASAL 23/26

UU No. 6 Tahun 1983 sttd UU No. 16 Tahun 2009 (KUP)


UU UU No. 7 Tahun 1983 sttd UU No. 36 Tahun 2008 (PPh)
Sttd di Undang-Undang HPP

PP PP No. 8 Tahun 2007 (Peraturan Pelaksana UU KUP)

PER
PMK No. 141 Tahun 2015 (Jenis Jasa lain yang diatur dalam Pasal 23)
MENKEU

PER
Sekarang sudah menggunakan E-Bupot Unifikasi
DIRJEN
SE
SE-53/PJ/2009 (Jumlah Bruto PPh Pasal 23)
DIRJEN

112
TARIF DAN DASAR PEMOTONGAN
PPh PASAL 23

HADIAH &
SEWA &
PENGHARGAAN,
JASA LAINNYA
BUNGA & ROYALTI

TARIF TARIF
15% 2%

DASAR PEMOTONGAN
J U M L A H B R U T O
JIKA PEMBERI JASA TIDAK MEMILIKI NPWP MAKA TARIFNYA 100% LEBIH TINGGI

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN


PPH PASAL 23

- Bunga termasuk premium diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti
- Hadiah, penghargaan dan bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain sewa atas tanah dan/atau
bangunan sesuai dengan PP 5 Tahun 2002

Imbalan sehubungan dengan:


- Jasa teknik; - Jasa konsultan;
- Jasa manajemen; - Jasa lain
- Jasa konstruksi;
Selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21

113
PENGATURAN TERBARU
PEMOTONGAN PPH PASAL 23 ROYALTI (PER-1/PJ/2023)

SYARAT PENGGUNAAN
PEMOTONGAN PPH PASAL 23 ROYALTI (PER-1/PJ/2023)

1. Pihak yang dipotong merupakan


Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri
2. Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
untuk menghitung Pajak
Penghasilan
3. Menyampaikan Bukti Penerimaan
Surat (BPS) pemberitahuan
penggunaan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto kepada
pemotong.

114
PASAL 23
1a. Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki NPWP, besarnya tarif
pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
(3) Orang pribadi sebagai WP DN dapat ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk
memotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

ORANG PRIBADI YANG DAPAT


MEMOTONG PPH 23
Melalui proses permohonan dari DJP, siapa saja yaitu :
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT, pengacara dan
konsultan yang melakukan kegiatan usaha bebas
2. Orang pribadi yang menjalankan usaha dengan pembukuan
KEP 50/PJ/1994

115
TIDAK DIKENAKAN
PEMOTONGAN PPH PASAL 23/26
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c. Dihapus
d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
e. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya; bukan obyek pajak
PPh pasal 4 ayat 3 - UU Cipta Kerja
f. Dihapus
g. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan
menteri keuangan.

PENERIMA PENGHASILAN YANG


DIPOTONG PPH PASAL 23/26

PPH PASAL 23 PPH PASAL 26

- WP DALAM NEGERI
WP LUAR NEGERI
- BUT

116
POKOK PERUBAHAN PASAL 26 AYAT (1B)
UU CIPTA KERJA PASAL 111

• Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang dapat diturunkan dengan Peraturan Pemerintah.
• Aturan sebelumnya:
PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga dari dalam negeri yang diterima
oleh Subjek Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT)
dikenakan tarif sebesar 20% atau berdasarkan P3B

DIPOTONG PPH PASAL 26


PENGHASILAN YANG DIBAYARKAN KEPADA WP LUAR NEGERI SELAIN BUT

- Dividen pasal 4 ayat 3 bukan objek pajak UU Cipta Kerja


- Bunga termasuk premium, diskonto & imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta

Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

Hadiah dan penghargaan

Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya

Keuntungan karena pembebasan utang

117
PENGHASILAN DARI SEWA
Penghasilan yang diperoleh sehubungan dengan penggunaan harta
gerak dan/atau tak gerak dalam hubungannya dengan kegiatan usaha

Adanya penyerahan kenikmatan atas harta yang disewa dari


yang menyewakan kepada pihak penyewa;

Adanya perjanjian sewa-menyewa baik lisan/tulisan

Adanya kenyataan bahwa memang terdapat transaksi sewa

JASA TEKNIK
Pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri,
perdagangan, dan ilmu pengetahuan. Meliputi:

Umumnya diberikan sekali, misal:


Untuk suatu
- Penelitian jenis tanah untuk bangunan,
proyek tertentu
- Pembuatan design bangunan.

Umumnya diberikan lebih dari sekali/terus-menerus, misal:


- Dalam bentuk gambar,
Untuk suatu
- Petunjuk produksi,
jenis produk tertentu
- Perhitungan-2,
- Petunjuk dan latihan kepada pegawai

Pemberian Berkenaan dengan pengalaman-pengalaman di bidang


informasi manajemen

118
JASA KONSULTAN
Pemberian advis profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai
dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya

JASA MAKLON
Pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang
proses pekerjaannya yang dilakukan pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang
spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan
pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa

JASA MANAJEMEN

Pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung


dalam melaksanakan manajemen

Mendapatkan balas jasa berupa

Imbalan Manajemen (Management Fee)

119
JUMLAH BRUTO OBJEK PPH PASAL 23
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada WP dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap.

Tidak Termasuk Jasa catering &


jasa yang telah
1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dikenakan PPh
dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang bersifat final
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa (harus dibuktikan dengan kontrak (Konstruksi)
dan daftar pembayaran gaji dsb);
2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (harus dibuktikan dgn faktur pembelian);
3. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak
ketiga (harus dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai perjanjian tertulis);
4. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang
nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (harus dibuktikan faktur dengan
tagihan atau bukti pembayaran dari pihak kedua ke pihak ketiga

JASA LAIN

Terdapat 62 JENIS JASA LAIN


Silahkan Buka : PMK No 141/PMK.03/2015

Atas 62 jenis jasa lain tersebut


DIKENAKAN TARIF 2%

120
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 4 AYAT 2

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)


bersifat final:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi (Diubah di UU HPP, slide berikutnya)
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

121
Pokok Perubahan
UU HPP
OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Kunci Perubahan → Pasal 4 ayat (2) diubah

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di
pasar uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi;
e. Penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu,

SEBELUMNYA
4 (2)
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
e. penghasilan tertentu lainnya

OBLIGASI sebagaimana dimaksud di atas


termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note,
Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan.
CATATAN :
SURAT UTANG NEGARA yang dimaksud di atas
meliputi Obligasi Negara dan Surat
Perbendaharaan Negara.

122
Penghasilan-penghasilan tersebut merupakan objek pajak.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
1. Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan
masyarakat;
2. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi
baik bagi Wajib Pajak maupun DJP;
3. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan
ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan
perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat,
besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

A. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Bunga Deposito


dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No. 131 Tahun 2000

A.1. OBYEK PAJAK - Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI


• Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.
• Termasuk dalam pengertian bunga di atas adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari
deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
• Ketentuan di atas tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang
seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun Pajak termasuk bunga dan diskonto tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

123
A.2. TARIF PAJAK - Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank lndonesia adalah sebagai berikut :
a. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
terhadap Wajib Pajak Luar Negeri.

Dipotong oleh bank yang memberikan penghasilan

Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya


Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

A.3. PENGECUALIAN - Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI


Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
Bank Indonesia tidak dilakukan terhadap :
a. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tersebut tidak melebihi
Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia;
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima
atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana
dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana,
atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

124
B. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi
DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No. 6 Tahun 2002

B.1. OBYEK PAJAK - Bunga Obligasi

a. Obligasi adalah surat utang & surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
b. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan
Negara dan Obligasi Negara.
c. Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk
bunga dan/atau diskonto.

Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga
Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

B.2. TARIF PAJAK - Bunga Obligasi


Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:

A. Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:

• 15% bagi WP Dalam Negeri dan BUT


• 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan P3B bagi WP
Luar Negeri selain BUT, dari jumlah bruto bunga sesuai
dengan masa kepemilikan Obligasi;

125
B.2. TARIF PAJAK - Bunga Obligasi
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:

B. Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:

• 15% bagi WP Dalam Negeri dan BUT


• 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan P3B bagi WP
Luar Negeri selain BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai
nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk
bunga berjalan;

B.2. TARIF PAJAK - Bunga Obligasi


Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:

C. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:

• 15% bagi WP Dalam Negeri dan BUT


• 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan P3B bagi WP
Luar Negeri selain BUT, dari selisih lebih harga jual atau nilai
nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan

126
B.2. TARIF PAJAK - Bunga Obligasi
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi adalah:

D. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima


dan/atau diperoleh WP Reksadana yang terdaftar pada OJK

• 5% untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020


• 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.

B.3. PEMOTONGAN PAJAK - Bunga Obligasi


a. Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,
atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan
kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima
pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat
transaksi.

Disetor paling lambat Dilaporkan paling lambat


tanggal 10 bulan berikutnya tanggal 20 bulan berikutnya

127
B.4. PENGECUALIAN - Bunga Obligasi
a. WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh; dan
b. Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat
transaksi.

Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP bank


yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dikenai
Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai UU PPh.

C. Pajak Penghasilan Atas Diskonto SPN


Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN
adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama
12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

a. Nilai nominal pada saat jatuh tempo


dengan harga perolehan di Pasar
Diskonto SPN : Perdana atau di Pasar Sekunder; atau Tidak termasuk
Selisih lebih PPh yang
antara b. Harga jual di Pasar Sekunder dengan dipotong.
harga perolehan di Pasar Perdana atau
di Pasar Sekunder,

128
C.1. OBYEK PAJAK - Diskonto SPN

Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak


berupa Diskonto SPN dikenakan pemotongan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.

C.2. TARIF PAJAK - Diskonto SPN


Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Diskonto SBN adalah:

a. 20% bagi WP Dalam Negeri


dan (BUT)
Dari
b. 20% atau tarif sesuai P3B Diskonto SPN
yang berlaku bagi WP
penduduk / berkedudukan di
Luar Negeri

129
C.3. PEMOTONG PAJAK - Diskonto SPN

a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku


agen pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima pemegang
SPN saat jatuh tempo; atau
b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang
perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang
diterima di Pasar Sekunder

C.4. PENGECUALIAN - Diskonto SPN


a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia;
b. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan, selama 5 tahun pertama
sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

130
D. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga
Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada
Anggota Koperasi Orang Pribadi

D.1. OBYEK PAJAK - Bunga Simpanan Koperasi

Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh


koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota
koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat FINAL

D.2. TARIF PAJAK - Bunga Simpanan Koperasi


Besarnya Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi
orang pribadi adalah:

a. 0% untuk penghasilan b. 10% dari jumlah bruto


berupa bunga bunga untuk penghasilan
simpanan sampai berupa bunga simpanan
dengan 240 ribu lebih dari 240 ribu per
per bulan bulan.

131
D.3. PEMOTONG PAJAK - Bunga Simpanan Koperasi

Koperasi yang melakukan pembayaran bunga


simpanan kepada anggota koperasi orang
pribadi, wajib memotong Pajak Penghasilan
yang bersifat final tersebut.

E. Pajak Penghasilan Atas


Penghasilan berupa Hadiah Undian
E.1. OBYEK PAJAK E.2. TARIF PAJAK E.3. PEMOTONG PAJAK
Atas penghasilan Penghasilan berupa Penyelenggara undian
berupa hadiah undian hadiah undian wajib memotong atau
dengan nama dan dengan nama dan memungut PPh Final
dalam bentuk apapun dalam bentuk apapun atas Hadiah Undian.
dipotong atau adalah 25% dari
dipungut Pajak jumlah bruto hadiah Dasar hukum
Penghasilan yang undian UU PPh pasal 4 ayat (2)
bersifat final. PP No. 132 tahun 2000

132
F. TRANSAKSI SAHAM & SEKURITAS LAINNYA

DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No. 41 Tahun 1994 jo.
PP No. 14 Tahun 1997

TERBAGI:

Saham Pendiri
Saham Biasa
(IPO: Initial Public offering)

Tarif = 0,1%
Tarif = + 0,5%
Dari jumlah bruto transaksi
Dari nilai saham
(Harga jual)

Pemotong Pajak Penyelenggara bursa efek

TRANSAKSI SAHAM DAN SEKURITAS LAINNYA

Saham Biasa Saham Pendiri

Dipotong dan disetor oleh


Disetor oleh emiten
penyelenggara bursa

Disetor paling lambat Disetor paling lambat 1 bulan


tanggal 20 bulan berikutnya setelah saham diperdagangkan

Melapor paling lambat Melapor paling lambat


tanggal 25 bulan berikutnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah penyetoran

133
G. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura
dari Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan
Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya

Perusahaan kecil, menengah, atau yang


melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha
Tarif = 0,1%
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
Dari jumlah bruto nilai transaksi
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal.
efek di Indonesia.

Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan


modal tersebut dilakukan melalui bursa efek sesuai diatur DASAR HUKUM
dalam peraturan perundang-undangan tentang Pajak UU PPh Pasal 4 ayat (2)
Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan PP No. 4 Tahun 1995
saham di bursa efek

PENGECUALIAN
Yang tidak memenuhi ketentuan di atas dikenakan Pajak
Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang
Pajak Penghasilan.

Wajib untuk melakukan pembukuan yang terpisah atas


penghasilan maupun biaya yang berkaitan dengan penghasilan
dari transaksi penjualan saham ini

134
H. DEVIDEN BAGI
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Tidak diinvestasi sesuai PMK 18 dikenakan PPh dividen Dasar Hukum
Dividen yang diterima atau diperoleh WP OP PP No. 19 Tahun 2009
PMK 18/PMK.03/2021
Tarif dan Dasar Pengenaan
Disetor sendiri Oleh WP Orang
10% dari jumlah bruto
Pribadi yang bersangkutan
paling lama tanggal 15 bulan
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor berikutnya setelah Masa Pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi Dividen diterima atau diperoleh.

I. JASA KONSTRUKSI

DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No 51 2008
PP No. 40 Tahun 2009 ; PP No 9 Tahun 2022

Klasifikasi usaha jasa konstruksi meliputi:


- Jasa konsultansi konstruksi untuk sifat umum
- Jasa konsultansi konstruksi untuk sifat spesialis
- Pekerjaan konstruksi untuk sifat umum
- Pekerjaan konstruksi untuk sifat spesialis
- Pekerjaan konstruksi terintegrasi

135
Pekerjaan Konstruksi
Mencakup kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian
pemeliharaan, pembongkaran dan pembangunan kembali suatu bangunan

Konsultansi Konstruksi
Mencakup layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan dan manajemen
penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan

Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi


Mencakup gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi
konstruksi, termasuk di dalamnya penggabungan fungsi layanan dalam
model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan
serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan

TARIF PPH JASA KONSTRUKSI


Jenis Penyedia Jasa Tarif
Memiliki SBU kualifikasi kecil atau SKK 1.75%
Pekerjaan
Tidak memiliki SBU atau SKK 4%
Konstruksi
Selain 1 dan 2 diatas 2.65%
Konsultansi Memiliki SBU atau SKK 3.5%
Konstruksi Tidak memiliki SBU atau SKK 6%
Pekerjaan Konstruksi Memiliki SBU 2.65%
Terintegrasi Tidak memiliki SBU 4%
SBU : Sertifikat Badan Usaha
SKK : Sertifikat Kompetensi Kerja untuk usaha perseorangan

136
PP 51 TAHUN 2008 (ATURAN LAMA) PP 9 TAHUN 2022 (ATURAN BARU)
KETERANGAN
JENIS JASA KONSTRUKSI TARIF JENIS JASA KONSTRUKSI TARIF
Jasa pelaksanan konstruksi oleh Jasa pelaksanan konstruksi oleh pengusaha
Memiliki SBU/SKK 2% 1.75%
pengusaha berkualifikasi kecil berkualifikasi kecil / SKK
Jasa pelaksanan konstruksi oleh
Jasa pelaksanan konstruksi oleh pengusaha
pengusaha berkualifikasi menengah 3% 2.65%
berkualifikasi menengah atau besar
atau besar
Jasa perencanaan atau pengawasan Jasa perencanaan maupun pengawasan /
(berlaku baik pengusaha berkualifikasi 4% konsultasi konstruksi (berlaku baik pengusaha 3.50%
kecil, menengah atau besar) berkualifikasi kecil, menengah atau besar) / SKK
Tidak Memiliki Jasa pelaksanan konstruksi yang tidak Jasa pelaksana konstruksi yang tidak memiliki
4% 4%
SBU/SKK memiliki kualifikasi usaha kualifikasi usaha / tidak punya SKK
Jasa perencanaan atau pengawasan Jasa perencanaan atau pengawasan / konsultansi
6% 6%
yang tidak memiliki kualifikasi usaha konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha
Tambahan Tarif Baru Jasa pelaksanaan konstruksi terintegrasi yang
Tidak ada - 2.65%
Jenis Jasa Konstruksi memiliki SBU
Jasa pelaksanaan konstruksi terintegrasi yang
Tidak ada - 4%
tidak memiliki SBU/ tidak memiliki SKK

J. SEWA ATAS TANAH


DAN / ATAU BANGUNAN

DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No. 29 Tahun 1996 jo.
PP No. 5 Tahun 2002

TARIF = 10 % DARI JUMLAH BRUTO NILAI PERSEWAAN


Tanah, Rumah, Toko, Apartemen, Gudang

Termasuk Biaya Perawatan, Pemeliharaan,


Keamanan, Fasilitas Lainnya

137
SEWA ATAS TANAH
DAN / ATAU BANGUNAN

Dipotong dan disetor oleh pihak penyewa

Disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

Melapor paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

PERLAKUAN KHUSUS
Yang memotong PPh Final umumnya adalah pemberi hasil

Tetapi khusus
untuk

• Persewaan tanah dan atau bangunan


• Jasa konstruksi

Dapat disetor sendiri oleh pemberi jasa, seandainya pemberi hasil


bukan pemotong pph atau non subjek pajak

Penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya


Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

138
Orang pribadi yang boleh melakukan
pemotongan PPh pasal 4(2) dengan
mengajukan sebg pemotong PPh pasal 4(2)
KEP-50/PJ/1996 antara lain :
1. Akuntan, arsitek, notaris, PPAT, Pengacara,
Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
2. Orang Pribadi yang menjalankan usaha
dengan pembukuan

K. PENGALIHAN HAK
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

DASAR HUKUM
UU PPh Pasal 4 ayat (2) ; PP No. 48 Tahun 1994 jo
PP No. 27 Tahun 1996 jo ; PP No. 79 Tahun 1999

WP Badan WP OP & Yayasan

Bersifat Final Bersifat Final

139
PENGALIHAN HAK
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

WP BADAN WP OP & YAYASAN

TARIF = 2,5% DARI JUMLAH BRUTO NILAI PENGALIHAN


(Nilai tertinggi antara akte pengalihan
dengan NJOP tanah dan/atau bangunan)

Disetor oleh yang menjual tanah (Kecuali penjualan kepada pemerintah


maka dipotong dan disetor oleh bendaharawan pemerintah)

Disetor paling lambat sebelum akta jual beli ditandatangani

PENGALIHAN HAK TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan

0% 1% 2,5%
Atas PHTB kepada Pemerintah, Atas tanah dan/atau bangunan Atas tanah dan/atau bangunan,
BUMN yang mendapat berupa rumah sederhana dan selain PHTB yang sudah dikenai
penugasan khusus dari kepala rumah susun sederhana yang PPh dengan tarif 0% dan 1%
daerah, sebagaimana dimaksud dilakukan oleh WP yang usaha
dalam UU yang mengatur pokoknya melakukan PHTB
mengenai pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk
kepentingan umum

FINAL

140
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN / ATAU
BANGUNAN YANG DIKECUALIKAN DARI
PEMOTONGAN PPH 4(2)

Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
Artinya : Hibah kepada anak dan ortu. Dan kepada badan keagamaan,
pendidikan dan sosial sepanjang tidak ada hubungan antara pihak yang
bersangkutan. Termasuk wakaf (Dengan SKB)

Orang pribadi memperoleh penghasilan dari Orang / Badan dengan


nilai pengalihan < 60 juta (Dengan syarat penghasilan < PTKP)

Orang pribadi yang menerima penghasilan atas Pengalihan yang


dilakukan kepada pemerintah untuk kepentingan umum

Warisan (Bukan obyek pajak)

PENGALIHAN HAK TANAH


DAN / ATAU BANGUNAN

ATURAN KHUSUS WP ORANG PRIBADI

Jika nilai pengalihan < 60 Juta maka :


Tidak Perlu Menyetorkan PPh Final 2,5%,
KECUALI
Jika pada akhir tahun penghasilan lainnya telah melebihi PTKP

Maka

PPh Final 2,5% harus disetor paling


lambat pada akhir tahun

141
WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI DASAR HUKUM
PP 23/2018 dicabut
PEREDARAN BRUTO TERTENTU diganti PP 55 2022 Pasal 56

SUBJEK PAJAK OBJEK PAJAK


• Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) 1. Penghasilan dari usaha, termasuk cabang PEMBERITAHUAN KE DJP
• Wajib Pajak Badan tertentu 2. Gabungan Ph WPOP Suami Istri PH dan MT Bila Wajib Pajak memilih untuk dikenai
(Koperasi, CV, Firma) PPh sesuai ketentuan umum PPh
Kecuali:
• Perseroan Terbatas
a. Jasa sehubungan pekerjaan bebas
• BUMD atau BUMD Bersama
b. Penghasilan di LN PELUNASAN PAJAK
Dengan peredaran bruto s.d 4.8 Miliar
c. Penghasilan yang dikenakan PPh
per Tahun Pajak Disetor sendiri oleh WP, atau
Final tersendiri
Kecuali : d. Penghasilan yang bukan objek pajak Dipotong atau di pungut oleh pihak lain
a. Yang memilih untuk dikenai PPh Umum
b. CV, Firma yang dibentuk : JANGKA WAKTU SURAT KETERANGAN
• Beberapa WPOP dengan keahlian
khusus dan Perseroan Terbatas 3 Tahun Pajak Bila Wajib Pajak menerima penghasilan
• Menyerahkan jasa sejenis dengan dari pemotong atau pemungut PPh
CV, Firma, Koperasi, 4 Tahun Pajak
pekerjaan bebas
BUMD, BUMD Bersama,
c. Wajib Pajak Badan yang memperoleh
Perseroan Perseorangan PPH TERUTANG
fasilitas Tax Holiday dan Tax Allowance
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) WP Orang Pribadi 7 Tahun Pajak PPh Final = 0.5% x Peredaran Bruto

PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22

142
DASAR HUKUM PEMUNGUT PPh PASAL 22

UU No. 6 Tahun 1983 stdtd UU No. 28 Tahun 2007


UU No. 7 Tahun 1983 stdtd UU No. 36 Tahun 2008
UU No. 11 Tahun 2020 Cipta Kerja
UU No. 7 Tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan

PMK-34/PMK.010/2017 stdd PMK 110/PMK.10/2018


PMK-6/PMK.03/2021

PEMUNGUT PPH PASAL 22


MENTERI KEUANGAN BERWENANG MENETAPKAN

Badan-Badan Bendaharawan Wajib Pajak


Tertentu Pemerintah Badan

Untuk Memungut Pajak

Berkenaan dengan Berkenaan dengan Atas penjualan


pembayaran atas kegiatan di bidang barang yang
penyerahan barang impor atau usaha tergolong sangat
di bidang lain mewah

143
PEMUNGUT PPH PASAL 22
(PMK NO. 34/PMK.10/2017)
1. Instansi dan Kuasa pengguna 2. Bank devisa dan DJBC
anggaran pada pemerintah pusat
maupun daerah
2. Badan Usaha Milik Negara
API NON API TIDAK DIKUASAI
2,5% 7,5% 7,5%
harga jual lelang
Yang melakukan Pembayaran atas
Pembelian barang
(tidak termasuk jasa) Nilai Impor adalah: CIF
(Cost Insurence Freight) +
+ Bea Masuk + Pungutan lain
yang dikenakan berdasarkan
= 1,5 % dari harga beli ketentuan UU Pabean
(Kurs KMK)
(tidak termasuk PPN)
Sifat tidak final

2. BESARNYA PUNGUTAN PPH PASAL 22


2. DJBC

KHUSUS IMPOR KEDELAI, GANDUM DAN TEPUNG TERIGU

API NON API


0,5% 7,5%

Dari Nilai Impor

Ketentuan ini mulai berlaku mulai


Tanggal 4 Februari 2008
(CIF : Nilai berupa uang yang menjadi dasar bea masuk)

144
3. PENJUALAN BAHAN BAKAR MINYAK,
GAS DAN PELUMAS KEPADA AGEN / PENYALUR

Disetor langsung oleh agen / penyalur


pada saat sebelum penebusan DO

Dilaporkan oleh produsen atau importir paling lambat


tanggal 20 bulan berikutnya

JENIS PRODUK SPBU PERTAMINA SPBU SWASTA


Premium, Premix, Solar 0,25% x Harga Jual 0,3% x Harga Jual
BBG 0,3% x Harga Jual -
Pelumas 0,3% x Harga Jual -

4. BESARNYA PUNGUTAN PPH PASAL 22


Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri :

0,25% dari harga jual


Semen Tidak termasuk PPN (tidak final)

0,1% dari harga jual


Kertas
Tidak termasuk PPN (tidak final)

0,3% dari harga jual


Baja
Tidak termasuk PPN (tidak final)

Kendaraan bermotor 0,45% dari harga jual


roda dua atau lebih Tidak termasuk PPN (tidak final)

0,3% dari harga jual


Industri Farmasi
Tidak termasuk PPN (tidak final)

145
5. Besarnya Pungutan PPh 22 6. Besarnya pungutan PPh 22
Industri dan eksportir kehutanan, Industri atau badan usaha komoditas
perkebunan, pertanian dan perikanan tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam

Atas pembelian bahan keperluan Atas Pembelian komoditas tambang


industri atau ekspor dari pedagang batubara, mineral logam, dan mineral
pengumpul bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan

= 0,25 % dari harga beli = 1,5 % dari harga beli


(tidak termasuk PPN) (tidak termasuk PPN)
Sifat tidak final Sifat tidak final

7. Besarnya Pungutan PPh 22 8. Besarnya Pungutan PPh 22 9. Besarnya Pungutan PPh 22


Agen Tunggal Pemegang Merek Badan usaha yang melakukan Penyelenggara Distribusi
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), penjualan emas batangan di Tingkat Kedua
dan importir umum kendaraan bermotor dalam negeri

Atas penjualan kendaraan Atas penjualan emas batangan Atas penjualan Pulsa dan
bermotor di dalam negeri Kartu Perdana

0,5% dari:
= 0,45% dari harga jual = 0,45% dari harga jual a. Nilai yang ditagih oleh
(tidak termasuk PPN) (tidak termasuk PPN) Penyelenggara Distribusi
Sifat tidak final Sifat tidak final Tingkat Kedua kepada
Penyelenggara Distribusi
Tingkat Selanjutnya; atau
b. Harga Jual, atas penjualan
kepada pelanggan
telekomunikasi secara
langsung.

146
Ketentuan PPh 22 atas Pulsa dan deposit

1. Bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan


sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan
bagi Wajib pajak
2. Terutang pada saat diterimanya pembayaran,
termasuk penerimaan deposit, oleh Penyelenggara
Distribusi Tingkat Kedua.

3. Pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas pembayaran


oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau pelanggan
telekomunikasi yang :
a. Jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak
termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah
dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp. Tanpa
2.000.000,00 (dua juta rupiah) SKB

b. Merupakan Wajib Pajak bank; atau

c. Telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak


Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2018 dan telah c.
terkonfirmasi ke benarannya dalam sistem informasi
Direktorat Jenderal Pajak

147
10.PEMUNGUTAN PPh 22
Sebesar 5% dari harga jual barang sangat mewah
(tidak termasuk PPN & PPNBM)

Apartemen, kondominium dan sejenisnya


Pesawat udara pribadi
Dengan harga > Rp 10 milyar dan / atau
Dengan harga > Rp 20 Milyar
Luas bangunan > 400m2
Kapal pesiar dan sejenisnya
Dengan harga > Rp 10 Milyar Kendaraan bermotor roda 4
untuk penumpang < 10 orang berupa
Rumah dan tanahnya Sedan, jeep, SUV, MPV, minibus dan sejenisnya
Luas bangunan > 500m2 Dengan harga > Rp 5 milyar dan dengan
Dengan harga > Rp 10 Milyar Kapasitas silinder > 3.000 cc

DIKECUALIKAN DARI
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22
Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
perundangan tidak terutang PPh dengan SKB dari Dirjen Pajak

Impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata untuk diekspor


kembali. Dilaksanakan Oleh Ditjen BC sesuai dengan ketentuan perundangan

Impor kembali meliputi (re-impor) barang-barang yang diekspor kemudian


diimpor kembali dalam kualitas sama atau untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan, dan pengujian yang telah memenuhi syarat dari BC

148
DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN
PPH PASAL 22 (LANJUTAN)
Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN
yang dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai

• Barang perwakilan Negara Asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik
• Barang untuk keperluan Badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia
beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak punya Paspor
• Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosbud, kepentingan bencana
• Barang untuk keperluan museum, kebun binatang dan tempat semacamnya yang terbuka untuk
umum.
• Barang untuk keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan.
• Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
• Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.

• Barang pindahan.
• Barang pribadi penumpang, awak, sarana pengangkut, pelintas batas dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundangan pabean.
• Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Daerah yang ditujukan untuk kepentingan
umum.
• Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukan
bagi keperluan hankam negara.
• Barang dan bahan untuk menghasilkan barang bagi keperluan hankam negara.
• Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program pekan imunisasi nasional.
• Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
• Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyebrangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yg diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.

149
• Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional.
• Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta Prasarana yang diimpor dan digunakan Perusahaan
Kereta Api Indonesia.
• Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan TNI
• Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama

DIKECUALIKAN DARI
PEMUNGUTAN PPH PASAL 22

1. Pembayaran atas penyerahan barang yang jumlahnya paling banyak paling banyak
Rp. 10.000.000,00 (Bukan jumlah yang dipecah-pecah) oleh instansi pemerintah
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum / PDAM,
dan benda benda pos oleh instansi pemerintah
3. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
4. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog
5. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor. Dinyatakan dengan SKB

150
SAAT PEMUNGUTAN DAN
PELUNASAN PPH PASAL 22
1. Atas impor barang oleh bank devisa dan Ditjen BC terutang dan dilunasi saat pembayaran bea
masuk. Dalam hal adanya penundaan atau pembebasan bea masuk, PPh terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang.
2. Atas penjualan oleh produsen / importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas dipungut saat
penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
3. Atas pembelian barang oleh, instansi pemerintah, terutang dan dipungut saat pembayaran.
4. Atas pembelian bahan oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian dan perikanan terutang dan dipungut saat pembelian.
5. Atas penjualan hasil produksi industri semen, kertas, baja dan otomotif terutang dan dipungut
saat penjualan.

PENYETORAN PPH PASAL 22

PEMUNGUT PENYETORAN

Ditjen Bea Cukai Sehari setelah pemungutan

Instansi pemerintah Pada hari saat pemungutan

Semen, baja, kertas,


Tanggal 10 bulan berikutnya
otomotif dan farmasi

Produsen / importir BBM,


Saat penebusan delivery order
gas dan pelumas

Perhutanan, pertanian
Tanggal 10 bulan berikutnya
perkebunan dan perikanan

151
PENYETORAN PPH PASAL 22

PEMUNGUT PENYETORAN

Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang


Tanggal 10 bulan berikutnya
Merek (APM) dan importir umum kendaraan bermotor

Badan Usaha Penjualan emas Batangan Tanggal 10 bulan berikutnya

Industri atau badan usaha komoditas tambang batubara,


Tanggal 10 bulan berikutnya
mineral logam, dan mineral bukan logam

Badan Usaha Penjualan Barang Mewah Tanggal 10 bulan berikutnya

Penyelenggara Distribusi Tingkat 2 Tanggal 10 bulan berikutnya

PELAPORAN PPH PASAL 22


PEMUNGUT PELAPORAN

Bank devisa & Ditjen BC 7 hari setelah waktu penyetoran

Instansi pemerintah 14 hari setelah masa pajak

Semen, baja, kertas,


20 hari setelah masa pajak
otomotif dan farmasi

Produsen / importir BBM,


20 hari setelah masa pajak
gas dan pelumas
Perhutanan, pertanian
20 hari setelah masa pajak
perkebunan dan perikanan

152
PELAPORAN PPH PASAL 22

PEMUNGUT PELAPORAN

Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang


20 hari setelah masa pajak
Merek (APM) dan importir umum kendaraan bermotor

Badan Usaha Penjualan emas Batangan 20 hari setelah masa pajak

Industri atau badan usaha komoditas tambang batubara,


20 hari setelah masa pajak
mineral logam, dan mineral bukan logam

Badan Usaha Penjualan Barang Mewah 20 hari setelah masa pajak

Penyelenggara Distribusi Tingkat 2 20 hari setelah masa pajak

TERIMA KASIH

153
PAJAK PENGHASILAN
ORANG PRIBADI

Fase Fase Self Fase Fase Fase


Timbulnya Hak Assessment Pengawasan Sengketa Penyelesaian
dan Kewajiban Sengketa

Ber-NPWP
Pengadilan
Berlakunya KEBERATAN
& PKP PEMERIKSAAN Pajak
UU
BANDING

Pembukuan Ketetapan Surat Kep.


Hak dan Pajak Keberatan
kewajiban Menyampai- S
kan SPT Setuju? Setuju?
PUTUSAN E
BANDING
Diperiksa? L
Tidak Tidak
5 Tahun
E
Ya Ya S
Ya A
Tidak
I

154
PAJAK PENGHASILAN
Pajak yang dikenakan terhadap
SUBYEK PAJAK Atas
PENGHASILAN Yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak

WAJIB PAJAK
Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan,
meliputi membayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan

155
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI (SPDN)
Pasal 2(3) UU PPh:
a. Orang pribadi yang:
• Bertempat tinggal di Indonesia
• Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, atau
• Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak

(Definisi SPDN dipertegas dalam UU Cipta Kerja, slide berikutnya)

POKOK PERUBAHAN Pasal 2 ayat (3) huruf a


(Undang Undang Cipta Kerja)

Termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri adalah orang pribadi, baik yang
merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing yang:
1. Bertempat tinggal di Indonesia;
2. Bertempat di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
atau
3. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia

Catatan:
• Aturan sebelumnya hanya menyebutkan kriteria orang pribadi, tanpa
menyebutkan status kewarganegaraan

156
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI (SPLN)
Pasal 2(4) UU PPh:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang:
• Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia atau
• Dapat menerima atau memeproleh penghasilan dari Indonesia
tanpa melalui BUT di Indonesia

(Definisi SPLN dipertegas dalam UU Cipta Kerja, slide berikutnya)

POKOK PERUBAHAN Pasal 2 ayat (4)


(Undang Undang Cipta Kerja) huruf a, b dan c

Termasuk Subjek Pajak Luar Negeri yaitu:


a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
b. Warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan serta memenuhi persyaratan:
(1) Tempat tinggal
(2) Pusat kegiatan utama
(3) Tempat menjalankan kebiasaan
(4) Status subjek pajak dan/atau
(5) Persyaratan tertentu lainnya yang diatur dalam PMK
Catatan:
• Memperjelas penentuan status Subjek Pajak bagi WNI
yang berada di luar Indonesia 183 hari

157
OBYEK PAJAK
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh baik yang berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

OBYEK PAJAK
1. LABA USAHA
2. KEUNTUNGAN KARENA PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA
3. PENERIMAAN KEMBALI PEMBAYARAN PAJAK YANG TELAH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
4. BUNGA TERMASUK PREMIUM, DISKONTO, DAN IMBALAN KARENA JAMINAN
5. DEVIDEN DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN TERMASUK DEVIDEN DARI
PERUSAHAAN ASURANSI PADA PEMEGANG POLIS
6. ROYALTI
7. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

158
OBYEK PAJAK
8. KEUNTUNGAN KARENA PEMBEBASAN UTANG, KECUALI SAMPAI DENGAN JUMLAH
TERTENTU YANG DITETAPKAN DENGAN PP
9. KEUNTUNGAN KARENA SELISIH KURS MATA UANG ASING
10. SELISIH LEBIH KARENA PENILAIAN KEMBALI AKTIVA
11. PREMI ASURANSI
12. IURAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI ANGGOTANYA YANG TERDIRI DARI
WP YANG MENJALANKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS
13. TAMBAHAN KEKAYAAN NETO YANG BERASAL DARI PENGHASILAN YANG BELUM
DIKENAKAN PAJAK
14. PENGHASILAN DARI USAHA BERBASIS SYARIAH
15. IMBALAN BUNGA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG YANG
MENGATUR MENGENAI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN, DAN
16. SURPLUS BANK INDONESIA

NATURA MERUPAKAN OBYEK PAJAK


PASAL 73(2) PP NO 55 TAHUN 2022

(2) Ketentuan mengenai pemotongan Pajak Penghasilan bagi pemberi


kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dan pelaporan dalam SPT Pajak Penghasilan
bagi penerima penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan berlaku sebagai berikut:
a. Kewajiban melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 bagi pemberi kerja atau pemberi
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan mulai berlaku untuk penghasilan yang diterima
atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023; dan

159
NATURA MERUPAKAN OBYEK PAJAK
PASAL 73(2) PP NO 55 TAHUN 2022

b. Atas penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima


atau diperoleh sejak:
1. Tanggal 1 Januari 2022 s.d tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja
atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a; atau
2. Awal tahun buku 2022 s.d tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja
atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b
yang belum dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau
pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
atas Pajak Penghasilan yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta
dilaporkan oleh penerima dalam SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022

DIKENAKAN NON OBYEK


FINAL (Dikecualikan)

PENGHASILAN
SECARA KESELURUHAN

160
Penghasilan yang
Dikenakan Pajak
Bersifat Final
Konsekuensi
1. Penghasilan yang diterima/diperoleh tidak dihitung
kembali pajaknya pada saat penghitungan pajak
akhir tahun.
2. Pajak yang telah dibayar/dipotong pada saat
perolehan penghasilan/saat transaksi tidak dapat
dikreditkan dengan pajak terutang yang dihitung
pada saat penghitungan pajak akhir tahun
3. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
perolehan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat
final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
sebagai dasar penghitungan pajak terutang

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL

Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif


Penghasilan berupa bunga
PP No 131 Tahun 2000 20%
deposito dan tabungan lainnya
0,1% dari nilai transaksi
Penjualan saham bursa PP No 14 Tahun 1997
0,5% dari nilai saham saat penawaran perdana
Bunga dan Diskonto Obligasi
bunga atau diskonto surat berharga UU No 7 Tahun 2021 HPP 15% bagi WPDN
jangka pendek yang PP No 6 Tahun 2002 20% bagi WPLN
diperdagangkan di pasar uang
Diskonto SPN PP No 27 Tahun 2008 20% dari diskonto
Pengalihan hak atas tanah dan 2,5% dari jumlah bruto.
PP No 34 Tahun 2016
bangunan 1% untuk RS/RSS oleh perusahaan real estate
Sewa Tanah dan Bangunan PP No 34 Tahun 2017 10% dari jumlah bruto

161
Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif
Pekerjaan Kontruksi
1.75% (Kualifikasi Kecil / SKK),
PP No 51 Tahun 2008 4% (Non SBU / SKK), 2.65% (Selain 1 dan 2)
Penghasilan Jasa Konstruksi PP No 40 Tahun 2009 Konsultansi Kontruksi
PP No 9 Tahun 2022 3.5% (SBU / SKK), 6% (Non SBU / SKK)
Pekerjaan Kontruksi Terintegrasi
2.65% (SBU), 4% (Non SBU)
PP No 19 Tahun 2009
Dividen yang diterima oleh WPOP 10% (jika tidak diinvestasikan sesuai PMK)
PMK No 18/PMK.03/2021
Pesangon : Pensiun
0-50 jt : 0% 0-50 jt : 0%
Uang Pesangon dan Tebusan Pensiun PP No 68 Tahun 2009 50-100 jt : 5% >50 jt : 5%
100-500 jt : 15%
>500 jt : 25%
≤240 ribu : 0%
Bunga Simpanan Anggota Koperasi PP No 15 Tahun 2009
>240 ribu : 10%
Hadiah Undian PP No 132 Tahun 2000 25% dari hadiah
PP No 46 Tahun 2013 (Juli 13 - Juni 18)
1% x Peredaran Bruto (omset)
Penghasilan Usaha WP yang Memiliki PP No 23 Tahun 2018 (Juli 18 - Des 21) *)
0,5% x Peredaran Bruto (omset)
Peredaran Bruto tidak melebihi 4,8 M PP No 55 Tahun 2022 (mulai Jan 22)
Dibawah 500 juta tidak dikenai PPh (WPOP)
UU No 7 Tahun 2021 HPP

*) PP 23/2018 dicabut oleh PP 55/2022, namun sesungguhnya pengaturan terkait PP 23/2018 yang dipertegas di PP 55/2022 telah
berlaku sejak diundangkannya UU HPP pada Desember 2021. PP 55/2022 dalam hal ini hanya mempertegas kembali ketentuan dalam
UU HPP terkait tidak dikenakannya PPh Final untuk OP dengan peredaran bruto sampai dengan 500 juta setahun.

Penghasilan yang
Tidak Termasuk
Obyek Pajak

162
Penghasilan Bukan Objek PPh Pasal 4(3)
a. Bantuan sumbangan, termasuk zakat, infak dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat
yang berhak, dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan:

PMK 245/PMK.03/2008 bahwa:


Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
● Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
● Badan keagamaan
● Badan pendidikan
● Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi, atau
● Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil

Dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.


Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak Penghasilan
berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan tidak mempunyai hubungan
suaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan penerima hibah, bantuan, atau
sumbangan

Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
▪ Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau
▪ Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
b. Warisan
c. ………………
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan atau kenikmatan, meliputi:
1. Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai;
2. Natura di daerah tertentu;
3. Natura karena keharusan pekerjaan;
4. Natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes;
5. Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
f. Dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sepanjang dividen tersebut diinvestasikan diwilayah NKRI dalam jangja waktu tertentu
(UU Cipta Kerja 11 Tahun 2020, PMK 18/PMK.03/2021)
g. ………………
h. ………………

163
i. Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi,
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif

Penghasilan 100.000 Jika ada gaji kepada pemilik,


CV AB tidak boleh dikurangkan karena
Biaya 60.000
- bagian laba bagi Pemilik tidak dikenakan PPh
Laba Bersih 40.000
- Gaji/imbalan PPh 22% 8.800
A B Laba Setelah PPh 31.200 Non obyek pajak jika dibagikan
kepada pemiliknya

j. Dihapus
k. ………….
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
m. ............
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu

CARA HITUNG PAJAK PENGHASILAN

Dikenakan Pajak secara Umum (Tarif x Penghasilan Kena Pajak)


PENGUSAHA 1. Usaha Non Final dengan omset melebihi Rp 4,8 Milyar
PROFESIONAL 2. Pekerjaan Bebas: Dokter, notaris, agen asuransi, narasumber dll
/FREELANCE
KARYAWAN 3. Pekerjaan

INVESTOR 4. Barang Modal / Investasi


HADIAH, HIBAH, 5. Lainnya
WARISAN
Dikenakan Pajak secara FINAL (Tarif x Penghasilan Bruto)
1. Omset Usaha tidak melebihi Rp 4,8 Milyar.. 0.5% x omset
2. Usaha Sewa Tanah/Bangunan ……………. 10% x omset
3. Usaha Jasa Konstruksi …………………….. Tarif di PP 9/2022 x Bruto
4. Usaha Real Estate ………………………….. 2,5% x omset
5. Penghasilan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah

164
SUMBER KRITERIA CARA
PENGHASILAN OMSET HITUNG
USAHA OMSET > 4,8 MILYAR PEMBUKUAN TARIF X (P.NETO - KOMP. RUGI - PTKP)
PP 46/2013 1% x OMSET
OMSET <= 4,8 MILYAR
PP 23/2018 0,5% x OMSET
PP 55/2022
UU No 7 2021 Dibawah 500 juta tidak dikenai PPh
PEKERJAAN BEBAS OMSET > 4,8 MILYAR PEMBUKUAN TARIF x (P.NETO - KOMP. RUGI - PTKP)
OMSET <= 4,8 MILYAR NORMA TARIF x [(OMSET x …%) - PTKP]

PEKERJAAN TARIF x (P.NETO - PTKP)

BARANG MODAL TARIF x (P.NETO - PTKP)

LAIN-LAIN TARIF x (P.NETO - PTKP)

MEKANISME PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
PENGHASILAN NETO DARI USAHA (NON PP 55) / PEKERJAAN BEBAS 26.000.000
PENGHASILAN NETO DARI PEKERJAAN 18.000.000
PENGHASILAN NETO DARI BARANG MODAL 2.000.000
PENGHASILAN NETO LAINNYA 68.650.000

JUMLAH PENGHASILAN NETO 114.650.000


KOMPENSASI KERUGIAN (0)
ZAKAT ATAS PENGHASILAN / IURAN WAJIB KEAGAMAAN (400.000)
PTKP : K/1 (63.000.000)
PENGHASILAN KENA PAJAK 51.250.000
PAJAK PENGHASILAN :
- 5% x Rp 51.250.000 = Rp 2.562.500 2.562.500
KREDIT PAJAK :
- PAJAK DIPOTONG PIHAK LAIN (PPh 21, 22, 23, 24) 400.000
- PAJAK DIBAYAR SENDIRI (PPh 25) 600.000
JUMLAH KREDIT PAJAK 1.000.000
PAJAK PENGHASILAN YANG KURANG (LEBIH) BAYAR 1.562.500

165
1. SUMBER PENGHASILAN

USAHA PEKERJAAN BEBAS PEKERJAAN BARANG MODAL LAINNYA


• Penghasilan yang • Penghasilan yang • Penghasilan yang • Penghasilan yang • Penghasilan
diterima atau diterima atau diperoleh diterima atau diperoleh diterima atau diperoleh yang diterima
diperoleh dari dari pekerjaan bebas dari pekerjaan Wajib Wajib Pajak dari modal atau diperoleh
kegiatan usaha yang dilakukan Wajib Pajak sebagai pegawai yang dimilikinya yang Wajib Pajak
Wajib Pajak, Pajak, misalnya (karyawan), misalnya berupa harta gerak selain dari
misalnya usaha Tenaga Ahli (dokter, sebagai direktur, maupun harta tak gerak, kategori di atas,
toko atau pengacara, atau komisaris, pegawai misalnya bunga, misalnya
berjualan online. notaris, Pengajar, tetap, atau pegawai dividen, royalti, sewa, hadiah, hibah,
lahragawan), Seniman, harian. dan keuntungan warisan, atau
Olahragawan, penjualan harta. pembebasan
Pengarang utang.

JASA SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN BEBAS

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
3. Bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
4. Olahragawan;
5. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
6. Pengarang, peneliti, dan penerjemah:
7. Agen iklan:
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Perantara;
10. Petugas penjaja barang dagangan;
11. Agen asuransi; dan
12. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung
(direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

PEMBUKUAN
PENDAPATAN - BIAYA DEDUCTIBLE
PENGHASILAN
PENCATATAN / NORMA
NETO
TARIF …% x PEREDARAN BRUTO / OMSET

166
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Penjelasan
Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 29. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan
agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari
pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dapat
dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor,
jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat
dikreditkan.
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di
Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-
undangan perpajakan menentukan lain.

Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan
yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Penjelasan
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan
penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima
penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas, pencatatannya hanya mengenai
penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto yang merupakan objek Pajak
Penghasilan.
Di samping itu, pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

167
A. Contoh penghitungan PPh dengan PEMBUKUAN
(Misal Agen Asuransi)
KETERANGAN PEMBUKUAN
Pendapatan 300.000.000
Harga Pokok Pendapatan (100.000.000)
Laba Kotor 200.000.000
Biaya Usaha (80.000.000)
Laba Usaha 120.000.000
Pendapatan (Biaya) Luar Usaha (10.000.000)
Laba Bersih 110.000.000
Zakat / Iuran Wajib Keagamaan (2.000.000)
Kompensasi Kerugian (3.000.000)
PTKP : K/1 (63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 42.000.000
Pajak Penghasilan 2.100.000
Note: Untuk penghasilan dari pekerjaan bebas

B. Contoh Penghitungan PPh dengan


Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Jenis Pekerjaan Bebas Dokter (K/1)
Peredaran Usaha : 400.000.000
Lokasi Usaha : Sleman
Tarif Norma : 50%
Penghasilan Neto : 50% x 400.000.000
200.000.000
PTKP (K/1) : (63.000.000)
Zakat : (2.000.000)
Kompensasi Kerugian : 0
Penghasilan Kena Pajak : 135.000.000
Tarif Pasal 17
5% x 60.000.000 : 3.000.000
15% x 75.000.000 : 11.250.000
PPh Terutang : 14.250.000

168
C. Contoh Penghitungan PPh Berdasarkan
PP 55 Tahun 2022
KETERANGAN PEMBUKUAN
Pendapatan 3.000.000.000
Harga Pokok Pendapatan (1.000.000.000)
Laba Kotor 2.000.000.000
Biaya Usaha (800.000.000)
Laba Usaha 1.200.000.000
Pendapatan (Biaya) Luar Usaha 0
Laba Bersih 1.200.000.000
Zakat Atas Penghasilan 0
Kompensasi Kerugian 0
PTKP : K/1 0
Penghasilan Kena Pajak 0
Pajak Penghasilan (2.500.000.000 x 0,5%)
12.500.000
UU HPP : Peredaran Bruto s.d 500 Juta Setahun tidak dikenai PPh

UNTUK WP OP YANG MENGGUNAKAN 0.5% x OMSET → BERSIFAT FINAL


APABILA PENGHASILAN HANYA DARI USAHA, MAKA SPT-NYA SPT NIHIL

Bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung


POKOK PERUBAHAN PPh dengan tarif final 0.5% (PP 55/2022) dan
(Undang Undang HPP) memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta
setahun tidak dikenai PPh

169
Pemotongan & Pemungutan PP 55/2022
Tempat terutang Setiap tempat kegiatan usaha
Saat Penyetoran Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
Disetor sendiri
oleh Wajib Pajak Tanggal validasi NTPN dianggap sebagai tanggal
Saat Pelaporan pelaporan SPT Masa
Jika nihil tidak diwajibkan lapor SPT Masa

CARA PELUNASAN Dilakukan untuk setiap transaksi objek PotPut PPh


Ketentuan nonfinal dan WP menyerahkan fotokopi Surat
Keterangan
Dikecualikan dari PotPut PP 55/2022 dan PPh Pasal
Dipotong 0.5% Pengecualian 22 untuk: Impor dan Pembelian barang oleh WP, jika
oleh Pemotong/ WP menyerahkan fotokopi Surat Keterangan.
Pemungut PPh Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan
Saat Penyetoran
menggunakan SSP atas nama WP yang dipotong
Bukti Potong SSP sebagai butpot dan wajib diberikan kepada WP
Dilaporkan dalam SPT Masa Pasal 4 ayat (2) paling
Saat Pelaporan
lama tanggal 20 bulan berikutnya

BERLAKU PER-DIRJEN NOMOR PER 17/PJ/2015 TENTANG


NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
2016

PER-17/PJ/2015 KEP- 536/PJ.2/2000


KETERANGAN Ibu Kota Ibu Kota
10 Ibukota Daerah 10 Ibukota Daerah
Propinsi Propinsi
Propinsi Lainnya Propinsi Lainnya
Lainnya Lainnya
Jasa Akuntansi, Pembukuan dan
50 50 50 36 35 35
Pemeriksa; Konsultasi Pajak
Praktik Dokter Umum 50 50 50 45 42,5 40
Jasa Agen Asuransi 50 50 50 - - -
Kegiatan Pekerja Seni 50 50 50 35 32,5 30
Jasa Hukum (Notaris, PPAT, dsb) 51 50 50 55 50 50
Reparasi Mobil 20 18,5 17,5 20 18,5 17,5

170
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
2016 -
Keterangan s.d. 2008 Mulai 2009 2013-2014 2015
sekarang
WP sendiri 13.200.000 15.840.000 24.300.000 36.000.000 54.000.000
Status kawin 1.200.000 1.320.000 2.025.000 3.000.000 4500.000
Tanggungan *
1.200.000 1.320.000 6.075.000 9.000.000 13.500.000
(max 3 orang)
Istri yang
penghasilannya
13.200.000 15.840.000 24.300.000 36.000.000 54.000.000
digabung dengan
suami

TANGGUNGAN:
1. Keluarga sedarah & semenda dalam garis keturunan lurus, termasuk anak angkat
yang ditanggung sepenuhnya.
2. Ditentukan Per 1 Januari
3. Termasuk Anak Angkat dan Anak Tiri

DST DST
PENGERTIAN
K/N K/N MT HUBUNGAN KELUARGA

ORTU MERTUA KETERANGAN :


K/N : Kakek/Nenek
SUAMI ISTERI ORTU : Orang Tua
AK : Anak Kandung
AA : Anak Angkat
AK/AA AK/AA AT AT : Anak Tiri
CK : Cucu Kandung
CK CK CT CT : Cucu Tiri

DST DST DST


SEDARAH SEMENDA

171
Untuk Karyawan
Yang Tidak Memiliki Penghasilan Lainnya
Penghasilan Neto Lainnya:
- Gaji dan penghasilan Karyawan 80.000.000
Jumlah Penghasilan Neto 80.000.000
Dikurangi dengan:
- Kompensasi Rugi Usaha tahun lalu 0
- Zakat atas Penghasilan 0
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) (72.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 8.000.000
Note:
Pajak Penghasilan: Jika Pemberi Kerja
- 5% x 8.000.000 400.000 telah memotong
pajaknya dengan
Jumlah Pajak Penghasilan terutang 400.000
benar, pada akhir
Kredit Pajak (pengurang pajak):
- PPh Pasal 21 dari gaji karyawan (400.000) tahun si karyawan
tidak pernah
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar akhir tahun NIHIL kekurangan bayar lagi

Untuk Karyawan
Yang Memiliki Penghasilan Lainnya
Penghasilan Neto Lainnya:
- Gaji dan penghasilan Karyawan 80.000.000
- Honor Mengajar 10.000.000
Jumlah Penghasilan Neto 90.000.000
Dikurangi dengan:
- Kompensasi Rugi Usaha tahun lalu 0
- Zakat atas Penghasilan 0
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) (72.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 18.000.000
Note:
Pajak Penghasilan: Pada akhir tahun,
- 5% x 18.000.000 900.000 hanya membayar PPh
atas penghasilan yang
Jumlah Pajak Penghasilan terutang 900.000
belum dikenakan
Kredit Pajak (pengurang pajak):
pajak, yaitu Honor
- PPh Pasal 21 dari gaji karyawan (400.000)
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar akhir tahun 500.000

172
CARA HITUNG PAJAK
TARIF PAJAK PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP)
(Pasal 17 UU PPh) X (Penghasilan Neto - Zakat - Kompensasi Rugi - PTKP)

Undang-Undang PPh Undang-Undang HPP


Lapisan Rentang Penghasilan Tarif Lapisan Rentang Penghasilan Tarif
I 0 - Rp 50 juta 5% I 0 - Rp 60 juta 5%
II > Rp 50 juta - Rp 250 juta 15% II > Rp 60 juta - Rp 250 juta 15%
III > Rp 250 juta - Rp 500 juta 25% III > Rp 250 juta - Rp 500 juta 25%
IV > Rp 500 juta 30% IV > Rp 500 juta - Rp 5 Miliar 30%
V > Rp 5 Miliar 35%
NOTE: Berlaku Tahun Pajak 2022

BERIKUT PENGHASILAN TAHUN 2022


YANG DITERIMA ALIMAN

● Gaji dari PT. RINDUKU Rp 80.000.000


● Persewaan Rumah Rp 10.000.000
● Laba Penjualan Mobil Rp 5.000.000
● Royalty dari PT. ABC Rp 2.000.000
● Klaim asuransi kecelakaan Rp 10.000.000
● Warisan dari Orang Tua Rp 100.000.000
● Bunga Deposito dari BRI Rp 1.000.000

BERAPA PENGHASILAN BRUTO


YANG AKAN DIHITUNG PAJAKNYA?

173
MENENTUKAN PENGHASILAN NETO

USAHA / PEMBUKUAN
PEKERJAAN BEBAS
PENCATATAN/NORMA

PEKERJAAN PENGHASILAN BRUTO


DIKURANGI:
- BIAYA JABATAN (5%)
(maksimal Rp 6 juta setahun)
- IURAN PENSIUN
yang dibayarkan wajib pajak kepada dana pensiun
yang disahkan Menteri Keuangan atau Jamsostek

BARANG MODAL PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI:


- BIAYA RIIL YANG KELUAR

LAINNYA PENGHASILAN BRUTO DIKURANGI:


- BIAYA RIIL YANG KELUAR

Penghasilan Neto-nya ??
Gaji Pekerjaan 80.000.000 -5% 76.000.000
(Biaya Jabatan)

Laba Penjualan 5.000.000 - 2.000.000 3.000.000


Mobil (misal ada biaya)

Royalti 2.000.000 - 500.000 1.500.000


(misal ada biaya)

Jumlah 57.000.000 52.000.000

174
KEWAJIBAN NPWP
PASAL 2 AYAT (1)
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak

PENJELASAN PASAL 2 AYAT (1)


Bahwa kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak
secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut
diatas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar
wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya

3 wanita yang boleh memiliki NPWP sendiri (xxx.000)

INTEGRASI NIK & NPWP


UU HPP Bab II Pasal 2 ayat 1 dan 2
Mengatur mengenai implementasi integrasi NIK dan NPWP.
Secara lebih spesifik, terkait teknis dan mekanisme implementasi
diatur lebih dalam di Perpres 83/2021. Wajib pajak sendiri
adalah mereka yang sudah memenuhi syarat subjektif dan
objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Sehingga, meskipun telah memiliki NIK, tidak semua
masyarakat memiliki kewajiban untuk membayar pajak

175
STATUS PENGHASILAN ISTRI
DIANGGAP PENGHASILAN SUAMI
Pasal 8 ayat (1)
Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang
berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan
atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima
atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak
berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya

SUAMI ISTRI YANG HARUS LAPOR


PT SECARA TERPISAH
(Masing-masing Harus Lapor SPT Sendiri)

Pasal 8 ayat (2)


Penghasilan suami-isteri akan dikenai pajak secara terpisah apabila:
1) Huruf a, suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
2) Huruf b, dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau
3) Huruf c, dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak
dan kewajiban perpajakannya sendiri

176
PERHITUNGAN PENGHASILAN
SUAMI ISTRI HARUS DIGABUNG
(Pajaknya dibayar sendiri-sendiri)

Pasal 8 ayat (3)


Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan
penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus
dilunasi oleh masing-masing suami isteri dihitung sesuai
dengan perbandingan penghasilan neto mereka.

STATUS PERPAJAKAN (PER-19/PJ/2014)


STATUS
KETERANGAN KONSEKUENSI CARA PERHITUNGAN
PERPAJAKAN
1. Suami-isteri yang tidak menghendaki untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
kewajiban
perpajakan secara terpisah. Isteri dalam melaksanakan Apabila Penghasilan istri hanya dari
perpajakannya
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya satu pemberi kerja maka dianggap
menggunakan
2.
menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga.
WP tidak kawin mempunyai penghasilan selain dari
KK NPWP suami
penghasilan bersifat final SPT 1770 S
lamp II angka 13 , SPT 1770 lamp III
atau kepala
usaha dan atau pekerjaan bebas. angka 15
keluarga.
3. WP tidak kawin menerima penghasilan dari usaha/
pekerjaan bebas
Isteri memiliki Penghasilan dan pajaknya dilakukan
Suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan
putusan hakim (HB) HB kewajiban
mendaftarkan
sendiri-sendiri (Tidak ada
penggabungan penghasilan)
diri untuk
Dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan diberikan NPWP
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH) PH sehingga
menjadi Wajib Penggabungan penghasilan
Pajak Orang proporsional
Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT) MT Pribadi
tersendiri.

177
PENGHASILAN ISTRI DARI
SATU PEMBERI KERJA
BERSIFAT FINAL
Dalam hal istri melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP
suami dan kepala keluarga (status perpajakan suami isteri adalah KK), maka pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang semata-mata diterima atau diperoleh isteri dari suatu
pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya, merupakan pemotongan pajak yang bersifat final sehingga
dilaporkan pula pada Lampiran-III (Formulir 1770-III) Bagian A : Penghasilan yang dikenakan PPh
Final dan / atau bersifat Final, Nomor 15: Penghasilan Isteri dari satu pemberi kerja.

BERSIFAT TIDAK FINAL


PPh yang telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, baik
terhadap Wajib Pajak sendiri ataupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari
satu memberi kerja, dan anak / anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1
angka 21 dan / atau dari Formulir 1721-A2 Angka 18 dan / atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

CONTOH 1 - ISTRI MEMILIKI NPWP SENDIRI


A. DATA PENGHASILAN
Status: K/1 Suami Istri
NPWP 07.777.672.2-542.000 09.999.999.9-542.000
Gaji, dll. 110.000.000 90.000.000
Biaya Jabatan 5% (5.500.000) (4.500.000)
Penghasilan Neto 104.500.000 85.500.000
PTKP (63.000.000) (54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 41.500.000 31.500.000
PPh Terutang:
- 5% x PKP 2.075.000 1.575.000
Jumlah PPh 2.075.000 1.575.000
Jumlah Pajak yang dipenuhi sendiri-sendiri 3.650.000

178
B. LAPORAN SPT TAHUNAN

SPT Suami SPT Istri


Penghasilan Neto Suami (S) 104.500.000 104.500.000
Penghasilan Neto Istri (I) 85.500.000 85.500.000
Jumlah Pengahasilan Neto (SI) 190.000.000 190.000.000
PTKP Gabungan (K/I/1) (117.000.000) (117.000.000)
Penghasilan Kena Pajak (SI) 73.000.000 73.000.000
PPh Terutang:
- 5% x 60 juta 3.000.000 3.000.000
- 15% x 13 juta 1.950.000 1.950.000
Jumlah PPh Gabungan (SI) 4.950.000 4.950.000
PPh Porsi Suami / Istri 2.722.500 2.227.500
PPh yang sudah dipotong:
- PPh 21 (2.075.000) (1.575.000)
PPh yang kurang dibayar 647.500 652.500

Note: 104.500.000 x 4.950.000 = Rp 2.722.500


Suami:
Porsi PPh Suami / Istri: 190.000.000
P.Neto S atau I x PPh Gabungan SI
Total P.Neto SI Istri: 85.500.000 x 4.950.000 = Rp 2.227.500
190.000.000

CONTOH 2 - ISTRI TIDAK MEMILIKI NPWP SENDIRI

A. DATA PENGHASILAN
Status: K/1 Suami Istri
NPWP 07.777.672.2-542.000 09.999.999.9-542.000
Gaji, dll. 110.000.000 90.000.000
Biaya Jabatan 5% (5.500.000) (4.500.000)
Penghasilan Neto 104.500.000 85.500.000
PTKP (63.000.000) (54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 41.500.000 31.500.000
PPh Terutang:
- 5% x 60 juta 2.075.000 1.575.000
Jumlah PPh 2.075.000 1.575.000
Jumlah Pajak yang dipenuhi sendiri-sendiri 3.650.000

179
B. LAPORAN SPT TAHUNAN
SPT Suami Dikenakan PPh Final
Penghasilan Neto Suami (S) 104.500.000
Penghasilan Neto Istri (I) 85.500.000
Jumlah Penghasilan Neto 104.500.000
PTKP K/1 (63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 41.500.000
PPh Terutang:
- 5% x 60 juta 2.075.000
Jumlah PPh 2.075.000 1.575.000
PPh yang sudah dipotong:
- PPh 21 (2.075.000)
PPh yang kurang dibayar 0

Tidak perlu bayar pajak lagi


Penghasilan Istri dianggap sudah selesai pemajakannya

PENYAJIAN HARTA DI SPT TAHUNAN


Bagian ini digunakan untuk melaporkan harta usaha serta harta non usaha pada akhir
Tahun Pajak yang dimiliki atau dikuasai Wajib Pajak sendiri dan anggota keluarganya.
Dalam hal:
1. Isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB)
2. Isteri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH)
3. Isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT)

180
Formulir 1770 SS
• Mempunyai penghasilan selain dari usaha
Formulir 1770 dan / atau pekerjaan bebas
• Jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari
• Bagi Wajib Pajak yang mempunyai Rp 60 juta setahun
penghasilan
• Dari usaha / pekerjaan bebas
• Dari satu atau lebih pemberi kerja
• Yang dikenakan PPh final dan/atau Formulir 1770 S
bersifat final; dan/atau
• Dalam negeri lainnya / luar negeri • Dari satu atau lebih pemberi kerja
• Dalam negeri lainnya; dan / atau
• Yang dikenakan PPh Final dan / atau
bersifat final

CATATAN PENTING
FORM 1770 SS
Suami-isteri yang mempunyai penghasilan selain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto
tidak lebih dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah)
setahun, namun memiliki status perpajakan PH atau MT wajib
melaporkan penghasilan dengan menggunakan Formulir SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 S, bukan menggunakan
Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS ini.

181
GO TO SPT :
KESIMPULAN:
• Bagi Wanita Kawin yang memiliki penghasilan hanya semata-mata
dari satu pemberi kerja sebaiknya mengajukan penghapusan NPWP
(Apabila telah memiliki NPWP) dan menggunakan NPWP Suami
dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
• Analisis Hasil penyusunan SPT Melalui Fungsi Pendapatan Y= C+I+S
untuk melihat kewajaran dari Penyusunan SPT
• Hindari Sanksi Bunga akibat kesalahan perhitungan

TERIMAKASIH

182
PAJAK PENGHASILAN
BADAN

PAJAK PENGHASILAN
PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN PAJAK

PAJAK PENGHASILAN

SUBYEK OBYEK

CARA HITUNG
ORANG PRIBADI Subyek P
WARISAN BELUM Pajak E
TERBAGI Dalam N
Negeri G TARIF X PENGHASILAN NETO
H
BADAN A
S
Subyek I
Pajak TARIF X PENGHASILAN
L
Luar A BRUTO
BENTUK USAHA TETAP Negeri N

183
SUBYEK PAJAK BADAN
Sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi:

1. Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,


Perseroan Lainnya,
2. BUMN, BUMD dengan nama & bentuk apapun,
3. Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi
Massa, Organisasi Sosial Politik / Organisasi yang
sejenis, Lembaga,
4. BUT & bentuk badan lainnya.

BADAN YANG DIKECUALIKAN


SEBAGAI SUBYEK PAJAK (PASAL 3 UU PPh)
1. Badan perwakilan negara asing (Kedutaan Besar).
1. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat:
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
- Tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
di Indonesia selain pemberian pinjaman pada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota
(Misal: UNESCO, WHO, dll).
3. Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
– Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
– Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
– Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam Anggaran
Pemerintah Pusat atau Daerah.
– Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

184
CARA HITUNG
PAJAK PENGHASILAN BADAN
1. Cara Umum
Tarif Pasal 17 x Laba Kena Pajak
2. Cara Final
Tarif tertentu x Peredaran Bruto (Omset)
3. Cara Khusus
Tarif tertentu x Peredaran Bruto (Omset)

LANGKAH MENGHITUNG
PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN
 Identifikasi Penghasilan
 Identifikasi Biaya
 Identifikasi Kerugian Tahun-Tahun Sebelumnya
 Identifikasi PPh yang Dibayar Dalam Tahun Berjalan

185
IDENTIFIKASI PENGHASILAN
 Pasal 4 Ayat 1 UU PPh
Penghasilan yang dikenakan pajak secara umum
 Pasal 4 Ayat 2 UU PPh
Penghasilan yang dikenakan pajak secara final
 Pasal 4 Ayat 3 UU PPh
Penghasilan yang bukan obyek pajak

IDENTIFIKASI BIAYA
 Pasal 6 UU PPh
Deductible Expenses
(Biaya yang boleh mengurangi Pajak Penghasilan)
 Pasal 9 UU PPh
Non Deductible Expenses
(Biaya yang tidak boleh mengurangi Pajak Penghasilan)

186
IDENTIFIKASI KERUGIAN
TAHUN-TAHUN SEBELUMNYA
1

KERUGIAN YANG
DIKOMPENSASIKAN TIDAK
BOLEH MELEBIHI LIMA TAHUN 2

KOMPENSASI SESUAI SURAT 3


KETETAPAN PAJAK YANG
DITERBITKAN KPP
(Dalam hal sudah dilakukan
pemeriksaan) KOMPENSASI RUGI SESUAI SPT
TAHUNAN TAHUN YANG
MENYATAKAN KERUGIAN
(Bila belum dilakukan pemeriksaan)

IDENTIFIKASI PPh YANG


DIBAYAR / DIPOTONG PIHAK
LAIN DALAM TAHUN BERJALAN

PPh PASAL 22 01

PPh PASAL 23 02
PPh PASAL 24
(KREDIT PAJAK LUAR NEGERI) 03

PPh PASAL 25
(TERMASUK SURAT TAGIHAN 04
PAJAK ATAS POKOK PAJAKNYA)

187
FORMULA PERHITUNGAN
PPh BADAN SECARA UMUM

TARIF PAJAK PENGHASILAN NETO


PASAL 17 X (PENGHASILAN KENA PAJAK)

PEMBUKUAN LAPORAN KEUANGAN


PASAL 28 KUP (LAPORAN LABA/RUGI)

ADA APA DENGAN PEMBUKUAN ?

AKTIVITAS PENCATATAN TRANSAKSI USAHA

NERACA LAP. RUGI LABA LAP. ARUS KAS

POSISI KEKAYAAN KINERJA USAHA PER PERUBAHAN / MUTASI


PERUSAHAAN PER PERIODE TERTENTU KAS/SETARA KAS
SAAT TERTENTU MISAL: PERIODE PER PERIODE
MISAL : 31-12-2023 TAHUN 2023 TERTENTU

188
PENJUALAN 1.000.000.000
LAPORAN
- Harga Pokok Penjualan (700.000.000)
LABA KOTOR 300.000.000
LABA / RUGI
- Biaya Usaha (230.000.000)
LABA USAHA 70.000.000
- Penghasilan dari Luar Usaha 30.000.000
- Biaya dari Luar Usaha (70.000.000)
LABA BERSIH 30.000.000

IDENTIFIKASI UNSUR LAPORAN LABA RUGI:


PENGHASILAN
- Penjualan 1.000.000.000
- Penghasilan dari Luar Usaha 30.000.000 1.030.000.000
BIAYA
- Harga Pokok Penjualan 700.000.000
- Biaya Usaha 230.000.000
- Biaya dari Luar Usaha 70.000.000 (1.000.000.000)
LABA BERSIH 30.000.000

BAGAIMANA MENGHITUNG DASAR PENGENAAN PAJAK?


OBYEK PAJAK UMUM PENGHASILAN
PENGHASILAN OBYEK PAJAK UMUM
Rp. 1.030.000.000 OBYEK PAJAK FINAL
NON OBYEK PAJAK Rp. 1.010.000.000

BIAYA-BIAYA DEDUCTIBLE BIAYA


Rp. 1.000.000.000 DEDUCTIBLE
NON DEDUCTIBLE
Rp. 860.000.000

LABA BERSIH LABA BERSIH


Rp. 30.000.000 PROSES REKONSILIASI Rp. 150.000.000

BELUM SIAP SIAP DIKENAKAN PAJAK


DIKENAKAN PAJAK

189
REKONSILIASI LAPORAN RUGI / LABA
UNTUK PERHITUNGAN PPh BADAN
PERKIRAAN LAPORAN KOREKSI LAPORAN
KOMERSIAL FISKAL FISKAL
Penjualan 1.000.000.000 1.000.000.000
Harga Pokok Penjualan 700.000.000 25.000.000 675.000.000
LABA KOTOR 300.000.000 325.000.000
Biaya Usaha 230.000.000 100.000.000 130.000.000
LABA USAHA 70.000.000 195.000.000
Penghasilan Luar Usaha 30.000.000 (20.000.000) 10.000.000
Biaya Luar Usaha (70.000.000) 15.000.000 (55.000.000)
LABA BERSIH 30.000.000 150.000.000

OBJEK PAJAK PENGHASILAN


⬣ Penghasilan yaitu Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
(Pasal 4 Ayat (1) UU PPh)

• Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas


seperti gaji, honorarium, termasuk natura dan/atau kenikmatan, penghasilan
dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya
• Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
• Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak
yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
• Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah dan lain
sebagainya.

190
JENIS PENGHASILAN - PASAL 4(1)
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya,
termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam UU ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba Usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

MENGENAI HIBAH, BANTUAN,


ATAU SUMBANGAN (HBS)
Keuntungan karena pengalihan harta berupa
HBS merupakan objek pajak, kecuali HBS
diberikan kepada badan keagamaan, badan Bagi penerima ini,
Pendidikan, badan sosial termasuk Yayasan, harta HBS tersebut
koperasi, atau OP yang menjalankan usaha juga bukan objek
mikro dan kecil sepanjang tidak ada pajak
hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan diantara pihak
yang bersangkutan.
Pasal 6 dan 7 PP No 55 Tahun 2022

191
JENIS PENGHASILAN - PASAL 4(1)
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

Pertimbangan antara lain:


• Dorongan investasi & tabungan masyarakat.
• Kesederhanaan dalam pemungutan pajak.
PPh Final • Beban administrasi bagi WP maupun DJP.
• Pemerataan dalam pengenaan pajaknya.
• Perkembangan ekonomi dan moneter.

Konsekuensi PPh Final:


Pasal 4(2) • Penghasilan tidak digabungkan dengan yang
Pasal 15 dikenakan tarif umum.
Pasal 19(1) • Pajak yang dibayar/dipotong/dipungut tidak
Pasal 21(1) dapat dikreditkan.
Pasal 22 • Biaya terkait 3M tidak dapat dikurangkan dalam
menghitung penghasilan netto.

192
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL
Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif
Penghasilan berupa bunga
PP No 131 Tahun 2000 20%
deposito dan tabungan lainnya
0,1% dari nilai transaksi
Penjualan saham bursa PP No 14 Tahun 1997
0,5% dari nilai saham saat penawaran perdana
Bunga dan Diskonto Obligasi
bunga atau diskonto surat berharga UU No 7 Tahun 2021 HPP 15% bagi WPDN
jangka pendek yang PP No 6 Tahun 2002 20% bagi WPLN
diperdagangkan di pasar uang
Diskonto SPN PP No 27 Tahun 2008 20% dari diskonto
Pengalihan hak atas tanah dan 2,5% dari jumlah bruto.
PP No 34 Tahun 2016
bangunan 1% untuk RS/RSS oleh perusahaan Real estate
Sewa Tanah dan Bangunan PP No 34 Tahun 2017 10% dari jumlah bruto

Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif


Pekerjaan Kontruksi
1.75% (Kualifikasi Kecil/SKK),
PP No 51 Tahun 2008 4% (Non SBU/SKK), 2.65% (Selain 1 dan 2)
Penghasilan Jasa Konstruksi PP No 40 Tahun 2009 Konsultansi Kontruksi
PP No 9 Tahun 2022 3.5% (SBU/SKK), 6% (Non SBU/SKK)
Pekerjaan Kontruksi Terintegrasi
2.65% (SBU), 4% (Non SBU)
PP No 19 Tahun 2009
Dividen yang diterima oleh WPOP 10% (jika tidak diinvestasikan sesuai PMK)
PMK No 18/PMK.03/2021
Pesangon : Pensiun
0-50 jt : 0% 0-50 jt : 0%
Uang Pesangon dan Tebusan
PP No 68 Tahun 2009 50-100 jt : 5% >50 jt : 5%
Pensiun
100-500 jt : 15%
>500 jt : 25%
≤240 ribu : 0%
Bunga Simpanan Anggota Koperasi PP No 15 Tahun 2009
>240 ribu : 10%
Hadiah Undian PP No 132 Tahun 2000 25% dari hadiah
PP No 46 Tahun 2013 (Juli 13 - Juni 18)
1% x Peredaran Bruto (omset)
Penghasilan Usaha WP yang Memiliki PP No 23 Tahun 2018 (Juli 18 - Des 21) *)
0,5% x Peredaran Bruto (omset)
Peredaran Bruto tidak melebihi 4,8 M PP No 55 Tahun 2022 (mulai Des 22)
Dibawah 500 juta tidak dikenai PPh (WPOP)
UU No 7 Tahun 2021 HPP (Des 2021)

*) PP 23/2018 dicabut oleh PP 55/2022, namun sesungguhnya pengaturan terkait PP 23/2018 yang dipertegas di PP 55/2022 telah
berlaku sejak diundangkannya UU HPP pada Desember 2021. PP 55/2022 dalam hal ini hanya mempertegas kembali ketentuan dalam
UU HPP terkait tidak dikenakannya PPh Final untuk OP dengan peredaran bruto sampai dengan 500 juta setahun.

193
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPh - PASAL 4 (3)
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk infak dan sedekah yang diterima oleh, ………
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. ………..;
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan, meliputi:
1. Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai;
2. Natura di daerah tertentu;
3. Natura karena keharusan pekerjaan;
4. Natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes;
5. Natura dengan jenis dan/atau batasan tertentu
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan asuransi bea siswa;

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

DIUBAH DALAM
UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
(Slide Berikutnya)

194
Pasal 4 Ayat (3)
Pokok Perubahan Huruf f Angka 1
UU CIPTA KERJA PASAL 111
Deviden yang berasal dari Dalam Negeri yang diterima oleh:
a. WP Orang Pribadi Dalam Negeri, sepanjang diinvestasikan di wilayah
NKRI dalam jangka waktu tertentu, dan/atau
b. WP Badan Dalam Negeri, tidak dikenai PPh (dikecualikan dari objek pajak).

Aturan sebelumnya

Deviden yang diterima oleh:


• WP Badan DN dengan kepemilikan ≥ 25% tidak dikenai PPh.
• WP Badan DN dengan kepemilikan < 25% dikenai PPh tarif normal.
• WP Orang Pribadi DN dikenai PPh Final 10%.

Pokok Perubahan Pasal 4 Ayat (3) Huruf f


Angka 2, Angka 3, & Angka 4
UU CIPTA KERJA PASAL 111
Deviden yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT
di luar negeri tidak dikenakan PPh di Indonesia, dalam hal diinvestasikan atau
digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah NKRI dalam
jangka waktu yang tertentu dan berasal dari:
•Perusahaan Go Public di Luar Negeri.
•Perusahaan Privat* di Luar Negeri.
*) Ketentuan:
a. Deviden yang diinvestasikan di Indonesia, tidak dikenai PPh.
b. Bila yang diinvestasikan < 30% laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri, selisih dari 30%
dikurangi realisasi investasi di Indonesia (yang kurang dari 30%), dikenai PPh.
c. Sisa laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri setelah dikurangi a & b, tidak dikenai PPh.

Aturan sebelumnya
Penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia dengan mekanisme pengkreditan pajak Luar Negeri apabila
telah di potong di Luar Negeri

195
Pasal 4 Ayat (3)
Pokok Perubahan Huruf f Angka 7
UU CIPTA KERJA PASAL 111
Penghasilan dari luar negeri tidak melalui Bentu Usaha Tetap tidak
dikenakan PPh di Indonesia, dalam hal diinvestasikan di wilayah NKRI
dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan:

*) Ketentuan:
a. Penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b. Bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri.

Aturan sebelumnya

Penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia dengan mekanisme pengkreditan


pajak Luar Negeri apabila telah dipotong di Luar Negeri.

196
Self-Assessment : Tidak melalui pemotongan pihak lain

197
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang‐bidang tertentu;
i. Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari
koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif
j. dihapus;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut:
1. Merupakan perusahaan kecil menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan; dan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

l. ………
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,

Penerimaan 10 milyar
Pengeluaran 8 milyar
Surplus 2 milyar Non Obyek Pajak, jika dalam 4 tahun dapat
dialokasikan dalam sarana/prasarana

n. ………

198
SISA LEBIH LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN SOSIAL KEAGAMAAN
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau Lembaga
nirlaba yang bergerak di bidang Pendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan, badan atau Lembaga sosial keagamaan
(terdaftar pada instansi yang membidanginya) dikecualikan
sebagai objek pajak sepanjang untuk pembangunan
sarana/prasarana atau ditempatkan dalam dana abadi dalam
jangka waktu 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.

Pasal 15 dan 16 PP No 55 Tahun 2022

Pasal 4 Ayat (3)


Pokok Perubahan Huruf I & Huruf o
UU Cipta Kerja Pasal 111
x Dikecualikan dari objek PPh atas:
• Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota
dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
UU No 7 Tahun 2021 HPP (Slide Selanjutnya)
• Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) khusus, dan
penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen
keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
Aturan sebelumnya
Merupakan objek PPh (tidak dikecualikan)

199
Pasal 4 Ayat (3)
Huruf p

Pokok Perubahan
UUxHarmonisasi Peraturan Perpajakan
Dikecualikan dari objek PPh atas sisa lebih yang diterima/
x diperoleh badan atau Lembaga sosal dan/atau keagamaan yang
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut atau ditempatkan sebagai dana abadi

DIKENAKAN NON OBYEK


FINAL (DIKECUALIKAN)

PENGHASILAN SECARA
KESELURUHAN

200
PERLAKUAN PENGHASILAN
PENGHASILAN - PASAL 4

OBYEK PAJAK BUKAN OBJEK PAJAK - PASAL 4(3)

FINAL - PASAL 4(2) TIDAK FINAL - PASAL 4(1)

PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI PEMOTONGAN DIBAYAR SENDIRI

PPh Tahun Berjalan = Pelunasan Pajak PPh Tahun Berjalan = Kredit Pajak / Titipan

Kewajiban Pajak selesai sampai di sini Tidak Perlu PPh Akhir Tahun = PPh dihitung kembali atas
Dihitung Lagi pada akhir tahun (SPT Tahunan Nihil) seluruh penghasilan setahun.

IDENTIFIKASI BIAYA
 Pasal 6 UU PPh
Deductible Expenses
(Biaya yang boleh mengurangi
Pajak Penghasilan)

 Pasal 9 UU PPh
Non Deductible Expenses
(Biaya yang tidak boleh mengurangi
Pajak Penghasilan)

201
DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 6 UU PPh)
Biaya yang boleh mengurangi Pajak Penghasilan
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha;
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A;
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu;
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

PENYUSUTAN
(Pasal 21 PP No 55 Tahun 2022)
Penyusutan bangunan permanen
dapat melebihi 20 tahun sesuai Prinsip yang sama untuk
masa manfaat sebenarnya amortisasi harta tidak
berdasarkan pembukuan Wajib berwujud dengan masa
Pajak (dengan syarat dilakukan manfaat melebihi 20 tahun
secara taat asas) → Harta lama - Pasal 22 (3 dan 4) -
(diperoleh sebelum 2022) → Perlu
pemberitahuan ke DJP paling
lambat akhir tahun Pajak 2022

202
Contoh:
Pada Januari 2017, Wajib Pajak membeli sebuah gedung pabrik
senilai Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Penyusutan atas
pengeluaran untuk perolehan gedung pabrik tersebut dimulai pada
bulan Januari Tahun Pajak 2017. Masa manfaat Gedung pabrik
berdasarkan pembukuan Wajib Pajak adalah 30 tahun. Namun,
Wajib Pajak melakukan penyusutan dengan masa manfaat 20 tahun
dan tarif penyusutan sebesar 5% per tahun.

Untuk melakukan penyusutan terhadap gedung pabrik tersebut


yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun, Wajib Pajak
dapat memilih untuk menghitung biaya penyusutan sesuai dengan
sisa masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan
Wajib Pajak dengan tarif penyusutan yang dihitung berdasarkan
nilai sisa buku fiskal, dengan menyampaikan pemberitahuan
kepada DJP paling lambat akhir Tahun Pajak 2022.

Contoh:
Pada Februari 2022, Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan
memilih untuk menghitung biaya penyusutan atas gedung pabrik
tersebut sesuai masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan
pembukuan Wajib Pajak. Sesuai pembukuan Wajib Pajak atas gedung
pabrik tersebut telah disusutkan selama 5 tahun dengan sisa masa
manfaat pada awal Tahun Pajak 2022 (1 Januari 2022) adalah 25 tahun.
Untuk menghitung penyusutan mulai Tahun Pajak 2022 ditentukan:

a. Tarif Penyusutan
= (1 / 25 Tahun) x 100%
= 4% per Tahun
b. Nilai sisa buku fiskal
= Rp. 1.000.000.000,00 - (5 x 5% x Rp. 1.000.000.000,00)
= Rp. 750.000.000,00

203
DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 6 UU PPh)
Biaya yang boleh mengurangi Pajak Penghasilan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak;
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu;
4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang
tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 6 UU PPh)


Biaya yang boleh mengurangi Pajak Penghasilan

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan


di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
n. Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan (Undang Undang HPP)

204
SUMBANGAN YANG DIPERKENANKAN
(PP 93 TAHUN 2010)

PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
PENANGGULANGAN
BENCANA NASIONAL (PP)
FASILITAS PENDIDIKAN
BIAYA PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR SOSIAL

PEMBINAAN OLAHRAGA

BATAS SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA


YANG DAPAT DIKURANGKAN
➢ Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur
sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 (satu)
tahun
➢ Dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak
sebelumnya.
Contoh:
Penghasilan neto fiskal Wajib Pajak adalah Rp. 60.000.000.000,00 maka jumlah
sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu maksimal 5% atau
sebesar Rp. 3.000.000.000,00.

Apabila Wajib Pajak memberikan sumbangan sebesar Rp. 5.000.000.000,00 maka


yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar Rp. 3.000.000.000,00

PASAL 3 PP 93 TAHUN 2010

205
KONDISI SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA
TIDAK DAPAT DIKURANGKAN
➢ Sumbangan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi
pihak pemberi
➢ Apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sdd UU PPh.

Yang dimaksud dengan "hubungan istimewa" adalah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 18 UU PPh.
• Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau
• Hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua
Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir, atau
• Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung

BENTUK SUMBANGAN DAN / ATAU BIAYA


YANG DAPAT DIKURANGKAN
1. Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang.
2. Biaya pembangunan infrastruktur sosial diberikan hanya
dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.

Yang dimaksud "barang" dapat berupa barang yang diproduksi atau


diperoleh oleh Wajib Pajak pemberi sumbangan.

Yang dimaksud dengan "sarana dan/atau prasarana" antara lain


rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik.

PASAL 5 PP 93 TAHUN 2010

206
SYARAT BISA DIKURANGKAN
Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud diatas dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dengan syarat:

1. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat


Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2. Pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun
Pajak sumbangan diberikan;
3. Didukung oleh bukti yang sah; dan
4. Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.

BIAYA PROMOSI
• Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung
maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
• Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
akumulasi dari jumlah:
• Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
• Biaya pameran produk;
• Biaya pengenalan produk baru; dan/atau
• Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
• Tidak termasuk Biaya Promosi:
• Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
kegiatan promosi.
• Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak beserta final.

207
POKOK PERUBAHAN UU HPP
BIAYA PROMOSI
UU PPH KONSOLIDASI UU HARMONISASI
SETELAH UU CIPTA KERJA PERATURAN PERPAJAKAN
(UU HPP)
Biaya promosi dan penjualan Biaya promosi dan penjualan;
yang diatur dengan atau Diatur dalam Pasal 18(3)
berdasarkan PMK; PP Nomor 55 Tahun 2022

BIAYA PROMOSI YANG TERUTANG PAJAK

• Pemasangan iklan di Media (PPh Pasal 23)


• Pembayaran jasa event organizer (PPh Pasal 23)
• Pembayaran Jasa kepada Orang Pribadi
(Artis, pembicara, hadiah) .. PPh Pasal 21

Pengadaan barang-barang untuk promosi seperti kalender, mug,


payung, pin, dll. tidak terutang pemotongan pajak apapun

208
BIAYA PERJAMUAN / ENTERTAIMENT
SE-DIRJEN PAJAK No.27/PJ.22/1986

• Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan.
• Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan
(formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).
• Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya,
sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif
seperti terlampir yang berisi :
- Nomor urut, Tanggal "entertainment”, Nama tempat , Alamat, Jenis "entertainment”, Jumlah (Rp);
- Relasi usaha yang diberikan "entertainment“ (Nama, Posisi, Nama perusahaan, Jenis usaha)

PASAL 23 PP NO 55 TAHUN 2022


1. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan merupakan objek Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja atau
pemberi imbalan atau penggantian dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan sepanjang merupakan biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

209
PASAL 24 PP NO 55 TAHUN 2022
Pengecualian dari objek PPh atas penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam
bentuk natura dan kenikmatan:
a. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman
bagi seluruh Pegawai;
b. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
c. Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi
kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
d. Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran
pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja
daerah, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
e. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

BIAYA DALAM BENTUK NATURA / KENIKMATAN


PERMENKEU NO.83/PMK.03/2009

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya
adalah :

a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai


yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
- Pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di
tempat kerja, atau
- Pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian makan ditempat kerja,
meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.

210
BIAYA DALAM BENTUK NATURA / KENIKMATAN
PERMENKEU NO.83/PMK.03/2009

b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
- Sarana tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
- Sarana pelayanan kesehatan;
- Sarana pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
- Sarana peribadatan;
- Sarana pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
- Sarana olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power
boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas tersebut
tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.

BIAYA DALAM BENTUK NATURA / KENIKMATAN


PERMENKEU NO.83/PMK.03/2009

Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang
layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang
memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut
maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi
kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup
tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut
yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya
memiliki cadangan mineral.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya.
Meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas
keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak
kapal, dan yang sejenisnya.

211
POKOK PERUBAHAN UU HPP
PENGATURAN KEMBALI FRINGE BENEFIT
Pengaturan Saat Ini
a. Pada prinsipnya natura bukan biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi pegawai
penerima natura.
b. Natura yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi
penerima, sebatas: 1) Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai; dan 2) Natura di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
c. Natura yang diberikan oleh bukan WP atau WP yang dikenai PPh Final merupakan objek pajak bagi
penerima.
Undang-Undang HPP
a. Pada prinsipnya natura dapat dibiayakan sepanjang terkait dengan 3M (mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan) bagi pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai
b. Natura dan/atau kenikmatan yang bukan objek PPh bagi penerima: 1) Penyediaan
makan/minum seluruh pegawai; 2) Natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu; 3) Natura
dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan; 4) Natura dan/atau kenikmatan yang
bersumber atau dibiayai dari APBN/APBD; dan 5) Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis &
batasan nilai tertentu
c. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP

PENGENAAN PAJAK ATAS NATURA

Pemberian natura kepada pegawai dapat dibiayakan oleh Batasan Natura dan
Pemberi Kerja & merupakan penghasilan bagi pegawai kenikmatan yang
dikecualikan dari
Natura tertentu bukan merupakan penghasilan bagi Objek PPh bagi
penerima, Yaitu: Penerima >> diatur
• Penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai dengan Peraturan
• Natura di daerah tertentu Menteri
• Natura karena keharusan pekerjaan
Contoh: alat keselamatan kerja atau seragam
• Natura yang berasal dari APBN/APBD
• Natura dengan jenis dan Batasan Tertentu

212
PENILAIAN NATURA DAN/ATAU
KENIKMATAN
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang
diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dinilai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, yaitu berdasarkan nilai
pasar; dan/atau
b. Untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan, yaitu berdasarkan
jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi.
Pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 29 dan 30 PP No 55 Tahun 2022

PENILAIAN NATURA DAN/ATAU


KENIKMATAN
Ketentuan mengenai:
a. Tata cara pemberian pengecualian dari objek Pajak Penghasilan atas
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di
daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26;
b. Batasan nilai tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c dan jenis
dan/atau batasan tertentu dari natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari
objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan
c. Tata cara penilaian dan penghitungan penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,
Diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 31 PP No 55 Tahun 2022

213
NATURA MERUPAKAN OBYEK PAJAK
PASAL 73(2) PP NO 55 TAHUN 2022

(2) Ketentuan mengenai pemotongan Pajak Penghasilan bagi pemberi


kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dan pelaporan dalam SPT Pajak Penghasilan
bagi penerima penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan berlaku sebagai berikut:
a. Kewajiban melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian
atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan mulai berlaku
untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal
1 Januari 2023; dan

NATURA MERUPAKAN OBYEK PAJAK


PASAL 73(2) PP NO 55 TAHUN 2022

b. Atas penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima


atau diperoleh sejak:
1. Tanggal 1 Januari 2022 s.d tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja
atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a; atau
2. Awal tahun buku 2022 s.d tanggal 31 Desember 2022, dari pemberi kerja
atau pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b
yang belum dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau
pemberi penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, atas
Pajak Penghasilan yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta
dilaporkan oleh penerima dalam SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022.

214
AKTIVA PERUSAHAAN YANG DIKUASAI
PEGAWAI DIBIAYAKAN
• Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus,
atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para
pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui
penyusutan dan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut
dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin perusahaan.
• KEP 220/PJ/2002 yang mengatur biaya terkait perolehan dan pemeliharaan handhpone
dan kendaraan yang dibawa pulang masih berlaku dan belum dicabut.

ATAS AKTIVA YANG DIKUASAI PEGAWAI


Pemberian natura kepada pegawai dapat dibiayakan oleh Pemberi Kerja
dan merupakan penghasilan bagi pegawai (PPh Pasal 21)
Bagaimana dengan HP dan kendaraan yang dibawa pulang, dapat dibiayakan 100%? atau 50%?
Taxable bagi Pegawai 100%? Atau 50% - Let’s Discuss

PERBANDINGAN UTANG DAN MODAL


(DEBT TO EQUITY RATIO - DER)
• Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dalam melaporkan besarnya
bunga pinjaman yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto berdasarkan
perbandingan antara utang dan modal
• Perbandingan antara utang dan modal yang diperkenankan paling tinggi sebesar 4:1
• Bunga pinjaman meliputi:
(a) Bunga pinjaman, (b) Diskonto dan premium terkait pinjaman, (c) Biaya tambahan
terkait perolehan pinjaman, (d) Beban keuangan dan sewa pembiayaan, (e) Biaya imbalan
karena jaminan pengembalian utang, (f) Selisih kurs yang berasal dari penyesuaian biaya
pinjaman a-e dalam hal biaya pinjaman tersebut dalam mata uang asing
• Nilai utang adalah saldo rata-rata utang pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak
• Nilai modal adalah saldo rata-rata modal pada satu tahun pajak atau bagian tahun pajak,
meliputi ekuitas dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memunyai hubungan istimewa

Pasal 18 ayat 3 UU PPh; PMK 169/PMK/010/2015; PER 25/PJ/2017

215
PASAL 42 PP NO 55 TAHUN 2022
(1) Pembatasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk
keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
huruf g dilakukan oleh Menteri menggunakan:

a. Metode penentuan tingkat perbandingan tertentu antara utang


dan modal; (Masih sama dengan aturan PMK-169/2015)
b. Metode penetapan persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan
dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman,
Pajak Penghasilan, penyusutan, dan amortisasi; atau (Ini yang baru!)
c. Metode lainnya.

(2) Ketentuan mengenai penentuan dan tata cara penerapan penggunaan


metode untuk pembatasan jumlah biaya pinjaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Apa yang baru dalam ketentuan PP-55/2022 tentang Hubungan istimewa?


Pencegahan Praktik Penghindaran Pajak (Pasal 32)

f. Menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang berdasarkan pembandingan


kinerja keuangan dengan Wajib Pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis terhadap
Wajib Pajak yang melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja
keuangan Wajib Pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis atau melaporkan rugi
usaha secara tidak wajar meskipun Wajib Pajak telah melakukan penjualan secara
komersial selama 5 (lima) tahun dan melaporkan kerugian fiskal selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut;

h. Menghitung kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan tidak


membebankan pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri kepada
Wajib Pajak luar negeri sebagai biaya yang mengurangi penghasilan akibat dari
pemanfaatan perbedaan perlakuan perpajakan suatu instrumen atau entitas yang
dapat mempunyai lebih dari satu karakteristik di negara atau yurisdiksi di mana Wajib
Pajak berdomisili.

216
PENCEGAHAN PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK
(Pasal 32 PP No 55 Tahun 2022)
3. Mekanisme pencegahan praktik penghindaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f hanya dapat
dilakukan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi
hubungan istimewa.
4. Dalam hal terdapat praktik penghindaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dicegah menggunakan
mekanisme yang diatur pada ayat (2), DJP dapat menentukan
kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan
berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas
bentuk formalnya.

PEMBAYARAN KE LUAR NEGERI? PRECAUTION


(Pasal 43 PP No 55 Tahun 2022)
(1) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri kepada Wajib
Pajak luar negeri tidak dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf h dalam hal
pembayaran tersebut:
a. Tidak diperhitungkan sebagai penghasilan Wajib Pajak luar negeri yang
dikenai pajak di negara atau yurisdiksi di mana Wajib Pajak luar negeri
tersebut berdomisili; atau
b. Dibebankan sebagai pengurang penghasilan Wajib Pajak luar negeri di
negara atau yurisdiksi di mana Wajib Pajak luar negeri tersebut berdomisili,
yang mengakibatkan pembayaran dimaksud tidak dikenai pajak atau dikenai
pajak yang rendah baik di Indonesia maupun di negara atau yurisdiksi di mana
Wajib Pajak luar negeri tersebut berdomisili

217
NON DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 9 UU PPh)
Biaya yang tidak boleh mengurangi Pajak Penghasilan

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali: 1. Cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung
berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dengan Batasan tertentu setelah
berkoordinasi dengan OJK; 2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan
sosial yang dibentuk oleh BPJS; 3. Cadangan penjaminan untuk LPS; 4. Cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha
kehutanan; dan 6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang memenuhi persyaratan tertentu

CADANGAN YANG DIPERBOLEHKAN


(Pasal 20 ayat 2 PP No 55 Tahun 2022)
Namun tetap diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar
akuntansi keuangan yang berlaku dengan batasan tertentu setelah berkoordinasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan;
b. Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang memenuhi persyaratan tertentu

218
NON DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 9 UU PPh)
Biaya yang tidak boleh mengurangi Pajak Penghasilan

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
e. Dihapus
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-
nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;

NON DEDUCTIBLE EXPENSES (PASAL 9 UU PPh)


Biaya yang tidak boleh mengurangi Pajak Penghasilan
h. Pajak Penghasilan;
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
k. Sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

Pengeluaran untuk 3M (Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara Penghasilan) yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh.
(Pasal 9 ayat (2) UU PPh)

219
KOMPENSASI KERUGIAN
Apabila Penghasilan Neto Setelah Pengurangan
Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1)
Didapat KERUGIAN

Maka kerugian tersebut Dikompensasikan dengan


Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 (Lima) Tahun.

KOMPENSASI KERUGIAN

KOMPENSASI KERUGIAN 5 (LIMA) TAHUN

CONTOH

PT. A Tahun 2012 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000,00


Dalam 5 tahun berikutnya Rugi-Laba Fiskal PT. A. Menggambarkan sebagai berikut:

1. TAHUN 2013 : LABA FISKAL Rp. 200.000.000,00


2. TAHUN 2014 : RUGI FISKAL (Rp. 300.000.000,00)
3. TAHUN 2015 : LABA FISKAL Rp. 50.000.000,00
4. TAHUN 2016 : LABA FISKAL Rp. 100.000.000.00
5. TAHUN 2017 : LABA FISKAL Rp. 800.000.000.00

220
KOMPENSASI KERUGIAN
Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 1.200.000.000 )
Laba Fiskal Tahun 2013 Rp. 200.000.000 (+)

Sisa Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 1.000.000.000 )


Rugi Fiskal Tahun 2014 ( Rp. 300.000.000 )

Sisa Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 1.000.000.000 )


Laba Fiskal Tahun 2015 Rp. 50.000.000 (+)

Sisa Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 950.000.000 )


Laba Fiskal Tahun 2016 Rp. 100.000.000 (+)

Sisa Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 850.000.000 )


Laba Fiskal Tahun 2017 Rp. 800.000.000 (+)

Sisa Rugi Fiskal Tahun 2012 ( Rp. 50.000.000 )

SISA RUGI FISKAL TAHUN 2012 Rp. 50.000.000,00


Yang masih tersisa pada akhir Tahun 2017, tidak boleh
dikompensasikan dengan Laba Fiskal Tahun 2018.

Sedangkan :
RUGI FISKAL TAHUN 2014 Rp. 300.000.000,00
Hanya dikompensasikan dengan Laba Fiskal Tahun 2018
dan Tahun 2019, karena jangka waktu lima tahun dimulai
sejak tahun 2015 dan berakhir tahun 2019.

PASAL 6 AYAT (2)

221
NPWP : Nama Wajib Pajak :
Rugi/Laba Neto Fiskal Kompensasi Kerugian Fiskal (Dalam jutaan Rupiah)
Tahun Jumlah 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
2012 (1.200) 200 - 50 100 800 -
2013 200 - - - - - - - -
2014 (300) - - - - - 200 100
2015 50 - - - - - - - -
2016 100 - - - - - - - -
2017 800 - - - - - - - -
2018 200 - - - - - - - -
2019 400 - - - - - - - -
2020 500 - - - - - - - -
Jumlah 200 - 50 100 800 200 100 -

PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO


BIAYA PENYUSUTAN
Kelompok Harta Berwujud/ Masa Tarif Penyusutan
Tidak Berwujud Manfaat
Garis Lurus Saldo Menurun
Bukan Bangunan dan Harta
Tidak Berwujud
Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 tahun 12,5 % 25 %
Kelompok 3 16 tahun 6,25 % 12,5 %
Kelompok 4 20 tahun 5% 10 %
Bangunan:
Permanen 20 tahun 5% Tidak ada
Tidak Permanen 10 tahun 10 % Tidak ada

222
TARIF PPh BADAN
Atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap:

1. Sebesar 22% untuk Tahun Pajak 2020


dan Tahun Pajak 2021
2. Sebesar 22% untuk Tahun Pajak 2022
dan seterusnya sesuai dengan UU HPP
3. PPh Badan Wajib Pajak Go Public
= Tarif Umum - 3%

Pasal 64 PP No 55 Tahun 2022

PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN


PASAL 31 E AYAT (1)
TENTANG PAJAK PENGHASILAN
(SE-02/P/2015)

223
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
Pengecualian Badan yang tidak
dengan peredaran bruto sampai
mendapat fasilitas
dengan 50 M

Mendapat fasilitas berupa Bentuk Usaha Tetap


pengurangan tarif sebesar 50% (BUT)

Atas Penghasilan Kena Pajak dari


Bagian peredaran bruto sampai
dengan 4,8 Miliar

Wajib Pajak Badan dalam negeri yang mendapat fasilitas


tersebut tidak perlu menyampaikan permohonan
untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.

Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 31 E ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan dilaksanakan pada saat penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan

224
PEREDARAN BRUTO
Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 31 E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
merupakan semua penghasilan yang diterima dan/atau
diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha,
setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan
serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan,
sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia.

PEREDARAN BRUTO

Penghasilan yang Penghasilan yang Penghasilan yang


dikenai Pajak dikenai Pajak dikecualikan dari
Penghasilan Penghasilan tidak objek pajak.
bersifat final; bersifat final; dan

225
CONTOH PERHITUNGAN 1
(PEREDARAN BRUTO DIBAWAH 4.8 M)

Total peredaran bruto PT. A dalam Tahun Pajak 2022 sebesar


Rp. 4.500.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Peredaran bruto dari Penghasilan yang


1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 2.500.000.000
2. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi 1.500.000.000
3. Dikenai PPh tidak bersifat final 500.000.000
4.500.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 (2.300.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi (1.300.000.000)
3. Dikenai PPh tidak bersifat Final (400.000.000)
(4.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto 500.000.000

Jumlah Penghasilan Neto 500.000.000


Koreksi Fiskal
Peredaran Bruto dari penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 (2.500.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi (1.500.000.000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
3. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 2.300.000.000
4. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi 1.300.000.000
(400.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 100.000.000
Kompensasi Kerugian (0)
Penghasilan Kena Pajak 100.000.000
Perhitungan Pajak Penghasilan terutang :
Seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif sebesar 50% dari tarif pajak Penghasilan Badan
yang berlaku. Karena jumlah peredaran bruto PT. A tidak melebihi Rp 4,800,000,000 (Empat
Miliar delapan ratus juta rupiah). Maka: Pajak Penghasilan terutang untuk Tahun Pajak 2022
Rp 100.000.000 x 50% x 22% = Rp 11.000.000

226
CONTOH PERHITUNGAN 2
(PEREDARAN BRUTO ANTARA 4.8 M - 50 M)

Total peredaran bruto PT. B dalam Tahun Pajak 2022 sebesar


Rp. 6.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Peredaran bruto dari Penghasilan yang


1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 4.500.000.000
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan 500.000.000
3. Dikenai PPh tidak bersifat final 1.000.000.000
6.000.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 (4.000.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan (200.000.000)
3. Dikenai PPh tidak bersifat Final (800.000.000)
(5.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto 1.000.000.000

Jumlah Penghasilan Neto 1.000.000.000


Koreksi Fiskal
Peredaran Bruto dari penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 (4.500.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan (500.000.000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
3. Dikenai PPh Final berdasarkan PP No 23 tahun 2018 4.000.000.000
4. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan 200.000.000
(800.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 200.000.000
Kompensasi Kerugian (0)
Penghasilan Kena Pajak 200.000.000

227
Perhitungan Pajak Penghasilan terutang :
a. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto yang memperoleh fasilitas:
4.800.000.000
x 200.000.000 = 160.000.000
6.000.000.000
b. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto yang TIDAK memperoleh fasilitas:
200.000.000 - 160.000.000 = 40.000.000

Pajak Penghasilan terutang untuk tahun 2022:


a. Rp. 160.000.000 x 50% x 22% = Rp. 17.600.000
b. Rp. 40.0000.000 x 22% = Rp. 8.800.000
Jumlah Pajak Penghasilan Terutang = Rp. 26.400.000

CONTOH PERHITUNGAN 3
(PEREDARAN BRUTO ANTARA 4.8 M - 50 M)

Total peredaran bruto PT. C dalam Tahun Pajak 2022 sebesar


Rp. 30.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Peredaran bruto dari Penghasilan yang
1. Dikenai PPh tidak bersifat final 22.000.000.000
2. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi 7.500.000.000
3. Bukan objek pajak 500.000.000
30.000.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
1. Dikenai PPh tidak bersifat final (21.000.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi (6.700.000.000)
3. Bukan objek pajak (300.000.000)
(28.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto 2.000.000.000

228
Jumlah Penghasilan Neto 2.000.000.000
Koreksi Fiskal
Peredaran Bruto dari penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi (7.500.000.000)
2. Bukan objek pajak (500.000.000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
3. Dikenai PPh Final atas jasa konstruksi 6.700.000.000
4. Bukan objek pajak 300.000.000
(1.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 1.000.000.000
Kompensasi Kerugian (700.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 300.000.000

Perhitungan Pajak Penghasilan terutang :


a. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto
yang memperoleh fasilitas :
4.800.000.000
x 300.000.000 = 48.000.000
30.000.000.000
b. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto
yang TIDAK memperoleh fasilitas :
300.000.000 - 48.000.000 = 252.000.000

Pajak Penghasilan terutang untuk tahun 2022:


a. Rp. 48.000.000 x 50% x 22% = Rp. 5.280.000
b. Rp. 252.0000.000 x 22% = Rp. 55.440.000
Jumlah Pajak Penghasilan Terutang = Rp. 60.720.000

229
CONTOH PERHITUNGAN 4
(PEREDARAN BRUTO LEBIH DARI 50 M)
Total peredaran bruto PT. D dalam Tahun Pajak 2022 sebesar
Rp. 55.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Peredaran bruto dari Penghasilan yang


1. Dikenai PPh tidak bersifat Final 49.000.000.000
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan 5.000.000.000
3. Bukan objek pajak 1.000.000.000
55.000.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
1. Dikenai PPh tidak bersifat Final (47.500.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan (4.200.000.000)
3. Bukan objek pajak (800.000.000)
(52.500.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto 2.500.000.000

Jumlah Penghasilan Neto 2.500.000.000


Koreksi Fiskal
Peredaran Bruto dari penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan (5.000.000.000)
2. Bukan objek pajak (1.000.000.000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
3. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan 4.200.000.000
4. Bukan objek pajak 800.000.000
(1.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 1.500.000.000
Kompensasi Kerugian (1.000.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 500.000.000
Perhitungan Pajak Penghasilan terutang untuk Tahun Pajak 2022:
Rp. 500.000.000 x 22% = Rp 110.000.000

230
CONTOH PERHITUNGAN 5
(PPH PASAL 25 TAHUN BERIKUTNYA)

Total peredaran bruto PT. E dalam Tahun Pajak 2022 sebesar


Rp. 12.500.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Peredaran bruto dari Penghasilan yang
1. Dikenai PPh tidak bersifat final dari:
a. Penghasilan Teratur 12.350.000.000
b. Penghasilan Tidak Teratur 70.000.000
2. Dikenai PPh Final atas Jasa Sewa tanah dan/atau bangunan 80.000.000
12.500.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara Penghasilan yang
1. Dikenai PPh tidak bersifat final dari Penghasilan teratur (11.950.000.000)
2. Dikenai PPh Final atas Sewa tanah dan/atau bangunan (50.000.000)
(12.000.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto 500.000.000

Jumlah Penghasilan Neto 500.000.000


Koreksi Fiskal
Peredaran bruto dari Penghasilan yang
1. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan (80.000.000)
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
2. Dikenai PPh Final atas sewa tanah dan/atau bangunan 50.000.000
(30.000.000)
Jumlah Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 470.000.000

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2023 adalah sebagai berikut:
Penghasilan Neto setelah koreksi fiskal 470.000.000
Penghasilan Tidak Teratur (70.000.000)
Penghasilan yang menjadi dasar Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 400.000.000
untuk Tahun Pajak 2023
Kompensasi Kerugian Fiskal (0)
Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar penghitungan Angsuran 400.000.000
PPh Pajak 25 Tahun Pajak 2023

231
Perhitungan Pajak Penghasilan terutang :
a. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas :
4.800.000.000
x 400.000.000 = 154.465.004
12.430.000.000
b. Jumlah Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang
TIDAK memperoleh fasilitas :
400.000.000 - 154.465.004 = 245.534.996

Pajak Penghasilan terutang:


a. Rp. 154.465.004 x 50% x 22% = Rp. 16.991.150
b. Rp. 245.534.996 x 22% = Rp. 54.017.699
PPh Terutang yang menjadi dasar penghitungan Rp. 71.008.850
=
Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2023
Angsuran PPh Pasal 25 (Rp. 71.008.850 / 12) = Rp. 5.917.404

PENYEGARAN KEMBALI:
TARIF UNTUK PERUSAHAAN GO PUBLIC
(Pasal 65 PP No 55 Tahun 2022)

(1) Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 64:
a. Berbentuk Perseroan Terbuka;
b. Dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling rendah
40% (empat puluh persen); dan
c. Memenuhi persyaratan tertentu,
dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah
dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.

232
PENYEGARAN KEMBALI:
TARIF UNTUK PERUSAHAAN GO PUBLIC
(Pasal 65 PP No 55 Tahun 2022)

(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dimiliki oleh paling sedikit
300 pihak;
b. Masing-masing pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya boleh memiliki saham
kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;
c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta dalarn huruf a dan huruf b
harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu 1 Tahun
Pajak; dan
d. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c dilakukan oleh Wajib Pajak PT (Perseroan Terbuka) dengan
menyampaikan laporan kepada DJP
(3) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak termasuk:
a. Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang membeli kembali sahamnya; dan/atau
b. Yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam UU Pajak Penghasilan dengan
Wajib Pajak Perseroan Terbuka.

TERIMA KASIH

233
PPN AB
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

KARAKTERISTIK PPN

Konsekuensi yuridis-nya adalah bahwa antara pemikul beban


pajak (destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas
pembayaran pajak ke negara berada pada pihak yang berbeda.

Menjual BKP/JKP, memungut PPN

PENJUAL/ PEMBELI
PENGUSAHA
PPN BKP/JKP

SETOR PAJAK PEMIKUL


KE NEGARA BEBAN PAJAK

234
KARAKTERISTIK PPN

Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat


timbulnya kewajiban pajak ditentukan adanya objek pajak.
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk
membayar pajak ditentukan oleh adanya objek pajak.
Dengan demikian PPN tidak membedakan antara
konsumen berpenghasilan rendah dengan yang
berpenghasilan tinggi. Sepanjang mereka mengkonsumsi
barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka
diperlakukan sama.

KARAKTERISTIK PPN

PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun


jalur distribusi. Mulai dari tingkat pabrikan (manufacturer),
tingkat pedagang besar (wholesaler) sampai dengan tingkat
pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

PABRIK PPN PPN PABRIK


PABRIK KAIN
BENANG GARMENT
PPN

PPN PEDAGANG PPN PEDAGANG


END USER
ECERAN BESAR

235
KARAKTERISTIK PPN

PPN yang dipungut oleh PKP tidak secara serta merta wajib
dibayar ke Negara. PPN yang terutang yang wajib dibayar
merupakan hasil penghitungan mengurangkan PPN yang dibayar
saat pembelian BKP/JKP yang disebut Pajak Masukan (input tax)
dengan PPN yang dipungut dari pembeli BKP/JKP yang disebut
Pajak Keluaran (output tax)

PAJAK _ PAJAK PPN


KELUARAN MASUKAN = TERUTANG

KARAKTERISTIK PPN
PPN BERSIFAT NON KUMULATIF

INDUSTRI
SAWMILL Komponen Rp. 100.000
PPN K Rp. 11.000
PPN M Rp. 0
KB Rp. 11.000
INDUSTRI MEBEL
Meja Rp. 150.000
PPN K Rp. 16.500
PPN M Rp. 11.000
KAS NEGARA
TOKO MEBEL KB Rp. 5.500

Meja Rp. 160.000


PPN K Rp. 17.600
KONSUMEN PPN M Rp. 16.500
AKHIR KB Rp. 1.100

236
KARAKTERISTIK PPN
PPN ADALAH PAJAK ATAS KONSUMSI UMUM DALAM
NEGERI

Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri,


PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan/atau
JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh karena itu
komoditi impor dikenakan PPN dengan persentase
yang sama dengan produk domestik. Tujuan akhir
PPN adalah mengenakan pajak atas pengeluaran
untuk konsumsi.

KARAKTERISTIK PPN
PPN BERSIFAT NETRAL

Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua


prinsip pemungutan, yaitu:
a. Prinsip tempat asal (origin principle), dan
b. Prinsip tempat tujuan (destination principle).
Prinsip tempat asal mengandung pengertian bahwa PPN
dipungut di tempat asal barang/jasa yang akan dikonsumsi.
Sedang prinsip tempat tujuan, PPN dipungut di tempat
barang/jasa dikonsumsi.

Dengan dianutnya prinsip tempat tujuan yang dimodifikasi


dalam bentuk perlakuan khusus terhadap komoditi ekspor
(tarif 0%), maka PPN netral dalam perdagangan internasional.

237
SUBJEK PAJAK
ORANG PRIBADI ATAU BADAN OLEH KETENTUAN PERPAJAKAN
DITENTUKAN UNTUK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
DI BIDANG PPN.

Adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, termasuk mengekspor
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

PENGUSAHA KENA PAJAK

SUBJEK PAJAK
PENGUSAHA KENA PAJAK

Setiap pengusaha adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Untuk


pemenuhan kewajiban PPN, setiap pengusaha harus mendaftarkan diri
untuk dikukuhkan sebagai PKP Terdaftar.

Peredaran bruto dalam satu tahun buku


PENGECUALIAN tidak melebihi 4,8 MILYAR.

Memilih tidak dikukuhkan sebagai Memilih untuk dikukuhkan


PKP (Pengusaha Kecil). sebagai PKP.

238
OBJEK PAJAK
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP) DI DALAM DAERAH
PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA

IMPOR BKP

PENYERAHAN JASA KENA PAJAK (JKP) DI DALAM DAERAH


PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA

PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR


DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN

PEMANFAATAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN


DI DALAM DAERAH PABEAN

EKSPOR BKP/JKP OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

OBJEK PAJAK
PENGERTIAN BARANG KENA PAJAK (BKP)

BARANG
BARANG BERGERAK
BERWUJUD

BARANG TIDAK
BARANG BERGERAK
TIDAK BERWUJUD

ADALAH BARANG KENA


PAJAK, KECUALI

239
OBJEK PAJAK
BUKAN BKP (BARANG KENA PAJAK)
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; yang merupakan objek
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan

Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara & surat
berharga (Emas Batangan non-BKP hanya untuk kepentingan cadangan devisa negara)

OBJEK PAJAK
BUKAN JKP (JASA KENA PAJAK)
Semua jasa adalah Jasa Kena Pajak, kecuali jasa:

Jasa keagamaan; Jasa kesenian dan hiburan (semua jenis jasa yang
dilakukan pekerja seni dan hiburan – objek PDRD; Jasa Perhotelan
meliputi penyewaan kamar dan/atau ruangan di hotel (PDRD), Jasa
yang disediakan oleh pemerintah; Jasa penyediaan tempat parkir
(PDRD), Jasa boga atau catering (PDRD)

240
POKOK PERUBAHAN Pasal 4A ayat (3) huruf a, b, c, d, e,
UNDANG-UNDANG HPP g, i, j, k, o, & p

JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG DIBEBASKAN DARI


PENGENAAN PPN:
• Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam Aturan Sebelumnya:
sistem program jaminan kesehatan nasional; • Semua jenis jasa yang
• Jasa pelayanan sosial; tersebut di samping
• Jasa keuangan; merupakan non-JKP
• Jasa asuransi;
• Jasa pendidikan; • Jasa eks non-JKP diberikan
• Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara fasilitas tidak dipungut atau
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa dibebaskan dari pengenaan
angkutan udara luar negeri; PPN, yang diberikan secara
• Jasa tenaga kerja selektif dan terbatas

BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG DIBEBASKAN DARI


PENGENAAN PPN:
• Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak

PENGECUALIAN OBJEK DAN FASILITAS PPN

241
TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

• Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: Ekspor BKP


Berwujud, Ekspor BKP Tidak Berwujud, Ekspor JKP
• Untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa
tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan “Tarif PPN Final”

Ketentuan terkait dengan pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran
PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan SSP sebagai berikut :

242
PER-03/PJ/2022
TENTANG FAKTUR PAJAK

FAKTUR PAJAK (FP)


1. PKP Wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP,
penyerahan JKP, ekspor BKP Tidak Berwujud dan ekspor JKP
2. Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP, saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum
penyerahan JKP, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau saat lain yang diatur
dengan atau berdasarkan PMK
3. Aturan Terbaru Faktur Pajak → PER-03/PJ/2022, PER-11/PJ/2022

243
Ketentuan terkait dengan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP
melalui penyelenggara lelang sebagai berikut :

PETA REGULASI FAKTUR PAJAK SEBELUM PER-03/PJ/2022

UU PPN

Pasal 13 (8) Pasal 13 (5a) Pasal 16E Pasal 13 (6)

Direktur Jenderal Direktur Jenderal


Menteri Keuangan
Pajak Pajak

PMK-18/PMK.03/2021 PMK-
(Pasal 69 s.d. Pasal 82) 120/PMK.03/2019

PER-24/PJ/2012 PER-16/PJ/2014
KEP-754/PJ/2001 s.t.d.t.d. s.t.d.t.d. PER-58/PJ/2010 PER-17/PJ/2019 PER-16/PJ/2021
PER-17/PJ/2014 PER-31/PJ/2017

Faktur Pajak Dokumen Tertentu


Konfirmasi Faktur Pajak e-Faktur Faktur Pajak
Khusus Yang Dipersamakan
Faktur Pajak (Kertas) (Elektronik) PKP Pedagang Eceran dengan Faktur Pajak
VAT Refund

244
POKOK-POKOK PERUBAHAN
Pencantuman NIK/nomor paspor Aplikasi e-Faktur H2H
e-Faktur atas penyerahan kepada pembeli orang pribadi, Aplikasi e-Faktur Host-to-Host hanya untuk PJAP
harus mencantumkan NPWP atau NIK/nomor paspor.

Pengisian jenis barang dalam Faktur Pajak Pembatasan waktu upload e-Faktur
• Jenis barang untuk penyerahan BKP berupa kendaraan
bermotor baru minimal diisi merek, tipe, varian, dan
15 e-Faktur harus di-upload paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur.
nomor rangka.
• Jenis barang untuk penyerahan BKP berupa tanah
Pengaturan kembali Faktur Penjualan
dan/atau bangunan minimal diisi alamat lengkap.
Faktur Penjualan merupakan e-Faktur sepanjang di-upload
Transaksi dalam mata uang asing menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host dan memperoleh
Dikonversi dengan kurs KMK yang berlaku pada saat Faktur persetujuan DJP.
Pajak seharusnya dibuat.
Cap/keterangan fasilitas PPN dalam e-Faktur
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Pembubuhan cap/keterangan mengenai fasilitas PPN/PPnBM
• Pemberian NSFP dengan jumlah tertentu. dilakukan melalui aplikasi e-Faktur.
• NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai
tanggal surat pemberian NSFP.
Pengaturan kembali Faktur Pajak PKP PE
Kode Transaksi Pengaturan mengenai Faktur Pajak bagi PKP Pedagang
05 Penambahan kode transaksi 05 untuk penyerahan yang PPN-
nya dipungut dengan besaran tertentu cfm. Pasal 9A UU PPN.
Eceran disesuaikan dengan PMK-18/PMK.03/2021.

Sengketa pajak terkait dengan Pajak Masukan


Pengaturan kembali penanda tangan e-Faktur PKP pembeli dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang
Pihak yang berhak menandatangani e-Faktur ditunjuk Faktur Pajaknya “tidak lengkap” cfm. PER-24/PJ/2012 karena
dengan mendaftarkannya sebagai admin di aplikasi e-Faktur. kesalahan PKP penjual yang di luar kuasa PKP pembeli.

KETENTUAN YANG DIHAPUS


▪ Pengadaan Faktur Pajak (Pasal 4 PER-24).
▪ Faktur Pajak tidak lengkap karena NSFP ganda (Pasal 10 (1) PER-24).
▪ Pengembalian NSFP yang tidak digunakan ke KPP (Pasal 10 (2) PER-24).
Sudah e-Faktur ▪ Pemberitahuan dan perubahan nama penanda tangan Faktur Pajak ke KPP (Pasal 13 (4) PER-24).
▪ Permintaan copy Faktur Pajak dalam hal Faktur Pajak hilang (Pasal 15 PER-24).
▪ Cetak ulang e-Faktur yang rusak/hilang (Pasal 8 PER-16).

▪ Kriteria PKP PE dari sisi penjual (Pasal 1 angka 7 PER-24, Pasal 1 PER-58) disesuaikan PMK-18/PMK.03/2021

▪ Pengajuan Kode Aktivasi dan Password pertama kali (Pasal 8 PER-24)


mengikuti PER registrasi PKP
▪ Pengajuan dan pemberian Sertifikat Elektronik (Pasal 9A PER-17)

▪ Permintaan cetak ulang surat pemberian NSFP (Pasal 9 (7) PER-24) dapat dilihat di aplikasi e-Nofa

▪ Kode dan nomor seri FP VAT refund (Pasal 18 PER-24) mengikuti PMK VAT Refund

▪ PKP wajib e-Faktur ditetapkan dengan Kepdirjen (Pasal 1 (2) PER-16)


sudah tidak relevan lagi
▪ Rincian media elektronik penyimpanan data FP PKP PE (Pasal 6 (3) PER-58)

245
POKOK-POKOK PENGATURAN

Kewajiban dan Saat Pembuatan Faktur Pajak bagi PKP


1 Faktur Pajak 5 Pedagang Eceran 9 Keadaan Tertentu

Persyaratan Formal dan Material


Keterangan dalam Faktur Pajak Faktur Pajak, Faktur Pajak Tidak
2 dan Ketentuan Pengisian 6 Lengkap, Faktur Pajak Terlambat 10 Ketentuan Lain-Lain
Keterangan dalam Faktur Pajak Dibuat, dan Faktur Pajak
Dianggap Tidak Dibuat

Bentuk dan Tata Cara


3 Pembuatan Faktur Pajak 7 Pelaporan Faktur Pajak 11 Ketentuan Peralihan

Tata Cara Pengajuan


Tata Cara Pembetulan/Penggantian
4 dan Pembatalan Faktur Pajak 8 Permintaan dan Pemberian 12 Ketentuan Penutup
Data e-Faktur yang
Rusak/Hilang

KEWAJIBAN & SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


Faktur Pajak harus dibuat pada:
▪ Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
PKP wajib membuat Faktur Pajak
untuk setiap: ▪ Saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum
▪ Penyerahan BKP;
penyerahan BKP dan/atau JKP;
▪ Penyerahan JKP;
▪ Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
▪ Ekspor BKP berwujud; penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
▪ Ekspor BKP tidak berwujud; dan/atau ▪ Saat ekspor BKP berwujud, BKP tidak berwujud,
▪ Ekspor JKP. dan/atau ekspor JKP; atau
▪ Saat lain yang diatur berdasarkan PMK
tersendiri.

Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP serta saat ekspor BKP berwujud,
ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
→ Pasal 17 dan Pasal 17A PP-1/2012 s.t.d.d. PP-9/2021.

246
FAKTUR PAJAK GABUNGAN
PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan:
▪ 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP
yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
▪ Harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
▪ Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya
sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan
penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
▪ Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang wajib
dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode
transaksi, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan atas penyerahan
dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi.
▪ Contoh kasus pada Lampiran huruf A angka 1 PER.

PENGECUALIAN:
Faktur Pajak gabungan tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau
JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut
sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP
dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.

Contoh Pembuatan Faktur Pajak Gabungan (1/2)


CONTOH 1:
PT. A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada PT. B dan menerima pembayaran dari
PT. B selama bulan April 2022 sebagai berikut:
Harga Jual/
Tanggal Uraian
Pembayaran (Rp)
4 Penyerahan BKP 1.000.000
11 Penyerahan BKP 1.500.000
18 Penyerahan BKP 2.000.000
19 Penerimaan pembayaran dari PT. B atas penyerahan tanggal 4 April 2022 1.000.000
25 Penyerahan BKP 2.500.000
26 Penerimaan pembayaran uang muka dari PT. B untuk penyerahan yang akan
250.000
dilakukan pada bulan Mei 2022
30 Penyerahan BKP 3.000.000

Dalam hal atas penyerahan tersebut hanya menggunakan 1 (satu) kode transaksi dan PT. A memilih
membuat Faktur Pajak gabungan maka PT. A wajib membuat Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April
2022 yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan dan pembayaran uang muka yang diterima pada
bulan April 2022, yaitu dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. 10.250.000,00 (Rp. 1.000.000,00
+ Rp. 1.500.000,00 + Rp. 2.000.000,00 + Rp. 2.500.000,00 + Rp. 250.000,00 + Rp. 3.000.000,00).

247
CONTOH PEMBUATAN
FAKTUR PAJAK GABUNGAN (2/2)
CONTOH 2:
PT. A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV. C sebagai berikut:
a. Penjualan BKP berupa komputer pada tanggal 2, 9, 16, 23, dan 30 April 2022; dan
b. Pemberian cuma-cuma BKP berupa keyboard dan mouse komputer pada tanggal 4, 11, 18,
dan 25 April 2022.
Berdasarkan data di atas maka PT. A wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode
transaksi 01 atas penyerahan (penjualan) BKP berupa komputer dan kode transaksi 04 atas
penyerahan (pemberian cuma-cuma) BKP berupa keyboard dan mouse komputer. Dalam hal
PT. A memilih untuk membuat Faktur Pajak gabungan maka PT. A wajib membuat:
a. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan
kode transaksi 01 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa komputer yang dilakukan
pada bulan April 2022; dan
b. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 25 April 2022 atau paling lama tanggal
30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 04 yang meliputi seluruh penyerahan
BKP berupa keyboard dan mouse komputer yang dilakukan pada bulan April 2022.

KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK


Keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak:
▪ Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP;
▪ Identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:
• Nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak Dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
• Nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
• Nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh;
▪ Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
▪ PPN yang dipungut;
▪ PPnBM yang dipungut;
▪ Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
▪ Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

NIK mempunyai kedudukan yang sama


dengan NPWP dalam rangka pembuatan
Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan
→ Pasal 19A ayat (3) PP-1/2012 s.t.d.d. PP-9/2021

248
Tata Cara Pengisian Keterangan dalam Faktur Pajak (1/2)
Identitas PKP Penjual
Nama, alamat, dan NPWP wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum Dalam hal nama/alamat
dalam Surat Pengukuhan PKP. *) *) yang tercantum dalam
SKT/SPPKP berbeda
Identitas Pembeli BKP/Penerima JKP
dengan nama/alamat yang
a. Nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, sebenarnya/sesungguhnya,
dan nomor paspor yang sebenarnya/sesungguhnya. WP harus mengajukan
b. Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang permohonan perubahan
data berupa nama/alamat
tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP. *) dalam SKT/SPPKP agar
c. Dalam hal penyerahan BKP/JKP dilakukan kepada Pembeli BKP/Penerima JKP yang merupakan sesuai dengan keadaan
tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN terutang, tetapi BKP/JKP dimaksud dikirim/ yang sebenarnya/
diserahkan ke tempat PPN terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut: sesungguhnya.
• Nama dan NPWP diisi nama dan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN terutang; dan
• Alamat diisi alamat tempat PPN terutang yang dipusatkan yang menerima BKP/JKP.
▪ Contoh pengisian alamat pada Lampiran huruf A angka 2 PER.

c. Dicabut PER 11 2022, 1 September 2022


Jenis Barang/Jasa
▪ Wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya/sesungguhnya mengenai BKP/JKP yang diserahkan.
▪ Untuk penyerahan BKP ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas → ditambah HS Code.
▪ Untuk penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru sesuai
ketentuan yang berlaku, PKP dealer harus mencantumkan keterangan berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka.
▪ Untuk penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi
berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud.

Tata Cara Pengisian Keterangan dalam Faktur Pajak (2/2)


Dasar Pengenaan Pajak
Rp ▪ Nilai pada jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin sebagaimana dimaksud pada angka 5
dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang telah diterima;
▪ Dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan; atau
▪ Nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang menjadi
dasar penghitungan PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam
Pasal 9A ayat (1) UU PPN.
PPN yang Dipungut
Rp ▪ Tarif PPN Pasal 7 ayat (1) UU PPN x Dasar Pengenaan Pajak; atau
▪ Besaran tertentu PPN yang dipungut berdasarkan Pasal 9A ayat (1) UU PPN.

01 Kode dan NSFP


02
03 Total 16 digit: 2 digit kode transaksi, 1 digit kode status, dan 13 NSFP.

Nama dan Penanda Tangan Faktur Pajak


▪ Nama diisi sesuai KTP/paspor yang berlaku.
▪ Telah didaftarkan sebagai penanda tangan Faktur Pajak pada aplikasi e-Faktur.
▪ PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai untuk menandatangani e-Faktur.
→ Termasuk pejabat/pegawai di cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat PPN terutang.
▪ Tanda tangan berupa Tanda Tangan Elektronik.

249
CONTOH PENGISIAN DPP & PPN DALAM FAKTUR PAJAK

▪ DPP Normal:
Penyerahan garmen dengan Harga Jual sebesar Rp. 100.000.000 yang PPN-nya dipungut dengan tarif 11%.

▪ DPP Nilai Lain:


Pemakaian sendiri BKP dengan Harga Jual sebesar Rp. 100.000.000 dan laba kotor sebesar Rp. 10.000.000
yang PPN-nya dipungut dengan tarif 11%.

▪ Besaran Tertentu PPN:


Penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan Harga Jual sebesar Rp. 100.000.000 yang PPN-nya dipungut
dengan besaran tertentu sebesar 1,1% dari Harga Jual.

Dari ketiga contoh di atas maka pengisian DPP dan PPN dalam Faktur Pajak yaitu sebagai berikut:
Keterangan Normal Nilai Lain Besaran Tertentu PPN
Harga Jual 100.000.000 100.000.000 100.000.000
DPP 100.000.000 90.000.000 100.000.000
PPN 11.000.000 9.900.000 1.100.000

Ketentuan terkait dengan penyesuaian penghitungan PPN dan PPnBM dan Penyesuaian DPP yang digunakan
dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

250
KODE TRANSAKSI DALAM FAKTUR PAJAK Urutan Prioritas Penggunaan Kode Transaksi
Kode
Penyerahan BKP/JKP yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang Transaksi
01
melakukan penyerahan BKP/JKP.
Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN instansi pemerintah yang
02 Termasuk Ya
PPN/PPnBM-nya dipungut oleh instansi pemerintah. 07/08
07/08?
Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN lainnya (selain instansi
03 Tidak
pemerintah) yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya.
Penyerahan BKP/JKP yang DPP-nya menggunakan nilai lain cfm. Pasal 8A Termasuk Ya
02/03
04 ayat (1) UU PPN yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan 02/03?
penyerahan BKP/JKP.
Tidak
Penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya dipungut dengan besaran tertentu cfm.
05
Pasal 9A ayat (1) UU PPN oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
Termasuk Ya
06
Penyerahan lainnya yang PPN/PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang 06?
06 melakukan penyerahan BKP/JKP (menggunakan tarif selain Pasal 7 ayat (1) Tidak
UU PPN, penyerahan BKP kepada turis).
Penyerahan BKP/JKP yang PPN/PPnBM-nya mendapatkan fasilitas tidak Termasuk Ya
07 04/05
dipungut atau ditanggung pemerintah. 04/05?

Penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari Tidak


08
pengenaan PPN/PPnBM.
01
Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
09 diperjualbelikan cfm. Pasal 16D UU PPN yang PPN-nya dipungut oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP. Catatan: Untuk pelaporan CK-1 atas penyerahan hasil tembakau dalam Formulir
1111 A2 SPT Masa PPN pada aplikasi e-Faktur yang semula menggunakan kode
transaksi 06 diubah menjadi menggunakan kode transaksi 04.

PENJELASAN URUTAN PRIORITAS PENGGUNAAN KODE TRANSAKSI


1. Menggunakan Kode 09 (Penyerahan aktiva yang tujuan semula tidak diperjualbelikan)
Contoh : PKP K menyerahkan aktiva bekas 09 ke PT OP (bukan pemungut kode 01) maka kode yang diprioritaskan aktiva bekas 09
2. Menggunakan kode 08 (Dibebaskan).
Contoh : PKP I menyerahkan BKP dibebaskan PPN kode 08 ke PT KLM (bukan pemungut kode 01), maka kode yang diprioritaskan
yang dibebaskan 08.
3. Menggunakan Kode 07 (Fasilitas tidak dipungut). Penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas 07 atau penyerahan ke BUMN
03, maka kode yang diprioritaskan tidak dipungut 070.
Contoh : PKP A Menyerahkan BKP FAS tidak dipungut kode 07 kepada BUMN ABC kode 030 di Kawasan Berikat, maka kode FP
070 yang diprioritaskan mendapat Fasilitas
4. Menggunakan Kode 05 (Besaran tertentu). Penyerahan BKP/JKP Besaran tertentu 05 atau penyerahan ke BUMN 03, maka
diprioritaskan besaran tertentu 05. (PPN besaran tertentu ada di PMK 71, dalam contoh di bawah ini Freight Forwarding)
Contoh : PKP F Menyerahkan JKP freight forwarding kode 050 kepada PT.MNO (BUMN) kode 030, maka kode FP 050 yang
diprioritaskan PPN besaran tertentu
5. Menggunakan Kode 04 (Penyerahan BKP/JKP nilai lain)
Contoh : PKP E Menyerahkan BKP untuk tujuan sumbangan atau pemberian cuma-cuma kode 04 ke Yayasan Panti asuhan kode
010, maka kode FP 040 yang diprioritaskan PPN nilai lain
6. Penggunaan Kode 03 (Penyerahan BKP/JKP ke BUMN Pemungut PPN)
Contoh : PKP C Menyerahkan hasil BKP ke BUMN ABC (kode 030), maka kode FP 030 (tidak ada pembanding)
7. Penggunaan Kode 02 (Penyerahan BKP/JKP ke Instansi Pemerintah, Pemungut PPN)
Contoh : PKP C Menyerahkan BKP ke Kemendikbudristek (Pemungut PPN) 020, maka kode FP 020 (tidak ada pembanding)
8. Penggunaan kode 01 (Penyerahan BKP/JKP ke bukan Pemungut PPN, selain kondisi di atas maka menggunakan kode 010).
Contoh : PKP C Menyerahkan BKP ke PT. JKL kode 010, maka kode FP 010 (tidak ada pembanding)

251
Ketentuan terkait penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, terkait dengan penghapusan terminologi
dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagai berikut :

TRANSAKSI YANG MENGGUNAKAN


MATA UANG ASING

Dalam hal penyerahan BKP/JKP dilakukan dengan


menggunakan mata uang asing, penghitungan
PPN/PPnBM terutang harus dikonversi ke dalam
satuan mata uang Rupiah menggunakan kurs
yang ditetapkan dalam KMK yang berlaku pada
saat Faktur Pajak seharusnya dibuat.

❖ Untuk Faktur Pajak pengganti, kurs yang


digunakan yaitu kurs yang ditetapkan dalam
KMK yang berlaku pada saat Faktur Pajak
yang diganti pertama kali seharusnya dibuat.

252
Ketentuan terkait dengan Penentuan Kurs Menteri Keuangan yang digunakan untuk
menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan
menggunakan mata uang selain rupiah sebagai berikut:

BENTUK FAKTUR PAJAK & APLIKASINYA


FAKTUR PAJAK:
▪ Berbentuk elektronik; e-Faktur
▪ Dibuat menggunakan aplikasi atau sistem yang
disediakan dan/atau ditentukan oleh DJP; dan
Aplikasi e-Faktur
▪ Dicantumkan tanda tangan elektronik.
▪ Aplikasi e-Faktur Client Desktop
▪ Aplikasi e-Faktur Web Based
PENGECUALIAN: ▪ Aplikasi e-Faktur Host-to-Host (H2H)
Faktur Pajak atas: ▪ H2H Penyelenggara (PJAP)
▪ Penyerahan BKP/JKP kepada pembeli BKP/penerima JKP dengan karakteristik
konsumen akhir cfm. Pasal 13 ayat (5a) UU PPN (eceran);
▪ Penyerahan BKP/JKP dan/atau ekspor BKP/BKP tidak berwujud/JKP, yang bukti PKP di TLDDP, TPB, atau KEK
pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan wajib membuat e-Faktur
dengan Faktur Pajak cfm. Pasal 13 ayat (6) UU PPN (dokumen tertentu); dan atas penyerahan BKP
kepada pembeli BKP di
▪ Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri cfm.
Kawasan Perdagangan Bebas
Pasal 16E UU PPN (VAT refund),
dan Pelabuhan Bebas.
→ Dibuat sesuai dengan peraturan terkait.

253
TAMPILAN PDF ATAU CETAKAN KERTAS E-FAKTUR

e-Faktur
Tidak Wajib
Dicetak

Tidak lagi
mencantumkan
persentase (%)
tarif PPN

SERTIFIKAT ELEKTRONIK & AKTIVASI AKUN PKP

Memiliki:
Syarat PKP dapat membuat ▪ Sertifikat Elektronik
e-Faktur ▪ Akun PKP yang telah diaktivasi
▪ NSFP yang diberikan oleh DJP

Sertifikat Elektronik Aktivasi Akun PKP

▪ Permintaan dan pemberian Sertifikat Elektronik ▪ Permintaan dan pemberian keputusan aktivasi akun
dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020. PKP dilaksanakan berdasarkan PER-04/PJ/2020.
▪ Dalam hal atas permintaan aktivasi akun memenuhi
syarat, Kepala KPP/KP2KP:
• Menyerahkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi
secara langsung kepada PKP; dan
• Mengirimkan Password kepada PKP melalui alamat
posel (email) yang telah terdaftar di DJP.
▪ Contoh format surat pemberitahuan Kode Aktivasi
pada Lampiran huruf E PER.

254
NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
Permintaan NSFP Jumlah NSFP yang Diberikan
PKP dapat mengajukan permintaan NSFP secara: ▪ Paling banyak 75 NSFP, bagi PKP baru dikukuhkan, PKP yang
▪ Elektronik melalui laman yang disediakan/ditentukan oleh belum pernah membuat dan melaporkan Faktur Pajak, atau
DJP (berdasarkan user manual aplikasi e-Nofa atau PKP yang 3 Masa Pajak sebelumnya membuat dan melaporkan
≤75 Faktur Pajak.
▪ Langsung ke KPP/KP2KP dengan cara menyampaikan surat
permintaan NSFP. ▪ Paling banyak 120% dari jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan
dilaporkan dalam SPT Masa PPN 3 Masa Pajak sebelumnya, bagi
Syarat Pemberian NSFP PKP yang 3 Masa Pajak sebelumnya membuat dan melaporkan
▪ Memiliki Kode Aktivasi dan Password; Faktur Pajak >75 Faktur Pajak.
(jika hilang/lupa, dapat mengajukan cetak ulang Kode ▪ Jumlah tertentu, bagi PKP baru dikukuhkan, PKP pemusatan,
Aktivasi/kirim ulang Password secara langsung ke KPP). atau PKP yang mengalami peningkatan usaha yang karena kegiatan
▪ Memiliki akun PKP yang telah diaktivasi. usahanya membutuhkan NSFP dengan jumlah tertentu.

▪ Telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 Masa Pajak → Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu harus disampaikan
terakhir yang telah jatuh tempo. langsung ke KPP/KP2KP.

Penggunaan NSFP Format Surat Permintaan dan Pemberian NSFP

NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai tanggal ▪ Contoh format surat permintaan NSFP pada Lampiran huruf F PER.
surat pemberian NSFP sesuai dengan tahun peruntukan yang ▪ Contoh format surat pemberian NSFP pada Lampiran huruf G dan
tercantum dalam surat pemberian NSFP. huruf H PER.

BATAS WAKTU UPLOAD E-FAKTUR


e-Faktur wajib diunggah (di-upload) menggunakan aplikasi
e-Faktur untuk memperoleh persetujuan DJP.

e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan DJP


→ BUKAN FAKTUR PAJAK
UPLOAD
PALING LAMBAT
Syarat untuk memperoleh persetujuan DJP:
▪ NSFP yang digunakan untuk penomoran e-Faktur merupakan TANGGAL 15
NSFP yang diberikan oleh DJP; dan BULAN BERIKUTNYA
setelah tanggal e-Faktur
▪ e-Faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal
pembuatan e-Faktur.

Catatan:
Untuk e-Faktur yang dibuat dengan mencantumkan tanggal
sebelum tanggal 1 April 2022, wajib diunggah (di-upload)
Contoh kasus pada Lampiran huruf A angka 3 PER
menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh
persetujuan DJP paling lambat tanggal 15 Mei 2022.

255
CONTOH KASUS
BATAS WAKTU UPLOAD E-FAKTUR
Contoh 1:
PT. H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 11 April 2022. PT. H membuat e-Faktur
pada tanggal 11 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak
11 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi
e-Faktur pada tanggal 14 Mei 2022.
Dengan demikian, e-Faktur yang dibuat dan diunggah (di-upload) oleh PT. H tersebut dapat diberikan
persetujuan dari DJP karena diunggah (di-upload) ke DJP dalam jangka waktu paling lama tanggal 15 Mei 2022.

Contoh 2:
PT. H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT. H membuat e-Faktur
pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak
18 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi
e-Faktur pada tanggal 16 Mei 2022.
Dengan demikian, DJP tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-Faktur yang diunggah (di-upload) tersebut
karena diunggah (di-upload) setelah tanggal 15 Mei 2022.
→ e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP (reject) tersebut bukan merupakan Faktur Pajak.

FAKTUR PENJUALAN SEBAGAI E-FAKTUR

Faktur penjualan (invoice) yang diterbitkan oleh PKP


termasuk dalam pengertian e-Faktur sepanjang:
▪ Dicantumkan keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 PER; dan
▪ Diunggah (di-upload) dengan menggunakan aplikasi
e-Faktur Host-to-Host dan memperoleh persetujuan
dari DJP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah tanggal pembuatan e-Faktur.

256
CAP/KETERANGAN FASILITAS PPN/PPNBM

PPN ATAU PPN & PPnBM


TIDAK DIPUNGUT Harus diberikan keterangan melalui aplikasi e-
Faktur mengenai:
▪ PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut,
PPN ATAU PPN & PPnBM dibebaskan, atau ditanggung pemerintah; dan
DIBEBASKAN ▪ Peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan yang mendasarinya.
PPN ATAU PPN & PPnBM
DITANGGUNG PEMERINTAH

TATA CARA PEMBETULAN/PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

▪ Dilakukan oleh PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan


aplikasi e-Faktur atas permintaan pembeli BKP/penerima JKP atau
Pembetulan/Penggantian kemauan sendiri.
▪ SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti masih
Salah dalam pengisian/penulisan dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai ketentuan.
sehingga tidak memuat keterangan ▪ NSFP Faktur Pajak pengganti sama dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti.
yang benar, lengkap, dan jelas.
▪ Kode status diisi 1 (satu), kode transaksi yang digunakan sesuai
peruntukan.
▪ Tanggal Faktur Pajak pengganti yaitu tanggal pada saat Faktur Pajak
pengganti dibuat.
▪ Dalam hal PKP penjual telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti dalam
SPT Masa PPN maka PKP penjual harus melakukan pembetulan SPT Masa
PPN yang bersangkutan untuk melaporkan Faktur Pajak pengganti.
▪ Dalam hal PKP pembeli telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti dalam
SPT Masa PPN maka PKP pembeli harus melakukan pembetulan SPT Masa
PPN yang bersangkutan untuk melaporkan Faktur Pajak pengganti.

Dengan implementasi aplikasi e-Faktur 3.0, pelaporan e-Faktur pengganti dilakukan secara prepopulated.

257
TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
▪ Dilakukan oleh PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi
e-Faktur.
Pembatalan ▪ SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dibatalkan masih
dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai ketentuan.
▪ Penyerahan BKP/JKP yang
transaksinya dibatalkan. ▪ Dalam hal pembatalan Faktur Pajak karena terjadi pembatalan transaksi, harus
didukung bukti/dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan
▪ Penyerahan barang/jasa transaksi.
yang seharusnya tidak ▪ Dalam hal PKP penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT
dibuatkan e-Faktur. Masa PPN maka PKP penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan
tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai DPP, PPN, dan PPnBM
sebesar 0 (nol).
▪ Dalam hal PKP penjual telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT
Masa PPN maka PKP pembeli harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang
bersangkutan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut
dengan mencantumkan nilai DPP, PPN, dan PPnBM sebesar 0 (nol).
▪ Dalam hal PKP pembeli telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT
Masa PPN maka PKP pembeli harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang
bersangkutan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut
dengan mencantumkan nilai DPP, PPN, dan PPnBM sebesar 0 (nol).
Dengan implementasi aplikasi e-Faktur 3.0, pelaporan e-Faktur yang dibatalkan dilakukan secara prepopulated.

FAKTUR PAJAK BAGI PKP PEDAGANG ECERAN


NEW

▪ PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pembeli BKP/


penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang
Penyerahan
dilakukan melalui PMSE, merupakan PKP Pedagang Eceran.
Bukan Konsumen → Tidak ditentukan berdasarkan KLU.
PKP Akhir
▪ PKP Pedagang Eceran dapat membuat Faktur Pajak eceran atas
penyerahan BKP/JKP kepada konsumen akhir tanpa mencantumkan
BKP/JKP identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
Termasuk melalui PMSE
• Faktur Pajak eceran dapat berupa: bon kontan, faktur penjualan,
segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau
pembayaran lain yang sejenis
BKP/JKP → Dapat berbentuk elektronik.
Termasuk melalui PMSE Konsumen Akhir

Faktur Pajak eceran dapat juga dibuat atas:


Karakteristik Konsumen Akhir ▪ Pemakaian sendiri BKP/JKP; dan
▪ Pembeli barang dan/atau penerima jasa mengonsumsi secara ▪ Pemberian cuma-cuma BKP/JKP kepada
langsung barang dan/atau jasa yang dibeli/diterima; dan konsumen akhir;
▪ Pembeli barang dan/atau penerima jasa tidak menggunakan ▪ Penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan
atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli/diterima fasilitas tidak dipungut PPN atau
untuk kegiatan usaha. dibebaskan dari pengenaan PPN.

258
FAKTUR PAJAK BAGI PKP PEDAGANG ECERAN
NEW

PENGECUALIAN BKP/JKP Tertentu


PKP Pedagang Eceran yang melakukan ▪ Penyerahan dan penyewaan:
penyerahan BKP tertentu atau JKP • Angkutan darat: kendaraan bermotor.
tertentu kepada Konsumen Akhir • Angkutan air: kapal pesiar, kapal ekskursi,
wajib membuat e-Faktur. kapal feri, yacht.
• Tanah/bangunan.
• Angkutan udara: pesawat terbang, helikopter,
balon udara.
▪ Penyerahan:
• Senjata api dan peluru senjata api.

PEMBETULAN/PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN


FAKTUR PAJAK BAGI PKP PEDAGANG ECERAN

Rp…
PKP pedagang eceran dapat
melakukan pembetulan atau
Rp 25.500,00
Rp299.000,00 penggantian dan pembatalan
Rp 32.990,00
Rp 6.500,00 Faktur Pajak sesuai dengan
Rp363.990,00 kelaziman usaha PKP
Rp400.000,00
Rp 36.010,00 pedagang eceran.

259
PERSYARATAN FORMAL DAN MATERIAL FAKTUR PAJAK
NEW

Faktur Pajak harus memenuhi:

Persyaratan Formal Persyaratan Material


Berisi keterangan yang sebenarnya atau
Diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai
sesungguhnya mengenai penyerahan BKP
dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN
dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor
atau ketentuan Pasal 13 ayat (6) UU PPN
BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP,
untuk dokumen tertentu yang
atau pemanfaatan BKP tidak berwujud
kedudukannya dipersamakan dengan
dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Faktur Pajak.
Pabean di dalam Daerah Pabean.

FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP,


TERLAMBAT DIBUAT & DIANGGAP TIDAK DIBUAT

Tidak memenuhi
TIDAK LENGKAP persyaratan formal TERLAMBAT DIBUAT

▪ e-Faktur tidak mencantumkan keterangan cfm. Tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak
Pasal 5 PER atau Faktur Pajak PKP pedagang melewati saat seharusnya Faktur Pajak dibuat.
eceran tidak mencantumkan keterangan cfm.
Pasal 26 ayat (2) PER.
▪ Mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya DIANGGAP TIDAK DIBUAT
atau sesungguhnya.
▪ Berisi keterangan yang tidak sesuai dengan Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu
ketentuan pengisian keterangan cfm. PER. 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat.

PKP yang membuat Faktur Pajak tidak lengkap, terlambat membuat Faktur Pajak,
dan/atau dianggap tidak membuat Faktur Pajak dikenai sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP.

PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tidak lengkap dan/atau yang dianggap tidak
dibuat merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Contoh kasus pada Lampiran huruf A angka 4, angka 5, dan angka 6 PER.

260
CONTOH FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP
PT. I merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri (pabrikan) sepatu. Berdasarkan surat pengukuhan PKP, diketahui PT. I
memiliki NPWP 03.456.789.1-012.000 dan beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42G, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Selain
menjual sepatu kepada distributor, PT. I juga melakukan penjualan kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir melalui toko ritelnya
yang bernama Toko I-Sepatu.
a. PT. I menjual sepatu kepada distributor Tuan Ogi, warga negara Indonesia orang pribadi, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42B,
Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT. I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan identitas
Pembeli BKP sebagai berikut:
Nama : Ogi
Alamat : Jalan Gatot Subroto No. 42B, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190
NPWP : 00.000.000.0-000.000
NIK/paspor :-
Dengan demikian, PT. I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena Faktur Pajak tidak mencantumkan keterangan cfm.
Pasal 5 huruf b angka 2 PER, yaitu mencantumkan NPWP 00.000.000.0-000.000, tetapi tidak mencantumkan NIK.
b. PT. I menjual sepatu kepada distributor CV. J, NPWP 72.345.678.9-012.000. Atas penjualan sepatu tersebut, PT. I membuat Faktur Pajak
dengan mencantumkan kode transaksi 04 pada isian kode dan NSFP. Dengan demikian, PT. I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak
lengkap karena Faktur Pajak berisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara cfm. Lampiran huruf B angka 2 huruf a angka 1) PER, yaitu
mencantumkan kode transaksi 04, seharusnya kode transaksi 01.
c. PT. I menjual sepatu kepada konsumen akhir Nyonya Fio melalui Toko I-Sepatu. Atas penjualan sepatu tersebut, PT. I membuat Faktur Pajak
bagi PKP pedagang eceran berupa faktur penjualan dengan mencantumkan identitas penjual BKP sebagai berikut:
Nama : PT. I
NPWP : 03.456.789.1-012.000
Alamat :-
Dengan demikian, PT. I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena tidak mencantumkan keterangan cfm. Pasal 26 ayat (2)
huruf a PER, yaitu tidak mencantumkan alamat PT. I.

CONTOH FAKTUR PAJAK


TERLAMBAT DIBUAT & TIDAK TERLAMBAT DIBUAT
Contoh 1:
PT. K yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV. L yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada
tanggal 12 April 2022. PT. K membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 April 2022 dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak
13 April 2022. Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang terlambat dibuat.
▪ PT. K dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
▪ Dalam hal CV. L merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Contoh 2:
Berdasarkan Contoh 1 pada slide sebelumnya (Bagian contoh kasus batas waktu upload e-Faktur)
PT. H melakukan penyerahan BKP pada tanggal 11 April 2022, membuat e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur
Pajak 11 April 2022, dan mengunggah (meng-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal
14 Mei 2022. e-Faktur tersebut diberikan persetujuan dari DJP.
Faktur Pajak yang dibuat oleh PT H tersebut bukan merupakan Faktur Pajak yang terlambat dibuat karena meskipun
diunggah (di-upload) ke DJP dan memperoleh persetujuan dari DJP pada tanggal 14 Mei 2022, tetapi tanggal pembuatan
Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut sama dengan tanggal saat Faktur Pajak seharusnya dibuat,
yaitu tanggal 11 April 2022.

261
CONTOH FAKTUR PAJAK
DIANGGAP TIDAK DIBUAT

CV. M yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada PT. N yang Faktur Pajaknya
seharusnya dibuat pada tanggal 20 April 2022. Namun, tanggal pembuatan Faktur Pajak
yang tercantum dalam Faktur Pajak yaitu 20 Juli 2022.
Dengan demikian, Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dianggap tidak dibuat
karena dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak
seharusnya dibuat, yaitu setelah melewati tanggal 19 Juli 2022.
▪ CV. M dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
▪ Dalam hal PT. N merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut
merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

KEWAJIBAN PELAPORAN
FAKTUR PAJAK

▪ PKP yang membuat Faktur Pajak wajib melaporkan Faktur Pajak dalam
SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan tanggal pembuatan
Faktur Pajak.
▪ Tata cara pelaporan Faktur Pajak dilaksanakan berdasarkan ketentuan
yang mengatur mengenai SPT Masa PPN.
→ PER-29/PJ/2015.
▪ PKP yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan Faktur Pajak dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

262
PERMINTAAN & PEMBERIAN
DATA E-FAKTUR YANG RUSAK/HILANG

Penyampaian Permintaan
Permintaan disampaikan secara online atau langsung ke KPP.
Contoh format surat permintaan pada Lampiran huruf L PER.

Data e-Faktur yang Diminta


Terbatas pada e-Faktur yang telah dibuat, di-upload, dan
memperoleh persetujuan DJP.

Penyelesaian
KPP memberikan data e-Faktur yang diminta, secara langsung
paling lama 20 hari kerja.

KEADAAN TERTENTU
KEADAAN TERTENTU:
Peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar
kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
▪ Dalam keadaan tertentu, PKP diperkenankan membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
▪ Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP untuk Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan
format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B PER, kecuali
ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
▪ Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) dibuat paling sedikit untuk pembeli BKP/penerima JKP dan arsip PKP
penjual.
▪ Dalam hal terjadi keadaan tertentu dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembetulan atau
penggantian, Faktur Pajak pengganti dibuat berbentuk kertas (hardcopy).
▪ Dalam hal keadaan tertentu telah berakhir, data Faktur Pajak dalam bentuk kertas (hardcopy) wajib
direkam dan di-upload menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh persetujuan DJP.
▪ Dalam hal terjadi keadaan tertentu dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembatalan,
pembatalan Faktur Pajak direkam pada aplikasi e-Faktur pada saat keadaan tertentu ditetapkan
telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak.
▪ Batas waktu upload e-Faktur paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya tidak berlaku.
▪ Contoh format Faktur Pajak dalam bentuk kertas (hardcopy) pada Lampiran huruf M PER.

263
KETENTUAN LAIN-LAIN
e-Faktur yang telah diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan
1 aplikasi e-Faktur dan telah memperoleh persetujuan dari DJP merupakan
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP.

Pengkreditan Pajak Masukan


2
PPN yang tercantum dalam e-Faktur atau dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
oleh PKP pembeli sepanjang PPN dimaksud:
▪ Bukan merupakan PPN atas pengeluaran cfm. Pasal 9 ayat (8) UU PPN; dan
▪ Tercantum dalam Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material
cfm. Pasal 13 ayat (9) UU PPN.
Pengujian Pajak Masukan
3
Pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP pembeli tidak tergantung pada pelaporan
e-Faktur atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan
Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN PKP penjual.
▪ Untuk mengetahui pelaporan PKP penjual dilakukan menggunakan aplikasi/
data/informasi dalam sistem informasi DJP.
▪ Tidak perlu konfirmasi PK-PM ke KPP tempat PKP penjual dikukuhkan.
→ KEP-754/PJ/2001 dicabut.

KETENTUAN PERALIHAN
Pajak Masukan Dapat Dikreditkan
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang dibuat berdasarkan PER-24/PJ/2012, yang:
a. Mencantumkan alamat pembeli yang berbeda dengan alamat yang tercantum dalam SPPKP pembeli,
sepanjang alamat dimaksud merupakan alamat yang sebenarnya/sesungguhnya;
b. Dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP selain yang diberikan oleh DJP;
c. Dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP ganda;
d. Dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan tanggal pembuatannya mendahului tanggal surat
pemberian NSFP; dan/atau
e. Ditandatangani oleh PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur
Pajak atau e-Faktur, tetapi tidak diberitahukan atau terlambat diberitahukan ke KPP.

Aplikasi e-Faktur H2H Pengguna


Aplikasi e-Faktur H2H cfm. Pasal 1A ayat (2) huruf a PER-16/PJ/2014, tetap dapat digunakan sampai dengan
dicabutnya Kepdirjen penetapan sebagai PKP yang menggunakan aplikasi e-Faktur H2H.

264
KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku:
PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d. PER-04/PJ/2020
01 Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam
rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak.

02 PER-16/PJ/2014 s.t.d.t.d. PER-10/PJ2020


Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

03
PER-58/PJ/2010
Bentuk dan Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur
Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

04
KEP-754/PJ/2001
Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi
Perpajakan.

PER-11/PJ/2022
PERUBAHAN ATAS PER-03/PJ/2022

265
266
267
Saat PER-11/PJ/2022 Mulai Berlaku

268
PMK-61/PMK.03/2022
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
(PPN KMS)

PPN KMS
Kegiatan Membangun Sendiri

PMK-61/PMK.03/2022

269
PPN KMS
Kegiatan Membangun Sendiri

Pada April 2022. Bapak Budi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya.
Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Bapak Budi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut
adalah sebagai berikut: 1) Pembelian tanah sebesar Rp 200.000.000, 2) Pembelian bahan baku
bangunan keseluruhan Rp 180.000.000, 3) Biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp 70.000.000.
Maka berapakah PPN yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?
Jawab:
= 20 % x TARIF PPN x DPP
= (20% x 11%) x Biaya, tidak termasuk biaya pembelian tanah
= (20% x 11%) x (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)
= (20% x 11%) x (Rp 250.000.000)
= Rp 5.500.000

270
PMK-65/PMK.03/2022
PPN ATAS PENYERAHAN KENDARAAN
BERMOTOR BEKAS

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN


KENDARAAN BERMOTOR BEKAS
OBJEK PPN dan PKP yang Wajib Menerapkan
Penyerahan KENDARAAN BERMOTOR BEKAS (Bukan
BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan cfm. Pasal 16D UU PPN)

PKP yang Wajib Menerapkan:


Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa
penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan
kendaraan bermotor bekas dengan besaran tertentu.
Pedagang yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas.

PMK-65/PMK.03/2022

271
PPN atas Penyerahan BKP Lainnya dan/atau JKP
Dalam hal PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor
bekas juga melakukan penyerahan BKP lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak, pemungutan PPN
yang terutang atas penyerahan BKP lainnya dan/atau JKP tersebut dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Contoh 1: Contoh 2:
Tuan A melakukan penyerahan kendaraan bermotor PT B melakukan penyerahan kendaraan bermotor
bekas dan BKP lainnya berupa aksesori kendaraan bekas dan JKP berupa jasa perbaikan dan
bermotor. perawatan kendaraan bermotor.
Dengan demikian: Dengan demikian:
a. atas penyerahan kendaraan bermotor bekas, a. atas penyerahan kendaraan bermotor bekas,
Tuan A wajib memungut dan menyetorkan PPN PT B wajib memungut dan menyetorkan PPN
yang terutang dengan besaran tertentu; dan yang terutang dengan besaran tertentu; dan
b. atas penyerahan aksesori kendaraan b. atas penyerahan jasa perbaikan dan
bermotor, Tuan A wajib memungut PPN sesuai perawatan kendaraan bermotor, Tuan A
dengan ketentuan peraturan perundang- wajib memungut PPN sesuai dengan
undangan di bidang perpajakan. ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.

272
273
PMK-71/PMK.03/2022
PPN ATAS PENYERAHAN JASA KENA
PAJAK (JKP) TERTENTU

PPN ATAS PENYERAHAN JKP TERTENTU


PKP yang melakukan Penyerahan 5 Jasa Kena Pajak Tertentu wajib memungut dan
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan Besaran Tertentu.
• Jasa pengiriman paket pos
Tarif 1.1% dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih
• Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata
Tarif 1.1% dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih
• Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding)
Tarif 1.1% dari jumlah yang ditagih atau yang seharusnya ditagih
• Jasa pemasaran dengan media voucer, jasa penyelenggaraan layanan transaksi
pembayaran terkait dengan distribusi voucer, jasa penyelenggaraan program loyalitas
dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program)
Tarif 1.1% dari dari Harga Jual voucer
• Jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan
Tagihan Dirinci : Tarif 1.1% jumlah yang ditagih/seharusnya ditagih
Tagihan Tidak Dirinci : Tarif 0.55% jumlah yang ditagih/seharusnya ditagih

PMK-71/PMK.03/2022

274
PPnBM
PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH

KARAKTERISTIK PPnBM
• PPnBM dikenakan hanya 1 kali saja
• Pajak Masukan hanya berlaku pada PPN dan tidak dikenal pada PPnBM
• Tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM
• PPnBM dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang bersangkutan
• PKP yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah, PKP ini dapat
meminta Kembali PPnBM
• PPnBM atas impor BKP yang tergolong mewah tidak memperhatikan
siapa yang mengimpor
• PPnBM terhadap suatu penyerahan BKP yang tergolong mewah tidak
memperhatikan apakah suatu bagian dari BKP tersebut telah dikenai
atau tidak dikenai PPnBM

275
BKP TERGOLONG MEWAH
Yang dimaksud dengan “BKP yang tergolong mewah" adalah:
• Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
• Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
• Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; dan/atau
• Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status

TARIF PPnBM
• Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
• Ekspor BKP yang tergolong mewah dengan tarif 0%

Tarif PPnBM pada BKP tergolong mewah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
Kendaraan Bermotor (PMK No 141/PMK.010/2021) dan
Selain Kendaraan Bermotor (PMK No 96/PMK.03/2021)

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


POLA PENGHITUNGAN

PT. Nasional mengimpor 1.000 unit AC dengan harga impor


Contoh Rp. 1.000.000.000,00. Misalkan tarif PPnBM sebesar 20% PPN Impor
dan PPnBM dihitung sebagai berikut :
Harga Barang = Rp. 800.000.000
Angkutan = Rp. 100.000.000
Asuransi = Rp. 100.000.000
Harga Impor (CIF) = Rp. 1.000.000.000
Bea Masuk 50% = Rp. 500.000.000
Nilai Impor = Rp. 1.500.000.000
PPN = 11% X Rp. 1.500.000.000 = Rp. 165.000.000
PPnBM = 20% X Rp. 1.500.000.000 = Rp. 300.000.000
Jumlah yang dibayar oleh Importir = Rp. 1.965.000.000

276
PPn BARANG MEWAH
Maka harga perolehan atas impor 1.000 unit AC adalah sebesar :
Nilai impor = Rp. 1.500.000.000
PPnBM yg dibebankan sebagai biaya = Rp. 300.000.000
Harga perolehan 1.000 unit AC = Rp. 1.800.000.000
Harga perolehan 1 unit AC = Rp. 1.800.000

Apabila kemudian Importir menyerahkan/menjual ke distributor dengan


margin laba sebesar Rp. 1.000.000 per-unit, maka distributor akan membayar
harga AC (termasuk PPN) sebesar :
Harga perolehan importir = Rp. 1.800.000
Margin laba = Rp. 1.000.000
Harga jual dari importir = Rp. 2.800.000
PPN = 11% X Rp. 2.800.000 = Rp. 308.000
Harga yg dibayar distributor per-unit = Rp. 3.108.000

TERIMA KASIH

277
AKUNTANSI
PERPAJAKAN

Pentingnya Pembukuan
1. Tertib administrasi
2. Pembukuan harus dapat digunakan menentukan pajak
pajak terutang
3. Merupakan kewajiban Wajib Pajak:
• Untuk menghindari penetapan pajak (SKP)
secara jabatan
• Untuk menghindari sanksi lebih besar (kenaikan)
• Untuk menghindari proses pemeriksaan bukti
permulaan (tindak pidana pajak)

278
Summary of
the Structure

Siklus Akuntansi dan Pajak

Neraca
Dokumen Jurnal Buku Besar
Saldo

Laporan Beda Temporer


Keuangan (koreksi positif/negatif)

Rekonsiliasi PSAK 46 SPT Tahunan


fiskal PPh Badan

Beda Permanen
(koreksi positif/negatif)

279
Klasifikasi Akun Khusus
Akuntansi Pajak

Saldo Normal AKUN / REKENING


DEBIT KREDIT
AKUN RIIL AKUN RIIL
ASET (AKTIVA) HUTANG
* Kas, Piutang * Utang Dagang
* Pajak Dibayar DM (PM, PPh) * Utang Pajak (PK, PPh)
* Persediaan * Utang Jangka Panjang
* Aktiva Tetap MODAL
AKUN NOMINAL AKUN NOMINAL
BEBAN-BEBAN PENDAPATAN/PENJUALAN
* Beban Pajak (PPN, PPh) * Penjualan
* Beban Gaji/Upah/Bonus * Keuntungan
* Beban Penyusutan

280
AKUN RIIL (NERACA)
A. Akun RIIL (Neraca)
1.1 Aset Lancar
1.1.1 PPN Masukan
1.1.2 Piutang PPN
1.1.3 Uang Muka PPh 21/22/23
1.1.4 Angsuran PPh Pasal 25
1.2 Aset Lain-lain
1.2.1 Aset Pajak Tangguhan
1.3 Aset Tetap

AKUN RIIL (NERACA)


2.1 Kewajiban / Utang Lancar
2.1.1 PPN Keluaran
2.1.2 Utang PPN
2.1.3 Utang PPh Pasal 21/22/23/26
2.1.4 Utang PPh Pasal 25/29
2.2 Utang Jangka Panjang
2.2.1 Utang Pajak Tangguhan

281
AKUN NOMINAL (LABA-RUGI)
B. Akun Nominal
3.1 Akun Pendapatan
3.1.1 Pendapatan Pajak Tangguhan
3.2 Akun Beban
3.2.1 Taksiran PPh Badan
3.2.2 Beban Pajak Tangguhan
3.2.3 Beban Pajak
3.2.4 Potongan PPh Final
3.2.5 Tunjangan PPh Pasal 21

ATURAN DEBIT DAN KREDIT


No. Nama Akun/Rekening Dr Kr So Dr So Kr
1. PPN Masukan (+) (-) D -
2. Piutang PPN (+) (-) D -
3. Uang Muka PPh Pasal 21 (+) (-) D -
4. Uang Muka PPh Pasal 22 (+) (-) D -
5. Uang Muka PPh Pasal 23 (+) (-) D -
6. Angsuran PPh Pasal 25 (+) (-) D -
7. PPN Keluaran (-) (+) - K
8. Utang PPN dan PPn-BM (-) (+) - K

282
ATURAN DEBIT DAN KREDIT
No. Nama Akun/Rekening Dr Kr So Dr So Kr
9. Utang PPh Pasal 21/26 (-) (+) - K
10. Utang PPh Pasal 22 (-) (+) - K
11. Utang PPh Pasal 23/26 (-) (+) - K
12. Utang PPh Pasal 25/29 (-) (+) - K
13. Utang Pajak Tangguhan (-) (+) - K
14. Taksiran PPh Badan (+) (-) D -
15. Beban Pajak Tangguhan (+) (-) D -
16. Aktiva Pajak Tangguhan (+) (-) D -

PENJURNALAN
PAJAK

283
PPh Pasal 21
Pada tanggal 2 Januari 2022, PT Sejahtera membayar gaji dan upah
masing-masing senilai Rp 750 juta dan 120 juta. Pajak terutang atas
pembayaran gaji dan upah masing-masing sebesar Rp 45 juta
dan 5 juta. Pajak terutang disetor pada tanggal 5 Februari 2022.

PT Sejahtera
2 Januari 2022 Debit Kredit
Beban Gaji 750.000.000
Beban Upah 120.000.000
Kas 820.000.000
Utang PPh 21 50.000.000

5 Februari 2022 Debit Kredit


Utang PPh 21 50.000.000
Kas 50.000.000

284
PPh Pasal 22 & PPN
Pada tanggal 5 Mei 2022, PT Sejahtera
menyampaikan tagihan atas penjualan ATK
kepada KP3 Sleman senilai Rp 111 juta
termasuk PPN sebesar 11%.

PT. SEJAHTERA

5 Mei 2022 Debit Kredit


Piutang Dagang 98.500.000
PPh Ps. 22 - kredit pajak 1.500.000
PPN Dipungut 11.000.000
Penjualan 100.000.000
Pajak Keluaran 11.000.000

285
PPh Pasal 23 & PPN
Pada tanggal 7 Mei 2022, PT Sejahtera
menyampaikan tagihan atas penyerahan jasa
renovasi gedung kepada KP3 Sleman senilai
Rp 111 juta termasuk PPN sebesar 11%.
Tarif PPh Pasal 23 sebesar 2%.

PT. SEJAHTERA
7 Mei 2022 Debit Kredit
Piutang Dagang 98.000.000
PPh Ps. 23 - kredit pajak 2.000.000
PPN Dipungut 11.000.000
Penjualan 100.000.000
Pajak Keluaran 11.000.000

Untuk jurnal objek PPh Pasal 4 ayat (2) sama dengan PPh 23.

286
PPh Pasal 25
Pada tanggal 15 April 2022, PT Sejahtera membayar
angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp 110 juta.

15 April 2022 Debit Kredit


PPh Ps. 25 - kredit pajak 110.000.000
Kas 110.000.000

PPh Pasal 29
Pada tanggal 17 April 2022, PT. Sejahtera membayar
kekurangan PPh tahun 2021 senilai Rp 110 juta.
Jumlah pajak terutang Rp 650 juta, PPh 22 dipungut
Rp 20 juta, PPh 23 dipotong Rp 50 juta,
angsuran PPh 25 Rp 470 juta.

287
PT. SEJAHTERA
17 April 2022 Debit Kredit
Beban pajak penghasilan 540.000.000
PPh Pasal 29 110.000.000
PPh Ps. 22 - kredit pajak 20.000.000
PPh Ps. 23 - kredit pajak 50.000.000
PPh Ps. 25 - kredit pajak 470.000.000
Kas 110.000.000

17 April 2022 Debit Kredit


Beban pajak penghasilan 110.000.000
PPh Pasal 29 110.000.000

Penggantian/imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa
Tanggal 25 Januari 2022, PT. Dian Jaya membayar
gaji pegawai tetap sebesar Rp 450 juta, upah pegawai
tidak tetap sebesar Rp 20 juta, dan bonus tahun 2021
sebesar Rp 200 juta. PPh pasal 21 yang dipotong
oleh WP sebesar Rp 25 juta.

288
PT. DIAN JAYA
25 Januari 2022 Debit Kredit
Beban Gaji 450.000.000
Beban Upah 20.000.000
Beban Bonus 200.000.000
Kas 645.000.000
Utang PPh 21 Dipotong 25.000.000

Hadiah undian / pekerjaan /


kegiatan dan penghargaan
Tanggal 5 Januari 2022, PT. ABC membayar hadiah kepada
PT. DEF berupa uang sebagai pemenang lomba futsal
sebesar Rp 50 juta dan sebuah mobil avanza seharga
Rp 180 juta kepada Nn. Nani. Bank BRI memotong
pajak-pajak terutang.

289
PT. ABC
5 Januari 2022 Debit Kredit
Beban Hadiah 50.000.000
Kas 42.500.000
Utang PPh 23 Dipotong 7.500.000

Beban Hadiah 180.000.000


Kas 45.000.000
Kendaraan - Hadiah 180.000.000
Utang PPh Pasal 4 (2) Dipotong 45.000.000

PT. DEF & NN. NANI


5 Januari 2022 Debit Kredit
Kas 42.500.000
PPh Ps. 23 - dapat dikreditkan 7.500.000
Pendapatan Hadiah 50.000.000

Kendaraan - Hadiah 180.000.000


PPh Ps. 4(2) - Final 45.000.000
Pendapatan Hadiah - Final 180.000.000
Kas 45.000.000

290
Pajak Pertambahan Nilai
Pada Tanggal 16 Mei 2022, PT. CBA menjual barang seharga
Rp 100 juta secara tunai (belum termasuk PPN)
kepada PT. MLK. Buatlah jurnalnya, baik untuk
PT. CBA (penjual) maupun untuk PT. MLK (pembeli)

Jawaban
Mulai 1 April 2022, tarif PPN 11% (UU HPP)
= 11% x Rp 100 juta = Rp 11 juta

Jurnal PT. CBA (Penjual)


16 Mei Debit Kredit
Kas 111.000.000 -
Penjualan - 100.000.000
PPN - Keluaran - 11.000.000

Jurnal PT. MLK (Pembeli)


16 Mei Debit Kredit
Pembelian 100.000.000 -
PPN - Masukan 11.000.000
Kas - 111.000.000

291
PEMERIKSAAN
PAJAK

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN PAJAK


• Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 A
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja) dan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2021 (Harmonisasi Peraturan Perpajakan)
• PMK Nomor 18/PMK.03/2021 tentang aturan pelaksanaan UU No 11 Tahun 2020
• PP No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak & Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
• PMK No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan
• PMK No. 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pemeriksaan
• PMK Nomor 239/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan
• PMK No. 34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas
Pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Bentuk Kontrak Bagi Hasil dengan Pengembalian Biaya Operasi
di Bidang Hulu Minyak dan Gas Bumi

292
DASAR HUKUM PEMERIKSAAN PAJAK
• PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan metode dan teknik pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
• PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa
• PER-23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan
• PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan
Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
• KEP-146/PJ/2018 tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada Para
Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
• SE-65/PJ/2013 tentang Pedoman penggunaan metode dan teknik pemeriksaan
• SE-112/PJ/2010 tentang Penegasan Tata Cara Peminjaman Buku, Catatan, Data, dan
Informasi dan/atau Permintaan Keterangan Terkait dengan Penyelesaian Keberatan,
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan atau Pembatalan Surat
Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil
Pemeriksaan atau Surat Ketetapan Pajak dari Hasil Pemeriksaan

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN PAJAK


• SE-26/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Perusahaan Grup
• Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor 65/PJ/2013 Pedoman Penggunaan metode
dan Tehnik Pemeriksaan
• SE-28/PJ/2017 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan
• SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan
• SE-24/PJ/2019 tentang Implementasi Compliance Risk Management Dalam Kegiatan
Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penagihan di Direktorat Jenderal Pajak
• SE-39/PJ/2019 tentang Pedoman Pemeriksaan Kepatuhan Lembaga Keuangan atas
Pemenuhan Kewajiban dalam Pelaksanaan Akses Informasi Keuangan untuk
Pelaksanaan Perjanjian Internasional
• SE-07/PJ/2020 tentang Kebijakan Pengawasan dan Pemeriksaan Wajib Pajak Dalam
Rangka Perluasan Basis Pajak

293
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan:
• Menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti

• Yang dilaksanakan secara objektif dan professional

• Berdasarkan suatu standar pemeriksaan

• Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

PEMERIKSAAN
Klarifikasi Data
yang tidak
direspon WP

Sebab Diseleksi oleh DJP


dilakukan berdasarkan data
Kriteria Seleksi
pemeriksaan yang ada

SPT LB,
Permohonan WP Pengukuhan PKP,
Penghapusan
NPWP dsb

294
ALASAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan yang dilakukan
sehubungan dengan pemenuhan
hak dan/atau kewajiban
perpajakan WP

Pemeriksaan Audit based on data:


Rutin Dilakukan terhadap WP
berdasarkan keterangan lain
Alasan berupa data konkret
Pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi
ketidakpatuhan pemenuhan
Pemeriksaan kewajiban perpajakan
Khusus
Risk-based audit:
Dilakukan terhadap WP
berdasarkan hasil analisis resiko
menunjukkan adanya indikasi
ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan

TUJUAN PEMERIKSAAN

Menguji Kepatuhan Menerbitkan SKP

Sebab
dilakukan
pemeriksaan

Melaksanakan
Tujuan Lain ketentuan peraturan
perundang-undangan
perpajakan

295
• WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak (Pasal 17B UU KUP)
MENGUJI • Terdapat keterangan lain berupa data konkret
(Pasal 13 ayat (1) huruf a UU KUP)

KEPATUHAN WP menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar,
selain yang mengajukan permohonan pengembalian
pendahuluan sebagaimana dimaksud pada huruf a
• WP telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak
• WP menyampaikan SPT yang menyatakan rugi
• WP melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuidasi, pembubaran, akan meninggalkan Indonesia
selama-lamanya
• WP menyampaikan SPT tetap melampaui jangka waktu
yang telah ditetapkan dalam surat teguran
• WP menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilakukan
Pemeriksaan berdasarkan Analisis Resiko

TUJUAN LAIN
• Pemberian NPWP secara jabatan
• Penghapusan NPWP
• Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
• Wajib Pajak mengajukan keberatan;
• Pengumpulan bahan guna menyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
• Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
• Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
• Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
• Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
• Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
• Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B

296
PENYEBAB PEMERIKSAAN
Permintaan
Penjelasan tidak
Direspon WP

Penyebab Seleksi berdasarkan Seleksi oleh DJP


Pemeriksaan Kriteria berdasar Data

Pengukuhan PKP,
Permohonan
Penghapusan
WP NPWP, dsb

JENIS PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
mendatangi
Pemeriksaan
tempat kegiatan
Lapangan
usaha/tempat
kedudukan WP
Jenis
Pemeriksaan

Pemeriksaan
—SOMEONE Pemeriksaan
Kantor dilakukan di DJP
FAMOUS

297
ALUR PEMERIKSAAN MENGUJI KEPATUHAN
PENGUJIAN

• Penyampaian • SPHP
SP 2 Pengujian
Dokumen / Data • Pembahasan
• Peminjaman • LHP
Dokumen

TAHAP AWAL PEMBAHASAN

Disampaikan
langsung di
Pemeriksaan
tempat kegiatan
Lapangan
usaha/tempat
kedudukan WP
Jenis
Pemeriksaan

Pemeriksaan
—SOMEONE WP dipanggil ke
Kantor Kantor Pajak
FAMOUS

PENYAMPAIAN SP 2

298
PERTEMUAN PEMERIKSA - WP
Pemeriksa wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak/ Wakil atau Kuasa
Wajib Pajak untuk menjelaskan:
• Alasan dan tujuan Pemeriksaan;
• Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah Pemeriksaan;
• Hak Wajib Pajak mengajukan permohonan dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang
belum disepakati antara Tim Pemeriksa dengan WP dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan;
• Buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan, dan dokumen lainnya, yang akan dipinjam dari WP

PEMINJAMAN DOKUMEN
Jangka Waktu WP wajib menyerahkan buku, catatan & dokumen yang
Pemenuhan dipinjam pemeriksa maks 1 bulan sejak Surat Permintaan
Pinjaman Peminjaman disampaikan

1 bulan
3 minggu
2 minggu
Tidak atau hanya sebagian Diserahkan
saja yg diserahkan seluruhnya

Surat Permintaan Surat Peringatan I Surat Peringatan II


Peminjaman Buku,
Catatan, Dokumen
disampaikan ke WP Dilampiri dengan Daftar buku, catatan & BA Tidak Dipenuhinya Berita Acara Pemenuhan
dokumen yg belum dipinjamkan Permintaan Seluruh Peminjaman Buku,
Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen
Pemeriksa harus menentukan dapat tidaknya melakukan catatan, Dokumen
pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena
Dilampiri dengan Daftar buku, catatan
pajak berdasar bukti yang kompeten yang cukup dan standar
dan dokumen yg belum dipinjamkan
pemeriksaan

299
Pemeriksaan 6 bulan +
Lapangan 2 bulan

Jangka Waktu
Pengujian

Pemeriksaan
—SOMEONE 4 bulan + 2
Kantor bulan
FAMOUS

PENGUJIAN

SE 65/PJ/2013

Membandingkan
Metode SPT dengan data
Langsung pendukung

Metode Pengujian
Pengujian Arus Barang

Metode Tidak Pengujian


Langsung Arus Kas

Pengujian
Penambahan
PENGUJIAN Kekayaan

300
PEMBAHASAN
Secara
langsung/faksimili
7 HARI KERJA
SPHP Secara SEJAK
DITERIMANYA Lembar
langsung/faksimili
SPHP Tanggapan Pernyataan
WP tertulis
Setuju Persetujuan
Hasil
Pemeriksaan
Daftar Menolak
Temuan Menerima SPHP Perpanjangan Tidak Setuju
Surat Surat
Sebagian/
Pemberitahuan 3 HARI Sanggahan
Seluruhnya
Perpanjangan KERJA
WP ttd Surat
Pernyataan
Penolakan BA Tidak
BA Pernyataan Menerima SPHP Tidak disampaikannya
Penolakan menyampaikan tanggapan
Menerima SPHP tanggapan tertulis atas SPHP
Menolak lagi

Bagan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan


TANGGAPAN TERTULIS

Tidak Setuju Sebagian/ Tidak Menyampaikan


Setuju Seluruhnya Tanggapan

Undangan Pembahasan Undangan Pembahasan Undangan Pembahasan


Akhir Hasil Pemeriksaan Akhir Hasil Pemeriksaan Akhir Hasil Pemeriksaan

Hadir Tidak hadir Hadir Tidak hadir Hadir Tidak hadir

Risalah Risalah Risalah Risalah Risalah Risalah


Pembahasan Pembahasan Pembahasan Pembahasan Pembahasan Pembahasan

BA Pembahasan BA Pembahasan BA Pembahasan BA Pembahasan


Akhir Hasil Akhir Hasil Beda Akhir Hasil Beda Akhir Hasil
Pemeriksaan Pemeriksaan Pendapat Pemeriksaan Pendapat Pemeriksaan

BA Ketidakhadiran WP BA Ketidakhadiran WP BA Ketidakhadiran WP


Dalam Pembahasan Dalam Pembahasan Dalam Pembahasan
Tim Tim
Akhir Hasil Pemeriksaan Akhir Hasil Pemeriksaan Akhir Hasil Pemeriksaan
Quality Quality
Pembahasan Akhir Assurance Pembahasan Akhir
Assurance Pembahasan Akhir
dianggap telah dilakukan dianggap telah dilakukan dianggap telah dilakukan

301
PEMERIKSAAN DATA KONKRET
Ruang Lingkup

a. Hasil klarifikasi atau konfirmasi Faktur Pajak;


b. Bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan;
c. Data perpajakan terkait dengan WP yang tidak menyampaikan
SPT dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur
secara tertulis SPT tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
d. Bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk
menghitung kewajiban perpajakan WP.

PEMERIKSAAN DATA KONKRET


Ruang Lingkup

Pemeriksaan Satu Jenis Pajak

Pemeriksa

Pemeriksaan Kantor, tidak perlu audit plan dan hanya mengklarifikasi


data dan tidak perlu dilakukan peminjaman dokumen

302
PEMERIKSAAN DATA KONKRET
Jangka Waktu Pemeriksaan

• Jangka waktu pengujian 1 bulan dan tidak dapat diperpanjang


• Jangka waktu pembahasan 10 hari, tidak ada pembahasan dengan tim QA

Jangka Waktu Pemeriksaan

• Jika ditemukan data lain di luar data konkret yang sudah diterbitkan SKP
untuk masa pajak dan jenis pajak yang sama, diusulkan Pemeriksaan Ulang

KEWAJIBAN PEMERIKSA
1. Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan (pemeriksaan lapangan) atau surat panggilan
(pemeriksaan kantor) kepada Wajib Pajak.
2. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan
3. Memperlihatkan Surat yang berisi perubahan Tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila
susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
4. Melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
• Alasan dan tujuan Pemeriksaan
• Hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
• Hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati
antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
• Kewajiban dari WP untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang akan dipinjam dari
Wajib Pajak

303
KEWAJIBAN PEMERIKSA
5. Menuangkan hasil pertemuan dengan Wajib Pajak dalam bentuk berita acara hasil pertemuan;
6. Menyampaikan SPHP
7. Memberikan hak hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
8. Menyampaikan kuesioner pemeriksaan kepada Wajib Pajak
9. Melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran
secara tertulis
10. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang dipinjam dari Wajib Pajak
11. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan

HAK WAJIB PAJAK


1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan
Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan
sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim
Pemeriksa Pajak apabila susunan tim Pemeriksa mengalami perubahan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara
Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.

304
WEWENANG PEMERIKSA
PEMERIKSAAN LAPANGAN

1. Melihat/ meminjam buku atau catatan, dokumen


2. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
3. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, yang diduga digunakan untuk
menyimpan buku/catatan /dokumen/uang/barang
4. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan
5. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak
dan/atau tidak bergerak;
6. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
7. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan WP melalui kepala UP2

WEWENANG PEMERIKSA
PEMERIKSAAN KANTOR

1. Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor DJP


2. Melihat/ meminjam buku atau catatan, dokumen
3. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan
4. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak
5. Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik
melalui Wajib Pajak
6. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga
yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui kepala UP2

305
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Pemeriksaan Lapangan

1. Memperlihatkan/meminjamkan buku, catatan dan/atau dokumen.


2. Memberi kesempatan pemeriksa untuk mengakses/mengunduh
data elektronik
3. Memberi kesempatan pemeriksa untuk memasuki tempat/ruang
yang patut diduga digunakan sebagai tempat menyimpan buku/
catatan/dokumen/uang/barang.
4. Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP
6. Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


Pemeriksaan Kantor

1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan


2. Memperlihatkan/meminjamkan catatan/dokumen
3. Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh
Akuntan Publik
6. Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan

306
AWAL PENGUJIAN AKHIR

• Penyampaian • Pengujian • LHP


SP2 Dokumen / Data

• Peminjaman
Dokumen

Alur Pemeriksaan Tujuan Lain

Pemeriksaan
4 Bulan
Jangka Lapangan
Waktu
Pengujian Pemeriksaan
14 Hari
Kantor

Pengujian

307
KEWAJIBAN PEMERIKSA

1. Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan (pemeriksaan


lapangan) atau surat panggilan (pemeriksaan kantor) kepada WP.
2. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah
Pemeriksaan
3. Memperlihatkan Surat yang berisi perubahan Tim Pemeriksa Pajak
kepada WP apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami
perubahan
4. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan
5. Menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada WP.
6. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang dipinjam dari WP.
7. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan WP dalam rangka pemeriksaan

HAK WAJIB PAJAK

1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda


Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat
pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan
pemeriksaan lapangan
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan
tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat yang
berisi perubahan Tim Pemeriksa Pajak kepada WP apabila susunan
tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
5. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan
oleh Pemeriksa Pajak melalui Kuesioner Pemeriksaan.

308
WEWENANG PEMERIKSA
Pemeriksaan Lapangan

1. Melihat/meminjamkan buku atau catatan, dan/atau dokumen


2. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik
3. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, yang diduga
digunakan untuk menyimpang buku, catatan, dokumen
4. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak
5. Meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak
ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak
melalui kepada UP2

WEWENANG PEMERIKSA
Pemeriksaan Kantor

1. Melihat/meminjam buku atau catatan, dan/atau dokumen


2. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak
3. Meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan kepala
UP2

309
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Pemeriksaan Lapangan

1. Memperlihatkan/meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen


2. Memberi kesempatan pemeriksa untuk mengakses/mengunduh
data elektronik
3. Memberi kesempatan pemeriksa untuk memasuki tempat/ruang
yang patut diduga digunakan sebagai tempat menyimpan
buku/catatan/dokumen
4. Memberikan keterangan lisan/tertulis yang diperlukan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


Pemeriksaan Kantor

1. Memperlihatkan/meminjamkan buku, catatan


dan/atau dokumen
2. Memberikan keterangan lisan/tertulis serta
data/keterangan lain yang diperlukan.

310
PENOLAKAN PEMERIKSAAN
Penyegelan

Penetapan SKP secara


jabatan
Wajib Pajak menolak
diperiksa
Penetapan
NPWP/Pengukuhan PKP
secara jabatan

Bukti Permulaan/
Penyidikan

TERIMA KASIH

311
SENGKETA
PAJAK

SENGKETA PASAL 1 angka 5 UU PP


PAJAK
Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam
bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau
penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan
Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan
penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.

312
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

Di Intern DJP: Pengadilan Pajak: Mahkamah Agung


 Pembetulan Ketetapan • Banding (Psl 27) • Peninjauan kembali
Pajak (Psl 16)
 Pengurangan/penghapusa
• Gugatan (Psl 23)
n sanksi adm (Psl 36 (1a))
 Pengurangan/pembatalan
ketetapan pajak (Psl 36 (1b))
 Keberatan (Psl 25)

PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK


Pasal 16 ayat 1 UU No.28 Tahun 2007 jo UU No 7 UU HPP

Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak,


Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi,
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak,
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga

SALAH TULIS, SALAH HITUNG


DAN ATAU KELIRU PENERAPAN UU

SECARA JABATAN PERMOHONAN WP

Dapat berupa Menambah atau


Mengurangkan atau Menghapuskan

Jk Waktu penyelesaian 6 bulan, jika lewat dikabulkan

313
Pengurangan, Penghapusan, dan/atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau
Surat Tagihan Pajak Pasal 36 Ayat 1

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Jk Waktu penyelesaian 6 bulan, jika lewat dikabulkan

KEBERATAN WP
Pasal 25 ayat (1), ayat (7) UU No. 28 Tahun 2007 jo UU No 7 HPP

Diajukan hanya kepada Direktur


Jenderal Pajak atas SUATU:

➢ SKPKB
➢ SKPKBT
➢ SKPLB
➢ SKP Nihil
➢ Pemotongan atau Pemungutan oleh Pihak Ketiga

Catatan :
➢ Pengajuan keberatan menunda pembayaran dan
pelaksanaan penagihan
➢ Satu Surat Keberatan untuk satu jenis pajak dan satu
Tahun Pajak

314
SYARAT PENGAJUAN KEBERATAN
Pasal 25 ayat (2), ayat (3), ayat (4) UU No. 28 Tahun 2007 jo UU No 7 HPP

1. Tertulis dalam Bahasa Indonesia


2. Memuat jumlah Pajak yg terutang atau jumlah pajak yg
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan
WP disertai alasan
3. Dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal dikirim SKP atau
tanggal pemotongan / pemungutan kecuali di luar kekuasaan
Wajib Pajak (force mayeur)
4. Melunasi pajak yang telah disetujui dalam pembahasan akhir
Syarat
Tidak Dipenuhi

TIDAK DIANGGAP SURAT KEBERATAN


SEHINGGA TIDAK DIPERTIMBANGKAN

1. Wajib Pajak berhak hadir untuk memberikan penjelasan atau KETENTUAN


memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. (26A (2))
2. Penghitungan jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak
PENTING
dikirim. (25 (3)) KEBERATAN
3. Data/informasi yang pada saat pemeriksaan masih berada
pada pihak ketiga, dapat dipertimbangkan. (26A (4))
4. Wajib Pajak membayar ketetapan pajak paling sedikit sejumlah
pajak yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir.
(25 (3a))
4. Jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan
keputusan keberatan. (25 (7))
5. Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang
pajak. (25 (8))
6. Apabila keberatan Wajib Pajak ditolak dan masih harus
membayar kekurangan pajak, dikenai denda 50%. (25 (9))

Diubah dalam UU HPP

315
POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

BESARAN SANKSI PADA SAAT PEMERIKSAAN


& SANKSI DALAM UPAYA HUKUM
Untuk keadilan dan kepastian hukum, dilakukan penurunan sanksi pada saat pemeriksaan
dan sanksi dalam upaya hukum. Hal ini juga sejalan dengan semangat pengaturan dalam
Undang-Undang Cipta Kerja

Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan / pengadilan


menguatkan ketetapan DJP.

Uraian UU KUP UU HPP


Keberatan 50% 30%

CONTOH KEBERATAN
Contoh 1:
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Yang Harus Dilunasi Jika Tidak Keberatan = Rp100.000.000,00

Contoh 2:
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp 30.000.000,00
Harus Dilunasi Sebelum Mengajukan Keberatan = Rp 30.000.000,00

Keputusan Keberatan, SKPKB menjadi = Rp 80.000.000,00


Pajak Kurang Dibayar (80.000.000 - 30.000.000) = Rp 50.000.000,00
Sanksi Denda (30% X 50.000.000) = Rp 15.000.000,00
Harus Dilunasi jika Tidak Mengajukan Banding = Rp 65.000.000,00

316
PENYELESAIAN SURAT KEBERATAN
Pasal 26 ayat (1), (2), (3), dan (5) UU No. 28 Tahun 2007 jo UU No 7 HPP

Paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima,


Dirjen Pajak harus memberikan keputusan

Keputusan dapat berupa :


➢ Menerima seluruhnya
➢ Menerima sebagian
➢ Menolak
➢ Menambah jml pajak terutang

Bila dalam waktu 12 bulan terlewati, dan tidak diberikan


keputusan, maka Surat Keberatan WP dianggap diterima

PERMOHONAN BANDING
Pasal 27 ayat (1), (2), (3), dan (5) UU No. 28 Tahun 2007 jo UU No 7 HPP

ATAS
KEPUTUSAN KEBERATAN

Hanya dapat diajukan banding

Kepada Badan Peradilan Pajak


syarat
➢ Ditulis dalam Bahasa Indonesia;
➢ Alasan yang jelas
➢ Dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima;
➢ Dilampiri salinan Surat Keputusan

317
KETENTUAN
PENTING
BANDING
1. Pengajuan banding menunda jatuh tempo pelunasan pajak yang
belum dibayar sampai 1 bulan sejak terbit putusan banding.
2. Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak
sehingga tidak perlu dibayarkan
3. Apabila permohonan banding ditolak, dikenai denda sebesar 100%
dari pajak yang belum dilunasi.
4. Wajib Pajak berhak memperoleh keterangan secara tertulis
mengenai dasar keputusan keberatan.

Diubah dalam UU HPP

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

BESARAN SANKSI PADA SAAT PEMERIKSAAN


& SANKSI DALAM UPAYA HUKUM
Untuk keadilan dan kepastian hukum, dilakukan penurunan sanksi pada saat pemeriksaan
dan sanksi dalam upaya hukum. Hal ini juga sejalan dengan semangat pengaturan dalam
Undang-Undang Cipta Kerja

Sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan / pengadilan


menguatkan ketetapan DJP.

Uraian UU KUP UU HPP


Banding 100% 60%

318
CONTOH BANDING
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp 30.000.000,00
Keputusan Keberatan, SKPKB menjadi = Rp 80.000.000,00
Pajak Kurang Dibayar (80.000.000 - 30.000.000) = Rp 50.000.000,00

Mengajukan Banding (Tidak ada syarat harus membayar)

Putusan Banding, SKPKB menjadi = Rp 65.000.000,00


Pajak Kurang Dibayar (65.000.000 - 30.000.000) = Rp 35.000.000,00
Sanksi Denda (60% X 35.000.000) = Rp 21.000.000,00
Harus Dilunasi = Rp 56.000.000,00

GUGATAN WP ATAU
PENANGGUNG PAJAK TERHADAP :
Pasal 23 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2007 jo UU No 7 HPP

➢ Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan


atau Pengumuman Lelang
➢ Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak
➢ Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 (1) dan Pasal 26
➢ Penerbitan SKP atau SK Keberatan yang tidak sesuai prosedur

Hanya dapat diajukan kepada :


Badan Peradilan Pajak

319
PENGADILAN PAJAK
Dasar Hukum
• Undang-Undang No. 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak
• Undang-Undang Cipta kerja dan
Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan
• Peraturan pelaksanaan terkait

PENGADILAN PAJAK

BANDING GUGATAN

320
1.Kuasa Hukum
Pasal 34

(1) Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau


diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus.
(2) Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
• Warga Negara Indonesia;
• mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang
peraturan perundang-undangan perpajakan;
• persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon
Banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda
sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diperlukan.

2. Banding
Ruang lingkup
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam
hal Wajib Pajak tidak dapat menerima keputusan
keberatan atas suatu surat ketetapan pajak.
Dengan demikian ketentuan mengenai banding
mengatur tatacara dalam hal terdapat sengketa
mengenai materi atau dasar pengenaan pajak
antara Wajib Pajak dan fiskus yang telah melalui
proses keberatan.

321
Persiapan Persidangan (Pasal 44) Banding

6. Salinan Surat Bantahan (14 hari)

3. Surat Uraian Banding 3 bulan


DJP/ Pengadilan
Terbanding Pajak
2. Permintaan Surat Uraian Banding
(14 hari)

5. Surat Bantahan
(30 hari)
4. Salinan Surat Uraian Banding
(14 hari)
Wajib Pajak/
Pembanding

3. Gugatan (Pasal 40)

Ruang lingkup
Gugatan merupakan upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan
penagihan pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.

322
Persiapan Persidangan Gugatan

6. Salinan Surat Bantahan (14 hari)

3. Surat Tanggapan (1bulan)


DJP/ Pengadilan
Tergugat Pajak
2. Permintaan Surat Tanggapan
(14 hari)

(30 hari)
5. Surat Bantahan
4. Salinan Surat Tanggapan
Wajib Pajak/ (14 hari)
Penggugat

TERIMA KASIH

323
TINDAK PIDANA
Perpajakan

PROSES HAK &


KEWAJIBAN Self Assesment Pengawasan Pemeriksaan Penyelesaian
HUKUM WAJIB Sengketa

PAJAK Subyek Memiliki


Obyek NPWP
Melaporkan
SPT
Analisa,
Himbauan,
SKP Keberatan
Banding
Konseling, PENGADILAN
Pembetulan PAJAK
SPT

Self Assesment Pengawasan Pemeriksaan Penyelesaian


Sengketa
Subyek Memiliki Melaporkan Analisa, Bukti Penuntutan
Obyek NPWP SPT Himbauan, Permulaan PENGADILAN
Konseling, Penyidikan NEGERI
Pembetulan
SPT

UU No 7 Harmonisasi Peraturan Perpajakan : Ultimum Remidium

324
Pengertian
Tindakan melanggar Undang-undang pajak yang Tindak Pidana
dilakukan seseorang sehingga tindakan tersebut dapat Pajak
dipertanggungjawabkan oleh Undang-undang pajak
sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum
(Prianto Budi S.)
Pasal 38 UU KUP:
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut
tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi
administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak
atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut
tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana

1. Kealpaan
JENIS TINDAK Termasuk dalam kategori ini adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud di
Pasal 38 dan Pasal 41 Ayat (1) UU KUP. Kealpaan yang dimaksud di sini
PIDANA PAJAK berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan
kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.

2. Kesengajaan
Termasuk dalam kategori ini adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud di
Pasal 39 Ayat (1), Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41 (2), dan Pasal 43 UU KUP.
Ini jenis pelanggaran-pelanggaran yang paling banyak diancam dalam UU
KUP. Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenakan
sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam
penerimaan negara.

3. Percobaan
Termasuk dalam kategori ini adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud di
Pasal 39 Ayat (3) UU KUP. Tindak pidana percobaan menurut pasal ini
dibatasi untuk hal-hal yang berkaitan dengan: penyalahgunaan atau
penggunaan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP atau penyampaian SPT
dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak.

325
JENIS TINDAK
PIDANA PAJAK

4. Pengulangan
Termasuk dalam kategori ini adalah tindak pidana sebagaimana
dimaksud di Pasal 39 Ayat (2) UU KUP. Tindak pidana percobaan
terkait erat kaitannya dengan kesengajaan. Untuk mencegah
terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, maka
bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya menjalani
sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan
pidana lebih berat, yaitu dilipatkan dua kali dari ancaman pidana
sebelumnya.

Yang Diancam 1. Setiap orang


Yang dimaksud adalah setiap orang yang secara langsung terlibat dalam
Sanksi Pidana perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana perpajakan.
Semua jenis tindak pidana perpajakan selalu berkaitan dengan setiap orang
yang terlibat langsung, yaitu setiap orang yang karena kealpaannya, setiap
orang yang dengan sengaja, setiap orang yang melakukan percobaan,
seseorang yang melakukan lagi tindak pidana, dan seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat; setiap orang yang
dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, dan setiap orang yang menyuruh melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.

2. Pejabat
Pasal 41 Ayat (1) dan Pasal 41 Ayat (2) UU KUP. Pejabat yang dimaksud
adalah pejabat yang berwenang dalam bidang perpajakan. Pejabat tersebut
dapat diancam sanksi pidana dalam hal: karena kealpaannya tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan atau dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana dimaksud Pasal 34 UU KUP.

326
Yang Diancam
3. Pihak Ketiga
Yang dimaksud pihak ketiga adalah setiap orang yang wajib memberi
Sanksi Pidana
keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak
memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti
yang tidak benar (Pasal 41A UU KUP). Termasuk juga yang menyuruh
melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana perpajakan (Pasal 43 ayat (2) UU KUP).

4. Wakil, Kuasa, atau Pegawai Wajib Pajak


Terhadap wakil, kuasa, atau pegawai Wajib Pajak dapat dikenakan
sanksi pidana perpajakan apabila yang bersangkutan: menyuruh
melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, atau membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 43 Ayat (1)
UU KUP)

Jenis Sanksi
Pidana Dan Jenis Sanksi Pidana
Daluwarsa Jenis sanksi pidana secara umum dibagi menjadi dua, yaitu yang
berbentuk hukuman fisik (penjara atau kurungan) dan yang berupa
Tindak Pidana denda (baik yang didasarkan atas jumlah utang pajak maupun tidak).
Perpajakan Sedangkan sifat pengenaan kedua bentuk sanksi tersebut dapat bersifat
kumulatif (dikenakan kedua-duanya) atau dapat bersifat alternatif
(dikenakan salah satunya).

Daluwarsa Tindak Pidana Perpajakan


Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan
penuntutan setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun
Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

327
Delik Kealpaan
Pasal 13A UU KUP:
Pasal 38 UU KUP
Task 5
Pasal 38 Dihapus
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap,Task
atau
3
melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, didenda paling sedikit 1
(satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
Task 1
kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali
January - March
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3
(tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Delik Kesengajaan Pasal 39 Ayat (1) UU KUP

“Setiap orang yang dengan sengaja”:


a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dialsukan seolah–olah benar, atau tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diseleggarakan secara program
aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (11); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut;

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara di pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”.

328
Pasal 39 Ayat (2) UU KUP Pemberatan Sanksi Pidana

Pasal 39 Ayat 2 UU KUP menyebutkan bahwa pidana sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1(satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Pasal 39 Ayat (2) UU KUP ini sama dengan materi isi di ayat satunya. Inti Pasal 39
Ayat (2) UU KUP ini adalah mengenai unsur syarat tambahan untuk memperberat
pidana dan bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya tindak pidana.
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana bukan merupakan unsur pokok
tindak pidana yang bersangkutan, artinya tindak pidana itu terjadi adanya unsur ini.

Untuk mengadakan sanksi pidana sebagaimana disebut dalam Pasal 39 Ayat 1 UU


KUP yaitu apabila terjadinya pengulangan sebelum lewat satu tahun terhitung setelah
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Seseorang telah dipidana karena melanggar Pasal 39 Ayat (1) UU KUP, maka si pelaku
dapat dikenai sanksi pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat (2) UU KUP

Delik Percobaan Pasal 39 Ayat (3) UU KUP

Pasal 39 Ayat 3 UU KUP, bunyinya: bahwa setiap orang yang melakukan


percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam
rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak
atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang
dilakukan.

329
Delik Kesengajaan Pasal 39A UU KUP

Setiap orang yang dengan sengaja”:


a. Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur Pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksinya sebenarnya; atau
b. Menerbitkan Faktur Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun
serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemtongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali
jumlah pajak dalam Faktur Pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemtongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak.”

Pasal 39 Ayat 1 dan 39 A UU KUP ini mengatur delik yang dilakukan dengan unsur
kesegajaan. Perbedaan antara Pasal 39 Ayat (1) dan 39A UU KUP ini terletak pada perbuatan
yang diatur atau dicakup. Pasal 39A UU KUP adalah delik kesengajaan yang berfokus pada
pemotongan atau pemungutan pajak (terkait dengan PPN dan PPh Pemotongan/Pemungutan)
yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan penerbitan Faktur Pajak tetapi belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 39A UU
KUP ini tidak mensyaratkan adanya pembuktian kerugian pada pendapatan negara.

Delik Penyertaan Pasal 43


Ayat (1) UU KUP

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39


dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa,
pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan,
yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan.

330
Delik Penyertaan Pasal 43 Ayat (1) UU KUP
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari
Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh
melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan.

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

KETENTUAN PIDANA (Pasal 40 Diubah)


PASAL 40
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan penuntutan
setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak,
berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya
Tahun Pajak yang bersangkutan.

Sebelumnya:
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh)
tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun
Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

331
POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 43a ayat (2) Diubah


PENYIDIKAN Penambahan ayat (1a)

(1a) Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan DJP yang menerima surat perintah pemeriksaan bukti permulaan.

Sebelumnya
Tidak ada

(2) Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut
petugas DJP, Menteri Keuangan dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan
Kementerian Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

Sebelumnya:
Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas DJP,
Menteri Keuangan dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen
Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 44 ayat (2) & ayat (3)


TAMBAHAN WEWENANG PENYIDIK Diubah
2. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
j. Melakukan pemblokiran harta kekayaan milik tersangka sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau penyitaan harta kekayaan milik tersangka sesuai dengan
Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana, termasuk tetapi tidak
terbatas dengan adanya izin ketua pengadilan negeri setempat;
3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Sebelumnya:
2. Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
j. Menghentikan penyidikan; dan/atau
3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana

332
POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (Pasal 44A Diubah)


Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan
Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf k dalam hal:
a. Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 ayat (3)
b. Tidak terdapat cukup bukti
c. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
d. Demi hukum
Sebelumnya:
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya
telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 44B ayat 2 dan ayat 3 Diubah


PENGHENTIAN PENYIDIKAN Penambahan ayat (2a), (2b) dan 2(c)

(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan setelah Wajib Pajak atau tersangka melunasi:
a. Kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ditambah dengan sanksi
administratif berupa denda sebesar 1 (satu) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara
b. Kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ditambah dengan sanksi
administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara; atau
c. Jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39A ditambah dengan sanksi administratif berupa denda
sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,
dan/atau bukti setoran pajak
(2a) Dalam hal perkara pidana telah dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa tetap dapat melunasi:
a. Kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a atau huruf b; atau
b. Jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti
setoran pajak ditambah dengan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.

333
POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

Pasal 44B ayat 2 dan ayat 3 Diubah


PENGHENTIAN PENYIDIKAN Penambahan ayat (2a), (2b) dan 2(c)

(2b) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), menjadi pertimbangan untuk
dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.
(2c) Dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak, tersangka, atau terdakwa
pada tahap penyidikan sampai dengan persidangan belum memenuhi jumlah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), atas pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran pidana denda yang dibebankan kepada terdakwa.
(3) Dihapus

Sebelumnya:
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya
dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan PMK

POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

PENYITAAN DAN PIDANA PENJARA TERKAIT


PIDANA DENDA (Penambahan Pasal 44C)
PASAL 44C
1. Pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A tidak dapat digantikan
dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh terpidana.
2. Dalam hal terpidana tidak membayar pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, jaksa melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana
untuk membayar pidana denda tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal setelah dilakukan penelusuran dan penyitaan harta kekayaan, terpidana orang
tidak memiliki harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar pidana denda, dapat
dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi pidana penjara yang diputus.

Sebelumnya
Tidak ada

334
POKOK PERUBAHAN Undang-Undang HPP

SIDANG PENGADILAN (Penambahan Pasal 44D)


PASAL 44D
1. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang
pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara tindak pidana di bidang perpajakan
tetap dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadiran terdakwa.
2. Dalam hal terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hadir pada siding
sebelum putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan
saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai
diucapkan dalam sidang.
Sebelumnya
Tidak ada

TERIMA KASIH

335

Anda mungkin juga menyukai