Anda di halaman 1dari 38

Tutorial Skenario 3 Blok 12

Kelompok 7
DOSEN PEMBIMBING: Drg. Nida Amalia

SITI RAYYAN AZIZAH 1811111320013 NORSAIDAH 1811111120018

MUHAMMAD ADEYA HERDIRA PUTRA 1811111210029 SONYA FATMA 1811111120014

PUTRI BESTARI ILVANI THINE 1811111120001 NURUL ADHA SELIAN 1811111120010

DINDA ANDIRA SALSABILA 1811111220001 ELVINA HAFIZAH 1811111220011

ERNY FATIMAH AZHARI 1811111220030 AMALIA PUTRI 1811111120004

GABRIEL AFREULINTA SEMBIRING MEILIALA 1811111210008 HELSA NADIA 1811111120007


Skenario
• Pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke RSGM dengan keluhan mulutnya
banyak sariawan. Pasien mengalami kekeringan mulut karena tidak boleh
minum terlalu banyak. Berdasarkan anamnesis pasien sedang terapi
hemodialisa sudah lebih dr 6 bulan. Pemeriksaan klinis menunjukkan dalam
mulut terdapat ulser, multiple, sakit. Lidah berlobul, licin dan depapilasi serta
adanya fisure pada sudut bibir yg perih, sakit, kemerahan. Pasien juga
merasa pusing, lemah, letih dan lesu. Pasien ingin menyembuhkan keluhan
dalam mulutnya
Analisis Masalah
1. Apa diagnosa kondisi pasien dalam skenario?
Jawab: Gagal ginjal kronis
2. Apa etiologi penyakit pada skenario?
Jawab: riwayat hipertensi, diabetes, obesitas, kebiasaan buruk (rokok), gaya hidup
tidak sehat
3. Bagaimana tatalaksana penyakit tersebut?
Jawab: hemodialisis, transplantasi ginjal, obat (gagal ginjal), kontrol glikemia, obat
kumur, simulasi saliva, obat topikal/sistemik
4. Apa komplikasi penyakit tersebut?
Jawab: jantung dan pembuluh darah, anemia, kematian, disfungsi seksual,
hipertensi, cairan berlebih, osteomalasia, metabolik asidosis, dislipidemia
5. Apa hubungan penyakit pasien dengan keadaan rongga mulutnya?
Jawab: karena pasien gagal ginjal dan tidak boleh minum air yg terlalu banyak 
kekurangan air pada tubuh  xerostomia, gagal ginjal  mengganggu hormon
6. Apa hubungan pasien tidak boleh minum terlalu banyak dengan penyakit?
Jawab: menurunnya fungsi ginjal  jika terlalu banyak minum  tdk bisa diproses
ginjal
7. Apakah penyakit tersebut ada hubungan dengan usia pasien?
Jawab: lebih banyak terjadi pada usia lanjut, bisa juga terjadi pada usia muda
Analisis Masalah
8. Bagaimana patogenesis penyakit tersebut?
Jawab: SB
9. Bagaimana prognosis kondisi pasien?
Jawab: SB
10. Apa faktor predisposisi penyakit pada pasien?
Jawab: adanya riwayat kelainan ginjal (batu ginjal), hipertensi, racun pada ginjal,
cedera parah pada ginjal, komplikasi hipertensi, baru mengalami operasi besar
11. Apa saja manifestasi klinis dan gejala selain yang disebutkan skenario?
Jawab: hipertensi, pembesaran pada jantung, anemia, edema, urin berbusa
12. Apa yang menyebabkan pasien pusing, lemah, letih dan lesu?
Jawab: dihubungkan dengan kondisi anemia dan uremia. Terjadi penurunan
produksi hormon eritropoitin (hormon untuk pembentukan sel darah merah)
sehingga pasien menjadi anemia. Anemia ditandai dengan keluhan lemas, lemah,
lesu dan pasien tampak pucat. Pasien GGK juga mengalami uremia yang
menyebabkan pasien tersebut mengalami anoreksia sehingga menyebabkan
keluhan lemah dan lesu
13. Bagaimana pencegahan penyakit tersebut?
Jawab: Minum air cukup, makan makanan sehat, tidak mengonsumsi obat diluar
anjuran dokter
Topic Tree

GAGAL GINJAL
KRONIS

MANIFESTASI
DEFINISI ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PATOGENESIS KLASIFIKASI PEMERIKSAAN TATALAKSANA PROGNOSIS KOMPLIKASI
KLINIS

EKSTRA ORAL INTRA ORAL INTRA ORAL EKSTRA ORAL EKSTRA ORAL INTRA ORAL PENCEGAHAN PENGOBATAN

INTRA ORAL EKSTRA ORAL


Topic Tree

1. DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIS


2. ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIS
3. EPIDEMIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIS
4. PATOGENESIS GAGAL GINJAL KRONIS secara EKSTRA ORAL dan INTRA ORAL
5. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIS
6. MANIFESTASI KLINIS GAGAL GINJAL KRONIS secara EKSTRA ORAL dan INTRA ORAL
7. PEMERIKSAAN GAGAL GINJAL KRONIS secara EKSTRA ORAL dan INTRA ORAL
8. TATALAKSANA GAGAL GINJAL KRONIS
9. PENCEGAHAN GAGAL GINJAL KRONIS
10. PENGOBATAN GAGAL GINJAL KRONIS secara EKSTRA ORAL dan INTRA ORAL
11. PROGNOSIS GAGAL GINJAL KRONIS
12. KOMPLIKASI GAGAL GINJAL KRONIS
DEFINISI

Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal secara


progresif dan irreversibel yang berkaitan dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus dengan etiologi yang beragam.

Rezeki S, 2016
ETIOLOGI
Penyebab kerusakan ginjal pada penderita ginjal kronik adalah multifaktorial dan
kerusakannya bersifat ireversibel.
• Hipertensi Kronik
• Diabetes Melitus
• Glomerulonefritis (Infeksi Glomeruli).
• Penyakit imun (Lupus Nefritis).
• Penyakit ginjal yang diturunkan (penyakit ginjal herediter).
• Batu ginjal
• Trauma ginjal.
• Gangguan kongenital dan keganasan dapat mengalami kerusakan ginjal
(Ervina L et al, 2015; Siregar CT, 2020).
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data Global Burden of Disease tahun 2010, GGK merupakan
penyebab kematian peringkat ke-18 di dunia.

Riskesdas (2013) :
• prevalensi gagal ginjal kronis di Indonesia sebesar 0,2%.
• prevalensi tertinggi pada umur 75 tahun ke atas sebanyak (0,6%).
• Prevalensi pada laki laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).
EPIDEMIOLOGI
berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi Gagal Ginjal Kronik berdasarkan provinsi pada
tahun 2013-2018, karakteristik, dan umur dapat dilihat pada table dibawah ini:

(CDC, 2017; Riskesdas, 2018)


PATOGENESIS EKSTRA ORAL
• Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi proses
selanjutnya kurang lebih sama.
• Proses adaptasi ginjal:
o berlangsung singkat
o terjadi pengurangan massa ginjal yang di perantarai oleh
molekul vasoaktif (sitokin dan growth factors) sehingga
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang tersisa
oterjadi hiperfiltrasi diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus.
• Proses maladaptasi
o terjadi sklerosis nefron tersisa diikuti penurunan fungsi
nefron yang progresif
openingkatan aktivitas aksis renin angiotensin-aldosteron
intrarenal ikut berkontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor
• Stadium dini penyakit ginjal kronik
o gejala klinis yang serius belum muncul, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana
basal LGF masih normal atau malah meningkat.
• Secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum.
• Saat LFG 60%, pasien belum merasakan keluhan, tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum.
• Saat LFG 30%, penderita mulai mengeluhkan rasa letih
dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan
menurun dan penurunan berat badan, susah tidur, kram
otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan
pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering,
sering kencing terutama pada malam hari.
• Saat LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia, seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi pada saluran kemih, saluran cerna
dan saluran nafas.
• Saat LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.
(Siregar CT, 2020)
PATOGENESIS INTRA ORAL

• PGK mempengaruhi gigi, mukosa mulut, tulang,


periodontal, lidah, rongga mulut, sendi temporomandibular
dan kelenjar ludah.
• Penderita PGK mengalami peningkatan kadar ureum baik
dalam darah maupun pada saliva.
• Ureum pada saliva dihidrolisis menjadi ammonia oleh
urease. Urease terdeteksi terutama pada kalkulus dan
biofilm gigi (menjelaskan kemunculan lesi pada daerah
mukosa). Ammonia dalam saliva juga salah satu faktor
terjadinya ruam kimia, perkembangan lesi pada mukosa
mulut dan tingginya pH saliva.
• Xerostomia pada pasien PGK disebabkan oleh:
o Perubahan metabolisme pada pasien yang menjalani
hemodialisis
o atrofi parenkim kelenjar ludah minor
o penurunan sekresi saliva akibat pembatasan asupan
cairan dan efek sekunder obat terutama anti hipertensi.
• Pasien PGK mendapat terapi antihipertensi meliputi
golongan ACE inhibitor, anti kolinergik, β-Blocker, Ca
Channel Blocker dan diuretik. Medikasi tersebut
diketahui memiliki efek samping xerostomia.
• Xerostomia jangka panjang bisa menyebabkan gigi
rentan terhadap karies dan inflamasi gingiva sehingga
dapat menimbulkan kesulitan berbicara, mengunyah
makanan, disfagia, sakit pada mulut, dan hilangnya
daya pengecap.

(Soraya S, 2019)
KLASIFIKASI
1. Stadium I : Penurunan 2. Stadium II : Insufisiensi
cadangan ginjal ginjal
• Kadar BUN meningkat
(tergantung pada kadar protein
• Kreatinin serum dan kadar dalam diet)
BUN normal
• Kadar kreatinin serum
• Asimptomatik meningkat
• Tes beban kerja pada ginjal: • Nokturia dan poliuri (karena
pemekatan kemih, tes GFR kegagalan pemekatan)
• Terdapat tiga derajat 3. Stadium III : Gagal ginjal
insufisiensi ginjal, yaitu: stadium akhir atau uremia

a) Ringan 40%-80% fungsi • Kadaruureum


ginjal dalam keadaan dankkreatinin
normal sangatmmeningkat

b) Sedang 15%-40% fungsi • Ginjal sudah tidak dapat


ginjal normal menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit
c) Kondisi berat 2%-20%
fungsi ginjal normal • Air kemih/urin isoosmotis
dengan plasma, dengan
BJ 1,010

(Suwitra K, 2006)
(Kuravatti S, 2016)
MANIFESTASI KLINIS EKSTRA ORAL

• Gangguan metabolik endokrin: • Gangguan Keseimbangan Cairan :


dislipidemia, gangguan edema perifer, efusi pleura, hipertensi,
metabolisme glukosa, gangguan peningkatan Jugular Venous Pressure
hormon seks (JVP), asites
• Kelainan kulit: terlihat pucat, kering,
• Sistem muskuloskeletal: nyeri pruritus, pigmentasi kulit, ekimosis
sendi, foot drop, paraplegia,
osteodistrofi ginjal, pertumbuhan • Gangguan hematologi: anemia (jenis
anak lambat dan rikets ginjal. mikrositik hipokrom/normositik
normokrom).
• Sistem reproduksi: libido menurun
dan disfungsi ereksi • Gangguan elektrolit dan asam basa:
tanda dan gejala hiperkalemia,
• Sistem urologi: berat jenis urin asidosis metabolik (nafas Kussmaul,
turun, hiperuremia, azotemia, pendek dan dangkal), hiperfosfatemia
proteinuria, hypermagnesemia, • Gangguan gastrointestinal dan nutrisi:
ketidakseimbangan natrium dan rasa kecap logam (metalic taste),
kalium, fragmen dan sel dalam mual, muntah, gastritis, ulkus
urin. peptikum, malnutrisi

(Hidayat, 2018)
MANIFESTASI KLINIS INTRA ORAL
• Perubahan Aliran Saliva • Pembesaran gusi
akibat cyclosporin
• Xerostomia
• Plak, Kalkulus dan Karies
• Halitosis/Bau Mulut
• Disgeusia
• Periodontitis • Lesi mukosa
• Perubahan Warna Mukosa
• Keganasan Rongga Mulut
• Kelainan Gigi
• Lesi Tulang Alveolar
• Infeksi Rongga Mulut

(Soraya S, 2019; Scott S, 2008; Proctor R, 2005; Guzaldemir E,2009)


PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
-Tes urin : gejala penyakit ginjal  protein atau darah dalam urin.
-LFG (Laju Filtrasi Glomerulus): menilai seberapa baik ginjal bekerja melalui
sampel darah dan dihitung berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelompok
etnis. Hasil GFR serupa dengan persentase kapasitas fungsi ginjal normal
-Pemindaian : untuk mengetahui jika terjadi penyumbatan abnormal dalam
aliran urin menggunakan alat seperti USG, computerized tomography (CT),
pemindaian magnetic resonance imaging (MRI).
-Biopsi ginjal : mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal lalu sel-selnya
diperiksa lewat mikroskop untuk mendeteksi kerusakan ginjal.

(Ariani, 2016; Chris Tanto, 2014)


PEMERIKSAAN INTRA ORAL
Penilaian kesehatan periodontal (Periodontal health assessment):
- Probing
Status gingiva (Status gingiva dinilai menggunakan indeks gingiva)
- Pengukuran saliva:
Pengukuran saliva obyektif utuh tanpa stimulasi saliva dan dengan stimulasi
yang dilakukan dengan metode meludah

(Ariani, 2016; Chris Tanto, 2014)


PENCEGAHAN
-Pencegahan primer: mencegah sebelum proses penyakit ginjal kronis terjadi.
Pasien dengan hipertensi atau diabetes mellitus tipe 2 perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengidentifikasi potensi penyakit ginjal kronis,
menganjurkan gaya hidup yang sehat (aktivitas fisik dan diet sehat), lebih
banyak mengonsumsi makanan berbahan dasar tanaman, mengurangi
konsumsi daging dan sodium.
-Pencegahan sekunder: mencegah kondisi penyakit ginjal kronis berkembang
menjadi parah. Biasanya pasien datang pada tahap awal penyakit ginjal kronis.
Farmakoterapi dasar pada pencegahan sekunder menggunakan renin-
angiotensin-aldosterone system inhibitor (RAASi) didukung dengan diet rendah
protein.
PENCEGAHAN

-Pencegahan tersier: untuk mengontrol proses perjalanan penyakit dan


komplikasinya. Pasien penyakit ginjal kronis stadium lanjut dianjurkan menjalani
perawatan uremia dan kondisi penyerta lainnya (anemia, gangguan tulang dan
mineral, penyakit kardiovaskular) untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien
dengan kondisi ini nantinya membutuhkan perawatan yang menggantikan fungsi
ginjal (hemodialisa atau transplantasi ginjal).

(Li PKT, et al. 2020)


PENGOBATAN EKSTRA ORAL

Pengobatan gagal ginjal kronik dibagi dalam dua


tahap yaitu penanganan konservatif dan terapi
penggantian ginjal.
Penanganan Konservatif
Untuk mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan elektrolit
1. PERUBAHAN POLA HIDUP yang meliputi:
- DIET RENDAH PROTEIN
untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia serta mengurangi
gejala anoreksia, mual dan muntah.
- DIET RENDAH KALIUM
Pemberian kalium yang berlebihan akan menyebabkan
hiperkalemia. Hiperkalemia mempunyai resiko terjadinya aritmia yang
dapat memicu cardiac arrest.
- JUMLAH KALORI YANG ADEKUAT
bertujuan mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Diet Asupan
Energi yang direkomendasikan untuk penderita gagal ginjal kronis
dengan LFG <25ml/menit dan tidak menjalani dialisis adalah 35
kkal/kg/hari untuk usia kurang dari 60 tahun dan 30-35 kkal/kg/hari
untuk usia lebih dari 60 tahun.

- ATURAN ASUPAN CAIRAN


Asupan cairan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan
beban sirkulasi, edem, dan intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga
dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi
ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam
24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan kehilangan cairan yang
tidak disadari. Sedangkan kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar

- BEROLAHRAGA SECARA TERATUR


setidaknya 150 menit dalam seminggu
- MENURUNKAN BERAT BADAN
jika berat badan berlebih atau obesitas.
- TIDAK MENGONSUMSI OBAT ANTIINFLAMASI
NONSTEROID (OAINS)
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal.

2. OBAT HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi dapat menurunkan fungsi ginjal dan
mengubah komposisi elektrolit dalam tubuh. Bagi penderita GGK
yang juga disertai hipertensi, dokter dapat memberikan obat ACE
inhibitor atau ARB.

3. SUPLEMEN UNTUK ANEMIA


untuk mengatasi anemia pada penderita GGK adalah suntikan
hormon eritropoietin yang terkadang ditambah suplemen besi.
4. OBAT DIURETIK
Untuk mengurangi penumpukan cairan pada bagian tubuh,
contohnya obat furosemide. Efek samping yang mungkin
ditimbulkan adalah dehidrasi serta penurunan kadar kalium dan
natrium dalam darah.

5. SUPLEMEN KALSIUM DAN VITAMIN D


untuk mencegah kondisi tulang yang melemah dan berisiko
mengalami patah tulang.
Terapi Pengganti Ginjal
1. HEMODIALISIS
untuk mengeluarkan sisa sisa metabolism dalam darah melalui
membran semipermeable atau yang disebut dialyzer
2. CONTINUOUS AMBULATORY PENITONEAL DIALYSIS (CAPD)
sebagai terapi alternatif dialysis untuk penderita ESRD dengan 3-4
kali pertukaran cairan per hari. 14 pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
dialisis peritoneal.
3. TRANSPLANTASI GINJAL

(Rezeki, 2016; Haryanti, 2015)


PENGOBATAN INTRA ORAL
1. Perawatan Periodontal 5. Perawatan restoratif
2. Obat kumur antiseptik
7. Gingivektomi
3. Menjaga OH

4. Xerostomia
- pengunyahan pemen karet
- Pilocarpine (5-10 mg; 3 kali sehari) 6. Scalling

- Cevimeline (30 mg; 3 kali sehari)


- Bethanechol (25 mg; 3 kali sehari)
- Anethole Trithione (25 mg; 3 kali
sehari)
- Minum air yang cukup

(Prasety, 2018; Kartika, 2018)


PROGNOSIS
Prognosis pasien penyakit ginjal kronis bervariasi menurut stadium, perjalanan
penyakit saat pemeriksaan dan penatalaksanaan dini. Morbiditas dan
mortalitas diharapkan dapat diturunkan. Pasien yang menjalani hemodialisis
mempunyai angka kematian yang sangat tinggi dibandingkan dengan populasi
umum. Meningkatnya usia seseorang memberikan dampak pada penurunan
fungsi-fungsi tubuh sehingga semakin rentan terhadap penyakit. Umur pasien
yang meningkat juga berkaitan dengan prognosis suatu penyakit dan harapan
hidup. Ketahanan hidup pasien dengan usia 46-65 tahun lebih rendah
diperkuat dengan penelitian oleh Valdivia dkk di tahun 2013. Menurut Valdivia
dkk, ketahanan hidup pasien PGK yang menjalani HD untuk usia > 60 tahun
adalah 0%.

(Soraya S et al. 2019; Notobroto,2017)


KOMPLIKASI
- Hyperphosphatemia
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Perdarahan uremik

- Komplikasi transplantasi ginjal: hipertensi, dislipidemia, penyakit arteri coroner,


hipertrofi ventrikel kiri, aritmia, gagal jantung, stroke, sindrom ensefalopati posterior
reversibel, infeksi sistem saraf pusat, penyakit neuromuskuler, gangguan kejang,
penyakit neoplastik, gangguan limfoproliferatif pasca transplantasi, cedera mukosa,
ulserasi mukosa, perforasi, penyakit saluran empedu, pankreatitis, dan penyakit
diverticular.

(Aeddula et al, 2019; Sen A et al, 2019)


DAFTAR PUSTAKA
Ervina L, et al. Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada Anak. MKS. 2015; 47(2)

Soraya S, Ramayani OR, Siregar R, Siregar B. 2019. Kelainan Gigi dan Mulut pada Penderita Penyakit Ginjal
Kronik. The Journal of Medical School (JMS); 52(2).

Siregar CT. 2020. Buku Ajar Manajemen Komplikasi Pasien Hemodialisa. Penerbit Depublish : Yogyakarta.

Suwitra K. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.

Kuravatti S, et ak. 2016. Oral Manifestation of Chronic Kidney Disease-An Overview. International Journal
of Contemporary Medical Research; 3(4): 1149.

Hidayat M. 2018. Monograf Hidrolisat Protein dari Kacang polong (Pisum sativum. L) untuk Terapi Penyakit
Ginjal Kronis. ALFABETA, cv.

Scott S. DeRossi D, S. Garry Cohen D. 2008. Renal Disease. Ontario: BC Decker Inc.

Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. 2005. Oral and dental aspects of chronicrenal failure. J Dent
Res;84(3)

Guzaldemir E, et al. 2009. Oral health-related quality of lifeand periodontal health status in patients
undergoing hemodialysis. J Am Dent Assoc;140(10).

Ariani S. 2016. Stop Gagal Ginjal. Istana Media. Yogyakarta

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius.
DAFTAR PUSTAKA
Li PKT, et al. 2020. Kidney Health for Everyone Everywhere – From Prevention to Detection and Equitable
Access to Care. Blood Purif; 97(2): 2-5.

Rezeki S, et al. Hubungan Antara Durasi Hemodialisis Dengan Periodontitis Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik. Cakradonya Dent J. 2016; 8(1):1-76

Haryanti IAP, Nisa K. Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal sebagai Penatalaksanaan pada Gagal
Ginjal Kronik. Majority. 2015; 4(7)

Prasety HA, Istioningsih. 2018. Permen Karet Xylitol untuk Xerostomia Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis.
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 2. September.

Kartika AT, Culia R, Rudi T, Hadiyat M. 2018. Penyakit Sistemik Diabetes Melitus dengan Penurunan
Produksi Saliva. ARSA. 3(1).

Yulianto D, Notobroto HB, Widodo. 2017. Analisis Ketahanan Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan
Hemodialisis di RSUD Dr. Soetomo Subaya. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS Dr. Soetomo; 3(1):
99-112.

Aeddula NR, Cheungpasitporn W, Thongprayoon C, Pathireddy S. 2019. Epicardial Adipose Tissue and
Renal Disease. J Clin Med; 8(3).

Sen A, Callisen H, Libricz S, Patel B. 2019. Complications of Solid Organ Transplantation: Cardiovascular,
Neurologic, Renal, and Gastrointestinal. Crit Care Clin; 35(1):169-186.

Anda mungkin juga menyukai