PENGERTIAN KEMATIAN
Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan
nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada
akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab
alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami
seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup
mengalami pembusukan.
Istilah lain yang sering digunakan adalah meninggal
dunia, wafat, tewas, atau mati.
Buku Ensiklopedia Hari Kiamat,
Ust. Umar Sulaiman Al Asyqor
Allah SWT meniupkan ruh-Nya ke janin pada usia 120 hari (empat bulan) kehamilan.
َ وحي َف َق ُعوا ل َُه َساجِ ِد
ين ِ ت ِف
ِ يه ِم ْن ُر ُ خ
ْ ََف ِإ َذا َس َّويْتُ ُه َونَف
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".
(QS Shaad : 38:72).
FAKTOR KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan
menghadapi kematian yaitu:
(1) Usia, (2) Tidak ditemukannya tujuan dan makna hidup, (3)
Religiusitas, (4) Tingkat kepuasan individu dalam hidup, (5)
Integritas ego, (6) Kontrol diri, (7) Dukungan sosial, (8)
Personal sense of fulfillment, (9) Sikap pribadi, (10) Jenis
kelamin, (11) Status ekonomi dan (12) Kesiapan diri.
5 Fase Jelang Kematian
ك ْال ُخ ْل َد
َ َو َما َج َع ْلنَا ِلبَ َش ٍر ِم ْن قَ ْب ِل
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu
(Muhammad).” (QS. Al Anbiya’: 34).
HAK SEORANG MUKMIN
‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Allahumma ajirni fi mushibati waakhlif li khairan minha’, (Sesungguhnya kami
adalah milik Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali.
Ya Allah, berilah aku pahala pada musibahku ini, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya), kecuali Allah
akan memberinya pahala pada musibah yang menimpanya, dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya.”
2. KEMATIAN UNTUK MENDAPAT JANJI ALLAH
ۖ ك ِم َن ال ُّد ْنيَا َ ك هَّللا ُ ال َّدا َر اآْل ِخ َرةَ ۖ َواَل تَ ْن
ِ َس ن
َ َ ص يب َ َوا ْبتَ ِغ فِي َما آتَا
ِ ْك ۖ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي اأْل َر
َ ض ۖ إِ َّن هَّللا َ َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َس َن هَّللا ُ إِلَ ْي
ينَ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِد
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qaṣaṣ:
77)
2. KEMATIAN UNTUK MENDAPAT JANJI ALLAH
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِهَ ِ ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما قَا َل أَ َخ َذ َرسُو ُل هَّللا ِ َع ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر َر Kawah Mihara
ان اب ُْن ُع َم َر َ ك َغ ِريبٌ أَ ْو َعابِ ُر َسبِي ٍل َو َك َ ََّو َسلَّ َم بِ َم ْن ِكبِي فَقَا َل ُك ْن فِي ال ُّد ْنيَا َكأَن
ت فَاَل تَ ْنتَ ِظرْ ْال َم َسا َء َو ُخ ْذ ِم ْن َ ْاح َوإِ َذا أَصْ بَح َ َ صب َ يَقُو ُل إِ َذا أَ ْم َسي
َّ ْت فَاَل تَ ْنتَ ِظرْ ال
ك َ ِك لِ َم ْوتَ ِض َك َو ِم ْن َحيَات ِ ك لِ َم َرَ ِص َّحت
ِ
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, dia
berkata: Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memegang pundakku, lalu bersabda,”Jadilah engkau di
dunia ini seolah-olah seorang yang asing, atau seorang
musafir.” Dan Ibnu Umar mengatakan: “Jika engkau
masuk waktu Subuh, maka janganlah engkau menanti
sore. Jika engkau masuk waktu sore, maka janganlah
engkau menanti Subuh. Ambillah dari kesehatanmu
untuk sakitmu. Dan ambillah dari hidupmu untuk
matimu.” [HR Bukhari, no. 5.937].
3. MENGINGAT KEMATIAN
نت ِم ْنهُ تَ ِحي ُد
َ ك َما ُك َ ِق َذل ِّ ت بِ ْال َح
ِ ت َس ْك َرةُ ْال َم ْو ْ َو َجآ َء
Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu
selalu lari dari padanya. [Qaaf:19].
ين َوأَقَلُّهُ ْم َ ِّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل أَ ْع َما ُر أُ َّمتِي َما بَي َْن ال ِّست
َ ين إِلَى ال َّسب ِْع َ ِ َع ْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ أَ َّن َرسُو َل هَّللا
) وهو حديث حسن,757 الصحيحة,3550 ت,4236 ك (جة َ َِم ْن يَجُو ُز َذل
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun. Dan sangat sedikit di
antara mereka yang melewati itu.”
[HR Ibnu Majah, no. 4.236; Tirmidzi, no. 3.550. Lihat Ash Shahihah, no.
757].
Syumaith bin ‘Ajlan berkata: ب••• َعتِ َه•ا ضي ِْق ل ُّدا•• ْنيَا َو َال ِ َس َمْن َج َع َل ْل َم
َ •••• َ ْلم• ُ بَِي••ا• ِ•ل ب,ا•• ْو َت ُ ن •صْ َب َع ْينَ ْي ِه
Barangsiapa menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli
dengan kesempitan dunia atau keluasannya. [Mukhtashar Minhajul
Qashidin, hlm. 483, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].
3. MENGINGAT KEMATIAN
ِ أَ ْك ِثرُوا ِذ ْك َر هَا ِذ ِم اللَّ َّذا
ت
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307
dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al
Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia
menjadi pemutus kelezatan dunia.
صلى هللا عليه- ار فَ َسلَّ َم َعلَى النَّ ِب ِّى ِ ص َ فَ َجا َءهُ َر ُج ٌل ِم َن األَ ْن-صلى هللا عليه وسلم- ِ ُول هَّللا ِ ت َم َع َرس ُ ُك ْن: َع ِن اب ِْن ُع َم َر أَنَّهُ قَا َل
ِ « أَ ْكثَ ُرهُ ْم لِ ْل َم ْو: ال
ت َ َين أَ ْكيَسُ ق َ ال فَأَىُّ ْال ُم ْؤ ِم ِن َ َ ق.» « أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا: ال َ ين أَ ْف
َ َض ُل ق َ ُول هَّللا ِ أَىُّ ْال ُم ْؤ ِم ِن
َ يَا َرس: ال َ َ ثُ َّم ق-وسلم
.» ُك األَ ْكيَاس َ ِذ ْكرًا َوأَحْ َسنُهُ ْم لِ َما بَ ْع َدهُ ا ْس ِت ْع َدا ًدا أُولَ ِئ
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah,
mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu
mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling
banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam
berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hadits Hasan
4. Mengambil Pelajaran Dari Kematian
Mendoakan
(yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: «Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun»
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali) (Qs Al-Baqarah [2]: 156).
ِ ج َو ْالبَرْ ِد َونَقِّ ِه ِم َن ْال َخطَايَا َك َما يُنَقَّى الثَّ ْوبُ ااْل َ ْبيَضُ ِم َن ال َّد ن
َس ْ ْ ْ
ِ ف َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َوا ْغ ِسلهُ بِل َما ِء َوال َّشلُ اللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َو َعافِ ِه َوا ْع
ار ِ َب ْالق
ِ بر َوفِ ْتنَتِ ِه َو ِم ْن َع َذا
ِ َّب الن ِ الجنَّةَ َوا ِع ْذهُ ِم ْن َع َدا
َ ُار ِه َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َو َز ْوجًا َخ ْيرًا ِم ْن َز ْو ِج ِه َوا ْد ِخ ْله َ َواَ ْب ِد ْلهُ َدا ًر
ِ اخ ْيرًا ِم ْن َد
Allahummaghfir Lahu Warhamhu Wa ‘Aafihi Aa’fu ‘anhu Wa Akrim Nuzulahu Wa Wassi’ Madkhalahu,
Waghsilhu Bil Maa i Wats-tsalji Walbarodi Wa Naqqihii Minal khathaa Ya Kamaa Yunaqqats-Tsawbul Abyadhu
Minad Danas. Wa Abdilhu Daaran khairan Min Daarihii Wa Ahlan Khairan Min Ahlihii Wa Zawjan Khairan Min
Zawjihi, Wa Adkhilhul Jannata Wa A ‘Idzhu Min ‘Adzaabil Qobri Wa Fitnatihi Wa Min ‘Adzaabin Naar.”
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah, bebaskanlah, lepaskanlah kedua orang tuaku. Dan muliakanlah
tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, bersihkanlah kedua orang tuaku dengan air yang jernih dan
sejuk, dan bersihkanlah kedua orang tuaku dari segala kesalahan seperti baju putih yang bersih dari kotoran.
Dan gantilah tempat tinggalnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada yang ditinggalkannya, dan
keluarga yang lebih baik, dari yang ditinggalkannya juga. Masukkanlah kedua orang tuaku ke surga, dan
lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya, dan siksa api neraka.”
4. Mengambil Pelajaran Dari Kematian
Takziyah
Secara bahasa takziah berarti menghibur, menyatakan bela sungkawa,
menyampaikan duka cita, dan menyabarkan keluarga orang yang meninggal.
(Lihat: Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir, [Yogyakarta: Pustaka
Progresif], 2002, hal. 928).
Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail
al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 437),
menyebutkan ada empat adab orang bertakziah sebagai berikut:
وترك التبسم فإنه يورث الحقد، وقلة الحديث، وإظهار الحزن، خفض الجناح:آداب المع ّز ي.
Artinya: “Adab orang bertakziah, yakni menghindari sebanyak mungkin hal-hal
yang tidak pantas atau tabu, menampakkan rasa duka, tidak banyak berbicara,
tidak mengumbar senyum sebab bisa menimbulkan rasa tidak suka.”
4. Mengambil Pelajaran
Takziyah
اِصْ بِرْ َواحْ تَ ِسبْ فَإ ِ َّن ِهللِ َما أَ َخ َذ َولَهُ َما أَ ْعطَى َو ُك َّل َش ْي ٍء ِع ْن َدهُ بِأ َ َج ٍل َم َس ًّمى.
“Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah, sesungguhnya adalah hak Allah
mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang
telah ditentukan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim][3]
Menyolatkan
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut mensalatkannya maka baginya
pahala satu qirath, dan barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga ikut
menguburkannya maka baginya pahala dua qirath”. Ditanyakan kepada beliau: “Apa
yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab: “Seperti dua gunung yang besar”
[HR. Al-Bukhari nomor 1240 dan Muslim nomor 1570, dengan lafal al-Bukhari].
Ziarah kubur
Imam Ibnu Majah meriwayatkan:
ير ْالقَب ِْر فَبَ َكى َحتَّى بَ َّل الثَّ َرى ثُ َّم قَا َل يَا
ِ ِس َعلَى َشفَ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي ِجنَا َز ٍة فَ َجل ِ َع ْن ْالبَ َرا ِء•قَا َل ُكنَّا َم َع َرس
َ ِ ُول هَّللا
إِ ْخ َوانِي لِ ِم ْث ِل هَ َذا فَأ َ ِع ُّدوا
Dari Al Bara’, dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
suatu jenazah, lalu Beliau duduk di tepi kubur, kemudian Beliau menangis sehingga
tanah menjadi basah, lalu Beliau bersabda: “Wahai, saudara-saudaraku! Maka
persiapkanlah untuk yang seperti ini,!” [HR Ibnu Majah, no. 4.190, Hasan)
5. Jangan Minta Kematian
“Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah dia berdoa untuk mati
sebelum datang waktunya. Karena orang yang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan
umur seorang mukmin tidak akan bertambah melainkan menambah kebaikan”. (HR.
Muslim no. 2682).
6. Mempersiapkan Kematian
Kata ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, “Aku tidaklah pernah melihat suatu yang yakin kecuali keyakinan
akan kematian. Namun sangat disayangkan, sedikit yang mau mempersiapkan diri
menghadapinya.” (Tafsir Al Qurthubi)
Hamid Al Qaishari, sebagai berikut: “Kita semua telah meyakini kematian, tetapi kita tidak
melihat orang yang bersiap-siap menghadapinya! Kita semua telah meyakini adanya surga,
tetapi kita tidak melihat orang yang beramal untuknya! Kita semua telah meyakini adanya
neraka, tetapi kita tidak melihat orang yang takut terhadapnya! Maka terhadap apa kamu
bergembira? Kemungkinan apakah yang kamu nantikan? Kematian! Itulah perkara pertama
kali yang akan datang kepadamu dengan membawa kebaikan atau keburukan. Wahai,
saudara-saudaraku! Berjalanlah menghadap Penguasamu (Allah) dengan perjalanan yang
bagus”. [Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 483, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].
ال َوطُو ُل ْال ُع ُم ِر
ِ يَ ْكبَ ُر ا ْب ُن•آ َد َم َويَ ْكبَ ُر َم َعهُ ْاثنَا• ِن حُبُّ ْال َم
Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan
panjang umur. [HR Bukhari, no. 5.942, dari Anas bin Malik].
6. Mempersiapkan Kematian
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Allah meniadakan alasan
seseorang yang Dia telah menunda ajalnya sehingga mencapai 60 tahun. [HR Bukhari, no. 5.940].
س ُان ا ْنقَطَ َع َع ْن ُه َع َملُ ُه ِ إاَّل ِم ْن َ ل” إِ َذا َم َات اِإْل ْن: َ َقا،سلَّ َم
َ ول ِهللا َصلَّى ُهللا َعلَ ْي ِه َو َ س ُ َ َّأن َر،َيه َر ْي َرة
ُ َِعْنَأب
ح َ ي ْدعُو َ ل ُه ٍ أَ ْو َولَ ٍد َص ِال، أَ ْو ِع ْل ٍم ُ ي ْنتَفَ ُع ِ ب ِه، ِ إاَّل ِم ْن َص َدقَ ٍة َجا ِريَ ٍة:َ ثاَل ثَ ٍة
“Jika anak Adam meninggal dunia maka amalnya terputus, kecuali tiga
perkara: sedekah jariyah , ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang
mendoakannya.”(HR Muslim)
PENYESALAN ORANG KAFIR
صالِ ًحا فِي َماَ } لَ َعلِّي أَ ْع َم ُل99{ ت قَا َل َربِّ ارْ ِجعُو ِن َ َحتَّى إِ َذا َجآ َء أَ َح َدهُ ُم ْال َم ْو
َ ُت َكآل إِنَّهَا َكلِ َمةٌ هُ َو قَآئِلُهَا َو ِمن َو َرآئِ ِهم بَرْ َز ٌخ إِلَى يَ ْو ِم يُ ْب َعث
ون ُ تَ َر ْك
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila
datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata:
“Ya, Rabbku. Kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku
berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku
tinggalkan”. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitan. [Al Mukminun :99-
100].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َُّون َونَحْ ُن أَ ْق َربُ إِلَ ْي ِه ِمن ُك ْم َولَ ِكن ال
َ ت ْالح ُْلقُو َم َوأَنتُ ْم ِحينَ ِئ ٍذ تَنظُر ِ فَلَ ْو آل إِ َذا بَلَ َغ
ين
َ ِصا ِدق َ ين تَرْ ِجعُونَهَا إِن ُكنتُ ْم َ ُِون فَلَ ْو آل إِن ُكنتُ ْم َغ ْي َر َم ِدين َ صر ِ تُ ْب
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan.
Padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada kamu.Tapi kamu tidak melihat, maka
mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah). Kamu tidak
mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu
adalah orang-orang yang benar. [Al Waqi’ah:83-87].
Doa Untuk Takziyah
Imam Abû Bakr bin ‘Alî bin Muhammad Al-Haddâd Az-Zabîdî (wafat 800 H), seorang ulama
mazhab Hanafiyyah, dalam kitabnya Al-Jauharatun Nayyirah menjelaskan tentang redaksi ta’ziyah:
: َوأَحْ َس• ُن ِم ْن• ٰذلِ َك،ص•ب ِْر أَجْ رًا َّ َوأَجْ َز َل• لَنَ•ا َولَ َك• بِال،ص•ْبرًا
َ • َوأَ ْلهَ َم َك،• َو َغفَ َر لِ َم ْيتِ َك،• َوأَحْ َس• َن َع َزا َء َك،•هللا• أَجْ َر َك ُ •ة• َعظَّ َم:ِ َْزي ِ لَ ْف ُظ• التَّع
ِ ْزيَ ُة• َرس• ُْو ِل ُ ُ
•هللا• ص•لى هللا• علي•ه وس•لم إِل ِ حْ َدى بَنَاتِ ِه• َكا َن•قَ ْد َما َت• لَهَ•ا َولَ ٌد فَقَا َل ِ تَع: •ُ إِ َّ•ن لِ ُٰ ِ(ِٰهn ُ َو ُك ُّ•ل َش ْي ٍء• ِع ْن َده،• َولَ ُه• َ•ما أ ْع ِط َي،َ•ما أ ِخ َذ
)بِأ َ َج ٍل ُّم َس َّمى.
Artinya, ”Lafal Ta‘ziyah: ’Semoga Allah membesarkan pahala padamu, memperbaguskan dukamu, memberikan
ampunan bagi mayitmu, dan membimbingmu bersabar, dan semoga Dia memperbesar pahala sebab kesabaran kepada
kami dan kepadamu’.
Redaksi yang lebih bagus dari redaksi tersebut adalah ucapan ta‘ziyah Rasulullah SAW kepada salah seorang putrinya
yang berduka karena kematian putranya. Rasulullah bersabda, ’Sungguh bagi Allah apa yang Dia ambil, bagi-Nya apa
yang telah Dia berikan, dan segala sesuatu yang ada pada sisi-Nya telah ditetapkan ajalnya.’” (Imam Az-Zabîdî, Al-
Jauharatun Nayyirah Syarh Mukhtashar Al-Qudûrî fîl Furû‘il Hanafiyyah, [Beirut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1971 M],
halaman 274).
Sabda Nabi SAW yang berisi ungkapan ta‘ziyah tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhârî, Shahih
Muslim dan Sunan An-Nasâ’î. Dalam mengomentari sabda Nabi SAW ini, Imam An-Nawawî (631-676 H) menyatakan
bahwa hadits tersebut merupakan kaidah-kaidah Islam paling agung (min a‘zhami qawâ‘idil Islâm) yang mencakup hal-
hal urgen tentang pokok-pokok dan cabang-cabang agama, (ajaran) adab, kesabaran ketika terjadi musibah,
keprihatinan, sakit, dan lain sebagainya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/123054/bolehkah-pengucapan-semoga-husnul-khatimah-dalam-taziyah-
Doa Untuk Takziyah
Doa yang diperuntukkan bagi seorang muslim yang meninggal dunia pada
dasarnya berisi doa, sebagaimana doa yang dibaca dalam shalat jenazah,
yaitu permohonan ampunan, rahmat (belas kasih), dan penghapusan
dosa, sebagaimana telah maklum berikut ini:
Prof Dr Ahmad Zahro MA, guru besar ilmu fiqih UIN Sunan Ampel
Surabaya: Ada doa yang sangat baik tapi kurang tepat setiap kali kita
mendengar kerabat atau kawan yang meninggal.
Biasanya setelah istirja dilanjut ucapan semoga husnul khotimah. Artinya,
semoga akhir hidup yang terbaik. ”Itu doa baik, tapi salah mongso, salah
waktu, salah tempat,”
“Ya Allah, Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan
di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yusuf ayat 101).