Anda di halaman 1dari 281

BAB 1

PENGENALAN STATISTIK UNTUK


PENGUKURAN RISIKO KEUANGAN
10.1. BAGAIMANA STATISTIK DIGUNAKAN ?
• Statistik digunakan untuk membuat perkiraan kemungkinan kejadian di masa yang akan
datang
• Masa datang tidak dapat diketahui dengan pasti
• Dengan metode statistik dapat membuat kemungkinan (peluang) suatu peristiwa terjadi di
masa yang akan datang
• Dalam konteks keuangan, statistik dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan faktor
risiko yang bisa menimbulkan kerugian keuangan
• Risiko keuangan  perubahan faktor risiko yang dapat menimbulkan hasil yang buruk
(bad outcome)
• Membuat perkiraan perubahan faktor risiko biasanya mendasarkan pada data historis (yang
telah terjadi dan sudah pasti)
Penggunaan data historis untuk perkiraan kemungkinan yang akan datang melibatkan 2 asumsi
implisit :
1. Asumsi bahwa data historis merupakan indikator yang baik untuk masa yang akan
datang
o Asumsi digunakan untuk menyederhanakan hubungan kompleks atas berbagai variabel,
meskipun terlalu banyak asumsi dapat mengurangi akurasi perkiraannya
o Apabila data historis tidak tersedia / tidak cukup untuk memperkirakan kemungkinan kejadian
yang akan datang  dapat menggunakan statistik lain
2. Asumsi lain adalah bahwa perubahan faktor risiko independen dari perubahan sebelumnya
(tidak ada hubungan sebab akibat), contoh : melempar koin
10.2. MEMPERKIRAKAN PERUBAHAN FAKTOR RISIKO

• Perubahan harga instrumen pasar akan digunakan untuk menggambarkan perubahan faktor
risiko
• Untuk mengukur besarnya risiko, dibuat berbagai skenario perubahan harga yang mungkin
terjadi pada berbagai “time horizon”
• Time horizon : lamanya waktu di masa yang akan datang untuk mensimulasikan perubahan
harga (tergantung jatuh tempo instrumen)
• Cara paling sederhana untuk memperkirakan harga pasar adalah dengan “Binomial Tree”.
Dengan metode sederhana ini, harga diasumsikan akan naik / turun dengan jumlah dan
peluang yang sama
Peluang dan Hasil yang mungkin 4 bulan y.a.d

Hasil Jumlah langkah Peluang Probabilitas %


104 1 1 dalam 16 6.25%
102 4 4 dalam 16 25.00
100 6 6 dalam 16 37.50
98 4 4 dalam 16 25.00
96 1 1 dalam 16 6.25

Hal 5
• Lebih jauh binomial tree dapat digunakan untuk membuat perkirakan keuntungan kerugian
• Misal : bank mengambil posisi beli (long) USD 1 juta, berapa kemungkinan keuntungan /
kerugiannya ?

Hasil Laba atau rugi Peluang Probabilitas %


(JPY)
104 4jt 1 dalam 16 6.25
102 2jt 4 dalam 16 25.00
100 0 6 dalam 16 37.50
98 -2jt 4 dalam 16 25.00
96 -4jt 1 dalam 16 6.25

• Ternyata ada kemungkinan kerugian besar 4 jt Yen, meskipun probabilitas terjadinya hanya
6,25%  apakah bank mau menanggung kerugian tersebut ?  tergantung selera risiko (risk
appetite) bank
• Sesuai dengan selera risiko (risk appetite), untuk mengelola eksposurnya bank menetapkan
sistem limit
• Besarnya limit maupun risk appetite yang ditetapkan bank tergantung pada :
• Ketersediaan modal
• Pengembalian atas modal yang dihasilkan oleh produk tersebut
• Pentingnya produk terhadap rencana bisnis bank
• Kualitas dan pengalaman para “trader”
• Binomial Tree merupakan alat statistik yang sangat sederhana dan tidak sesuai dengan
perubahan harga yang sesungguhnya di pasar
• Pada kenyataannya, harga pasar tidak naik / turun dengan jumlah dan kemungkinan yang
sama, tetapi berubah dengan banyak variasi perubahan
• Apabila perubahan harga tersebut digambarkan dalam suatu grafik distribusi  menghasilkan
kurva yang lebih halus / mulus yang disebut Distribusi Normal dan banyak digunakan dalam
manajemen risiko

Hal 6
10.3. DISTRIBUSI NORMAL

• Dalam distribusi normal, terdapat 2 konsep statistik yaitu :


1. Konsep rata – rata / tendensi sentral (central tendency) : menggambarkan kecenderungan
data disekitar pusat distribusi. Terdapat 3 ukuran :
o Mean / arithmetic Mean
o Median
o Mode / Modus
2. Konsep penyebaran / dispersi (dispersion) : menggambarkan seberapa jauh data menyebar
dari pusat distribusi :
o Range
o Deviasi Standar / simpangan baku (Standart Deviation)
Arithmatic Mean
• Merupakan ukuran nilai rata-rata dari suatu susunan data
• Dihitung dengan menjumlahkan nilai seluruh data dibagi dengan jumlah data
Contoh :
Ada 10 data dengan nilai sbb : 6, 7, 8, 1, 3, 4, 11, 12, 26, 5
mean = (6 + 7 + 8 + 1 + 3 + 4 + 11 + 12 + 26 + 5) / 10 = 8.3

Mode / Modus
• Merupakan nilai yang paling banyak muncul (frekuensi tertinggi)
• Dimungkinkan mode hanya satu, lebih dari satu atau tidak ada sama sekali
• Contoh :
Ada 10 data dengan nilai sbb : 6, 7, 8, 1, 3, 4, 7, 12, 3, 7
Mode  7 (3 kali muncul)
Median :
Merupakan nilai tengah (sentral) dari susunan angka yang telah diurutkan berdasarkan besarnya
angka
Contoh :
Ada 10 data dengan nilai sbb : 6, 7, 8, 1, 3, 4, 11, 12, 4, 5
Diurutkan dulu  1, 3, 4, 4, 5, 6, 7, 8, 11, 12
Median  atara 5 & 6 = (5+6)/2 = 5,5
Range :
Merupakan perbedaan antara nilai (angka) tertinggi dengan nilai terendah dari suatu kumpulan
data
Contoh :
Ada 10 data dengan nilai sbb : 6, 7, 8, 1, 3, 4, 11, 12, 26, 5
Angka tertinggi : 26 Angka terendah : 1
 Range : 26 – 1 = 25

Deviasi Standar / “Standart Deviation”


Merupakan ukuran penyebaran suatu susunan nilai dari nilai rata-ratanya (mean). Ini dapat
diukur dengan menghitung simpangan dari mean atas setiap angka dalam susunan angka
tersebut.
Sifat Distribusi Normal
• Kurvanya mirip lonceng simetris sempurna (bell – shape)
• Mean, Median dan Mode (3M) terletak pada titik yang sama di tengah-tengah distribusi
• Ada peluang 50% data berada dibawah ataupun di atas mean
• Ada ukuran standar berdasarkan deviasi standar yaitu :
o 68% peluang data berada -1 s/d + 1 standar deviasi dari mean
o 95% peluang data berada -2 s/d + 2 standar deviasi dari mean, dan
o 99% peluang data berada -3 s/d + 3 standar deviasi dari mean
Contoh : seorang trader valuta asing yang tidak memiliki pengetahuan terhadap harga pasar,
dengan distribusi normal maka :
 Ada peluang 50% harga valas akan naik atau turun  50% peluang trader akan untung /
rugi
 Rata-rata hasilnya (untung/rugi) sama dengan nol
 68% peluang hasilnya (untung/rugi) berada -1 s/d + 1 standar deviasi dari nol
• Distribusi data A lebih menyebar daripada distribusi data B
 Besarnya standar devisiasi A lebih besar daripada B
 Tingkat perubahan harga distribusi A lebih tinggi B
 Instrumen dengan distribusi A lebih berisiko dibandingkan instrumen B
• Apabila tingkat risiko yang ditetapkan (risk apptite) sebesar 2 kali standar deviasi (95%)  potensi
keuntungan / kerugian B lebih kecil daripada A

Hal 10
10.4. GARIS BESAR PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VAR)
• Tantangan para manager risiko : bagaimana mengukur risiko berbagai jenis instrumen pasar dengan cara
yang konsisten ?
• Hal tersebut terjawab dengan ditemukannya Model VaR
• Sebelum ditemukan VaR, risiko diukur berdasarkan besarnya instrumen yang dikelola menggunakan
ukuran yang berbeda sehingga sulit untuk dievaluasi
• Contoh :
o Mana yang lebih berisiko, memegang 1000 lembar saham perusahaan A atau memegang 1000
lembar obligasi perusahan B ?  sulit dijawab
o Bandingkan setelah diukur dengan VaR  VaR 1000 lembar saham A = 500 jt, VaR 1000 lembar
obligasi B = 100 jt  sangat jelas bahwa tingkat risiko pegang 1000 lembar saham A 5 kali lipat
pegang 1000 lembar obligasi B (mudah dibandingkan dan dijumlahkan)
• Apa itu VaR ? Suatu ukuran risiko yang menyatakan kerugian maksimum yang dapat dialami dari suatu
portofolio pasar, dalam satu periode waktu tertentu (time horizon) dan dengan tingkat kepercayaan
statistic (confidence level) tertentu
Langkah – langkah perhitungan VaR :
Perhitungan VaR untuk posisi perdagangan yang besar dapat melibatkan suatu perhitungan yang
kompleks untuk menangkap interaksi berbagai faktor risiko.
Secara sederhana VaR dihitung dengan membuat distribusi kerugian melalui 2 langkah berikut :
Langkah 1 : Membuat distribusi perubahan harga pasar mendatang berdasarkan data historis
• Langkah ini didahului dengan melihat volatilitas historis (historical volatility) yaitu
ukuran atas sejauh mana perubahan harga pasar tersebar dari rata-ratanya
(mean)
Contoh : suatu instrumen memiliki volatilitas historis 20% / tahun dengan harga
sekarang 100  dalam 1tahun ke depan harga bisa bergerak +/-20% dari 100 atau
dari 80 s/d 120
• Volatilitas historis kemudian digunakan untuk mensimulasikan perubahan harga ke
depan
Langkah 2 : Menilai kembali posisi menggunakan distribusi harga pasar mendatang sehingga
didapatkan distribusi selisih penilaian (keuntungan / kerugian)
• Berdasarkan distribusi tersebut, dapat diamati besarnya kerugian dengan tingkat kepercayaan
statistik (confidence level) tertentu
• Confidence level yang ditetapkan komite basel adalah 99%  ini berarti mengukur tingkat
kerugian pada 3 kali standar deviasi dari rata-ratanya. (secara akuratnya 3 kali SD  99,7%)
• Langkah 1 dan langkah 2 diulang untuk seluruh posisi perdagangan, hasilnya dijumlahkan
untuk mendapatkan Total VaR bagi bank
• VaR dapat dijumlahkan apabila basisnya konsisten yaitu : time horizon sama, confidence
level yang digunakan juga sama
• Selain mendapaatkan Total VaR  masing-masing bidang bisnis dapat diukur nilai VaRnya
sehingga bisa diperbandingkan untuk mengukur kinerja
Faktor yang mempengaruhi nilai VaR (Variable VaR)
1. Lamanya data historis yang digunakan (data historis)
• Minimum yang ditetapkan : 1 tahun data historis
• Harus konsisten
2. Lamanya waktu mendatang untuk proyeksi harga (time horizon)
• Syarat komite basel : 10 hari ke depan
• Untuk pengelolaan perdagangan, bank banyak menggunakan VaR harian (DVaR)  dapat
diskalakan ke 10 hari dengan mengalikan akar 10 untuk memenuhi peraturan pelaporan
• Harus konsisten, karena makin lama horizon  hasil VaR makin tinggi untuk posisi yang
sama
BAB 2
INTERNAL MODEL APPROACH (IMA)
UNTUK
PENGUKURAN & PENGELOLAAN RISIKO
PASAR
Framework Bab 2

1. Model VaR
 SA vs IMA
• Keunggulan SA (3) : Preskriptif, Transparan, Sederhana (PTS)
• Kelemahan SA (2) : No offset, parameter fixed (potensi under / over estimate)
• Keunggulan IMA (VaR) (4) : bagian proses MR, reaktif terhadap harga pasar, bias di offset, akurat

 Model VaR
• Pengertian VaR : estimasi kerugian maksimal – time horizon – confidence level
• Elemen utama VaR (3) : Parameter statistik, asumsi statistik, akurasi penilaian
• Parameter statistic : parametric & non parametric
• VaR perlu di dukung stresstest dan backtest
2. Kriteria Penerapan IMA
a. Kriteria Umum
• Prinsip : playing field sama
• 4 kriteria umum : konsep baik, SDM terdidik, track record akurat, dilakukan stresstest
b. Kriteria Kualitatif
• Pemenuhannya tercemin pada multiplier dari 3 s/d 4
• 6 kriteria kualitatif :
 RCU : tanggungjawab ada 5
 Backtesting : Kesulitan (4)  diatasi dengan (3), sup review (3)
 Keterlibatan Dir & MSr : tanggungjawab Dir & MSr (5), sup review (3)
 Stresstesting : terjadinya peristiwa 1% yang tidak dihitung, tujuan (2), sup review, 3 analisis utama, jenis skenario (4)
 Review internal yang independen : minimal 1 tahun sekali
 Validasi eksternal : pengawas dan auditor eksternal

c. Kriteria Kuantitatif
 Faktor risiko : IFEC
 Parameter VaR : tertinngi dari rata-rata 60 hari atau VaR terakhir x multiplier
 Risiko spesifik pakai SA, kalau pakai IMA minimal 50% modal SA
2.1. Model VaR

2.1.1. Standardised Approach (SA) vs Internal Approach (IMA)


Keunggulan Standardised Approach : PTS
• Preskriptif  sedikit peluang bagi pengawas dan bank untuk melakukan penyesuaian
• Transparan  semua bank terkena ketentuan modal yang sama
• Sederhana  mudah penerapannya

Kelemahan SA :
• Risiko antar kelompok instrumen berbeda tidak bisa di - offset
• Parameternya sudah Fixed  potensi perhitungan modalnya under / over estimate
Internal Model Approach (IMA)
Banyak bank mengajukan model internal dengan VaR dengan alasan :
• Sebagai bagian dari proses manajemen risiko internal
• Reaktif terhadap aktifitas harga pasar terkini
• Bisa dilakukan offset terhadap risiko antar kelompok instrumen yang berbeda
• Mengukur risiko pasar secara lebih akurat

Karena dianggap sebagai praktek terbaik (best practice), maka usulan banyak bank tersebut
kemudian diterima dengan penetapan adanya berbagai persyaratan  adanya sinergi praktek
terbaik bank dengan unsur regulasi pengawas
2.1.2 Pengembangan Model VaR
Apa itu VaR ?
Elemen Utama yang menentukan efektifitas model VaR :
• Parameter Statistik  menggambarkan perkiraan pergerakan harga paar
• Asumsi Statistik  cara bagaimana harga – harga akan bergerak di masa yang akan dating
• Akurasi proses penilaian yang digunakan pada portofolio trading

• Hal 15
Parameter Statistik – Estimasi Volatilitas
• Volatilitas : ukuran statistik yang menyatakan berapa besar kemungkinan harga bergerak
selama periode waktu tertentu
• Semakin tinggi volatilitas, semakin besar pula kemungkinan rentang perubahan harga 
menentukan kemungkinan rentang nilai portofolio pada masa yang akan datang
Asumsi Statistik – asumsi distribusi harga mendatang
• Asumsi bahwa distribusi harga mengikuti statistika standar  model parametrik
o sifat model parametrik  sederhana, hubungan linier
• Untuk dapat menangkap hubungan perubahan harga non –linier  model non – parametrik
o Historical Simulation (mendasarkan pada data historis)
o Montecarlo Simulation  simulasi harga secara acak (10.000 percobaan)
Contoh transaksi / instrumen dengan hubungan Non – Linier :
- Kredit Fixed and Cap
- Transaksi Opsi
Akurasi Proses Penilaian
Untuk mendukung keakurasian perhitungan VaR maka masih diperlukan pengujian dalam
bentuk:
• Stress – Testing : Menguji tingkat kerugian dari peristiwa perubahan harga yang ekstrim 
dampak terhadap kecukupan modal  UJI MODAL
• Back – Testing : Menguji keakurasian model (membandingkan antara hasil perkiraan kerugian
dari model dengan kerugian rill  UJI MODEL
2.2. Kriteria Minimum untuk Persetujuan IMA :
• Supervisor nasional memiliki diskresi (kewenangan) untuk memberikan persetujuan atas
penggunaan IMA
• Standar minimum penggunaan IMA terdiri atas :
o Kriteria Umum
o Kriteria Kualitatif
o Kriteria Kuantitatif
• Supaya tidak banyak muncul perbedaan interpretasi  diperlukan standar minimum
penggunaan model IMA dengan tujuan :
o Memberikan fleksibilitas kepada pengawas tetapi tetap pada prinsip rezim permodalan
yang sama
o Memberikan tingkat lapangan permainan (level of playing fields) yang sama untuk
perbankan internasional, yang berarti supervisor tidak boleh menetapkan peraturan
permodalan yang lebih ringan dariapada di negara lain untuk perbankan internasional
Kriteria Umum IMA
• Memiliki sistem manajemen risiko yang secara konsep bagus dan diterapkan dengan
integritas
• Memiliki cukup tenaga terdidik dalam penggunaan model-model manajemen risiko pasar
yang kompleks. Harus ada tenaga terlatih untuk bidang-bidang penting berikut : trading, risk
control, audit, dan operasional
• Model-model yang digunakan harus memiliki track record yang terbukti dapat mengukur
risiko dengan tingkat akurasi yang dapat diterima
• Harus dilakukan stress testing secara berkala
Kriteria Kualitatif IMA :
• MRA menetapkan suatu angka pengali (multiplier) terhadap VaR untuk menetapkan
kebutuhan modal
• Besarnya multiplier tergantung atas pemenuhan standar yang ditetapkan
• Bank yang memenuhi semua standar persyaratan minimum akan mendapatkan multiplier
terkecil (angka 3)
• Standar kualitatif yang harus dipenuhi oleh bank yangakan menerapkan IMA adalah
1) Memiliki Risk Control Unit
2) Tanggugjawab Direksi dan Manajemen Senior
3) Backtesting
4) Stresstesting
5) Review internal secara independen
6) Validasi pihak eksternal
Kriteria Kualitatif – Tanggungjawab Risk Control Unit (Unit Pengendali Risiko) :
• Pengukuran, analisis dan pelaporan eksposur risiko pasar
• Memastikan bahwa data risiko adalah konsisten, tepat waktu dan akurat
• Memiliki personil dengan tingkat keahlian yang sesuai
• Memiliki jalur pelaporan ke manajemen senior yang independen dari trading unit
• Memastikan bahwa senior manajemen telah diberikan informasi risiko yang lengkap terkait
dengan persyaratan permodalan dan batas-batas perdagangannya (trading limit)
• Melakukan pemantauan terhadap limit yang telah ditetapkan
Kriteria Kualitatif – Back Testing (UJI MODEL)
• Tujuan untuk pengendalian mutu atas model VaR
• Membandingkan antara estimasi kerugian yang dinyatakan dalam VaR dengan kerugian riil
• Caranya dengan menghitung jumlah kerugian yang melebihi perkiraannya dikaitkan dengan
confidence levelnya
• Caranya dengan menghitung jumlah kerugian yang melebihi perkiraannya dikaitkan dengan
confidence levelnya
Misal VaR 99% selama 100 hari perdagangan berati diperkirakan ada 1 hari dari 100 hari
tersebut yang kerugiannya di atas nilai VaR, apabila ada lebih dari 1 hari yang
kerugiannya melebihi VaR maka berari tidak sesuai perkiraan
• Hasil Back Testing (jumah penyimpangan dari perkiraan) akan menentukan multiplier dalam
menghitung modal
Kesulitan Backtesting dan cara mengatasinya :
Kesulitan
• Perkiraan VaR berdasarkan pada posisi risiko yang statis, sementara selama periode waktu perkiraan,
posisi baru dapat menambah dan yang lainnya akan jatuh
• Pendapatan berupa fee dapat mempengaruhi pendapatan trading tanpa ada pengaruh apapun terhadap
risiko posisi
• Posisi-posisi bisa dibuka dan ditutup dalam hari yang sama dan menghasilkan laba atau rugi tanpa
ada pengaruh terhadap posisi risiko akhir hari
• Praktek-praktek operasional dan akuntansi dapat mempengaruhi hasil perdagangan yang dilaporkan

Cara mengatasi
• Menghitung hasil perdagangan hipotesis dengan menggunakan kombinasi dari posisi-posisi statis dan
perubahan harga pasar actual selama periode waktu
• Hal-hal yang berhubungan dengan non trading dikeluarkan dari perhitungan
• Menggunakan periode waktu satu hari untuk mengurangi pengaruh dari vatiable posisi-posisi risiko
Kerangka Peraturan MRA – Backtesting :
• Holding periode satu – hari
• Backtesting dilakukan triwulanan menggunakan data 12 bulan terakhir, sekitar 250 hari
perdagangan
• Tanggapan dari supervisor akan didasarkan pada jumlah penyimpangan yang terjadi selama
250 hari tersebut
Hasil backtesting dikelomppokan ke dalam zona 3 zona
1. Zona Hijau : akurat  multiplier 3
2. Zona Kuning : kurang akurat  multiplier > 3
3. Zona Merah : tidak akurat  multiplier 4 dan pengawas akan melakukan investigasi ke bank
Pengelompokan Zona, jumlah penyimpangan dam multiplier :

Zona Jumlah penyimpangan Peningkatan multiplier


Hijau 0 0.00
  1 0.00
  2 0.00
  3 0.00
  4 0.00
Kuning 5 0.40
  6 0.50
  7 0.65
  8 0.75
  9 0.85
Merah 10 atau lebih 1
Kriteria Kualitatif – Tanggungjawab Direksi dan Manajemen Senior :
• Memahami risiko pasar dimana bank ter-ekspos
• Review atas laporan-laporan risiko oleh tingakatan manajemen yang memiliki wewenang
untuk meminta pengurangan posisi risiko individual atau tingkat risiko pasar keseluruhan
bank
• Memastikan bahwa unit pengendalian risiko mempunyai cukup sumber daya untuk pembuatan
laporan-laporan risiko
• Memiliki dokumentasi menyeluruh yang mencakup kebijakan-kebijakan, pengendalian dan
prosedur yang digunakan dalam kerangka kerja manajemen risiko
Dalam rangka proses persetujuan, Badan Bengawas akan melakukan :
o Wawancara terhadap manajemen senior dan memantau efektifitas penggunaan laporan risiko
yang disediakan oleh unit pengendalian risiko
o Memastikan bahwa model internal risiko pasar terintegrasi secara kuat dengan pengelolaan
risiko sehari-hari
o Memastikan bahwa model risiko pasar digunakan dalam perencanaan dan pemantauan risiko
pasar pada bank
Kriteria Kualitatif – Stress Testing (UJI MODAL) :
Latar belakang stresstesting :
o Penggunaan VaR tidak ditujukan untuk mengukur pengaruh peristiwa yang probabilitasnya
kecil. VaR 99% mengukur pengaruh peristiwa yang kemungkinan terjadinya 99%, tidak
mengukur peristiwa yang kemungkinan 1% sisanya.
o VaR diukur menggunakan perubahan harga historis (volatilitas historis) sebagai acuan, apabila
secara historis volatilitas harganya rendah maka apabila dikemudian hari terdapat
perubahan harga yang ekstrim  pengukuran VaR bisa menyimpang jauh dan menjadi
berbahaya apabila tingkat kerugiannya melebihi modal
o Untuk itulah Badan Pengawas mewajibkan dilakukannya STRESS TESTING

Hal 21
Tujuan Stresstesting :
• Identifikasi terhadap peristiwa / kondisi menyebabkan kemungkinan kerugian atau
keuntungan yang tidak biasa
• Meng-kuantifikasikan kecukupan modal bank apabila peristiwa tersebut terjadi
Cara melakukan Stresstesting :
• Membuat skenario peristiwa yang menyebabkan perubahan harga pasar pada tingkat yang
tidak biasa
• Menyesuaikan harga atas posisi saat ini dengan harga pasar sesuai skenario
• Perubahan nilai posisi setelah harga diubah dengan harga sesuai skenario menggambarkan
potensi kerugian  bisa diketahui dampaknya terhadap kecukupan modal
Kualitas hasil Stresstesting tergantung :
• Masuk akal dan jelas / tidaknya skenario yang dibuat  dapat dilakukan dengan melihat
peristiwa –peristiwa masa lalu atau menggunakan berbagai metode statistik
• Stresstesting hendaknya juga untuk memperhitungkan pengaruhnya terhadap likuiditas
Lain lain Stresstesting :
• Skenario stresstesting hendaknya juga untuk memperhitungkan pengaruhnya terhadap
likuiditas bank
• Bank yang menggunakan Internal Models Approach (IMA) harus menggunakan stresstesting
sebagai bagian dari kerangka kerja manajemen risiko bank tersebut
• Manajemen senior harus menggunakan informasi yang dihasilkan untuk merusmuskan strategi
dan memastikan bahwa bank memiliki kemampuan untuk menyerap kerugian yang besar atau
untuk mengurangi posisi risikonya apabila diperlukan.
Pengawasan Stresstesting :
Badan pengawas memiliki 3 bidang pengawasan terkait stresstesting bank yaitu :
1. Melihat kerugian yang secara nyata telah dialami bank selama periode pengawasan dan
pengaruhnya terhadap permodalan yang disediakan
2. Skenario yang ditetapkan badan pengawas yang dapat berupa munculnya kembali peristiwa
yang pernah terjadi atau dalam bentuk perubahan parameter statistik yang digunakan dalam
perhitungan VaR (yaitu volatilitas dan korelasi)
3. Melihat skenario yang digunakan bank untuk tujuan manajemen  bagaimana manajemen
bank menggunakan informasi hasil skenario tersebut
Jenis Skenario Stresstesting :
• Skenario historis  dengan cara memunculkan kembali krisis terakhir dimana pergerakan
harga diambil dari harga – harga historis
• Skenario Hipotesis  dirancang untuk melihat ke masa depan untuk memperkirakan
peristiwa-peristiwa unik yang mungkin bisa terjadi karena perubahan keadaan
• Market Price Aberrations  kemungkinan pergerakan harga yang ekstrim dalam hubungan
antara harga-harga pasar (sensitifitas). Tidak ada dasar ekonomi tertentu untuk skenario-
skenario tersebut karena skenario tersebut dirancang unuk menggambarkan perubahan harga
pasar secara terpisah
• Specific Market Scenarios  skenario khusus dirancang untuk mengidentifikasi risiko –
risiko sehubungan dengan adanya konsentrasi risiko pada suatu bidang pasar
Kriteria Kualitatif – Review Internal :
Bank yang menggunakan IMA harus memiliki proses review internal yang dilakukan oleh staff yang
memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan dan harus dilakukan paling sedikit setahun sekali,
mencakup unit perdagangan dan unit pengendalian risiko
Cakupan review :
• Dokumentasi yang memadai
• Organisasi unit pengendalian risiko
• Terintegrasinya ukuran-ukuran risiko pasar ke dalam manajemen sehari-hari
• Proses persetujuan untuk model-model risiko pasar
• Validasi atas perubahan-perubahan pada proses manajemen risiko
• Risiko – risiko pasar yang diukur oleh model risiko pasar
• Akurasi data dan integritas sistem informasi manajemen
• Akurasi dan ketepatan waktu data pasar
• Akurasi dan kecocokan asumsi- asumsi statistik
• Akurasi atas penilaian – penilaian
• Analisis atas proses backtesting
Kriteria Kualitatif - Validasi Eksternal :
Proses manajemen risiko harus dapat dilakukan validasi oleh lembaga-lembaga eksternal.
Validasi tersebut bisa dilakukan oleh badan pengawas nasional atau auditor eksternal.
Cakupan validasi :
• Proses review internal yang harus dapat dijalankan
• Semua rumus yang digunakan dalam proses harus divalidasi oleh unit internal yang
berkualitas dan independen dari unit perdagangan
• Struktur dari proses harus memadai dikaitkan dengan aktifitas bank
• Hasil dari proses backtesting tersedia untuk analisis
• Alur data dan proses perhitungan transparan dan tersedia untuk dilakukan analisis apabila
diminta
Kriteria Kuantitatif
Bank yang menggunakan IMA harus tunduk pada persyaratan kuantitatif minimum, mencakup :
1) Faktor Risiko : mengakomidasi perubahan harga karena faktor IFEC
2) Parameter VaR :
o VaR harus dihitung setiap hati
o VaR dihitung dengan confidence level 99%
o Menggunakan holding period 10 hari
o Mendasarkan pada data historis minimum 250 hari perdagangan, data di update setiap 3 bulan
o Perhitungan opsi harus akurat
o Sedapat mungkin memperhitungkan korelasi antar faktor risiko
3) Perhitungan Modal
o VaR yang digunakan untuk perhitungan modal adalah yang tertinggi antara : rata-rata VaR selama 60 hari atau VaR
terakhir
o VaR yang tertinggi tersebut kemudian dikalikan faktor tambahan sesuai hasil back testing (3-4), kalau masuk zona
hijau dikalikan 3
o Apabila risiko spesifik tidak dicakup model, harus dihitung menggunakan SA
o Apabila risiko spesifik telah dicakup model, jumlahnya tidak boleh kurang dari 50% berdasarkan SA
BAB 3
MANAJEMEN MODAL DAN RISIKO TREASURY
MANAJEMEN PERMODALAN – Framework
1. Manajemen Modal
a. Struktur modal
 Mencakup risiko Pilar 1 + Pilar 2
 Elemen utama : modal ekuitas
 Regulatory capital : T1 + T2, t.d modal ekuitas, modal pinjaman & modal hibrid
b. Economic modal : tidak hanya risiko Pilar 1, tapi + Pilar 2, termasuk risiko konsentrasi
c. Pertimbangan bank
 Perbandingan dengan peer (pelihara rating)
 Tujuan strategis  warchest untuk akuisisi
Proses pembentukan modal
 Akuisisi besar
 Write off credit
 Rencana pertumbuhan
Economic capital
 Value at risk
 Pengukuran economic capital
 Persetujuan pengawas, pertimbangan-pertimbangan
2. Jenis Modal :
a. Eligible capital : modal ekuitas dan modal pinjaman
b. Modal berdasar Basel :
• T1  core capital : ekuitas dan laba ditahan
 inovatif T1 : memiliki ciri antara modal & pinjaman
• T2  tidak ada bunga yang dibayar (saham preference, cadangan umum PPAP (maks. 1,25% ATMR, cadangan
revaluasi, hybrid capital)
 pinjaman subordinasi  bayar bunga (min. 5 thn, perhitungan modsl : proporsional sisa jangka waktu)
• T3  khusus untuk trading book : min. 2 thn, subordinasi, lock in clause
Put option : haknya investor  jatuh tempo subdebt = jatuh temp opsi
Call option : haknya penerbit  opsi dianggap kecuali ada step up clause

Rasio antar Tier :


• Rasio utama : T2 <= 50% total regulatory capital
• Rasio lainnya : inovatif T1 <= 15% T 1 setelah pengurangan
T2 <= 50% core capital
3. Pengurang Modal
• Goodwill : pembayaran akuisisi >> dari nilai buku
• Penempatan pada anak perusahaan
• Saham antar bank
3.1 Manajemen modal
Tanggung jawab Treasury Bank :
• Pengelolaan risiko suku bunga dan likuiditas
• Pengelolaan struktur modal
Ketentuan Basel mengatur :
• Pengukuran modal harus mencakup risiko Pilar 1 (Kredit, Pasar, dan Operasional) serta proses
pengawasan sesuai Pilar 2
• Struktur permodalan  disebut eligible capital
• Dan hubungan antar jenis permodalan
Peraturan Basel – Regulatory Capital
• Elemen utama eligible capital adalah Equity Capital (modal saham), selain elemen lain yaitu Debt
Capital (modal pinjaman)
• Untuk tujuan peraturan, struktur modal dibagi 2 tingkatan (tier) yaitu :
1) Tier 1 – terdiri dari :
o Saham biasa yang diterbitkan dan disetor penuh (issued and fully paid ordinary shares / common
stock)
o Saham preferen yang tidak kumulatif perpetual (nin-cumulative perpetual preferred stock
o Cadangan - cadangan yang diungkap (disclosed reserves)
2) Tier 2 – terdiri dari :
o Cadangan yang tidak diungkap (undisclosed reserves)
o Cadangan revaluasi assets (assets revaluation reserves)
o Cadangan umum dan cadangan kerugian kredit (general provisions and general loan loss reserves)
o Instrumen modal hibrid (hybrid capital instruments)
o Hutang subordinasi subordinated debt)
Model economic capital
• Banyak bank yang memiliki model sendiri untuk memperhitungkan risiko mereka dalam
permodalannya
• Model tersebut memperhitungkan juga risiko yang tidak dicakup Pilar 1, termasuk risiko
konsentrasi (concentration risk)
• Secara eksplisit model tersebut dikenal dalam Pilar 2 Basel II, yang menyebutkan bahwa bank
harus mengungkapkan model tersebut kepada badan pengawas terkait dengan struktur,
penggunaan dan hasilnya
• Selanjutnya Badan Pengawas akan mereview model tersebut
Pertimbangan Bank dalam Penyediaan Modal :
• Peer Groups - Struktur dan jumlah modal bank dipengaruhi struktur dan jumlah modal bank-
bank dalam peer group nya  untuk memilihara credit rating bank oleh lembaga pemeringkat
utama (S&P, Moody’s)
• Strategy War Chest – jumlah modal berlebih guna mendanai akuisisi yang direncanakan.
Dengan strategy war chest, bank tetap dapat melakukan akuisisi meskipun situasi tidak
kondusif untuk menggalang modal baru
3.2. Modal Bank
Eligible Capital : modal pemegang saham (Equity Capital) + modal obligasi yang diterbitkan
bank yang dibentuk sedemikian rupa sehingga memenuhi kualifikasi sebagai modal hutang (debt
capital)
Equity Capital : mencakup saham biasa yang telah disetor penuh dan saham preferen non
kumulatif (fully paid ordinary shares / common stock and non cumulative perpetual preferred
shares / stock)
Debt Capital :
 Modal yang akan dibayarkan kembali – apabila bank harus dilikuidasi – setelah para
penyimpan dana dan pemegang surat hutang lainnya dibayarkan, tetapi sebelum pemegang
modal saham
 Sering disebuat hutang subordinasi (subordinasi terhadap kreditur lainnya)
Berdasarkan ketentuan Basel : struktur modal dibagi ke dalam 2 tiers yaitu Modal T1 dan
Modal T2 serta modal pelengkap tambahan yang penggunaannya sangat terbatas yaitu Modal T3
Modal T1
Terdiri dari :
1. Modal saham (equity) Core Capital
2. Laba yang ditahan / dicadangkan
+
3. Innovative T1
Innovative T1 :
 Instrumen pasar modal yang pembayaran kembalinya berada di antara modal pemegang saham
dan hutang, serta memiliki fitur keduanya
 Badan pengawas menerapkan aturan ketat terhadap fitur instrumen pasar seperti itu termasuk
mengenai bagaimana instrumen tersebut dapat diterbitlkan
Modal T2
Terdiri dari :
1. Modal Upper Tier 2  tidak membayar bunga
• Saham preferen, karena diberikan deviden sebesar persentase tertentu  menjadi seperti
pinjaman
• Cadangan umum penurunan kualitas kredit (maksimal 1,25% ATMR)
 Cadangan < expected loss  selisihnya harus dikurangkan dari T1 dan T2 masing-masing 50%

• Cadangan Revaluasi (asset)


• Modal Hutang Hybrid (hybrid debt capital)
2. Modal Lower T2  membayar bunga (kupon)
• Pinjaman subordinasi dengan jangka waktu penerbitan minimum 5 tahun
 Kalau sisa jatuh tempo kurang dari 5 tahun  pengakuan sebagai T2 dilakukan amortisasi secara proporsional
 Kalau sisa jatuh tempo kurang dari 5 tahun  pengakuan sebagai T2 dilakukan amortisasi secara proporsional
jatuh tempo tinggal 4 tahun  80% diakui sebagai T2
jatuh tempo tinggal 3 tahun  60% diakui sebagai T2
jatuh tempo tinggal 2 tahun  40% diakui sebagai T2
jatuh tempo tinggal 1 tahun  20% diakui sebagai T2

Peringkat Kreditor
• Kalau perusahaan (bank) dilikuidasi  aset-aset dijual untuk membayar kewajiban
• Pemegang modal pinjaman (obligasi subordinasi) akan dibayar sebelum pemegang saham
tetapi setelah para deposan dan kreditor lainnya. Pemegang obligasi subordinasi  kreditor
terakhir
• Pemegang saham  bukan kreditor, tetapi sisa penjualan aset setelah digunakan untuk
membayar semua kreditor menjadi haknya
Modal T3
• Merupakan modal hutang (debt capital) yang khusus untuk menopang risiko pasar pada
trading book
• Berupa pinjaman subordinasi dengan jangka waktu penerbitan - penerbitan minimum 2 tahun
• Pembayaran kembali harus ditunda apabila pembayaran tersebut menyebabkan rasio modalnya
turun dibawah rasio minimum yang ditetapkan badan pengawas (lock in clause)
Opsi pada instrumen modal :
• Put option  hak yang dimiliki oleh investor untuk menjual kembali instrumen kepada
penerbit sebelum tanggal jatuh tempo  tanggal opsi diperhitungkan sebagai tanggal
pembayaran kembali (jatuh tempo obligasi)
• Call option  hak yang dimiliki penerbit untuk membeli kembali instrumen yang telah
diterbitkan sebelum jatuh tempo  tanggal opsi diabaikan, kecuali penerbit menjanjikan
kenaikan kupon apabila opsi tidak dilaksanakan disebut step up clause
contoh :
 Obligasi diterbitkan oleh suatu bank pada tahun 2010 dengan jangka waktu 15 tahun
(jatuh tempo 2025) memberikan put option yang dapat dieksekusi pada tahun 2018 
jatuh tempo obligasi dianggap tahun 2018
 Namun kalau penerbit memiliki opsi yang dapat dieksekusi tahun 2018  jatuh tempo
obligasi tetap di tahun 2025
3.3. Pengurang Modal
Yang harus dikurangkan dari komponen modal untuk perhitungan kecukupan modal bank :
a) Goodwill
Goodwill terbentuk saat proses akuisisi dimana harga beli lebih besar daripada nilai buku saham
perusahaan yang diakuisisi. Oleh karena itu proses akuisisi biasanya disertai dengan penerbitan
saham baru supaya modalnya tidak berkurang
b) Penempatan pada anak perusahaan  apabila tidak dikonsolidasikan
c) Saham di bank lain
3.4. Perbandingan Modal antar Tier

Rasio utama :
• T1 tidak boleh kurang 50% total regulatory capital (T1 >= 50% (T1+T2) atau T2 <=T1

Rasio lainnya :
• Modal Inovatif T1 maksimum 15% T1 setelah pengurangan
• Modal Lower T2 (obligasi subordinasi) maksimum 50% modal inti (core capital)
• Pengawas bisa memberikan rasio yang lebih luas
3.5. Proses pembentukan modal
Pembentukan modal biasanya dilakukan bank dengan alasan :
• Akuisisi besar-besaran, karena timbul goodwill yang menjadi pengurang modal  perlu
penambahan modal baru
• Penghapusan kredit (write off)  menghancurkan modal yang ada sehingga perlu
penambahan modal
• Strategi pertumbuhan cepat melalui pengembangan bisnis baru / akuisisi

Modal bank  bertambanh dengan diperolehnya laba secara simultan. Laba setelah dikurangi
dengan pembentukan berbagai cadangan menjadi hak pemegang saham, tetapi tidak seluruhnya
dibagi kepada pemegang saham (deviden)  disebut laba ditahan (retention)  masuk kategori
modal T1.
Laba interim setelah dikurangi perkiraan pajak dan dividen dapat dimasukkan dalam T1
3.5. Economic Capital

Regulatory Capital  modal yang dihitung menggunakan formula-formula yang telah


disediakan oleh regulator (misal Basel II)
Economic Capital  modal yang dihitung menggunakan model yang dikembangkan sendiri
oleh bank, memperhitungkan seluruh risiko yang dihadapi bank sampai tingkat kerugian yang
ekstrim. Dengan menyediakan economic capital  bank terjamin tetap bisa bertahan sampai
pada kondisi – kondisi sulit yang ekstrim
Penggunaan economic capital dipengaruihi oleh perkembangan VaR
Model VaR menyatakan :
DVaR USD 5 juta pada confidence level 99%
Model tersebut menjawab :
• Ada kemungkinan 1% kerugian bank melebihi 5 juta USD dalam 1 hari perdagangan
atau dengan kata lain
• Dalam satu tahun perdagangan (250) hari terdapat kemungkinan 2,5 hari (dibulatkan menjadi
3 hari) bank mengalami kerugian di atas nilai VaR
Jadi makin tinggi VaR suatu bank makin tinggi tingkat risikonya
Contoh :
Bank G memiliki DVaR 10 juta USD pada derajat kepercayaan 99%. Bank H memiliki DVaR 5
juta USD dengan derajat kepercayaan yang sama. Maka bank G menjalankan risiko dua kali lipat
diabndingkan bank H
Namun model VaR tidak bisa menjawab :
Berapa nilai kerugian dengan derajat kepercayaan di atas 99% (1% yang tersisa) atau
selama 3 hari tersebut ?

Tidak bisa dijawab karena :


• Peristiwa yang jarang terjadi (1%)  datanya sedikit
• Sulit memprediksi peristiwa yang jarang terjadi dengan data yang sedikit  perlu model lebih
kompleks

Contoh diatas dapat menggambarkan bahwa dengan 99% confidence level  risiko bank G 2
kali risiko bank H
Tetapi dengan confidence level diatas 99% bukan berarti demikian  bisa lebih tinggi, bisa lebih
rendah, bisa sama
Selain itu timbul pertanyaan lainnya tentang bagaimana VaR untuk risiko di luar perdagangan 
risiko kredit dan operasional ?
Metodologi Economic Capital :
Untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab pada pengukuran VaR tersebut  bank-bank
modern mengembangkan suatu metodologi yang :
• Memperhitungkan potensi kerugian ekstrim semua risiko yang dihadapi (kredit, pasar,
operasional, dan risiko lainnya)
• Metode tersebut digunakan untuk mengestimasi kebutuhan modal agar bertahan dalam
menghadapi kerugian pada situasi ekstrim (worst case)
Salah satu model tersebut adalah Economic Shortfall  banyak digunakan pada industri asuransi
Model Economic Capital secara sederhana memberikan pemahaman :
• Kerugian besar bank komersial akan terjadi pada saat kondisi krisis yang buruk
• Banyak bank komersial memiliki risiko konsentrasi yang tinggi  economic capital
menangkap risiko ini, dimana model grading dalam Basel II tidak mencakup risiko
konsentrasi secara memadai
Permasalahan pada Economic Capital – model dan data
• Untuk aktifitas perdagangan  data dapat di update setiap hari sehingga selama 1 tahun
perdagangan  data sangat memadai
• Namun untuk risiko kredit  transaksinya jarang dan jauh lebih lama sehingga update data
baru bisa dilakukan setiap tahun  butuh waktu 100 tahun untuk dapat memperhitungkan
99% CL
• Untuk risiko operasional  sulit dilakukan kuantifikasi secara finansial  update data
tahunan
Untuk itulah diperlukan model-model pengukuran yang lain
Economic Capital – Persetujuan Badan Pengawas :
Badan pengawas sangat berhati – hati memberikan persetujuan model economic capital untuk
memenuhi kebutuhan permodalan karena :
• Permasalahan terkait dengan kualitas, relevansi, dan kecukupan data
• Permasalahan yang terkait dengan penambahan persyaratan modal yang dihasilkan selama
periode waktu yang berbeda (harian dan tahunan)
• Model yang relatif baru akan mentulitkan proses verifikasi
• Kesulitan yang terkait dengan penggunaan model untuk mendukung keputusan dalam
mempertahankan modal
Penggunaan Economic Capital

Bank - bank yang canggih telah banyak menggunakan model economic capital untuk memenuhi
persyaratan permodalan, selain itu juga digunakan untuk :
• Pricing atas transaksi
• Menggambarkan risiko konsentrasi
• Pengambilan keputusan terkait modal dan risiko

Karena penggunaannya sudah meluas  Badan Pengawas tidak bisa mengabaikannya sehingga
pada Pilar 2 Basel II menyebutkan bank yang menggunakan model tersebut diharapkan dapat
membagi informasi dan mendiskusikan hasilnya dengan pengawas
BAB 4
INTERNAL RATING BASED APPROACH (IRBA)
UNTUK
PENGUKURAN & PENGELOLAAN RISIKO KREDIT
4.1. Mekanisme Pendekatan IRBA
Grading Model vs Portofolio Model
• Basel II  mengijinkan bank menggunakan model sendiri untuk perhitungan modal risiko
kredit, tetapi dibatasi pada model yang serupa dengan cara lembaga pemeringkat me-rating
obligasi  disebut grading model
• Keterbatasan grading model  digunakan untuk memperhitungkan risiko individual, tidak
untuk melihat risiko suatu portofolio (yang dipengaruhi diversifikasi)
• Model portofolio  total risiko tidak sama dengan penjumlahan masing-masing risiko secara
individual  ada efek portofolio
• Efek portofolio  terjadi ketika beberapa bisnis memburuk, di bisnis lain secara otomatis
membaik. Contoh : pada saat bisnis baja memburuk  bisnis aluminium / plastik membaik
• Grading Model  mengabaikan efek portofolio  perlu penyesuaian dalam perhitungan
modal
Pendekatan Foundation dan Advanced IRB
IRBA terdiri dari dua :
• Foundation IRBA  grading model hanya memperkirakan satu parameter risiko yaitu
Probability of Default (PD)
• Advanced IRBA  grading model memperkirakan semua parameter risiko (yaitu PD, LGD,
EAD)
Namun sebelum menggunakan salah satu pendekatan  harus memperoleh persetujuan
pengawas. Pengawas akan melakukan on-site audit untuk menguji persyaratan kualitatif dan
kuantitatif minimum
• Persyaratan kualitatif minimum  usage test
• Persyaratan kuantitatif minimum  backtest
Usage Test (Uji Penggunaan)
 Memastikana grading model digunakan untuk pengambilan keputusan kredit (persetujuan,
pricing, pengelolaan kredit)
 Yang secara mendasar membedakannya dengan Basel I, di Basel I perhitungan ATMR hanya
untuk memperhitungkan kebutuhan modal, tidak untuk penetapan pricing dan pengelolaan
kredit

Back Testing (Uji Model)


 Memastikan perkiraan PD, LGD ataupun EAD handal dan akurat
 Dilakukan dengan membandingkan estsimasi dengan aktualnya
Kelompok Aset dalam IRBA :
Seperti pada Basel I dan Basel II Standardised Approach, IRBA juga mengelompokkan aset bank
ke dalam 10 kelompok aset sbb :
1) Sovereign
2) Bank
Perusahaan
3) Perusahaan Besar  omset atau aset > 500 jt EUR
4) Perusahaan Menengah  omset atau aset > 50 jt EUR
5) Perusahaan Kecil  omset > 5 jt EUR atau aset > 1jt EUR
6) Specialist Lending
7) Equity Holding (penyertaan)
Ritel (perorangan)
8) Mortgage (KPR)
9) Revolving Credit  eksposur < 100 ribu EUR
10) Ritel SME  eksposur < 1 jt EUR
4.2. Parameter IRBA
Modal berdasarkan IRBA  factor – 2 risiko x rasio modal minimum
Rasio modal minimum tetap 8%  disebut Minimum Capital Ratio (MCR)
Badan Pengawas memiliki kewenangan untuk menetapkan rasio minimum di atas 8% untuk bank
– bank secara individual  Individual Capital Ratio (ICR)
Parameter (komponen) risiko IRBA adalah :
• Probability of default (PD)
• Loss given default (LGD)
• Exposure at default (EAD)
• Effective maturity (M)  jatuh tempo efektif pinjaman
• Size factor (S)  khusus untuk eksposur korporasi, besarnya Gross Income Perusahaan
Probability of default (PD)
• Kemungkinan peminjam gagal membayar kembali pokok pinjaman maupun bunga baik
keseluruhan atau sebagian
• Ukuran estimasi yang melihat kemasa depan (forward looking) dengan horizon waktu
selama satu tahun

Loss given default (LGD)


• Estimasi besarnya kerugian yang akan dialami bank sebagai akibat terjadinya default
• LGD bisa diperbaiki secara signifikan jika eksposur di – cover dengan agunan
• Dipengaruhi oleh kualitas recovery management bank  bias diperhitungkan kalau bank
menggunakan Advenced IRBA
Exposure at default
• Besarnya perkiraan eksposure saat counterparty mengalami default
• Dipengaruhi harga pasar untuk produk – produk trading
• Dipengaruhi pemakaian atas limit pinjaman (usage) untuk produk kredit
• Bank harus memonitor dan mengelola potensi EAD mereka secara berkelanjutan

Size Factor
• Tidak perlu di estimasi, bisa di dapat dengan melihat informasi dari counterparty (laporan
keaungan )
Effective maturity (M)
• Secara langsung berpengaruh pada kemampuan bank untuk mengukur akurasi probability of
default (PD) selama umur aset
• Semakin lama jangka waktu akan semakin sulit memprediksi credit standing suatu
perusahaan, (umumnya kondisi esok hari akan sangat mirip dengan sekarang, namun dalam
jangka panjang banyak perubahan yang bisa saja terjadi)
• Banyak aset bank yang memiliki likuiditas endogenous tinggi  dapat segera dijual, tetapi
banyak aset yang harus dipelihara sampai jangka panjang  untuk itu ditetapkan M untuk
menyesuaikan modal lebih tinggi
• M hanya berlaku untuk eksposur : Sovereign, Bank, dan Perusahaan
4.3. Foundation IRBA
• Bank hanya melakukan estimasi terhadap PD
• Perkiraan PD berdasarkan data historis minimum 5 tahun
• LGD dan EAD ditentukan oleh pangawas berdasarkan kelompok aset dan kolateral
• M (maturity) ditentukan 2,5 tahun atau sesuai diskresi pengawas
• Bobot kolateral tergantung pada jenis agunan dan pemdekatan penilaian agunan yang
digunakan
• Pengecualian untuk eksposur ritel : LGD dan EAD tetap harus diperkirakan oleh bank 
tidak ada perbedaan F-IRBA dan A-IRBA untuk eksposur ritel
Fungsi Bobot Risiko
• Basel I  bobot risiko untuk setiap kelompok aset sudah fixed
• Basel II standardised Approach (SA)  bobot risiko tergantung pada credit grade dari lembaga
pemeringkat dan kelas aset , tetapi kalau tidak ada rating  bobot risiko sepenuhnya
tergantung pada kelompok aset
• Basel II – IRBA memiliki fungsi bobot risiko (sumbu horizontal  PD, sumbu vertikal 
Bobot Risiko), dari nilai PD ke bobot risiko tergantung besarnya LGD
Grading dan Akurasi
• Basel II menetapkan bahwa grading model yang dikembangkan bank minimum terdiri atas
8 grade (7 untuk performing, 1 untuk default)
• Keakurasian grading model untuk memperkirakan PD hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan data historis
• Model dengan banyak peringkat  memiliki range peringkat yang lebih banyak sehingga
mestinya memiliki keakurasian lebih tinggi
• Tetapi ketika dibandingkan dengan default aktual  kemungkinan banyak terjadi
penyimpangan dari model
• PD naik secara geometris ketika peringkat menurun tajam  untuk itu perlu diwaspadai
dengan memonitor terjadinya migrasi rating setiap debitur
• Untuk dapat mengetahui migrasi rating  perlu Re-grading minimum 1 tahun sekali
Credit Grade PD Credit Grade PD
% %
AAA 0.01 BBB- 0.39
AA+ 0.02 BB+ 0.64
AA 0.03 BB 1.07
AA- 0.04 BB- 1.76
A+ 0.05 B+ 2.92
A 0.07 B 4.82
A- 0.09 B- 7.95
BBB+ 0.14 CCC+ 13.0
BBB 0.23
4.4. Advanced IRBA
• Bank harus mengestimasi semua faktor risiko (PD, LGD, dan EAD)
• M dan S tidak perlu estimasi
• Data historis yang dibutuhkan minimum 7 tahun
• M menetapkan 2,5 tahun kecuali untuk korporasi besar yang harus dihitung secara individual
• Meskipun kelihatan hampir sama dengan F-IRBA tetapi diperlukan model, kebutuhan data,
kalibrasi dan backtesting yang jauh lebih kompleks
• Selain itu dengan A-IRBA :
 Pengunaana jenis agunan lebih luas daripada F-IRBA
 Kualitas recovery management dapat diperhitungkan dalam estimasi LGD
Backtesting atas grading model
• Backtesting kemampuan grading model  tidak sederhana, sangat dipengaruhi oleh siklus
bisnis
• Para debitur memiliki banyak masalah dalam pembayaran kredit pada saat ekonomi menurun
(downturn)
• Ada 2 jenis grading model :
1) Through The Cycles  memperhitungkan siklus bisnis
2) Point In Time  hanya melihat kondisi ekonomi saat ini
• Yang lebih disarankan adalah model through the cycles karena :
 Bank banyak memiliki aset yang tidak likuid (jangka panjang) yang sulit dijual / sekuritisasi
 Meskipun horizon PD tetap 1 tahun, untuk aset jangka panjang dihitung rata-rata PD jangka
panjang
Kalibrasi Model – Expected Loss dan Un-expected Loss
Expected Loss :
• Merupakan perkiraan rata-rata kerugian atas suatu portofolio kredit tertentu berdasarkan
default historis (PD) dan kerugian historis (LGD)
• Dianggap sebagai biaya menjalankan bisnis
• Sudah dibentuk suatu provisi (cadangan)
• Diperhitungkan dalam pricing produk pinjaman
Un-expected Loss :
• Merupakan perkiraan kerugian yang disebabkan oleh siklus bisnis, dimana bank menghadapi
tahun-tahun buruk (bad year)
• Kemungkinan terjadinya kecil namun memiliki dampak kerugian yang signifikan
• Sulit diperkirakan dengan tingkat keakurasian yang tinggi
• Jika un-expected loss terjadi  bank harus segera membentuk cadangan yang signifikan 
menambah biaya  mengurangi pendapatan bank  mengurangi kecukupan modal, maka un-
expected loss perlu di antisipasi dengan modal yang cukup
• Dengan konsep bahwa UL sudah diperhitungkan modalnya, maka kalau UL benar-benar terjadi
bank tidak perlu melakukan penggalanagan modal baru
Dual LGD
• Ekonomi yang memburuk selain berpengaruh terhadap kemampuaan debitur membayar
kewajiban (PD), juga berpengaruh pada nilai agunan
• Pada kondisi bad year  bank kredit macet  banyak agunan (aset) yang ditawarkan  harga
turun
• Untuk itu bank diminta membuat dua kondisi LGD yaitu (sesuai Quantitative Impact Studies /
QIS 3) :
1. LGD pada situasi ekonomi saat ini
2. LGD pada situasi bad year

Usage Test
• Persyaratan kualitatif minimum IRBA (Foundation dan Advanced)  model IRBA juga
digunakan untuk pengambilan keputusan pengelolaan kredit
• Bank harus mentransfer semua kelompok aset yang relevan menggunakan pendekatan IRB,
dan boleh menggunakan Standardised Approach (SA) untuk sebagian kecil portofolionya
BAB 5
AGUNAN DAN SEKURITISASI
UNTUK
MITIGASI RISIKO KREDIT
Mitigasi Risiko Kredit
Ada beberapa teknik untuk melakukan mitigasi (mengurangi frekuensi dan dampak kergian) atas
risiko kredit :
1) Grading Model
2) Manajemen Portofolio
3) Sekuritisasi
4) Agunan
5) Cashflow Monitoring
6) Recovery Management
• Agunan = aset yang dijaminkan oleh debitur untuk mengamankan pinjaman atau kredit
lainnya dan bisa diambil alih jika terjadi default
• Basel I mengakui jenis agunan yang sangat terbatas : cash dan surat berharga pemerintah
• Basel II mengakui jenis agunan (sering disebut security) yang lebih luas dibandingkan dengan
Basel I
• Jenis agunan Basel II  aset finansial, aset fisik, dan tagihan (aset non - finansial)
• Nilai agunan berfluktuasi  agunan finasial perlu dilakukan haircut
 agunan non - finansial dilakukan adjustment
Haircut
• Haircut = proses pengurangan nilai agunan terhadap nilai pasarnya
• Tujuan haircut  untuk memasukkan potensi perubahan nilai agunan sepanjang waktu
• Faktor yang mempengaruhi besarnya haircut :
 Jenis agunan
 Ketentuan transaksi
 Likuiditas (kemudahan dijadikan cash)
 Seberapa sering agunan dinilai kembali
Permasalahan Umum Agunan
• Kepastian hukum
Dokumentasi harus memiliki kekuatan hukum dan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku
• Kualitas counterparty dan nilai agunan
Mestinya kualitas kredit debitur dan nilai agunan tidak saling terkait
• Double counting
Kalau agunan sudah diperhitungkan dalam credit rating (PD)  tidak bisa diperhitungkan
lagi untuk mitigasi kredit lainnya (LGD)
• On Balance Sheet Netting
Apabila pinjaman dijamin (seluruh/sebagian) oleh depositonya sendiri  eksposur pinjaman
hanya dihitung nilai nettonya, asal sudah ada perjanjian netting (= perjanjian back to back)
Jaminan / Guarantee
• Merupakan kontrak legal dimana satu pihak (pihak A) bertanggung jawab atas hutang atau
kewajiban tertentu dari pihak lainnya (pihak B) jika kewajiban tersebut tidak dibayar oleh
pihak B
• Basel II  agunan berupa guarantee (jaminan) diperlukan sama dengan Basel I, yaitu bobot
risiko dari guarantor (penjamin) menggantikan bobot risiko dari peminjam (yang dijamin)
• Jenis jaminan yang bisa diterima pada Basel I  hanya jaminan pemerintah. Jenis jaminan
pada Basel II diperluas menjadi :
 Semua sovereign dengan bobot risiko lebih rendah dari bobot risko

 Bank peminjam

 Non – Bank (minimum A / PD yang ekivalen)


Persyaratan operasional jaminan (guarantee) :
• Harus mencerminkan klaim langsung pada guarantor
• Harus menunjuk pada eksposur tertentu
• Pembayaran jaminan dapat dilakukan tanpa tindakan hukum tertentu
• Harus ada dokumentasi secara eksplisit
• Kalau jaminan hanya mengcover pokok pinjaman, maka jumlah eksposur lainnya (bunga)
harus diperlukan sebagai unsecured.
• Apabila jaminan dalam bentuk derivative kredit (contoh Credit Default Swap) perlu
persyaratan khusus
Maturity Mismatch Agunan :
• Maturity mismatch  jatuh tempo agunan yang lebih dulu daripada jatuh tempo fasilitas
kredit (pinjaman)
• Basel I  jatuh tempo agunan harus sama atau melebihi maturity underlying exposure
(pinjaman) yang bersangkutan
• Dalam Basel II maturity dari agunan boleh lebih pendek daripada maturity underlying
exposure, dengan syarat :
 Periode awal untuk agunan maupun jangka waktu pinjaman minimal satu tahun dan
 Agunan dan underlying exposure keduanya harus memiliki residual maturity sekurang –
kurangnya 3 bulan
• Maturity mismatch atas agunan hanya diperbolehkan dalam pendekatan komperehensive
Agunan berdasarkan Basel II
3 metode perhitungan modal atas risiko kredit Basel II :
• Standardised Approach (TSA)
• Foundation IRB Approach (IRB-F)
• Advanced IRB Approach (IRB –A)

3 teknik perhitungan agunan untuk mitigasi risiko kredit :


• Simple Approach (SA)
• Comprehensive Approach (CA)
• Advanced Comprehensive Approach (ACA)
Simple Approach (SA)  mirip Basel I untuk agunan
• Bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko counterparty (peminjam)  sampai batas minimal 20%, kecuali :
 Transaksi wholesale yang di dukung agunan
 Transaksi yang dijamin kas dan surat berharga pemerintah
• Haircut tidak berlaku
• Agunan harus diperjanjikan selama jangka waktu kredit (eksposur) dan harus di-revaluasi setiap 6 bulan
• Agunan finansial yang diperbolehkan  6 jenis yaitu :
1) Kas, sertifikat deposito serta simpanan pada bank pemberi kredit
2) Emas
3) Surat hutang berperingkat yang diterbitkan oleh bank asing dan lembaga lainnya dengan memperhatikan peringkat
minimum
4) Surat utang bank tidak berperingkat (misalnya obligasi) yang diterbitkan pada bursa yang diakui
5) Saham dan obligasi konversi yang termasuk dalam indeks utama pasar (misalnya indeks LQ 45 Jakarta, FTSE 100
atau DOW Jones Industrial Average)
6) Mutual fund shares dan Undertakings for Collective Investment of Transferable Securities (UCITS) dengan
ketersediaan daily quote dan batasan tertentu
Comprehensive Approach (CA)
• Dalam CA, nilai agunan (setelah dikurangi haircut) dapat mengoffset jumlah kredit (eksposur)  LGD bisa
mencapai 0%
• Haircut berlaku  mengikuti Standard Haircut
• Agunan finansial yang diperbolehkan  6 jenis pada SA + 2 jenis yaitu :
1) Saham dan obligasi konversi yang tidak masuk dalam indeks utama, namun terdaftar di bursa yang
diakui
2) Reksa dana dan UCITS yang memasukkan saham atau obligasi konversi tersebut diatas
• Agunan Non –Finansial yang diperbolehkan :
1) Real Estate
2) Piutang / receivables (utang komersial yang akan diterima pembayarannya dari suatu perusahaan)
3) Agunan lainnya sesuai diskresi pengawas
Dalam hal agunan non – finansial bank harus melakukan penyesuaian terhadap eksposur dan nilai agunan
Standard haircut diatas berlaku jika memenuhi kondisi dibawah ini :
• Holding period 10 hari kerja (karena diperlukan waktu sampai 10 hari untuk likuidasi posisi)
dan
• Mark to market secara harian (yang akan dinaikkan ke horizon waktu 10 hari untuk melikuisi
posisi tersebut)
• Jika kondisi diatas tidak terpenuhi, maka digunakan haircut lebih besar
Contoh : perhitungan haircut untuk agunan kas beda valuta
Bank U meminjamkan EUR 1 juta ke nasabah korporasi yang ingin menggunakan USD sebagai
agunan. Berapa agunan dalam USD yang harus disediakan ?
Kredit = EUR 1.000.000
Standard haircut = EUR 1.000.000 X 8% = EUR 80.000
 Diperlukan agunan dalam USD setara EUR 1.080.000
USD cash collateral = 1.080.000 x 1.28 = USD 1.382.400
Advanced Comprehensive Approach (ACA)
• Dalam ACA, nilai agunan (setelah dikurangi haircut) dapat meng-offset jumlah kredit
(eksposur)  LGD bisa mencapai 0%
• Haircut berlaku  bank melakukan estimasi sendiri atas besaran haircut
• Agunan finansial tidak dibatasi, yang penting bank bisa membuktikan nilainya
• Agunan finansial yang termasuk peringkat investasi (di atas BBB) dilakukan penilaian
menggunakan estimasi volatilitas nilai agunan dan volatilitas nilai tukar
• Sistem pengukuran risiko agunan harus di-review secara independen paling tidak setahun
sekali (oleh internal audit)
• Bank harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif
• Bank boleh menggunakan model VaR sebagai alternatif terhadap pendekatan-pendekatan
Comprehensive dalam menilai agunan  harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif
sesuai MRA’96
Kriteria Kuantitatif ACA :
• Menggunakan confidence level 99%
• Harus ada Minimum holding period agunan  tidak bisa ditarik setiap waktu
• Kondisi pasar yang tidak likuid atas agunan  tercemin dalam nilai haircut
• Menggunakan data historis harga agunan minimum 1 tahun untuk perkiraan haircut
• Haircut harus dihitung ulang tiap 3 bulan dan data harga harus selalu di-update
• Model yang digunakan untuk menilai agunan harus dapat menangkap semua faktor risiko material
(missal suku bunga, valas, ekuitas, dan harga komoditas / IFEC)

Kriteria Kualitatif ACA


• Minimum holding period untuk agunan harus termuat dalam keputusan / perjanjian kredit
• Kebijakan dan prosedur penilaian dan penerimaan agunan  terdokumentasi
• Metode pengukuran risiko dan limit eksposur disesuaikan dengan agunan yang diterima
Pendekatan Cara Kerja Haircut Maturity Jenis Agunan pendekatan
Agunan Mismatch Modal
SA Replace bobot TDK TDK 6 jenis SA, F-IRBA
CA Offset YA  standar YA 6+2 SA, F-IRBA
A-IRBA
ACA Offset YA  estimasi YA Tdk dibatasi SA, F-IRBA
sendiri A-IRBA
Ketentuan Basel II atas Originasi Sekuritisasi :
• Basel memiliki ketentuan khusus terhadap pengawasan aktifitas sekuritisasi yaitu terhadap :
 Bank yang melakukan originasi sekuritisasi (originator)
 Bank yang ber-investasi pada instrumen sekuritisasi
• Fokus utama pengawasan : apakah ada implicit support  risiko yang melekat pada pool aset tidak
sepenuhnya dialihkan kepada investor, tetapi masih ditanggug originator
Contoh bentuk-bentuk implicit support :
 Originator menahan junior tranche  menyerap risiko pertama kali
 Memberikan subsidi terhadap first loss dengan sericer fee yang harusnya diterima originator
• Pengurangan modal atas aktifitas sekuritisasi yang dilakukan originator  tergantung derajat pengalihan
risiko (significant risk transfer) kepada investor
Namun Basel II tidak ada ketentuan khusus mengenai kriteria significant risk transfer  dibuat fleksibel supaya
regulator cepat tanggap terhadap dinamika pasar sekuritisasi
5.2.2. Investasi pada Sekuritisasi
• Basel tidak membedakan ketentuan pengalihan risiko bagi originator yang menggunakan
Standardised Approach (SA) maupun yang menggunakan Internal Rating Based Approach
(IRBA)
• Bobot risiko suatu tranche obligasi yang sama  bisa berbeda tergantung tipe investor dan
atau bank yang memiliki sebagian sekuritisasi  karena pemahaman dan pengalaman
terhadap risiko berbeda
Metode perhitungan modal untuk investasi sekuritisasi :
1. Standardised Approach (SA)
o Bobot risiko berdasarkan rating eksternal, sesuai tabel SA
o Obligasi di bawah peringkat investasi (BBB - kebawah)  bobot risiko lebih tinggi
o Obligasi tanpa rating (unrated)  100% eksposur dicover modal (50% T1 dan 50% T2) 
berarti bobot risiko sebesar 1.250%
2. Internal Rating Based Approach (IRBA)  bank harus melakukan rating sendiri atas obligasi
sekuritisasi  prakteknya sulit untuk dilakukan sehingga bisa menggunakan 3 alternatif pendekatan :
o Rating Based Approach (RBA)  bila ada rating eksternal atau ada rating atas obligasi sejenis
o Supervisory Formula Approach (SFA) tidak ada rating eksternal
o Internal Assesment Approach (IAA)
Rating Based Approach (RBA)
• Digunakan untuk obligasi sekuritisasi yang memiliki peringkat eksternal atau peringkat bisa
didapatkan dari sekuritas lain yang sejenis
• Sama dengan pada metode Standardised Approach  bobot risiko berdasarkan peringkat
kredit publik, bedanya pada RBA kelompok peringkat dan bobot risikonya lebih banyak dan
lebih halus
• Pada RBA, pembobotan juga memperhatikan konsentrasi atas underlying asset (disebut
granularity) yaitu memberikan insentif untuk penyebaran dan penalty untuk aset yang
terkonsentrasi
• RBA tidak membedahkan ketentuan untuk investor apakah investor murni atau originator yang
menahan sebagian tranche sekuritisasinya (hal yang lazim di US untuk fleksibilitas pengelolaan
risiko kredit dan likuiditas)
Superfisory Formula Approach (SFA)
• Digunakan untuk obligasi sekuritisasi yang TIDAK memiliki peringkat eksternal atau
peringkat TIDAK bisa didapatkan dari sekuritas lain yang sejenis
• Sama dengan pada metode IRBA untuk aset kredit yang tidak berperingkat
• SFA  menghitung beban modal atas aset sekuritisasi yang besarnya ekuivalen dengan beban
modal kalau aset tersebut belum di-sekuritisasi  beban modal ini disebut KIRB
• Total KIRB dari seluruh tranche harus sama dengan beban modal seluruh aset sebelum
dilakukan sekuritisasi (masih di neraca bank)
• KIRB dapat dihitung berdasarkan portofolio  beda dengan IRBA yang dihitung secara
individu
Internal Assesment Approach (IAA)
• Penggunaan IAA sangat terbatas dan harus persetujuan khusus pengawas
• Umum dgunakan pada sekuritisasi commecial paper di AS seperti tagihan kartu kredit
• Bank menerapkan metode yang sama dengan yang dilakukan lembaga pemeringkat internal
dalam memeringkat tranche sekuritisasinya  hasilnya dipetakan ke dalam peringkat publik
yang tersedia
• Hasil pemetaan  ditetapkan bobot risiko sesuai tabel
5.2.2. Peratuan Bank Indonesia – Sekuritisasi Asset
• PBI No./4/PBI/2005 tahun 2005 tentang “Prinsip Kehati-hatian dalam Sekuritisasi Aset Bank
Umum” mengatur :
 Peran bank
 Kualitas underlying asset
 Dampak sekuritisasi pada BMPK bank
 Pengaruh sekuritisasi pada modal minimum bank
• Definisi Sekuritisasi : penerbitan surat berharga yang dijamin dengan aset (asset-backed
securities) oleh issuer berdasarkan adanya pengalihan aset keuangan dari originator
• Originator menerima pembayaran atas aset yang dialihkan dari hasil penjualan surat berharga
(asset-backed securities) kepada para investor
• Aset yang bisa disekuritisasi : aset keuangan dalam bentuk kredit (misal KPR atau kredit
lainnya), klaim yang timbul dari surat berharga (misalnya arus kas dari pemilikikan obligasi)
tagihan di masa datang dan aset lain sejenis
• Peran Bank yang diperbolehkan dalam sekuritisasi :
 Originator
 Credit enhancer
 Penyedia liquidity facility
 Servicer
 Bank kustodian
 Investor
Dari ke 6 unsur tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu dan dipastikan tidak membuat permodalan dibawah
ketentuan minimum
• Peran yang TIDAK dilakukan oleh bank  sebagai Penerbit (issuer)
 Penerbit dilakukan oleh badan hukum terpisah dari bank  perusahaan sekuritas yang disebut Special Purpose Vehicle
(SPV)
 SPV  memastikan bahwa risiko telah dialihkan dari bank an SPV menjadi backruptcy remote. Bank secara efektif harus
mengalihkan aset yang disekuritisasi ke penerbit yang merupakan SPV domestik
 Bankcrupty remote
o Kalau underlying aset mengalami default  bank originator tidak terpengaruh
o Kalau bank originator bangkrut  investor dan SPV tidak terpengaruh
• Bank yang menyediakan aset keuangan dan digunakan sebagai underlying asset sekuritisasi
kepada penerbit / issuer
• Syarat underlying asset :
 Memiliki aliran kas
 Dimiliki oleh dan dalam pengendalian originator
 Dapat dialikan tanpa syarat kepada penerbit
• Syarat penerbit / issuer :
 Issuer adalah domestik
 Issuer independen dari originator
 Semua arus kas dan benefit dari underlying asset dialihkan
 Risiko kredit dari underlying aset baik langsung maupun tidak langsung harus dialihkan
Kalau dipenuhi semua  bank originator dapat mengeluarkan underlying aset dari neraca-nya dan
mengeluarkannya dari perhitungan modal
Credit Enhancer :
• Bank yang bersedia menanggung sebagian atau seluruh sekuritisasi, dengan memberikan perlindungan
tambahan pada pihak lain (investor) yaitu dengan menyetujui untuk menanggung kerugian yang muncul
dari penurunan kualitas dalam pool aset yang disekuritisasi
• Diperlukan penerbit untuk meningkatkan kualitas pembayaran atas underlying aset
• Produk yang digunakan : cash pool, letter of credit ataupun guarantee yang dapat di eksekusi pada saat
kualitas underlying aset menurun
• Jika kredit enhancer merupakan originator, maksimum kredit enhancer sebesar 10% dari total undelying
aset dalam bentuk :
 Memiliki junior tranche  jika muncul masalah, junior tranche baru dibayar setelah senior tranche
 Overcollateralization  mengalihkan aset ke penerbit lebih banyak dibandingkan pool aset untuk
sekuritisasi, kelebihan aset untuk menutupi yang non-performing dalam sekuritisasi
• Pemberian kredit enhancer harus dimasukkan dalam perhitungan modal
Penyedia Fasilitas Likuiditas
• Bank menyediakan dana kepada penerbit sekuritisasi untuk memecahkan masalah jangka pendek dalam
arus kas guna pembayaran kewajibaan kepada investor, misalnya beda waaktu (mismatch) antara
pembayaran dari debitur underlying asset dan pembayaran kepada investor
• Fasiitas likuiditas harus memenuhi syarat sbb :
 Jangka waktu maksimum 90 hari
 Hanya bisa ditarik jika underlying asetnya berkualitas baik
 Besarnya penarikan dana maksimum oleh penerbit didasarkan pada kualitas pool underlying asset
 Jika bank penyedia likuiditas adalah bank orginator maka jumlah maksimum yang bisa diberikan adalah
10% dari nilai underlying aset
 Dana hanya bisa digunakan untuk memenuhi pembayaran kewajiban ke investor
 Tidak dapat ditarik apabila kredit enhancement telah digunakan seluruhnya
 Harus diperhitungkan sebagai alat berisiko dan perhitungan modal
Servicer
• Bank yang melakukan administrasi, memproses, mengawasi, atau membantu penerbit terkait dengan
aliran kas dari underlying aset
• Servicer harus menyatakan persetujuannya sejak awal sekuritisasi dan harus didukung oleh sistem
administrasi yang memadai

Bank Kustodian
• Bank kustodian adalah pihak yang memberikan jasa kustodian bagi underlying aset dari sekuritisasi atau
aset dan jasa lain terkait dengan sekuturisasi
• Bank dilarang menjadi kustodian bank tersebut menjadi originator atau servicer dari sekuritisasi
Investor
• Bank yang memberi penerbitan sekuritisasi
• Bank boleh berinvestasi pada sekuritisasi domestik atau dari luar negeri sepanjang masih dalam ketentuan legal
lending limit (BMPK) bank
• Jika bank juga menjadi originator sekuritisasi maka bank sebagai investor hanya boleh membeli maksimum
10% dari nilai underlying aset
• Sekurtisasi yang dibeli bank diperhitungkan dalm persyaratan modal minimum dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
 Untuk investasi pada senior tranche diperlukan sebagai AMTR (dikenakan bobot risiko)
 Untuk investasi pada junior tranche langsung dikurangkan dari modal  tergantung pada credit enhancement-
nya
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
• Bank baik menjadi investor credit enhancer atau penyedia liquidity facility memiliki eksposur risiko terhadap :
 Issuer (penerbit) obligasi (SPV)
 obligor dari underlying aseet (misal nasabah KPR)
• Oleh karena itu bank harus mempertimbangkan :
 Kualitas sekuritasnya
 Kualitas dari underlying asset
 Pengaruhnya pada legal lending limit (BMPK)
• Ketentuan BI  PBI No.7/3/PBI/2005 tentang BMK bagi bank umum :
 Menekankan pada prinsip pengelolaan risiko konsentrasi
 BMPK (Legl Leding Limit)  batas maksimum penyediaan dana (persentase terhadap modal T1 dan T2 dengan
ketentuan sbb :
 Maksimum 10% modal  jika penerima dana memiliki kontrol langsung / tidak terhadap bak  disebut pihak
terkait (misal pemiliki, investor, atau manajemen senior)
 Maksimum 20% modal untuk debitur tunggal  pihak tidak terkait
 Maksimum 25% modal untuk satu kelompok debitur tidak terkait
• Bank sebagai investor, credit enhancer atau penyedia liquidity facility maka  dianggap menyediakan
dana bagi obligor dari underlying asset
• Bank harus memasukkan dana ini dalam perhitungan BMPK. Jika pool aset terdiri dari sejumlah obligor
mka dana tersebut dialokasikan secara proporsional
• Jika bank juga bertindak sebagai originator, bank harus membatasi kombinasi eksposur atas semua
transaksi (investasi, credit enhancement, dan liquidity facility) maksimum 20% dari nilai underlying
aset selain mematuhi ketentuan BMPK
• Jika bank gagal melakukan hal tersebut, bank harus mencatat kembali underlying aset pada neraca
dan memasukkannya ke dalam neraca perhitungan kebutuhan modal

Kualitas Aset
• Aturan untuk menilai kualitas sekuritisasi dan underlying asset-nya adalah PBI No. 7/2/PBI/2005, “Kulitas
Aktiva bagi bank umum”
• Penilaian Kualitas atas credit enhancement dan liquidity facility juga ditentukan oleh kualitas underlying
asset dari sekuritisasi
Pelaporan
• Bank yang bertindak sebagai originator, credit enhancer, penyedia liquidity facility, servicer atu
kustodian harus menyerahkan laporan kepada BI
• Bank yang bertindak sebagai orignator harus menyampaikan laporan yang menguraikan rencana
sekurtisasi paling lambat tiga puluh hari sebelum pelaksanaan pengalihan aset kepada penerbit
• Bank juga harus melaporkan transaksi yang selesai dilaksanakan paling lambat 7 hari kerja setelah
pelaksanaan pengalihan
• Jika suatu bank bertindak sebagai credit enhancer, penyedia liquidiy facility, servicer, kustodian, namun
bukan sebagai originator dari transaksi maka bank harus melaporkan aktivitasnya paling lambat 7
hari kerja setelah mulainya aktifitas tersebut
• Bank yang berperan pada lebih dari satu fugsi di atas bisa menyampaikan laporanya secara gabungan
Sanksi
• Bank Indonesia bisa menerapkan sanksi pada bank jka tidak mematuhi kewajiban pelaporan
sesuai pada PBI No.7/4/PBI/2005
• Selain itu BI juga bisa menerapkan sanksi jika bank umum gagal dalam mematuhi ketentuan lainnya
dalam regulasi tersebut
• Setiap jenis pelaporan memiliki periode keterlambatan bank yang menyerahkan laporan pada periode
tersebut akan dikenakan denda 1 juta setiap hari terhitung sejak tanggal akhir penyampaian
laporan
• Bank yang gagal menyerahkan laporan dalam periode tersebut akan dikenakan denda tambahan
sebesar Rp. 50.000.000,-
• Bank yang tidak mematuhi ketentuan sekuritisasi aset akan diberi peringatan tertulis oleh Bank
Indonesia
• Jika pelanggaran tersebut berlanjut, BI dapat membekukan aktifitas usaha bank yang tidak
mematuhi ketentuan tersebut
BAB 6
ADVANCED MEASUREMENT APPROACH (AMA)
UNTUK
PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL
6.1. Advanced Measurement Approach (AMA)
Tiga pendekatan perhitungan modal risiko operasional Basel II :
1) Basic Indicator Approach (BIA) ditetapkan metode / formula
2) Standardised Approach (SA)
3) Advanced Measurement Approach (AMA)
• Metode paling kompleks
• Tidak ditetapkan model / metodologi tertentu, bank boleh mengembangkan modelnya sendiri
• Tetap harus mematuhi standar kualitatif dan kuantitatif
• Harus mendapatkan persetujuan pengawas
 AMA menjadi pilihan yang fleksibel tapi konsisten, bukan one size fits all
Kemampuan model AMA
Model AMA harus memiliki kemampuan :
o Memperkirakan Expected Loss (EL)
o Memperkirakan Un-expected Loss (UL)
o Mengidentifikasi potensi kerugian dari kejadian ekstrim dan katastropik (tail events)
o Modal harus disediakan untuk menutup EL dan UL, kecuali EL sudah diperhitungkan pada harga
produk
o Menggunakan data internal masa lalu, data eksternal bank lain dan data dari faktor bisnis dan
pengendalian internal
o Dilakukan validasi melalui analisis skenario
o Struktur fungsi risiko operasional, jalur dan proses pelaporan
Tiga Model AMA :
• AMA tidak menetapkan satu model – pun
• Prakteknya bank – bank banyak menggunakan 3 model berikut :
1) Internal Measurement Approach (IMeA)
2) Loss Distribution Approach (LDA)
3) Risk Driver and Control Approach
6.1.1 Internal Measurement Approach (IMeA)
• Metode yang paling mirip dengan pendekatan IRBA
• Bank harus memetakan aktivitasnya ke dalam 8 lini bisnis sesuai ketentuan Standardised Approach (SA) san 7 jenis
kegiatan (event type) sesuai standar Basel
• Bank memetakan data internalnya berupa Probability of Event (PE) dan Loss Given Event (LGE) ke dalam kombinasi
atas lini bisnis / jenis kejadian
• Setiap lini bisnis / jenis kejadian harus dialokasikan indikator eksposur (EI) tertentu, misalnya pendapatan kotor
(gross income) yang menggambarkan besarnya risiko operasional dalam setiap lini bisnis / jenis kejadian
• Expected Losses (EL) = PE x LGE x EI
• Unexpected Loss (UL)  IMeA mengasumsikan hubungan langsung antara expected loss dengan unexpected loss
yaitu UL = EL x Gamma
• Modal yang dibutuhkan untuk setia[ lini/kejadian  unexpected loss dikalikan Risk Profile Index (RPI)
MODAL = EL x Gamma x RPI
Modal keseluruhan Bank  menjumlahkan modal dari seluruh kombinasi lini bisnis / kejadian
 Gamma  koefisien bobot risiko
 RPI  Gambaran profil risiko lini bisnis / jenis kejadian
 Gamma dan RPI diperoleh dari Badan Pengawas (data industri) atau analisis statistik data
internal bank
6.1.2 Loss Distribution Approach
• Merupakan teknik yang paling popular dalam AMA
• Menggunakan Value at Risk (VaR) untuk pengukuran risiko dalam perhitungan modal
• Teknik yang paling sensitive terhadap risiko operasional
• Menggunakan model aktuaria yang banyak dipakai dalam industry asuransi
• Perhitungannya mendasarkan pada analisis statistik dari pengalaman kerugian (data
internal dan eksternal)
6.1.3 Risk Drivers and Controls Approach (RDCA)
• Tidak seperti metode IMeA dan LDA, RDCA bukan teknik tunggal  tetapi kumpulan beberapa metode
scorecard yang berlainan
• Scorecard merupakan suatu mekanisme untuk menggambarkan risiko dan kontrol dalam suatu proses atau bisnis
melalui penggunaan nilai-nilai pembobotan. Caranya dengan menyebarkan kuisioner kepada setiap bagian
perusahaan dan minta mereka untuk melakukan penilaian atas risiko dan pengendalian yang ada pada bagian
mereka
• Kebutuhan modal awal ditentukan menggunakan berbagai metode, selanjutnya hasil scorecard (perubahan
risiko dan pengendalian) digunakan untuk menyesuaikan beban modal berikutnya
• Kebutuhan modal awal bias ditentukan menggunakan anatara lain :
 LDA (OpVar)
 Standardised Approach (SA)
 Scenario Kerugian
 Perbandingan profil dan Modal dengan peergroup
 Perbandingan syarat modal sejenis risiko
Tahadap RDCA :
Modal awal setiap lini / jenis kejadian ditentukan dengan berbagai alternatif metode

Dilakukan penyesuaian berdasarkan perubahan lingkungan bisnis dan pengendaliannya (tidak perlu analisis
statistik kompleks) dari hasil scorecard. Scorecard dalam hal ini sebagai pendorong (driver) dan pengendali
(control) risiko

Total modal yang baru merupakan penjumlahan dari setiap lini / jenis peristiwa
Catatan :
• Dengan demikian RDCA merpakan teknik yang tidak menggantungkan data historis, tetapi lebih melihat
ke depan (perubahan lingkungan bisnis dan pengendalian internal)  forward looking technique
• Beban modal perlu dilakukan validasi secara teratur
6.2 Data kerugian internal
• Syarat AMA terkait data internal : bank harus dapat menghimpun, menyimpan, memelihara,
melaporkan informasi historis mengenai kerugian internalnya
• Database kerugian internal mencatat kerugian kotor dari kejadian-kejadian risiko operasional
yang pernah terjadi di bank
• Database kerugian juga harus memasukkan kejadian “near miss” yaitu suatu kejadian
kegagalan / penyimpangan operasional tetapi tidaak menimbulkan kerugian
• Model-model AMA menggunakan pengalaman bank yang lalu untuk memperkirakan potensi
kerugian dimasaa yang akan dating
• Dengan demikian keakurasian model AMA tergantung kualitas, relevansi, dan isi data yang
dimiliki
• Oleh karena itu Komite Basel menetapkan standar / kriteria untuk data internal
6.2.1. Kriteria data kerugian internal dan faktor-faktor terkait
• Mampu memetakan data ke dalam 7 (tujuh) kategori kerugian risiko Basel II
• Mampu memetakan data ke dalam aktifitas bisnis bank saat ini, ke dalam prosedur dan teknologi
manajemen risiko, dan selanjutnya ke dalam 8 (delapan) lini bisnis Basel II seperti ditentukan
dalam SA
• Mampu mengaitkan kejadian-kejadian yang berhubungan, mengidentifikasi kejadian yang timbul di
seluruh unit bisnis, dan mengalokasikan adanya bagian “central” (seperti IT) atas kejadian-kejadian
di seluruh perusahaan
• Memastikan bahwa pendekatannya masih konsisten dengan aktifitas bisnis melalui review yang
teratur
• Mendasarkan pada data kerugian operasional internal minimum lima tahun (meskipun hanya
dibutuhkan tiga tahun pada penerapan awal pendekatan tersebut)
• Bank boleh menetapkan threshold (batas minimum) kerugian yang dicatat pada data kerugian untuk
tujuan efisiensi, besarnya threshold tergantung skala banknya tetapi harusnya sesuai dengan
peergroup. Tidak dicatatnya kerugian dibawah threshold harusnya tidak berpengaruh besar terhadap
seluruh perkiraan kerugian
6.2.1. Kriteria data kerugian internal dan faktor-faktor terkait
• Database kerugian internal minimum harus mencakup :
 Tanggal kejadian risiko
 Penyebab kejadian risiko
 Gambaran tentang kejadian risiko
 Perolehan kembali (recovery) atas kerugian kotor
 Tanggal setiap ada recovery
 Unit bisnis dimana kejadian tersebut timbul

• Bank diminta agar database kerugian internal paling tidak mencakup 2 (dua) data tambahan yaitu kedalam
kategori dan sub kategori kejadian kerugian
• Bank juga diminta mencatat berbagai langka untuk mitigasi risiko operasional yang telah dilakukan
dan langkah untuk mencegah terulangnya kembali kejadian
6.2.2. Jenis kejadian-kejadian risiko operasional
• Kerangka kerja Basel II mendorong agar bank-bank harus dapat memetakan definisi internal risiko
operasionalnya ke dalam :
 Suatu standar “jenis-jenis kerugian-kerugian” (loss event types)
 Lini bisnis sesuai SA
• Kerangka kerja Basel II menetapkan 3 tingkatan (tier) pendekatan untuk mendefinisikan setiap jenis
kerugian-kerugian risiko yaitu :
 Tingkat 1 – kategori jenis kejadian (event types category)
 Tingkat 2 – kategori-kategori (categories)
 Tingkat 3 – contoh-contoh aktivitas
• Pemetaan atas golongan risiko operasionaal dan lini bisnis ke dalam klasifikasi jenis kerugian-keruagian
dan lini bisnis menurut Basel memiliki tiga tujuan :
 Memberikan standar definisi sehingga biaya modal kepada segenap bank yang berbeda-beda dihitung dengan
dasar yang mirip
 Meyakinkan bahwa advanced measurement approach (AMA) komprehensif dan menangkap semua aktifitas
dan eksposur yang material
 Membantu badan pengawas dalam melakukan validasi model internal milik bank dibawah AMA
6.2.2. Jenis kejadian kerugian risiko operasional
Klasifikasi / pemetaan jenis kejadian-kerugian (tingkat 1,2, dan 3 menurut Basel II) :
KATEGORI JENIS KEJADIAN (Tingkat 1) KATEGORI-KATEGORI (Tingkat 2)
1. Kecurangan internal • Aktivitas yang tidak diotorisasi
• Pencurian dan penipuan (internal)

2. Kecurangan eksternal • Pencurian dan penipuan (eksternal)


• Keamanan sistem

3. Praktek ketenagakerjaan dan keamanan • Hubungan karyawan


tempat kerja • Lingkungan kerja yang aman
• Keragaman dan diskriminasi

4. Pelanggan, produk dan praktek bisnis • Kesesuaian, pengungkapan dan penjaminan


(fiduciary)
• Praktek bisnis atau pasar yang tidak sehat
• Aktivitas penasehat
KATEGORI JENIS KEJADIAN (Tingkat 1) KATEGORI-KATEGORI (Tingkat 2)
5. Kerusakan aset fisik • Bencana dan kejadian alam
6. Gangguan bisnis dan kegagalan sistem • Sistem
7. Eksekusi, manajemen penyerahan dan manajemen • Penanganan transaksi, pelaksanaan dan
proses pemeliharaan
• Pemantauan dan pelaporan
• Penerimaan nasabah dan dokumentasi
• Trade counterparties
• Vendor dan pemasok
Dalam Basel II, setiap kategori (Tingkat 1) dan sub-kategori (Tingkat 2) didefinisikan lebih detail dan
diperinci lebih jauh pada aktifitas Tingkat 3
Contoh :

KATEGORI JENIS KEJADIAN (Tingkat 1) DEFINISI


Kecurangan internal Fraud internal : kerugian karena tindakan sejenis
kecurangan secara sengaja, penyalahgunaan
property atau pelanggaran peraturan, hukum atau
kebijakan perusahaan, tidak termasuk
pembedaan/diskriminasi yang melibatkan paling
tidak satu pihak intenal
KATEGORI JENIS KEJADIAN (Tingkat 2) DEFINISI
• Aktivitas yang tidak diotorisasi Termasuk di dalamnya tindakan disengaja oleh
• Pencurian dan kecurangan (internal) karyawan internal, biasanya keuntungan pribadi.
Apabila seorang karyawan salah membukukan
transaksi terjadi kesalahan, ini tidak termasuk
fraud internal. Apabila seorang karyawan gagal
membukukan transaksi untuk keuntungan
pribadi, maka hal ini termasuk kecurangan
KATEGORI – KATEGORI (T.2) CONTOH AKTIFITAS (Tingkat 3)
Aktifitas tidak diotorisasi • Transaksi tidak dilaporkan (Sengaja)
• Jenis transaksi tidak diotorisasi (disertai kerugian uang)
• Salah menandai posisi (Sengaja)
Pencurian dan kecurangan • Penipuan / kecurangan kredit / deposito kosong
• Pencurian / pemerasan / penggelapan / perampokan
• Penyalahgunaan aset
• Kejahatan perusakan aset
• Pemalsuan
• Pemalsuan check
• Penyelundupan
• Pengambialihan rekening / peniruan / dll
• Ketidakpatuhan pajak / pengelakan pajak (sengaja)
• Penyuapan / pembayaran kembali (kickbacks)
• Insider trading (tidak untuk kepentingan perusahaan)
6.2.3 Permasalahan data internal
Ada beberapa permasalahan / tantangan dalam penggunaan data internal yang dapat berpengaruh pada
akurasi model AMA

TANTANGAN / PERMASALAHAN PENJELASAN


Identifikasi risiko operasional • Sulitnya mengkuantifikasi, terutama kerugian tidak langsung
• Perlu kehati-hatian untuk menentukan jenis peristiwa yang
tergolong boundary events (melintasi berbagai jenis risiko)

Keakurasian data internal • Kejadian masa lampau tidak dapat menjadi jaminan timbulnya
peristiwa yang sama di masa yang akan datang
• Kalau lingkungan bisnis dan pengendalian berubah  dapat
merubah kemungkinan terjadinya peristiwa
• Perlunya tambahan data eksternal

Pengkinian / updating data • Kemungkinan kerugian bertambah atau berkurang misalnya


karena adanya recovery kerugian (klaim asuransi dll)
• Perlu dilakukan updating data secara teratur
TANTANGAN / PERMASALAHAN PENJELASAN
Kejadian “nearmiss” • Kejadian nearmiss  tidak ada kerugian atau dampak
• Tetapi tetap harus di data
• Perlu diperhitungkan kerugian potensial dari kejadian
nearmiss
Kekurangan data • Kekurangan data menyebabkan keakurasian model berkurang
karena menggunakan basis statistic
• Belum tentu bank memiliki batabase yang cukup  perlu
pertimbangan matang untuk menggunakan AMA
Inflasi data • Dampak kejadian yang sama beberapa tahun lalu bisa
berubah
• Perlu penyesuaian data
Kualitas data • Garbage in garbage out
• Perlu proses dan insentif untuk memastikan kualitas data
Kejadian ekstrim • Bank belum tentu memiliki data peristiwa ekstrim dan
katastropik
• Bank perlu dukungan data eksternal dan analisis skenario
6.2.4. Rekening kerugian lain-lain (sundry loos account)  sumber data historis
• Bank menetapkan chart off account untuk mencatat aktifitas bisnis
• Apabila ada keuntungan / kerugian di luar aktifitas bisnisnya  masuk ke dalam rekening lain – lain
(sundry account), yang biasanya merupakan peristiwa risiko operasional (kecurangan, pencurian,
kesalahan / ganti rugi kepada nasabah, kegagalan sistem, dan peristiwa nearmiss)
• Oleh karena itu sundry account menjadi salah satu sumber data untuk kerugian historis atas risiko
operasional
• Contoh : keuntungan yang diperoleh dari peristiwa nearmiss  harusnya dicatat sebagai hasil lain-
lain, bukan keuntungan bisnis
• Permasalahan : ketika memetakan kerugian ke dalam lini bisnis, sering tidak tercatat, sementara
kalau keuntungan tercatat
6.3 Data kerugian eksternal
• Sangat dimungkinkan bahwa bank tidak memiliki data historis kerugian untuk setiap potensi kejadian
risiko operasional di masa yang akan dating, khususnya untuk kejadiana-kejadian yang frekuensinya
rendah / dampak tinggi
• Hanya karena suatu bank tidak pernah menderita kerugian karena kebakaran atau banjir, tidak berarti
bahwa dimasa yang akan datang bank tidak memperhitungkan ketrugian karena hal tersebut
• Metode AMA  bank harus memprediksi expected dan unexpected losses
• Untuk unexpected losses  bank sedikit atau sama sekali tidak memiliki data atas kejadian yang ekstrim
sebagai dasar perkiraan
• Untuk itu bank memerlukan data eksternal untuk melengkapi data internal bank
6.3.1 Kriteria dan isi dari data kerugian eksternal
• Basel II  dalam AMA bank harus memiliki proses dan harus dapat menjelaskan ke badan pengawas
tentang penggunaan data eksternal
• Data eksternal kerugian harus mencakup :
 Jumlah kerugian actual
 Informasi atas skala operasional bisnis dimana peristiwa terjadi
 Penyebab keajadian
 Situasi yang melatarbelakangi peristiwa tersebut
 Informasi untuk membantu bank dengan proses penilaian tentang kerugian kejadian yang khusus
6.3.2 Sumber data eksternal
Ada dua sumber utama untuk data eksternal
1. Data publik eksternal
o Data dari laporan-laporan untuk publik / sumber lainnya
o Dihimpun oleh suatu perusahaan untuk dijual ke bank
o Bisa merupakan paket dalam software risiko operasional
o Perlu dilakukan proses cleansing sebelum digunakan karena jumlahnya sangat banyak
2. Pool data eksternal
o Disediakan oleh konsorsium bank / lembaga keuangan
o Contoh : global operational lost database (gold) yang disediakan oleh british banker association di inggris
o Berisi data publik dan non publik
o Data lebih cocok untuk peergroup
o Bank setuju untuk membagi konsorsium
o Ada tingkat kerahasiaan yang harus dijaga
6.3.3 Permasalahan data eksternal
Bidang pokok yang menjadi pusat perhatian pada penggunaan data eksternal dalam AMA adalah :
 Ketepatan (akurasi)
 Inflasi
 Kualitas
 Relevansi : karena diperoleh dari bank dengan banyak perbedaan pada profil risiko, tingkat pengendalian,
kegiatan / skala usaha dll  perlu penyesuaian
 Rangkaian data yang tidak lengkap karena :
o Bank sangat hati-hati menyampaikan informasi ke publik  terkait reputasi (untuk data publik)
o Bank tidak melaporkan sesuai dengan standar konsorsium (untuk pool data)  misal yang
dilaporkan di atas trashhold konsorsium untuk penghematan
6.4 Faktor-faktor bisnis dan pengendalian internal
• Kesepakatan Basel II  perhitungan AMA harus mencerminkan faktor-faktor bisnis dan pengendalian
internal
• Faktor bisnis : rincian atas pacar, karyawan, pelanggan/nasabah, dan ekonomi, termasuk pula segala hal
tentang lingkungan dimana bank beroperasi
Contoh faktor bisnis :
 Key risk indicator (KRI) menunjukan profil risiko & menentukan
 Laporan-laporan ekonomi kemungkinan kejadian
 Laporan-laporan industry dan
 Laporan penilaian risiko
• Model AMA  perhitungan modal dengan menggabungkan kemungkinan dan potensi kerugian
• Faktor bisnis dan pengendalian internal  indikator profil risiko dan membantu perkiraan kemungkinan
kejadian. Pengendalian meningkat  kemungkinan peristiwa terjadi berkurang
• Masuknya faktor bisnis dan pengendalian internal  AMA berorientasi ke depan
• Persoalan penggunaan data internal & eksternal  tidak ada jaminan peristiwa historis
terulang lagi. Mengupdate model AMA dengan memasukkan faktor bisnis dan pengendalian
internal bisa mengatasi masalah
6.4.1 Key Risk Indicator
Key risk indicator (KRI) merupakan :
• Faktor lingkungan bisnis penting dalam manajemen dan pengukuran risiko operasional
• Ukuran besarnya risiko di dalam proses atau prosedur yang fital
• KRI digunakan sebagai explanatory variable dalam hipotesis statistik
• KRI digunakan sebagai peringatan dini adanya potensi masalah  perlu ditetapkan threshold trigger level
tertentu, apabila melampaui batas tersebut perlu tindakan segera dari manajemen. Misal system down time < 2%
masih diterima, tetapi bank menetapkan down time 1% sebagai batasan untuk segera diambil tindakan
Contoh KRI :
 System downtime
 Turnover karyawan
 Pembayaran sebagai kompensasi kesalahan-kesalahan
 Volume bertransaksi
 Kegagalan proses daan laporan yang salah
 Keluhan nasabah
 Laporan-laporan audit tentang ukuran kinerja service level agreement (SLA)
6.5. Analisis Skenario
• Kerangka Kerja Basel II tentang AMA  penggunaan data internal dan eksternal didukung dengan
analisis skenario
• Karena permasalahan terkait penggunaan data historis (internal dan eksternal)  bank disyaratkan
untuk melakukan validasi atas model – model pengukurannya dengan menjalankan analisis skenario
• Pengujian skenario  analisis “what if’” digabung dengan data internal dan eksternal, faktor-faktor
kontrol dan pendapat ahli untuk memahami dampak potensial terhadap bank atas peristiwa ekstrim yang
frekuensinya rendah / dampak tinggi
• Setelah bank menjalankan suatu skenario, bank harus menggunakan hasilnya sebagai masukan pada
model-model modal risikonya
• Contoh analisis skenario : BCP yang tidak bisa dijalankan dapat memberikan alternatif pengambilan
tindakan lain atau harus dicukupi
6.6. Penggunaan asuransi untuk mengurangi risiko operasional
• Berdasarkan Quantitative Impact Studies (QIS) dalam metode AMA, asuransi dapat digunakan sebagai
faktor mitigasi risiko operasional (mengurangi modal)
• Besarnya pengurangan modal atas risiko operasional  sampai dengan 20% sesuai dengan ciri
asuransinya
• Kriteria penggunaan asuransi dalam Basel II :
 Jangka waktu polis minimal 1 tahun
 Dikeluarkan oleh perusahaan asuransi dengan peringkat kredit “A” atau lebih baik
 Memiliki waktu pemberitahuan 90 hari / lebih dari jatuh tempo
 Diterbitkan oleh pihak ketiga
 Jelas terdokumentasi
 Pengurangan modal sesuai tingkatan asuransi
BAB 7
MENGELOLA RISIKO OPERASIONAL
7.1 Manajemen Risiko Operasional
Teknik mengukur modal dan kriteria yang berbeda

Teknik Mengukur Modal Kriteria


Basic Indicator Approach (BIA) Bank harus tahu teknik dan metode untuk
mengelola risiko operasional
Standardised Approach (SA) dan Advance Bank harus mengelola dan juga mengukur
Measurement Approach (AMA) risiko-risiko operasional mereka
7.1.1. Pengelolaan vs Pengukuran Risiko Operasional

Mengelola Mengukur
• Proses dimana risiko operasional di • Proses kuantifikasi risiko operasional dalam
identifikasi, dinilai, diukur, dimonitor, dan suatu bisnis
dikendalikan / dimitigasi • Merupakan bagian dari manajemen risiko
• Sasaran  mengurangi profil risiko ke opersional
tingkat yang dapat diterima oleh manajemen • Pengukuran mencakup expected dan
senior, para stakeholder dan badan pengawas unexpected loss
Setelah Basel II Sebelum Basel II
Bank wajib menghitung modal setelah mengukur Mengelola risiko opersional untuk mengurangi
dan mengelola risiko operasional kerugian, memenuhi persyaratan hokum dan
patuh terhadap praktek terbaik tata kelola
perusahaan (corporate governance)
7.1.2 Kerangka kerja manajemen risiko operasional
• Berdasarkan Basel II  bank yang menggunakan AMA dan bank internasional (disarankan
untuk bank yang menggunakan SA) harus memiliki fungsi risiko operasional yang
bertanggung jawab mengelola dan me-mitigasi risiko
• Tantangan dalam upaya memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Basel II karena risiko
operasional :
 Merata keseluruh bisnis bank
 Melintasi banyak disiplin bisnis dan bidang teknis yang berbeda-beda
 Dibuat dari banyak kategori risiko yang beragam, masing-masing dengan karakteristiknya
sendiri
• Karena luasnya cakupan, sementara petunjuk Basel tidak memberikan secara secara spesifik,
maka banyak bank menggunakan kerangka kerja risiko operasional yang digunakan pada
industry lain (yaitu COSO)
Penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko Operasional berbeda sebagai berikut :
o Sebuah team sentral dengan keahlian sesuai yang dibutuhkan, bertanggungjawab untuk
keseluruhan lingkup perusahaan dalam semua aspek mengenai review, audit, penilaian,
mitigasi, dan monitor atas risiko operasional
o Team-team evaluasi risiko pada lini bisnis untuk semua aspek mengenai review, audit,
penilaian, mitigasi dan pemantauan risiko operasional dalam setiap lini bisnis
o Unit bisnis individual yang bertanggugjawab pada manajemen risiko operasional, namun
setiap unit di dukung oleh team koordinasi sentral, seperti misalnya audit internal, untuk
memastikan bahwa risiko telah dikelola sesuai dengan kebijakan dan standar yang berlaku
menyeluruh di bank
o Bisa juga menggunakan kerangka campuran antara ketiganya
o semua pilihan tersebut tergantung pada pendekatan manajemen secara umum, apakah
sentralisasi atau desentralisasi
Pendekatan dalam membangun profil risiko operasional
• Pendekatan Top Down : penilaian risiko umum pada tingkat perusahaan dan kemudian
diperhalus dengan penilaian pada proses-proses penting yang di identifikasi pada tahap
pertama
• Pendekatan Bottom – Up : melakukan penilaian semua proses dalam setiap unit bisnis dan
menggabungkan informasi yang dihasilkan (umumnya melalui komite manajemen risiko)
untuk menghasilkan profil risiko tingkat perusahaan
Apapun penerapan kerangka dan pendekatan dalam membangun profil risiko yang penting
harus:
• Konsisten dengan profil risiko, ukuran, tingkat kecanggihan, sifat dan kompleksitas bank
• Harus ada peran dan tanggung jawab jelas untuk masing-masing individu dan team
• Terintegrasi antara proses pengukuran dan manajemennya serta :
 Proses dan prosedur yang jelas untuk pengelolaan dan mitigasi risiko
 Suatu sistem untuk menghimpun data kerugian
 Penyatuan ukuran-ukuran risiko
7.1.3 Kegiatan manajemen risiko operasional
Lima (5) kegiatan dasar manajemen risiko operasional :
• Identifikasi (identification) kegiatan terus menerus karena bisnis dinamis
• Penilaian (assessment)
• Pengukuran (measurement)
• Mitigasi / pengendalian (mitigation)
• Pemantauan / pelaopran (monitoring)

IAM3
Selain 5 kegiatan dasar tersebut, bank juga harus melakukan evaluasi khusus atas peristiwa yang
berdampak tinggi, meliputi :
• Dimana proses yang mengalami kegagalan
• Mengapa terjadi kegagalan
• Gangguan-gangguan manajemen apa saja yang ditimbulkam
• Pengendalian seperti apa yang telah dilakukan dan mengapa sampai gagal
• Bagaimana peristiwa tersebut bisa dihindari
• Apa yang sudah dilakukan untuk mengurangi dampaknya
• Bagaimana peristiwa seperti itu dapat dicegah di kemudian hari

PERISTIWA HIGH IMPACT


Aktifitas Penjelasan

Identifikasi (identification) • Mengidentifikasi proses-proses, prosedur, dan pelayanan di bank,


risiko dan pengendalian saat ini
• Biasanya menggunakan kuisioner self - assesment

Penilaian (assessment) • Proses untuk menentukan profil risiko saat ini


• Menilai tingkat pengendalian saat ini, kelemahan serta kemungkinan
suatu peristiwa terjadi
• Memberikan penekanan pada bidang-bidang yang memerlukan
mitigasi dan peningkatan pengendalian

Pengukuran (measurement) • Mengkuanatifikasi risiko-risiko operasionalnya


• Hasilnya kemudian dimasukkan dalam model AMA, missal sebagai
KRI
• Melakukan mitigasi / pengendalian risiko
Pengendalian (mitigasi) • Termasuk di dalamnya perancangan sistem, pemisahan tugas dan
peningkatan keamanan

Pemantauan (monitoring) • Bank harus memantau dan melaporkan risiko operasionalnya secara
teratur
7.1.4 Tantangan dalam penerapan kerangka kerja risiko operasional
• Tantangan penerapan kerangka kerja risiko operasional :
 Melibatkan perubahan cara kerja
 Dipandang sebagai suatu proses yang memberikan ancaman kemapanan
• Oleh karena itu untuk memaksimalkan benefit, kerangka kerja manajemen risiko operasional harus :
 Jelas dan transparan
 Secara efektif mengkomunikasikan sasaran dan manfaatnya
 Mendapatkan persetujuan dan melibatkan karyawan lokal
 Menerapkan rasa memiliki dan tanggung jawab yang jelas atas bisnis / manajemen
 Mendorong keterbukaan untuk mengurangi tendensi alamiah karyawan untuk menutupi
kesalahannya
 Tidak dilihat sebagai suatu proses kedisiplinan
 Diterapkan dengan kewenangan yang tepat dan didukung oleh manajemen
7.1.5 Prinsip-prinsip Basel tentang manajemen risiko operasional
• Bagi bank yang menggunakan BIA dalam perhitungan modal risiko operasional, ditetapkan sata
persyaratan yaitu mematuhi petunjuk komite Basel pada “sound practices for the management and
supervision of operational risk” yang telah dipublikasikan pada februari 2003
• Dokumen tersebut dimaksud :
 Memberikan pengenalan bagi bank terhadap prinsip-prinsip serta praktek terbaik dalam industri
untuk pengelolaan risiko operasional secara efektif
 Memberikan petunjuk bagi badan pengawas lokal tentang bagaimana mengevaluasi kerangka
kerja risiko operasional bank
• Petunjuk tersebut memperkenalkan 10 prinsip pengelolaan dan pengawasan risiko operasional
yang dibagi ke dalam 4 area berikut :
1. Pengembangan lingkungan manajemen risiko yang tepat
2. Proses manajemen risiko : identifikasi, penilaian, pemantauan, dan mitigasi/pengendalian
(IAM2)
3. Peran badan pengawass
4. Peran keterbukaan
7.2. Mitigasi Risiko Operasional
7.2.1 Mengapa mitigasi risiko operasional ?
• Mengelola dan mitigasi risiko operasional
 Disarankan bagi yang menggunakan BIA
 Wajib bagi yang menggunakan SA dan AMA
• Mitigasi dan pengendalian = mengurangi frekuensi (kemungkinan) dan dampak kerugian risiko
operasional
• Ada peraturan lain (diluar Basel) yang meminta perusahaan untuk melakukan pengelolaan
risiko operasional, misal Sarbanes Oxley Act (SOX) yang mengatur tentang tata kelola
perusahaan dan pengendalian
• Benefit mitigasi risiko operasional :
 Peningkatan pengendalian dan pengurangan frekuensi kejadian menurunkan kerugian
atas risiko operasional
 Beberapa teknik mitigasi meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi biaya overhead
 Pengurangan probabilitas timbulnya suatu kejadian (dan dampaknya) akan mengarah pada
menurunnya kebutuhan modal atas risiko operasional bagi bank-bank yang
menggunakan AMA
• Pengabaian mitigasi & pengendalian  cepat menghadapi sejumlah besar kejadian dengan
frekuensi tinggi dan atau dampak tinggi
• Setiap upaya peningkatan mitigasi dan pengendalian  ada konsekuensi biaya (biaya
implementasi, penurunan efisiensi, waktu proses bertambah, kemampuan nasabah
menggunakan jasa bank)
• Upaya peningkatan mitigasi dan pengendalian harus memperhitungkan cost-benefit. Tidak tepat
meningkatkan pengendalian tetapi : biaya melebihi potensi kerugian, nasabah berpindah ke bank
lain, gagal mengatasi inefisiensi
• Peristiwa yang kemungkinan terjadi rendah dan dampak rendah  tidak tepat kalua
dikendalikan secara berlebihan  harusnya hanya dengan pengendalian yang sesuai untuk
mencegah menjadi dampak / frekuensi tinggi
• Jadi, pertama bank harus tahu terlebih dahulu profil risiko operasionalnya  apakah masih
dalam batas toleransi (appetite) ?  baru dilakukan pengelolaan
7.2.2 Teknik-teknik mitigasi dan pengendalian
• Teknik mitigasi  proaktif : mencegah sebelum peristiwa terjadi
 reaktif : mengurangi dampak peristiwa
• Teknik mitigasi yang baik  proaktif, namun sering teknik mitigasi yang proaktif (mencegah)
dilakukan setelah adanya timbul suatu peristiwa (reaktif)  hal ini bisa terjadi karena
manajemen risiko operasional adalah proses belajar (learning process)
• Oleh karena itu :
 Bank harus mereview setiap kejadian dan diambil tindakan koreksi untuk mencegah agar
tidak terulang lagi dikemudian hari
 Bank harus banyak belajar dari peristiwa bank-bank lain jangan sampai terjadi di bank kita
• Kapan teknik mitigasi diterapkan ?  yang terbaik pada saat tahap perancangan proses
(supaya efisien)
Teknik-teknik mitigasi risiko operasional mencakup :
1) Pengendalian manajemen yang efektif
2) Pendefinisian tanggungjawab dan kebijakan secara jelas
3) Komunikasi yang efektif
4) Pemisahan /segregasi tugas
5) Pengamanan yang efektif – secara fisik dan sistemik
6) Pemetaan proses secara end to end
7) Manajemen karyawan yang efektif  pelatihan, program mempertahankan karyawan, dan perencanaan
suksesi
8) Teknologi  program kegagalan satu digit, back up data, perencanaan kapasitas dan dukungan terhadap
user secara efektif
9) Penanganan kejadiaan secara efektif (termasuk near miss)  pelaporan, analisis dan pencegahan untuk
timbul kembali
10) Pemantauan dan pelaporan secara efektif, contoh : audit, jejaak audit, dan laporan-laporan management
11) Insentif karyawan bank harus mendorong karyawannya untuk melaporkan kejadian-kejadian dan tidak
menyembunyikannya di balik karpet
12) Pembatasan dampak yaitu perencanaan kelangsungan bisnis (business continuity plans), litigasi dan
asuransi
Pemetaan proses secara end to end ?
• Merupakan salah satu cara pengendalian risiko operasional
• Dilakukan dengan cara mereview suatu proses bisnis dari awal hingga akhir sebagai satu kesatuan proses (mata rantai) 
dikaitkan dengan sasaran bisnis
• Setiap ada mata rantai yang putus / gagal  berdampak pada pelayanan nasabah
• Tujuannya untuk meningkatkan operasional dan mengurangi kesalahan / efisiensi
• Contoh : proses penyetoran cek kliring
Cabang menerima cek  proses kliring  terima dana dari penerbit cek  kredit dana ke nasabah

disini merupakan titik lemah,


kalau terjadi kesalahan  dam
pak paling signifikan  perlu
peningkatan pengawasan /
pengendalian
Metode end to end process mapping :
• Operational research  penerapan model matematis / analitis terhadap proses bisnis untuk
menemukan efisiensi
• Contoh operational research : SIX SIGMA
 Merupakan metode berbasis statistic untuk meningkatkan kualitas proses dan efisiensi
bisnis
 Sudah digunakan sejak tahun 1920an, tetapi terkenal tahun 1980an setelah berhasil
digunakan oleh perusahaan Motorolla dari AS untuk pengendalian mutu dan efisiensi
 Secara teknis dilakukan dengan mengukur tingkat kecacatan dari setiap metode / proses 
dianalisis secara statistik sampai ditemukan metode / proses yang memiliki tingkat
kecacatan yang bias diterima
 Tidak hanya digunakan untuk mitigasi risiko operasional saja, tapi untuk tujuan kinerja
bisnis dan pengurangan overhead
7.3. Proses Pemantauan dan Pelaporan
7.3.1. Pemantauan risiko operasional
• Ketentuan Basel : manajemen senior bank bertanggung jawab memantau dan bertindak pada risiko
operasional dalam unit bisnisnya
• Kegiatan pemantauan risiko operasional mencakup :
 Audit internal atau eksternal secara teratur
 Survei terhadap nasabah dan pelaporan keluhan nasabah
 Review manajemen
 Pemantauan terhadap proses, contoh : limit, pemeriksaan kesalahan dan survei kepuasaan pelanggan
 Pelaporan secara teratur
 Pemantauan tingkat keamanan
 Pemantauan system – pembuatan jejak audit (audit trails) dari penggunaan hari demi hari serta
pengembangan / pengkinian
 Analisis kecenderungan (trend analysis), contoh: lama berhentinya sistem (system down time)
 Pelaporan atas insiden
Dengan proses pemantauan :
• Dapat di identifikasi proses pelayanan nasabah yang rusak dan akar penyebabnya
• Pemantauan secara terus menerus tidak hanya memenuhi peraturan tetapi bisa meningkatkan
sense of business manajemen senior
7.3.2 Proses Pelaporan
• Metode paling sederhana untuk pemantauan risiko operasional  proses pelaporan,
mencakup :
 Pelaporan secara berkala
 Laporan-laporan audit
 Pelaporan kejadian / peristiwa – termasuk peristiwa “near miss”
 Pelaporan regulator berdasarkan Pilar 1,2, dan 3
 scorecards
• Laporan yang baik kalau menyeluruh, tetapi laporan yang terlalu banyak dapat justru
menyembunyikan fakta, oleh karena itu pendekatan dalam pelaporan mencakup berikut ini :
 Pembuatan key risk indicator (KRI) dan faktor-faktor bisnis
 Laporan berbasis pemicu (trigger-based reporting)
 laporan penyimpangan (exception reporting) – hanya dilaporkan bila aturan dilanggar
atau limit dilampaui
 Laporan “traffic light” yaitu tingkat risiko rendah (hijau), medium (kuning) atau tinggi
(merah)
 Laporan kecenderungan (trend reporting) – karena risiko berubah, seperti apa minggu
lalu / bulan lalu ?
 Laporan-laporan konsolidasi / rangkuman
Pelaporan kejadian / peristiwa :
• Kesepakatan Basel II :
 Teknik-teknik AMA semuanya menggunakan data internal risiko operasional
 Kerangka kerja risiko operasional yang dipersyaratkan AMA harus mencakup proses untuk memantau
dan mengumpulkan data kerugian operasional internal secara komprehensif
• Sebelum Basel II :
 Hanya menyampaikan laporan kerugian dalam akun-akun laporan keuangan
 Hanya digunakan untuk memenuhi persyaratan
 Tujuan internal
 Hukum (terkait dengan pencurian / fraud)
 Pemenuhan standar GCG
• Bank yang menggunakan BIA / SA hanya disarankan mengumpulkan / memantau data operasional
• Bank yang menggunakan AMA  wajib mengumpulkan data kerugian risiko operasional minimal 3 tahun
pada tahap awal  perlu siapkan matang
7.4 Pemakaian Standar Industri Lain
• Latar belakang :
 Definisi risiko operasional dalam ketentuan Basel II bisa menimbulkan berbagai
perbedaan persepsi karena kurang terperinci
 Dimungkinkan penerapan-penerapan model-model, system dan kerangka kerja yang
sehat, bias digagalkan oleh badan pengawas local.
 Sangat mungkin bagi bank-bank yang beroperasi lintas zona, penggunaan model AMA
berlaku di beberapa negara-negara lainnya
 Hal tersebut disebabkan perbedaan interpretasi beberapa badan pengawas dengan badan
pengawas lainnya
• Karena latar belakang tersebut, banyak bank menggunakan standar industri lain, yaitu COSO –
ERM  dapat membantu mengurangi biaya dan fokus memenuhi ketentuan Basel
Permasalahan :
Definisi risiko perasional menurut COSO dan Basel berbeda  bank harus menggunakan
definisi kerugian / kejadian menurit Basel dalam perhitungan modal
• COSO – ERM :
 Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) telah
menyusun Enterprise Risk Management – Integreted Framework (ERM)
 Merupakan organisasi AS yang bertujuan untuk meningkatkan pelaporan keuangan dan
corporate governance bagi perusahaan public dan auditor independen-nya
 Organisasi tersebut terdiri atas badan-badan standarisasi akuntansi dan audit AS
 COSO / ERM merupakan kerangka kerja untuk kepatuhan terhadap peraturan dan juga
manajemen risiko  membantu bisnis atau lembaga lainnya dalam meningkatkan system
pengendalian internal dengan menetapkan komponen-komponen, prinsip-prinsip dan
konsep-konsep penting enterprise risk management
BAB 8
PROSES SUPERVISORY REVIEW
8.1. Permasalahan Khusus dalam Supervisory Review
• Pilar 2 Basel II  4 Prinsip Supervisory Review yang merupakan :
o Kerangka bagi supervisor untuk melakukan review atas risiko dan permodalan bank
o Pelengkap 25 Prinsip Basel tentang pengawasan Perbankan yang diterbitkan Sep’ 1997
• Ada beberapa masalah penting yang harus dimasukkan dalam review yaitu :
o Hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan metode advance
o Masalah lain yang belum dicakup Pilar 1
o Permasalahan tersebut mencakup :
 Risiko suku bunga banking book
 Risiko kredit, meliputi : strestesting pada IRBA, risiko residual, definisi default, dan risiko
konsentrasi
 Risiko operasional, meliputi : credibility test, periode pemantauan awal dan petunjuk
pengawasan dari 10 prinsip
 Sekuritisasi : transfer risiko dan dukungan implisit
8.1.1. Risiko Suku Bunga Banking Book
• Komite Basel : risiko suku bunga banking book perlu dukungan modal
• Disisi lain : risiko suku bunga sifatnya sangat bervariasi di berbagai negara  masuk Pilar 2
• Pengawas perbankan memiliki diskresi untuk menyaratkan bank menyediakan modal
• Komite Basel menerbitkan aturan berjudul “The Priciples of The Management and Supervision of Interest Rate
Risk” yang mencakup
o Risiko suku bunga banking book dan trading book
o 15 Prinsip (dibagi 8 area) pengelolaan dan pengawasan risiko suku bunga, meliputi :
 Pengawasan direksi dan manajemen senior
 Kecukupan prosedur dan kebijakan
 Fungsi pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko
 Pengendalian internal
 Informasi untuk otoritas pengawas
 Kecukupan modal
 Pengungkapan risiko suku bunga
 Perlakuan pengawas atas risiko suku bunga pada banking book
• Bank hendaknya diminta untuk melihat pengaruh perubahan tingkat suku bunga tertentu terhadap
kecukupan modal bank, apabila diketahui bank kekerungan modal atas risiko tersebut maka bank dapat
diminta untuk :
 Menurunkan risiko
 Menambah modal
 Kedua-duanya
• Di negara-negara G10, pengawas meminta kepada bank untuk mewaspadai pengaruh perubahan bunga
sebesar 2% terhadap T1 & T2 sebesar 20%  dikenal sebagai Interest Rate Book
8.1.2. Risiko Kredit
a. Pelaksanaan Syarat Stresstesting pada IRBA
o Bank yang menggunakan IRBA harus melakukan stresstesting secara berkala
o Bank harus memiliki modal yang cukup untuk memenuhi kondisi sesuai stresstesting
o Pengawas harus me-review bagaimana stresstest dijalankan dan tindaklanjutnya

b. Definisi Default
o Bank harus menggunakan definisi baku tentang default pada saat menghitung PD, LGD,
dan EAD
o Pengawas harus mengeluarkan petunjuk interpretasi default dan pengaruhnya terhadap
perubahan modal
c. Risiko Residual
o Risiko kredit bisa dimitigasi dan dikurangi modalnya dengan agunan, garansi atau derivative kredit
o Bank masih menghadapi risiko residual atas status hokum, dokumentasi
o Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk meminimalkan eksposure risiko individual
o Pengawas melakukan review dan mengambil tindakan apabila yang dilakukan bank kurang memadai
d. Risiko Konsentrasi
o Konsentrasi risiko  bank terfokus pada produk / jasa dan aktifitas bank tertentu  dapat
membahayakan kelangsungan bisnis
o Konsentrasi risiko kredit  hal umum karena aktifitas utama bank memberikan kredit (contoh
kasus : Peregrine)
o Konsentrasi kredit tidak dicakup Pilar 1 tetapi Pilar 2
o Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko konsentrasi
o Manajemen risiko konsentrasi kredit  bagian dari perhitungan modal
o Bank harus melakukan stresstesting, mengevaluasi dampak dan mengambil tindakan serta
mencukupi modalnya
o Risiko konsentrasi kredit mencakup eksposur kepada :
 Counterpart tunggal atau kepada beberapa counterpart yang saling terkait
 Beberapa counterpart dalam satu area geografis
 Sejumlah counterpart yang tergantung pada kegiatan / komoditas yang sama
 Metode mitigasi (misalnya agunan) yang sama
o Pengawas harus menilai bagaimana bank mengelola risiko konsentrasi dan mencukuopi
modalnya sesuai Pilar 2
o Pengawas mengambil tindakan apabila langkah-langkah bank terkait risiko konsentrasi kurang
efektif
8.1.3 Risiko Operasional
• Penggunaan Gross Income untuk menghitung modal  hanya proxy sehingga hasilnya bisa
over/under estimate dari yang seharusnya
• Oleh karena itu perlu validasi dengan membandingkan dengan modal bank-bank lain yang satu
peer  credibility test (Bab.9)
8.2. Supervisory Review pada aktifitas sekuritisasi
• Ada dua alasan bank melakukan sekuritisasi yaitu :
 Funding securitization  penggalangan dana untuk tujuan memenuhi kebutuhan likuiditas
 Pengalihan risiko  untuk menurunkan risiko dan meningkatkan ketersediaan modal (CAR)
• Syarat untuk pengurangan modal dalam sekuritisasi  adanya transfer risiko secara signifikan kepada
pihak ketiga
• Pengawas harus mereview bahwa transfer risiko telah dilakukan dan modal yang disediakan telahs esuai
dengan kondisi risiko yang dihadapi
• Pengawas dapat menurunkan / membatalkan keringanan modal (capital allowance) jika dipandang tidak
ada pengalihan risiko secara memadai
• Derajat pengalihan risiko dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh originator baik secara eksplisit
(dalam kontrak, missal : derivative kredit, garansi) atau secara implisit (missal dengan membeli aset yang
kualitasnya buruk)
Dukungan Implisit
• Bank yang diketahui memberikan dukungan secara implisit harus :
 Menyediakan modal atas aset yang disekuritisasi seperti kalau belum disekuritisasi
 Mengumumkan tindakan dukungan implisit beserta modal yang disediakan kepada publik
• Bank yang dijumpai memberikan dukungan implisit pada lebih dari satu kejadian harus mengumumkan
ke publik dan dapat diberikan 4 alternatif tindakan berikut :
 Bank tidak diberikan keringanan modal selama waktu tertentu
 Bank diminta menyediakan modal seperti memberikan komitmen (off B/S) dengan ditentukan
faktor konversi tertentu
 Bank menghitung modal atas seluruh aset yang disekuritisasi seolah-olah masih tetap di neraca
bank
 Bank memiliki modal diatas minimum regulatory capital tertentu
• proses supervisory review akan meneliti penilaian bank atas risiko residual, risiko call provision dan
risiko amortisasi awal yang melekat pada aspek-aspek sekuritisasi
8.3. Akuntabilitas Pengawasan dan Kerjasama Internasional
• Pengawasan bank  masing-masing negara punya diskresi, pelaksanaannya harus transparan &
akuntabel, artinya :
 Kriteria untuk review permodalan bank (termasuk kriteria untuk penetapan rasio modal di atas
minimum) tersedia untuk publik
 Penetapan rasio modal yang lebih tinggi pada suatu bank harus dijelaskan alasannya dan tindakan
untuk perbaikan
Bank internasional  Home Supervisor (Pengawas Kantor Pusat) dan Host Supervisor (pengawas di negara
lain tempat bank beroperasi). Oleh karena itu :
 Harus ada kerjasama erat antara home dan host supervisor untuk mengurangi kendala pengawasan
bank internasional
 Home Supervisor  memimpin koordinasi supaya tidak ada tumpeng tindih pengawasan yang tidak
terkoordinasi
8.4. Permasalahan Penerapan Basel II bagi pengawas
• Basel II :
o Menyediakan kerangka pengukuran modal atas risiko dan standar minimal yang harus dipenuhi
o Bertujuan untuk ketahanan pasar finansial global
o Bukan merupakan aturan hukum, penerapan di setiap negara diselaraskan dengan aturan hukum
setempat
o Penerapan Basel II di setiap negara merupakan tanggungjawab masing-masing badan pengawas
o Badan pengawas harus meneliti berbagai permasalahan dalam penerapan Basel II, meliputi :
 Prioritas pengawasan bank secara nasional
 Identifikasi populasi bank yang akan diregulasi dengan Basel II
 Tahapan yang diperlukan untuk penerapan ketiga Pilar
 Perubahan ketentuan yang diperlukan untuk mendukung implementasi
 Kecukupan sumber daya pengawasan
Prioritas Nasional
• Setiap negara maju perlu rezim pengawasan yang kuat dan disegani (robust), ini menjadi prioritas
sebelum penerapan Basel II itu sendiri
• Rezim pengawasan yang robust mencakup :
 Infrastruktur hokum dan perundangan
 Sumber daya manusia
 Standar akuntansi
 Permasalahan tata kelola (corporate governance)

Populasi Perbankan
• Tidak ada kewajiban semua bank harus diatur dengan Basel II
• Badan pengawas bias menetapakan bank yang sederhana dan produknya terbatas diatur dengan aturan
yang lebih
• Boleh saja pada tahap awal kerangka pengukuran modal menggunakan yang basic dulu, setelah itu
meningkat ke arah advance kalua sumber daya sudah tersedia
Tahapan penerapan di lapangan :
• Penerapan Basel II  perlu alokasi sumber daya bagi pengawas maupun perbankan
• Rencana penerapan harus transparan dan melibatkan komunitas perbankan
• Perbankan harus mengetahui hal-hal yang menjadi diskresi badan pengawas
• Pengawas harus memiliki keyakinan bahwa pengawas dan bank telah memiliki sumberdaya yang
memadai untuk penerapan dan pengelolaan Basel II

Perubahan hukum
• Penetrapan Basel II perlu dukungan dari aspek legal, misalnya dalam bentuk undang-undang
• Kalau perlu dukungan undnag-undang  perlu koordinasi dengan legislator
Sumber daya pengawasan
• Penerapan Basel II perlu dukungan sumberdaya (SDM) pengawas yang terlatih, oleh karena diperlukan
 Pelatihan
 Mutasi, dari tugas umum ke tugas khusus
 Peningkatan kondisi kerja mempertahankan karyawan
 Menggunakan jasa auditor dan konsultan
• Selain SDM, sumber daya teknologi dan metode pelaporan juga perlu dipersiapkan
8.5. Hubungan Pengawas dengan Auditor Internal dan Eksternal

Badan Pengawas menghadapi tantangan yang sama dan tugasnya saling melengkapi
Auditor Internal
Auditor Ekternal

perlu kerjasama untuk peningkatan efisiensi pengawasan dan


audit
• 8.5.1. Hubungan dengan Auditor Internal
Internal audit  bagian utama pengendalian perusahaan
Definisi : suatu aktivitas yang independen, obyektif, dan konsultatif yang dirancang untuk
meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasional suatu organisasi. Fungsi
audit internal membantu suatu organisasi mencapai tujuannya melalui pendekatan yang
sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektiitas proses manajemen
risiko, proses pengendalian dan tata keola
Petunjuk Baseil Agustus 2001 : internal audit in banks and the supervisor’s relationship with auditors

Prinsip – prinsip hubungan Pengawas dan Auditor Intenal :


1. Pengawas mengevaluasi hasil kerja auditor internal  bias menggunakan hasil kerja tersebut untuk
identifikasi risiko-risiko potensial. Laporan audit internal  bias menunjukkan kelemahan
pengendalian / area risiko potensial yang belum di audit oleh pengawas
2. Pengawas dan audit internal  dialog berkelanjutan untuk memantau kelemahan dan langkah
perbaikan yang diperlukan
3. Pengertian pimpinan SKAI  di informasikan ke pangawas, pengaeas sebaiknya melakukan interv
8.5.2. Hubungan dengan Auditor Ekternal

Petunjuk Basel Januari 2002 : The relationship beetwen banking supervisor’s and bank’s external auditors

Area-area pengawasan yang saling melengkapi antara pengawas dan audit eksternal  meskipun focus
perhatian berbeda
• Laporan keuangan
• Pengendalian internal dan catatan

Perlu kerjasama
Auditor Eksternal dan Pengawas - Laporan Keuangan
• Tanggungjawab utama auditor eksternal : memberikan laporan kepada direksi dan pemegang saham bank
mengenai laporan keuangan bank
• Laporan keuangan digunakan pengawas untuk memantau kondisi dan kinerja kegiatan usaha bank 
sebagai bagian dari proses penilaian risiko
• Dalam penggunaan laporan keuangan perlu disadari hal-hal berikut :
o Laporan keuangan bukan untuk kebutuhan pengawas
o Laporan keuangan dipengaruhi kebijakan akuntansi
o Laporan keuangan merupakan judgement manajemen yang diuji auditor
o Posisi keuangan dipengaruhi oleh subsequent event (kejadian setelah audit)
o Evaluasi pengendalian internal oleh auditor belum tentu memenuhi kebutuhan pengawas
o Pengendalian dan kebijakan akuntansi yang dipertimbangkan auditor eksternal mungkin bukan satu-
satunya yang digunakan untuk mempersiapkan informasi bagi pengawas
Auditor Eksternal dan Pengawas –Pengendalian Internal dan Catatan

Pengendalian Internal Catatan


Auditor Eksternal Penilaian terhadap pengendalian Catatan terfokus untuk
internal bank sebagai dasar untuk menilai apakah cukup
perencanaan audit untuk menyusun
laporan keuangan yang
bebas dari kesalahan
Pengawas Penilaian terhadap pengendalian Catatan dapat digunakan
internal bank sebagai dasar untuk menilai kesesuaian
penilaian manajemen yang dengan kebijakan dan
aman dan prudent standar akuntansi serat
menilai kinerja bisnis
Auditor Ekternal dan Pengawas – Kerjasama
• Peran dan tanggungjawab masing-masing berbeda
• Namun informasi dari satu pihak bisa bermanfaat bagi pihak lainnya
• Hal-hal yang menajdi perhatian auditor  perlu tindakan pengawas, misalnya :
 Informasi yang mengindikasikan kegagalan memenuhi salah satu syarat izin operasional
perbankan
 Konflik serius diantara para manajemen senior atau direksi atau pindahnya seorang manajer
fungsi utama bank tanpa diduga sebelumnya
 Informasi yang dapat mengindikasikan adanya pelanggaran secara material terhadap hokum dan
ketentuan yang berlaku, anggaran dasar bank atau kesepakatan industri
 Rencana auditor eksternal untuk mengundurkan diri atau penghentian tugas auditor
 Perubahan material risiko lini usaha bank ke arah yang tidak diinginkan dan risiko-risiko yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang
Auditor Eksternal dan Pengawas – Kerjasama
• Di beberapa yuridiksi, pengawas dapat meminta auditor eksternal untuk melaksanakan tugas atas nama
pengawas guna memastikan :
o Kondisi perizinan operasional bank telah dipenuhi
o Sistem untuk memelihara akuntansi dan catatan lainnya dan system pengendalian internal cukup
memadai
o Metode yang digunakan bank untuk menyiapkan laporan bagi pengawas cukup memadai dan
informasi yang dimuat dalam laporan tersebut sudah akurat, antara lain mengenai rasio-rasio
tertentu aset terhadap kewajiban dan persyaratan kehati-hatian lainnya
o Proses dan prosedur cukup memadai dan didasarkan pada kriteria yang telah diberikan oleh
pengawas
o Bank telah mematuhi seluruh ketentuan dan regulasi
o Bank melaksanakan kebijakan akuntansi yang tepat
BAB – 9
PENGAWASAN RISIKO OPERASIONAL
DAN
RISIKO LAINNYA
9.1 Pengawasan Risiko Operasional
Basel II tentang risiko operasional :
• Badan pengawasan harus memastikan bahwa sistem dan prosedur untuk menghitung modal risiko
operasional merupakan cerminan bagus atas profil risiko bank yang mendasarinya. Selain itu sistem
dan model-model yang digunakan harus akurat dan memberikan hasil yang tepat
• Menetapkan beberapa kriteria mendasar untuk dapat memenuhi penggunaan salah satu dari ke tiga
pendekatan modal risiko operasional
• Ada satu pengujian yang diterapkan bagi semua bank tanpa memandang metode yang digunakannya
 disebut “uji kredibilitas” (credibility test)
membandingakn hasil modal risiko operasional bank dengan kelompok bank-bank lain yang
setara (peer group) dengan metode yang sama. Bank yang menggunaan SA dan AMA gagal
dalam credibility test  diminta turun menggunakan metode yang lebih sederhana dan atau
terkena sanksi indisipliner
• Bank yang menggunakan SA dan MA  ada periode pemantauan awal sebelum hasilnya bias
digunakan untuk memenuhi ketentuan permodalan. Hal ini wajib bagi AMA, tetapi untuk SA
tergantung diskresi pengawas local
• Tujuan periode pemantauan awal
 Supaya konsisten dengan peer group
 Sesuai dengan profil risiko
9.1.1. Pengawasan Risiko Operasional Basell II
• Petunjuk Komite Basel tentang risiko opersional  Sound Practice for the Management and
Supervision pf Operational Risk  10 prinsip pengawasan dan pengelolaan risiko operasional
• Dari 10 prinsip  2 prinsip yang berhubungan dengan pengawasan adalah :
 Prinsip 8 : pengawas mensyaratkan semua bank memiliki kerangka kerja efektif untuk identifikasi,
penilaian, pemantauan, dan pengendalian risiko operasional
 Prinsip 9 : Badan Pengawas harus melakukan evaluasi secara teratur dan independen terhadap
kebijakan, prosedur dan praktek-praktek yang berhubungan dengan risiko operasional, baik langsung
maupun tidak langsung. Review Badan Pengawas mencakup :
 Kerangka kerja pengelolaan, mitigasi, dan pengendalian risiko operasional
 Prosedur pemantauan dan pelaporan
 Prosedur penanganan dan kejadian
 Business Continuity Plan (BCP) dan Disaster Recovery Plan (DRP)
 Kesesuaian pengkuran risiko operasional
 Kesesuaian modal risiko operasional dengan profil risiko kerangka kerja sesuai dan terintegrasi
dengan group usaha
9.1.2. Pengawasan Perbankan Elektronik
• Teknologi yang mendasari operasional bank terus berkembang
• Delivery channel dengan nasabah (phonebanking dan internet banking) memberikan tantangan
risiko operasional baru
• Frekuensi dan dampak risiko operasional makin meningkat
• Bank semakin tergantug pada teknologi karena melayani masabah selama 24 jam sehari 7 hari
seminggu (non-stop)
• Sehingga pada Juli 2003 Komite Basel mengeluarkan publikasi berjudul : Risk Management for
Electronic Banking  harapan komite dan petunjuk untuk menawarkan keamanan dan kesehatan
dengan tetap menjaga fleksibilitas. Terdiri dari 14 prinsip dibagi 3 area
Komite mengakui :
• Cepatnya perubahan dan inovasi teknologi
• Layanan internet jangkauannya global
• Ada permasalahan integrasi sistem lama ke sistem baru
• Meningkatnya ketergantungan pada pihak ketiga penyedia jasa teknologi
• Masalah E-banking bisa meningkatkan risiko strategik, operasional, reputasi, dan hukum
• Kegagalan bank lain dalam e-banking bisa berpengaruh terhadap reputasi bank tertentu

Contoh : bank Cahoot di UK yang sistem dan teknologinya gagal mengantisipasi lonjakan
permintaan akibat promosi gencar yang dilakukannya
9.1.3 Pengawasan Risiko Operasional di UK
• Pendekatan Financial Services Authority (FSA) di Inggris dalam menerapkan pengawasan
sesuai Pilar 2 Basel II dikenal dengan nama skema Advanced Risk Response Operating
Framework (ARROW)
• Dalam rangka membantu badan pengawas untuk mengidentifikasi risiko tertentu dalam suatu
bank, skema ARROW mengklasifikasikan risiko berdasarkan empat kelompok risiko bisnis
dan lima kelompok risiko pengendalian
• Selain skema ARROW, FSA juga mempublikasikan buku FSA Compliance Handbook 
berisi persyaratan pelaporan dan pemeliharaan catatan risiko operasional
Ketentuan di luar Basel II :
FSA di Inggris  bank diminta memberikan laporan ke pengawas apabila ada kejadian risiko operasional
yang “signifikan”

Risiko reputasi sebagai dasar


penerapan signifikan / tidak

Di AS definisi risiko operasional lebih luas daripada definisi Basel  dimungkinkan risiko lainnya
dimasukkan ke dalam definisi risiko operasional  dihitung modal
9.2.2. Pengawasan Terhadap Risiko Reputasi
• Merupakan salah satu dari kategori risiko lainnya
• Difinisi : risiko atas potensi rusaknya perusahaan yang diakibatkan oleh opini publik yang negativf
• Penyebab risiko Reputasi :
 Salah penjualan produk Pertanyaan publik :
 Kesalahan produk 1. bank beroperasi dengan benar ?
 Kerugian dari investasi yang buruk 2. manajemen mengetahui ?
 Kegagalan pengendalian 3. uang saya aman ?
 penipuan dan pencurian
 Tindakan-tindakan karyawan
 Outsourcing
 Tidak ada display ke nasabah
 Investasi melanggar etika
 Kegagalan di bank lain
 Kegagalan teknologi
 Kesalahan pemasaran
 Keputusan bisnis dan strategik yang buruk
 Kerugian besar akibat risiko kredit dan risiko pasar
• Risiko reputasi  fenomena modern karena tidak ada kejadian tertentu  tiba-tiba terkena dampak
reputasi
Risiko operasional  fenomena tradisional karena ada kerugian karena ada kejadian
Contoh : bank Barclays  melakukan penutupan banyak cabang seperti yang dilakukan bank lain,
tetapi Barclays yang terkena reputasi jelek karena publikasinya bersamaan dengan kenaikan gaji
manajemen (salah timing)
• Risiko reputasi meningkat frekuensi dan dampaknya karena globalisasi liputan media real time
• Risiko reputasi juga bisa disebabkan karena perilaku / ucapan individu
contoh : :
 Penggunaan selebriti untuk iklan yang dikemudian terkena kasus (narkoba dll)
 Ucapan yang blunder oleh manajemen dan diliput media (contoh kasus Ratner)
Risiko Reputasi Saat ini :
• Cenderung lebih besar daripada 10 tahun yang lalu
• Bank lebih protektif terhadap reputasi
• Bank lebih pro-aktif mengelola risiko
• Bank sangat menyadari nilai finansial atas reputasinya
• Bank cenderung memasukkan risiko reputasi ke dalam definisi risiko operasional  konsekuensinya :
mitigasi menggunakan strategi risiko operasional bank dan dimasukkan ke dalam perhitungan
modal
• 9.2.3 Persyaratan Hukum Lainnya
• Bank Internasional diatur oleh banyak rezim
• Rezim Basel II  mengatur pengelolaan risiko operasional dan satu-satunya peraturan yang
mewajibkan bank menyediakan modal atas risiko operasional
• Rezim peraturan yang lain kebanyakan juga mengatur mengenai risiko operasional
• Oleh karena itu penting bagi bank untuk memiliki definisi risiko operasional yang :
 Cukup luas untuk bias mencakup berbagai rezim peraturan
 Cukup sempit agar mudah dikelola
• Bank harus memiliki kerangka kerja risiko operasional tunggal bias memenuhi berbagai rezim
peraturan dan mencakup definisi risiko operasional dan risiko lain sesuai dengan definisi peraturan
yang berbeda tersebut
• Bank-bank besar di AS harus tunduk pada ketentuan Basel II dan undang-undang Sarbanes
Oxley Act (SOX) tentang akuntabilitas korporasi
Salah satu ketentuan SOX  auditor eksternal harus memastikan korporasi memiliki system
pengendalian yang baik atas laporan keuangannya
Untuk dapat memenuhi ketentuan tersebut  banyak bank menggunakan standar yang
digunakan oleh industry lain (non-bank) yaitu standar COSO – ERM (Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission Enterprise Risk Management – Integrated
Framework)
BAB 10
PERSYARATAN PENGUNGKAPAN BASEL II
10.1. Basel II dan Pengungkapan
• Pengungkapan (disclosure)  penyebaran (diseminasi) informasi kepada publuk yang
bersifat material agar publik dapat mengevaluasi bisnis perusahaan
• Pengungkapan merupakan hal yang diwajibkan oleh otoritas nasional
• Bank wajib memenuhi syarat pengungkapan yang sama dengan perusahaan lain di wilayah
hukum badan pengawas
• Komite Basel  mempublikasikan persyaratan pengungkapan dalam “Public Disclosure by
Bank”. Publikasi ini dilandasi oleh kajian atas laporan tahunan bank-bank dan penilaian
kualitatif dan kuantitatif
10.1.1 Persyaratan Pengungkapan Pilar 3
Prinsip-prinsip Pilar 3 :
• Tujuan Pilar 3  disiplin pasar untuk memenuhi ketentuan pengungkapan
• Sebagai pelengkap atas kewajiban penyediaan modal minimum (Pilar 1) dan Supervisory Review (Pilar 2)
• Fokus pada informasi risiko dan permodalan, bukan pada knierja keuangan
• Terdiri dari 3 kategori :
1. Struktur Modal

2. Eksposur Risiko SEK


3. Kecukupan Modal
Pengungkapan secara tepat :
• Pengawas / otoritas nasional memiliki diskresi / kewenangan untuk mengatur cakupan
pengungkapan yang harus dilakukan bank
• Diskresi tersebut didasarkan pada prinsip kesehatan dan keamanan sistem keuangan, bahwa
pengungkapan kepada publik atas berbagai laporan sangat penting
Pengungkapan Akuntansi
• Pengungkapan risiko sulit disatukan dengan pengungkapan atas laporan keuangan
• Dalam neraca keuangan ada saldo pinjaman, untuk pengungkapan risiko suku bunga  perlu penjabaran
lebih detail atas saldo pinjaman tersebut termasuk profil maturitasnya
• Apakah laporan pengungkapan risiko dengan laporan keuangan perlu rekonsiliasi baris per baris ?
 Menurut Basel : tidak perlu
 Beberapa yuridiksi (AS dan UK)  diperlukan
• Rekonsiliasi baris per baris membutuhkan biaya besar dan sulit dilaksanakan
• Namun jika tujuan pengungkapan Pilar 3 ingin dicapai, rekonsiliasi baris per baris antara laporan sisiko
dengan laporan keuangan akan diperlukan
Materialitas, Frekuensi, dan Kerahasiaan :
• Materialitas : Suatu informasi dianggap material jika pengabaian atau kesalahan pencatatan
informasi tersebut dapat mengubah atau mempengaruhi penilaian atau keputusan pengguna
informasi dalam pengambilan keputusan ekonomi  material tidaknya tergantung user  user
tes
• Frekuensi pengungkapan :
 Bank internasional dan kompleks : 3 bulanan
 Kebanyakan bank : 6 bulanan (semester)
 Bank kecil / profil risiko stabil : 1 tahunan
• Kerahasiaan : bank tidak perlu mengungkapan hal – hal yang bersifat proprietary / rahasia
(produk, sistem, model, dan data)
10.1.2. Persyaratan Umum Pengungkapan
Bank harus memiliki kebijakan pengungkapan yang disetujui direksi yang mencakup :
 Proses penilaian kesesuaian pengungkapan dan validasinya
 Setiap pengungkapan harus bersifat kualitatif dan kuantitati

10.2. Ruang Lingkup Pengungkapan


Pengukapan Pilar 3
1. STRUKTUR  Struktur Perusahaan dan Struktur Modal
2. EKSPOSUR Risiko  5 Area Risiko
3. KECUKUPAN Modal
10.2.1. Pengungkapan Struktur Perusahaan (Group dan Anak)
Pilar 3 untuk Group Usaha :
• Hanya untuk bank secara konsolidasi
• Bagi anak perusahaan yang signifikan dalam group usaha :
 Anak perusahaan melaporkan pengungkapan Pilar 3
 Induk (group) hanya melaporkan rasio modal T1 dan rasio modal total
• Mencakup pengungkapan kuantitatif dan kualitatif
Persyaratan pengungkapan kualitatif group usaha :
 Nama group usaha
 Penjelasan kelompok usaha untuk tujuan akuntansi
 Larangan pengalihan modal antar perusahaan

Persyaratan pengungkapan kuantitatif group usaha :


 Kelebihan modal anak perusahaan dalam bidang asuransi
 Nilai investasi pada anak perusahaan bidang asuransi
 Kekurangan modal anak perusahaan dari syarat permodalan minimum
10.2.2 Pengungkapan Struktur Modal
Persyaratan pengungkapan Kualitatif Struktur Modal :
 Ciri utama semua instrumen modal

Persyaratan pengungkapan Kuantitatif Struktur Modal :


 Jumlah modal Tier 1, berdasarkan kelompok instrumen yaitu saham, cadangan, dll
 Jumlag modal Tier 2 dan Tier 3
 Pengurangan terhadap modal
 Total regulatory capital
10.2.3. Pengungkapan Kecukupan Modal
Persyaratan pengungkapan kualitatif Struktur Modal
 Pendekatan yang digunakan untuk perhitungan modal

Persyaratan pengungkapan Kuantitatif Struktur Modal


 Jumlah persyaratan modal untuk risiko kredit, untuk setiap portofolio berdasarkan pendekatan
Standardised dan IRB
 Jumlah persyaratan modal untuk eksposur saham
 Jumlah persyaratan modal untuk risiko pasar
 Jumlah persyaratan modal untuk risiko operasional
 Rasio modal T1 dan rasio total modal
10.2.4 Pengungkapan Eksposur Risiko

5 area risiko syarat umum pengungkapan


1) Risiko kredit - strategi dan proses
2) Risiko pasar - struktur dan organisasi fungsi manajemen risiko
3) Risiko operasional - ruang lingkup pelaporan dan atau pengukuran risiko
4) Risiko suku Bunga banking book - kebijakan lindung nilai (hedging) dan atau mitigasi
5) Risiko ekuitas pada banking book risiko dan penilaian efektifitasnya
10.2.4.1. Pengungkapan Eksposur Risiko Kredit
a. Pengungkapan bagi bank yang menggunakan SA / IRBA
Pengungkapan kualitatif
 Definisi tertunggak
 Kebijakan dan dasar pembentukan cadangan penghapusan
 Kebijakan manajemen risiko kredit
 Rencana implementasi pendekatan IRB (jika relevan)

Pengungukapan kuantitatif
 Total eksposur kredit berdasar jenis produk utama
 Distribusi eksposur (berdasar geografi, industry dan maturity)
 Jumlah kredit bermasalah
 Jumlah eksposur berdasarkan SA dan IRBA
b. Pengungkapan bagi bank yang menggunakan SA :
Pengungkapan Kualitatif:
 Nama lembaga pemeringkat kredit eksternal yang digunakan
 Penjelasan konversi peringkat kredit publik ke peringkat kredit bank
 Penyelarasan peringkat publik dengan peringkat bank
Pengungkapan Kuantitatif
 Jumlah eksposur (setelah mitigasi) yang menggunakan SA

c. Pengungkapan bagi bank yang menggunakan IRBA :


Pengungkapan kualitatif
 Persetujuan pengawas
 Penjelasan mengenai struktur pemeringkatan internal
 Penjelasan mengenai proses pengelolaan dan pengakuan mitigasi risiko kredit
 Penjelasan mengenai estimasi atas peringkat kredit internal
 Penjelasan mengenai mekanisme pengendalian
 Penjelasan atas proses IRB
Pengungkapan Kuantitatif
Input :
 Total eksposur berdasar portofolio (kecuali retail)
 Risiko rata-rata tertimbang atas eksposur
 Rata-rata tertimbang LGD, EAD, dan komitmen yang belum ditarik
 Ketiga pengungkapan diatas berdasar eksposur secara “pool” ritel

Output :
 Kerugian actual untuk setiap portofolio dan perbandingannya dengan periode sebelumnya
 Estimasi kerugian PD, LGD dan EAD dan perbedaan dengan hasil actual
Contoh perhitungan rata-rata tertimbang :
 LGD 20% dan 40%  rata-rata sederhana = 30%
 LGD 20% untuk eksposur 500 dan 40% untuk eksposur 1000
 rata-rata tertimbang LGD = ((20% x 500) + (40% x 1000)) / 1.500 = 33,33%
d. Pengungkapan penggunaan mitigasi (agunan)
Kualitatif
 Kebijakan dan proses untuk netting eksposur, penilaian agunan dan manajemen agunan
 Penjelasan tentang jenis agunan pokok yang diminta oleh bank
 Informasi mengenai konsentrasi risiko pada agunan

Kuantitatif
 Total eksposur (setelah netting) yang di cover oleh agunan finansial dan agunan lain
 Eksposur yang di cover oleh jaminan (garansi) pihak ketiga dan credit derivatite harus diungkapan
secara tersendiri
e. Pengungkapan aktifitas sekuritisasi
Kualitatif
 Tujuan sekuritisasi
 Peran yang dijalankan bank dalam sekuritisasi
 Pendekatan perhitungan penyediaan modal yang digunakan untuk aktifitas sekuritisasi
 Kebijakan akuntansi menyangkut sekuritisasi
 Nama lembaga pemeringkat eksternal yang digunakan
Kuantitatif
 Total eksposur yang disekuritisasi berdasar jenis
 Jumlah aset sekuritisasi yang kualitasnya menurun
 Jumlah eksposur sekuritisasi yang tetap dimiliki atau dibeli secara total
 Rincian dari setiap amortisisasi dini
 Aktifitas sekuritisasi dalam tahun berjalan termasuk laba dan rugi dari penjualan eksposur yang
disekuritisasi
10.2.4.2. Pengungkapan Eksposur Risiko Pasar

a. Pengungkapan bagi bank yang menggunakan SA :


Selain pengungkapan umum eksposur risiko, bank yang menggunakan SA hanya tunduk pada 1
pengungkapan kuantitatif yaitu :
 Jumlah modal yang digunakan untuk menutup risiko suku bunga, valuta asing, ekuitas, dan komoditas
(IFEC)
b. Pengungkapan bagi bank yang menggunakan IMA :
Kualitatif
 Persyaratan umum
 Karakteristik model yang digunakan, metode stress test dan backtest / validasi yang digunakan
 Ruang lingkup persetujuan pengawas
Kuantitatif
 Nilai VaR tertinggi, rata-rata (mean) dan terendah selama periode pelaporan
 Perbandingan antara estimasi VaR dengan laba / rugi aktual yang dialami bank
10.2.4.3 Pengungkapan Eksposur Risiko Operasional

Kualitatif :
• Persyaratan umum
• Penjelasan mengenai AMA dan ruang lingkupnya, jika digunakan
• Penggunaan asuransi untuk mitigasi risiko operasional jika AMA digunakan

Kuantitatif : Tidak ada pengungkapan kuantitatuf


10.2.4.4. Pengungkapan Eksposur Risiko Suku Bunga pada Banking Book

Kualitatif :
 Persyaratan kualitatif umum
 Asumsi mengenai pembayaran dini (prepayments)
 Asumsi atas simpanan yang tidak memiliki jatuh tempo
 Frekuensi pengukuran

Kuantitatif :
 Kenaikan / penurunan dalam laba atau nilai ekonomi untuk perubahan suku bunga yang besar
(rate shocks), dilaporkan secara terpisah berdasarkan mata uang
10.2.4.5. Pengungkapan Eksposur Risiko Ekuitas pada Banking Book
Kualitatif :
 Persyaratan umum
 Penjelasan mengenai perbedaan laporan antara portofolio trading dan portofolio lain
 Penjelasan mengenai kebijakan penilaian dan akuntansi

Kuantitatif
 Nilai investasi berdasarkan mark-to-market, nilai wajar atau dasar penilaian lainnya
 Jenis investasi yang diperdagangkan secara umum dan yang dimiliki secara privat
 Laba / rugi kumulatif yang direalisasi, laba yang belum direalisasi dan setiap jumlah yang
termasuk dalam modal Tier 1 dan Tier 2
 Persyaratan modal berdasarkan portofolio ekuitas
BAB 11
REJIM PENGAWASAN BANK INDONESIA
CH.11. Pengawasan Bank Oleh Bank Indonesia
I. Kebijakan
Penilaian Tingkat kesehatan : CAMELS
Peringkat komposit individual ditetapkan dengan :
• diperoleh dari 6 peringkat komponen
• Peringkat keseluruhan berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif 6 komponen berbeda tergantung
kebijakan usaha bank
• Bobot masing-masing komponen berbeda tergantung kegiatan usaha bank
Kategori peringkat komposit :
Tercantum dalam PBI No.6/10/PBI/2004 :
PK1 : sangat baik, PK2 : baik, PK3 : cukup baik, PK4 : kurang baik, PK5 : tidak baik
Difinisi komponen peringkat :
C = 6, A = 6, M = 3, E = 5, L = 8, S = 2
II. Governance
Delapan prinsip Basel tentang Corporate Governance : 8
PBI :8/4/PBI/2006 dengan prinsip TARIF
Ruang lingkup GCG : 7
Dewan Komisaris :
• Tugas dan tanggungjawab : 2
• Struktur : 5
• Dilarang : 3
Direksi :
• Tugas dan tanggungjawab : 5
• Struktur : 4
• Dilarang : 4
Komite Khusus : audit, pemantau risiko, remunerasi & nominasi
• Tanggung jawab masing-masing
• Keanggotaan
III. Pengungkapan
Transparansi Governance :
BPI : 8/4/PBI/2006 : laporan GCGIR setiap tahun, 5 bulan paling lambat, disampaikan kepada 8 pihak + website
Cakupan GCGIR : 11
Transparansi Keuangan & Non Keuangan : PBI : 3/22/PBI/2001 : Laporan tahunan, laporan keuangan publikasi triwulan,
laporan keuangan publikasi bulanan, laporan keuangan konsolidasi
• Pihak yang diberikan laporan
• Cakupan laporan
• Transparansi nasabah : PBI/7/6/PBI/2005 : transparansi produk dan penggunaan data nasabah
IV. A P I
Framework 5 – 10 tahun yang akan datang
Tujuan : perbankan stabil, sehat, efisien
Tanggapan setelah diterpa krisis
Tantangan API : 8
Enam Pilar API : 6
11.1. Kebijakan Pengawasan BI
• Bank Indonesia  regulator perbankan untuk 131 bank umum dan > 2.000 BPR
• Bank Indonesia melakukan pengawasan baik inspeksi di tempat (site inspection) secara reguler, dan off site
supervision

11.1.2 . Proses Pemeringkatan


• Menggunakan 6 faktor penilaian  CAMELS
• Masing-masing faktor dilakukan penilaian (peringkat)
• Peringkat masing-masing faktor digabungkan dengan menerapkan bobot (bukan rata-rata) untuk mendapatkan
peringkat bank
• Bobot setiap faktor berbeda setiap bank, ditentukan oleh :
 Ukuran dan kecanggihan bank
 Kompleksitas dan jenis aktivitas bank
 Profil risiko bank
CAMELS
Capital adequacy (kecukupan modal)
Assets quality (kualitas aktiva)
Management capability (kapabilitas manajemen)
Earnings quantity and quality (kuantitas dan kualitas laba)
Liquidity provision (penyediaan likuiditas)
Sensitivity to market risk (sensitivitas terhadap risiko pasar)
11.1.2 . Kategori Peringkat Komposit

Peringkat Komposit (PK) Keterangan


PK1 – Sangat Baik Sangat baik dalam semua aspek, mampu mengatasi pengaruh
negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan
PK2 – Baik Baik dan mampu mengatasi dampak negatif dalam
perekonomian dan industri keuangan. Akan tetapi memiliki
sedikit kelemahan dalam administrasi dan operasional
PK3 – Cukup Baik Cukup Baik , tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam
beberapa bidang yang perlu mendapat perhatian tertentu dari
supervisor
PK4 – Kurang Baik Kurang Baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif dalam
perekonomian dan industri keuangan
PK5 – Tidak Baik Tidak Baik dan sangat sensitif terhadap perubahan negatif
dalam perekonomian dan industri keuangan  memerlukan
Perhatian Khusus BI
11.1.2. Definisi Komponen Pemeringkatan

CAMELS

Faktor Permodalan (Capital Adequacy) mencakup komponen berikut :


• Kecukupan, komposisi, dan tren masa datang modal bank
• Kemampuan permodalan bank untuk menutup aktiva bermasalah
• Kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan tambahan modal dari laba
• Rencana permodalan bank untuk mendukung ekspansi usaha
• Akses bank kepada sumber permodalan
• Kinerja pemegang saham dalam peningkatan permodalan
CAMELS

Faktor Aktiva (Asset Quality) mencakup komponen berikut :


• Kualitas aktiva
• Konsentrasi eksposure risiko kredit
• Perkembangan aktiva produktif bermasalah
• Penyisihan penghapusan kredit bermasalah (PPAP Kredit)
• Kecukupan kebijakan, prosedur, sistem review internal dan dokumentasi
• Penanganan aktiva roduktif bermasalah
CAM E LS

Faktor Manajemen Capability mencakup komponen berikut :


• Kualitas manajemen umum
• Penerapan manajemen risiko  penerapan 4 pilar manajemen risiko
• Kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan komitmen terhadap Bank Indonesia dan atau pihak-pihak lain
CAM E LS

Faktor Earnings Quantity and Quality mencakup komponen :


• Kinerja return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM) dan tingkat efisiensi
bank (BOPO)
• Perkembangan laba operasional
• Diversifikasi pendapatan
• Penerapan prinsip-prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan pengeluaran
• Prospek laba operasional
CAM E L S

Faktor Likuiditas mencakup komponen berikut :


• Rasio aktiva atau kewajiban likuid
• Potensi mismatches jatuh tempo
• Kondisi loan to deposit ratio (LDR)
• Proyeksi arus kas
• Konsentrasi pendanaan
• Kecukupan kebijakan dan manajemen likuiditas (ALM)
• Akses ke sumber pendanaan
• Stabilitas pendanaan (DPK)
CAM E LS

Faktor Sensitivitas mencakup komponen berikut :


• Kemampuan modal bank menutup potensi kerugian dari pergerakan suku bunga dan kurs valuta asing
• Kecukupan bank dalam pengelolaan risiko pasar bank
11.2 Struktur Tata Kelola (Governance)
• Definisi : Tata kelola perusahaan (corporate governance) merupakan seperangkat hubungan antara
dewan komisaris, direksi, pemegang saham, dan stakeholders lain dari suatu perusahaan
• Struktur corporate governance bank bervariasi tergantung pada kebiasaan lokal dan ketentuan
hukum serta perkembangan historis dari setiap bank
• Meskipun tidak terdapat suatu struktur tertentu yang ideal  harus ada mekanisme check and
balane yang memadai ada dalam strutur tersebut
8 Prinsip Basel tentang corporate Governance :
1) BOD  memiliki kualifikasi sesuai posisinya, memahami perannya dalam tata kelola perusahaan, dan
mampu memberikan pertimbangan yang tepat mengenai berbagai permasalahan bank
2) BOD  menyetujui serta mengawasi sasaran dan nilai-nilai strategis bank yang dikomunikasikan ke
seluruh bagian di bank
3) BOD  menetapkan dan mendorong garis pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang jelas diseluruh
bagian organisasi
4) BOD  menjamin adanya pengawasan oleh manajemen senior
5) BOD dan manajemen senior  menggunakan hasil kerja auditor internal / eksternal dan fungsi
pengendalian internal
6) BOD  menjamin kebijakan dan praktek kompensasi sesuai dengan budaya, tujuan jangka panjang dan
strategi bank serta lingkungan pengendalian
7) Bank harus dikelola dengan transparan
8) BOD dan manajemen senior  harus memahami struktur operasional bank, bahkan meskipun beroperasi
dalam negara (wilayah hukum) yang melarang transparansi (yaitu “know your structure”)
Peraturan BI tentang GCG : PBI No. 8/4/PBI/2006

“Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum” menganut asas TARIF
• Transparan – bank harus mengungkapan informasi yang relevan dan proses pengambilan keputusan
• Akuntabel – kebijakan dan prosedur untuk menjamin bahwa manajemen senior akuntabel pada stakeholders
• Responsibility – bertindak sesuai dengan hukum, regulasi dan prinsip-prinsip manajemen bank yang baik
• Independen – bertindak secara profesional tanpa pengaruh / tekanan dari pihak lain
• Fairness (kewajaran) – memenuhi hak stakeholder sesuai perjanjian, hukum dan regulasi
7 Cakupan penerapan GCG sesuai PBI
1. Implementasi pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi
2. Aktivitas dari komite-komite utama
3. Kinerja bagian kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal
4. Penerapan manajemen risiko dan sistem pengendalian internal
5. Pemberian kredit pada pihak terkait dan pemberian kredit besar
6. Rencana strategis bank
7. Pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatifa
11.2.1. Dewan Komisaris
Tugas dan tanggungjawab utama :
• Memastikan GCG dilaksanakan pada semua kegiatan dan diseluruh tingkatan organisasi bank
• Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tanggungjawab direksi dengan mengarahkan, mengawasi,
mengevaluasi implementasi atas kebijakan strategis bank
• Tidak boleh terlibat langsung dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan aktifitas operasional bank 
agar obyektif dalam mengevaluasi kinerja bank. Dikecualikan dari hal tersebut ketika bank bermaksud
memberikan dana kepada pihak terkait dengan bank (yaitu pemiliki, investor, dan manajemen senior) 
diperlukan persetujuan komisaris
• Memastikan bahwa direksi menindaklanjuti rekomendasi audit internal, audit eksternal, BI dan otoritas lain
• Melaporkan kepada BI apabila
 Ada pelanggaran hukum keuangan dan perbankan  paling lambat 7 hari sejak diketahui
 Setiap kondisi yang bisa membahayakan kelangsungan usaha bank
• Tunduk pada pedoman dan prosedur (rencana) kerja yang mencakup etika dan ketaatan pada regulasi
Struktur Dewan Komisaris
• Terdiri dari paling tidak tiga anggota
• Jumlah anggota tidak melebihi jumlah anggota direksi
• Memiliki paling tidak satu anggota berdomisili di Indonesia
• Dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Dewan Komisaris Utama
• Paling tidak 50% dari anggota dewan komisaris adalah komisaris independen
• Anggota direksi / pejabat eksekutif dapat diangkat menjadi komisaris independen setelah melewati masa
tunggu (cooling off) minimal 1 tahun

Catatan :
Komisaris independen adalah seseorang yang tidak ada hubungan keuangan, manajemen, kepemilikan saham
dan atau keluarga dengan anggota dewan komisaris, direksi atau pemegang saham pengendali atau
hubungan lain yang bisa mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen
Larangan bagi Dewan Komisaris
• Menjadi pejabat eksekutif atau anggota dewan komisaris atau dewan direktur di bank lain, atau di lebih
dari satu lembaga / perusahaan bukan lembaga keuangan
• Mengunakan bank untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan atau pihak lain yang bisa merugikan
keuntungan bank
• Menerima keuntungan dari bank selain remunerasi yang ditetapkan dalam rapat umum pemegang saham
(RUPS)
• Bisa rangkap untuk komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif bidang pengawasan pada 1 perusahaan anak
bukan bank dalam kendali bank
• Mayoritas anggota dewan komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga (sampai derajat kedua)
dengan anggota dewan komisaris lain dan atau dewan direktur
11.2.2 Direksi
Tugas dan tanggungjawab utama :
• Bertanggungjawab penuh atas pengelolaan bank
• Melaksanakan prinsip-prinsip GCG BI dalam seluruh kegiatan bank
• Menindaklanjuti temuan audit internal, audit eksternal dan laporan pengawasan BI
• Memberi informasi yang akurat dan tepat waktu kepada dewan komisaris
• Mengelola bank sesuai dengan hukum perseroan Indonesia
• Wajib membentuk fungsi :
 Satuan Kerja Audit Internal (SKAI)
 Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR)
 Satuan Kerja Kepatuhan (SKK)
• Wajib memiliki pedoman dan tata kerja yang mencakup bidang seperti etika kerja, waktu kerja dan
pengaturan rapat
• Wajib mengungkapkan kebijakan startegis bank yang terkait dengan hubungan pegawai dengan pegawai
Struktur Direksi :
• Harus terdiri dari paling tidak tiga anggota
• Semua anggota berdomisili di Indonesia
• Dipimpin oleh seorang Presiden atau Direktur Utama yang Independen dari pemegang saham pengendali
• Minimal 50% anggota direksi memiliki pengalaman kerja paling tidak lima tahun sebagai pejabat eksekutif
suatu bank, kecuali bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasar prinsip-prinsip syariah
• Direkomendasikan oleh dewan komisaris melalui RUPS, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari
Komite Remunerasi dan Nominasi
• Setiap anggota direksi harus memiliki kemampuan menjalankan perannya dan lulus penilaian kemampuan
dan kepatuhan (fit and proper)
Larangan bagi Direksi :
• Menjadi pejabat eksekutif, anggota dewan komisaris atau anggota direksi dari bank lain, perusahaan atau
lembaga lain. Direktur bidang pengawasan bank boleh menjadi komisaris perusahaan anak bukan bank
• Memanfaatklan bank untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan atau pihak lain yang bisa merugikan
bank
• Memiliki lebih dari 25% saham bank atau perusahaan lain
• Mengambil / menerima keuntungan pribadi dari bank selain remunerasi yang ditetapkan dalam RUPS
• Mayoritas anggota direksi dilarang memiliki hubungan keluarga dengan anggota lain dari direksi atau
dewan komisaris
11.2.3 Komite-Komite Khusus
Guna menerapkan praktek terbaik GCG, BI mewajibkan dewan komisaris bank memiliki komite
khusus, minimal adalah :
1) Komite Audit
2) Komite Pemantau Risiko
3) Komite Remunerasi dan Nominasi (bisa digabung/dipisah)

Ketentuan Umum Komite :


• Diangkat oleh Direksi dengan pertimbangan dewan komisaris
• Ketua komite dilarang menjadi ketua komite di lebih dari satu komite lain (maksimal menjadi ketua di dua
komite)
• Dewan komisaris wajib memastikan komite menjalankan fungsinya secara efektif
Komite Audit – Tugas dan tanggung jawab :
• Melakukan pemantauan tindak lanjut hasil audit guna menilai kualitas audit internal dan proses pelaporan
keuangan
• Melakukan pemantauan kegiatan satuan kerja audit internal
• Memantau kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku
• Memantau kesesuaian audit internal dengan standar audit yang berlaku
• Memantau pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas rekomendasi audit internal, akuntan publik, dan
pengawasan Bank Indonesia
• Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, termasuk dalam penunjukkan auditor eksternal
Komite Audit – Struktur dan Syarat Keanggotaan :
• Seorang komisaris independen  sebagai ketua komite
• Seorang ahli bidang keuangan dan akuntansi
• Seorang ahli di bidang hukum, atau perbankan

 Minimal 3 orang, bisa ditambah asal memenuhi syarat berikut :


 Ketua komite haruslah komisaris independen
 Anggota direksi dilarang menjadi anggota komite audit
 Paling tidak 51% dari anggota komite harus independen
 Semua anggota komite harus memiliki integritas dan tidak masuk dalam daftar diskualifikasi Bank
Indonesia (DTL) atau Daftar Kredit Macet (DKM)
Komite Pemantau Risiko – Tugas dan tanggungjawab :
• Mengevaluasi kebijakan manajemen risiko dan menhawasi pelaksanaannya
• Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kerja Komite Manajemen Risiko (KMR) dan Satuan Kerja
Manajemen Risiko
• Membuat rekomendasi tindakan kepada Dewan Komisaris
Komite Pemantau Risiko – Struktur dan syarat keanggotaan :
• Seorang komisaris independen  sebagai ketua komite
• Seorang ahli dibidang keuangan
• Seorang ahli di bidang manajemen risiko

 Minimal 3 orang bisa ditambah asal memenuhi syarat berikut :


 Ketua komite haruslah komisaris independen
 Anggota direksi dilarang menjadi anggota komite audit
 Paling tidak 51% dari anggota komite harus independen
 Semua anggota komite harus memiliki integritas dan tidak masuk dalam daftar diskualifikasi Bank
Indonesia (DTL) atau daftar Kredit Macet (dkm)
Komite Remunerasi & Nominasi – Tugas dan tanggung jawab :
a) Tugas dan tanggungjawab dalam remunerasi :
• Mengevaluasi kebijakan remunerasi
• Memberikan rekomendasi kepada pemegang saham mengenai kebijakan remunerasi untuk dewan
direksi dan komisaris
• Memberikan rekomendasi kepada direksi mengenai kebijakan remunerasi untuk pejabat eksekutif
dan pegawai secara keseluruhan
• Rekomendasi yang diberikan hendaknya :
 Sesuai dengn kondisi keuangan dan cadangan perusahaan
 Sesuai dengan hukum dan regulasi
 Sesuai dengan kinerja individu
 Wajar dibandingkan dengan peer groups, baik internal maupun bank lain yang sepadan dalam
hal aktiva dan karakteristik
 Mempertimbangkan sasaran dan strategi jangka panjang bank
b) Tugas dan tanggungjawab dalam Nominasi :
• Membuat rekomendasi proses pemilihan anggota Dewan Komisaris dan direksi baru
• Membuat rekomendasi calon anggota dewan komisaris dan direksi
• Membuat rekomendasi dari pihak independen yang menjadi anggota komite audit dan atau pemantau
risiko

Komite Remunerasi dan Nominasi dapat terdiri dari satu komite gabungan atau dua komite terpisah
Komite Remunerasi dan Nominasi – Struktur dan syarat keanggotaan :
• Seorang komisaris independen
• Seorang komisaris lain
• Seorang pejabat eksekutif yang membawahi SDM / perwakilan pegawai

 Minimal 3 orang, bisa ditambah asal memenihi syarat berikut :


 Ketuanya harus komisaris independen
 Anggota direksi dilarang menjadi anggota komite remunerasi dan nominasi
 Jika terdapat lebih dari tiga orang dalam komite remunerasi dan nominasi paling tidak dua orang
harus independen
11.3. Pengaturan Pengungkapan
I. Transparansi Tata Kelola – GCG  8/4/PBI/2206 : “Pelaksanaan Good Corporate Governance oleh
Bank Umum”
II. Transparansi Laporan Keuangan & Non Keuangan  3/22/PBI/2001 : “Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Umum”
III. Transparansi Nasabah  7/6/PBI/2005 : “ Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah”
11.3.1. Transparansi Tata Kelola
• Bank wajib menyampaikan laporkan pelaksanaan GCG
• Dilakukan setiap tahun sekali
• Disampaikan paling lambat 5 bulan setelah berakhirnya tahun buku
• Laporan disampaikan kepada :
 Pemegang saham
 Bank Indonesia
 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
 Lembaga pemeringkat di Indonesia
 Asosiasi bank-bank di indoensia
 Lembaga pengembangan Perbankan Indonesia
 Dua lembaga penelitian dibidang keuangan dan ekonomi
 Dua majalah ekonomi dan keuangan
• Laporan Pelaksanaan GCG  mencakup hal sebagai berikut :
1) Ruang lingkup good corporate governance (7 bidang) dan hasil self assesment atas pelaksanaan good
corporate governance
2) Semua kepemilikan saham oleh setiap anggota dewan komisaris dan direksi mencakup perusahaan
yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri
3) Hubungan keuangan dan keluarga antar anggota dewan komisaris, direksi, dan pemegang saham abk
4) Paket / kebijakan remunerasi untuk dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank
5) Rasio antara gaji tertinggi dengan gaji terendah
6) Informasi mengenai peyimpangan internal yang besar dan upaya bank dalam mengatasi hal tersebut
7) Informasi mengenai permasalahan hukum di bank termasuk usaha untuk mengatasi masalah tersebut
8) Transaksi yang mengandung benturan kepentingan
9) Pembelian kembali (buyback) saham dan pembelian kembali obligasi
10) Pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik
11.3.2. Transparansi Keuangan dan Non Keuangan
• Bank wajib menyampaikan kondisi keuangan dan non keuangan sesuai aturan BI
• Regulasi BI, bank wajib menyampaikan laporan sebagai berikut :
a) Laporan tahunan
b) Laporan keuangan publikasi triwulan
c) Laporan keuangan publikasi bulanan
d) Laporan keuangan konsolidasi
a) Laporan Tahunan
• Wajib dilaporkan paling lambat 5 bulan setelah berakhirnya tahun buku
• Laporan harus disampaikan kepada :
 Bank Indonesia
 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
 Lembaga pemeringkat di Indonesia
 Asosiasi bank-bank Indonesia
 Institute Bankir Indonesia (IBI)
 Dua lembaga penelitian di bidang ekonomi / keuangan
 Dua majalah ekonomi keuangan
• Laporan tahunan minimal harus mencakup :
 Informasi umum non-keuangan mencakup rincian tentang manajemen (kepengurusan), kepemilikan,
perkembangan kegiatan usaha bank, strategi dan kebijakan manajemen, dan laporan manajemen
 Laporan keuangan tahunan yang telah di audit oleh akuntan eksternal dan harus mencakup neraca,
laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, informasi mengenai komitmen dan
kontinjensi
 Opini dari akuntan publik (eksternal)
 Pengungkapan yang diwajibkan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia
 Jenis risiko dan eksposure risiko yang dihadapi bank dan praktek manajemen risiko yang diterapkan
 Perbandingan dengan laporan tahunan sebelumnya
b) Laporan Kuangan Publikasi Tri-wulanan
• Bank wajib melaporkan laporan keuangan interim bulan Maret, Juni, September, dan Desember
• Wajib dilaporkan paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya periode, untuk laporan akhir tahun
(Desember) disampaikan paling lambat 4 bulan
• Laporan harus ditandatangani minimal 2 anggota direksi
• Jika bank-bank tersebut direstrukturisasi, dikonsolidasi, dimerger atau dibeli oleh orang lain, BI bisa
meminta publikasi laporan keuangan diluar periode tersebut
c) Laporan Keuangan Publikasi Bulanan
• Bank wajib melaporkan laporan keuangan interim bulan
• BI akan menggunakan laporan ini untuk dipublikasikan pada website BI
• Laporan publikasi bulanan harus mencakup :
 Laporan keuangan yang terdri dari neraca dan laporan laba rugi
 Komitmen dan kontinjensi
 Rincian mengenai kualitas aktiva produktif
 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang dibuat
 Rasio kecukupan Modal Bank
d) Laporan Keuangan Konsolidasi
• Wajib dilaporkan apabila bank :
 Merupakan anggota group dari perusahaan yang lebih besar
 Memiliki satu / lebih anak perusahaan
• Laporan yang harus disampaikan adalah :
 Laporan tahunan
 Laporan tri wulanan da
 Laporan lain yang diminta
• Laporan Keuangan Konsolidasi Minimal Mencakup :
 Rincian struktur usaha group dari bank tersebut
 Laporan keuangan konsolidasi bank dan anak perusahaan
 Laporan keuangan konsolidasi dari perusahaan induk (holding company) termasuk semua
perusahaan dalam group usaha bidang keuangan
 Laporan keuangan konsolidasi dari perusahaan induk / holding company termask semua perusahaan
dalam kelompok usaha
 Transaksi antara bank dan pihak terkait
 Transaksi antara perusahaan keuangan dalam kelompok usaha bank dan pihak terkait
 Kredit dan komitmen atau fasilitas lain sejenis yang diberikan oleh perusahaan dalam kelompok
usaha bank kepada nasabah yang juga menjadi debitur bank tersebut
11.3.3. Transparansi Nasabah
• Ada dua hal terkait transparansi nasabah :
1) Transparansi informasi produk
2) Penggunaan data pribadi nasabah
• Bank diwajibkan menyampaikan gambaran yang jelas mengenai produk mereka sehingga tidak
menyesatkan
• Bank diwajibkan untuk mendapatkan ijin tertulis dari nasabah jika bank bermaksud untuk
memberikan informasi tersebut kepada pihak lain untuk tujuan komersial
11.4 . Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
• Suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh, baik yang terkait
dengan pengembangan dan kegiatan yang ingin dicapai, untuk rentang waktu lima sampai dengan
sepuluh tahun ke depan
• Sasaran API adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat dan efisien yang menciptakan
stabilitas keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi
• Dikembangkan sebagai respon atas krisis ekonomi tahun 1997 yang telah melemahkan industri
perbankan, antara lain ketidakmampuan bank untuk bertahan dari berbagai faktor kejutan (shock),
banhkan faktor kejutan yang berasal dari luar industri perbankan. Diakui bahwa lemahnya pondasi
merupakan tantangan baik bagi bank maupun Bank Indonesia
Krisis Ekonomi 1997
• Oktober 1997 ekonomi Indonesia mengalami masalah keuangan yang sedang melanda Asia
• Pemerintah Indonesia merespon hal tersebut dengan mengembangkan kurs rupiah dan meningkatkan suku
bunga, tetapi kedua langkah ini tidak bisa menghentikan krisis
• Output ekonomi Indonesia turun drastis, nilai rupiah terpuruk dan inflasi melebihi 70% pada tahun 1998
• Industri perbankan terpuruk ketika kredit bermasalah (NPL) meningkat. Dampaknya pemerintah menutup
16 bank pada bulan November 1997
• Krisis tahun 1997 juga memiliki dampak politik jangka panjang yang puncaknya terjadi pergantian
pemerintahan pada pertengahan tahun 1998 sebagai dampak terpuruknya rupiah dan meningkatnya harga
barang kebutuhan pokok seperti makanan
11.4.1. Tantangan API
Untuk mencapai sasaran API dirancang untuk membenahi 8 tantangan yang dihadapi sistem
perbankan di Indonesia yaitu :
1) Peningkatan kemampuan bank memberikan kredit
2) Struktur sistem perbankan yang lemah
3) Belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara penuh
4) Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan
5) Kapabilitas industri perbankan yang masih rendah
6) Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable
7) Kurangnya perlindungan nasabah
8) Perkembangan teknologi
1) Peningkatan kapasitas bank memberikan kredit
• Untuk mendorong pertumbuhan eknomi  perlu peningkatan penyaluran kredit  modal bank perlu
diperkuat
2) Kelemahan struktural dalam sistem perbankan
• Terkonsentrasinya 75% total aset perbankan Indonesia pada 11 bank besar
• Bank-bank lebih kecil menawarkan macam produk yang hampir sama dengan bank-bank yang lebih
besar sementara kemampuannya relatif lebih lemah
3) Kegagalan memenuhi kebutuhan masyarakat
• Jumlah kredit yang disalurkan rendah dengan bunga yang masih tinggi
• Meningkatnya globalisasi dan kompleksitas sektor keuangan  nasabah semakin memahami produk
bank dan meminta layanan yang lebih banyak dan lebih baik
4). Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan bank
• Pengawasan perbankan Indonesia belum memenuhi tuntutan sistem perbankan modern. Pengawasan
yang ada saat ini perlu ditingkatkan karena :
 Beberapa regulasi belum sepenuhnya diterapkan
 Pengawasan belum dikoordinasikan dengan baik antar lembaga
 Kurangnya pengawas yang berpengalaman
 Penegakan hukum hasil pengawasan tidak efektif
• Bank Indonesia sedang berusaha untuk memperbaiki pengawasan dengan menerapkan 25 prinsip
penting untuk pengawasan perbankan yang efektif, termasuk peningkatan penggunaan teknologi
dalam pengawasan

5). Kapasitas industri perbankan lemah


• Mayoritas bank di Indonesia lemah dalam good corporate governance dan keahlian inti perbankan
(core banking skll) dibandingkan international best practices
• Perlu peningkatan kemampuan dalam pengendalian internal dan kepatuhan pada prinsip-prinsip
kehati-hatian (prudential principles)
6). Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable
• Tingkat profitabilitas dan efisiensi bank biasanya tergantung pada kinerja yang tidak sustainable. Hal
ini karena :
 Struktur aset yang lemah
 Margin (spread) rendah karena tren suku bunga yang menurun
 Sebagian besar pendapatan bank berasal dari aktivitas perdagangan yang sensitif dari fluktuasi
suku bunga
 Biaya operasi yang tinggi dibanding negara lain karena rendahnya nilai per transaksi

7). Kurangnya perlindungan nasabah


• Bank Indonesia dan masyarakat umum perlu bekerjasama untuk :
 Meningkatkan perlindungan nasabah
 Membuat standar yang jelas
 Meningkatkan transparansi informasi produk perbankan
• Secara umum nasabah juga kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai risiko dan manfaat
menggunakan produk dan jasa perbankan
8). Kemajuan Teknologi
• Sebagian besar bank di Indonesia tertinggal dalam industri perbankan yang semakin meng-global
• Perkembangan teknologi telah mendorong pengembangan produk keuangan baru yang lebih
komples sehingga risiko yang dihadapi perbankan semakin banyak
• Konsekuensinya bank perlu meningkatkan penggunaan teknologi untuk mengimplementasikan
teknik manajemen risiko baru dan meningkatkan efisiensi operasional mereka
11.4.2. Enam Pilar API
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi BI telah mengembangkan arsitektur yang menggunakan
pendekatan enam pilar yaitu :
1) Struktur perbankan yang kuat  menciptakan struktur yang baik bagi sistem perbankan nasional yang
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
(suistainable)
2) Sistem pengaturan yang efektif  menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan yang efektif sejalan
dengan standar internasional
3) Sistem pengawasan yang efektif dan independen  menciptakan industri perbankan yang kuat dan
memiliki daya saing sangat bagus yang elastis dalam menghadapi berbagai risiko
4) Industri perbankan yang sehat  penerapan good corporate governance untuk penguatan internal industri
perbankan nasional
5) Infrastruktur perbankan yang memadai  penyediaan berbagai infrastruktur untuk mendukung terciptanya
industri perbankan yang sehat
6) Perlindungan nasabah yang memadai  pemberdayaan dan perlindungan kepada nasabah jasa perbankan
Bank Indonesia telah membuat berbagai program kerja untuk melaksanakan setiap pilar dan mengatasi
berbagai permasalahan yang dihadapi. Diharapkan selama 10 sampai dengan 15 tahun kedepan penguatan
permodalan akan meningkatkan struktur perbankan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai