Anda di halaman 1dari 12

MANUSIA DALAM

PANDANGAN ISLAM
A. Proses Penciptaan Manusia
Manusiamenurut al- Qur’an terdiri dari dua
unsur utama yaitu :
Pertama, dari unsur tanah yang kemudian
berproses berdasarkan hukum alamterbentuk
manusia yang sempurna, nutfah (sperma),
alaqah (segumpal darah), mudghah (segumpal
daging), ‘izaman (tulang belulang),
izamanlahman (dibungkus dengan daging),
kemudian dijadikan makhluk yang berbentuk
lain.
Kedua, adalah unsur roh yang Allah tiupkan kepada
bentuk ciptaan yang telah sempurna yang tercipta
dari tanah. Peniupan roh ini berlaku untuk seluruh
manusia .
Dengan demikian, manusia terdiri dari unsur tanah dan roh.
Unsur yang pertama merupakan unsur jasmaniah hewaniah
(fisikal material) manusia, sedang unsur kedua adalah unsur
rohaniah manusia. Kedua unsur tersebut membutuhkan
kebutuhan-kebutuhan yang di kenal dengan kebutuhan
jasmaniah dan rohaniah.
B. Manusia Dan Struktur
Dimensinya
1.  Dimensi Jasmani
Dalam al-Qur’an ditemukan term
sekaligus sebagai penggambaran
utuh tentang manusia,yang
kesemuanya itu mengarah pada
entitas utuh tentang makna
manusia itu sendiri, entitas term itu
adalah basyar, insan, dan an-nas.
 Term basyar berarti kulit kepala, wajah
atau tubuh yang menjadi tempat
tumbuhnya rambut. Karena itu,
penamaan ini menunjukkan makna
bahwa manusia disebut biologis .
 Insan adalah makhluk yang menjadi

(becoming) dan terus bergerak maju


ke arah lebih baik dan kesempurnaan,
term insan selalu dihubungkan pada
sifat psikologis atau spiritual manusia
sebagai makhluk yang berfikir, diberi
ilmu, dan memikul amanah.
 Term al-nasmenunjuk kepada semua manusia
sebagai makhluk social atau secara kolektif,
dengan demikian Al-Qur’an memandang manusia
sebagai makhluk biologis, psikologis, dan sosial.
2. Dimensi Spiritual (ruhaniyyah)
Pada bagian ini Allah swt. juga menganugerahkan
manusia sesuatu yang bersifat hakiki tentang
eksistensinya sebagai makhluk multidimensi yaitu
pemberian ruh ciptaan Allah yang bersifat abstrak.
Manusia dicirikan sebagai makhluk yang memiliki
intelegensi, sosial dan spiritual, Manusia dicirikan
dengan kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan
sekedar refleks-refleks egoistis.
C. Manusia: Primordial dan Promothean
Primordial adalah memegang teguh
hal-hal yang di bawa sejak kecil, baik
mengenai keyakinan, tradisi, adat
istiadat, maupun segala sesuatu yang
ada di dalam lingkungan pertamanya.

Promothen adalah memiliki


keterampilan dan imajinasi untuk
mencetak hal-hal baru (kreatif,
inovatif, imajinatif).
D. Manusia dan Tugasnya di Bumi
1. Manusia Sebagai Khalifah
Patut dikemukakan dalam kaitannya
dengan kekhalifahan manusia adalah:
pertama, Allah merupakan pemberi
kekhalifahan kepada manusia, kedua, manusia
adalah penerima kedudukan kekhalifahan,
ketiga, bumi adalah tempat pelaksanaan ke
khalifahan, dan keempat adalah tugas,
tanggungjawab dan fungsi kekhalifahan.
Pengertian khalifah jika dilihat dari akar katanya
berasal dari kata khalafa, yang berarti di
belakang atau mendukung tempat
sepeninggalnya karena yang selalu mendukung
atau datang di belakang, setelah yang
digantikannya, karena itu kata khalif atau
khalifah memang di inginkan.
Kata al-khalifah juga memiliki arti al-imarat
yaitu kepemimpinan, atau al-sultan yaitu
kekuasaan
2. Manusia sebagai Hamba (‘abdun)
Makna pengabdian ada dua, dalam arti
luas dan dalam arti sempit atau
terbatas. Dalam arti luas bahwa seluruh
aktifitas manusia bila didasari dengan
ikhlas, serta tujuannya mencari ridha
Allah. Pengabdian dalam arti sempit
atau terbatas adalah pengabdian yang
dilakukan dalam bentuk ibadah
mahdah, yaitu ibadah yang telah diatur
pelaksanaannya secara rinci dan
pelaksanaannya tidak boleh berubah
E. Eskatologi
Ajaran eskatologi Islam memiliki implikasi
etis yang sangat penting. Bahwa manusia
harus hidup secara etis di dunia ini bukan
takut pada hukum eksternal, tetapi takut
kepada Allah swt semata. Kecintaan
terhadap Allah dan pengetahuan tentang
Allah berlandaskan pada ketakutan
fundamental terhadap-Nya dan itulah
sebabnya dikatakan ra’s al hikmah
makhafah Allah(puncak kebijaksanaan
adalah Takut kepada Allah),
Nasr menuturkan;“Kita tidak memiliki kemungkinan
menganggap keberadaan manusia sebagai hal biasa,
seolah-olah kita tidak bebas, seolah- olah kita
bukan wakil Allah di muka Bumi ini, tidak ada
kemungkinan itu untuk kita, prilaku kita mempunyai
konsekuensi di alam kubur yang tidak dapat kita
hindari. Dan sesungguhnya karena kita manusia,
hidup kita tidak benar- benar hancur pada saat
kematian. Kehidupan ruh dan jiwa tetap bertahan
menjalani hidup sesuai dengan perinsip-
perinsip moral.

Anda mungkin juga menyukai