Anda di halaman 1dari 10

Kelompok 5

“Zakat Emas dan Perak”

Ratnasari (90100119047)
Nasrul (90100119059)
Ummu Khaerunnisa (90100119072)
A.Pengertian Zakat Emas dan Perak
Zakat sebagai ibadah amaliyah yang menjurus ke aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan Allah dan dalam hubungan dengan sesama manusia. Sehingga zakat memiliki
fungsi secara vertikal dan horizontal karena sebagai wujud ketaatan agama kepada Allah namun juga
sebagai wujud kepedulian sosial untuk sesamanya. Dan menjadi salah satu bagian dari zakat emas dan
perak. Emas dan perak yang dimaksud disini adalah emas dan perak pada umumnya. Baik emas dan perak
yang diperjual belikan maupun yang hanya untuk hiasan. Emas dan perak wajib dibayar zakat apabila
sudah memenuhi syarat-syaratnya. Emas dan perak yang wajib dizakati adalah emas yang sudah
diuangkan atau dalam bentuk batangan (Fatoni, 2015).

Dalil umum tentang zakat emas dan perak terdapat dalam surat atTaubah ayat 34: yang artinya “…
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh, maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan
emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya,
(lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta 4 bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. at-Taubah/9:34-35). Dalam salah satu
hadis diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidaklah pemilik
emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (emas dan perak) darinya (yaitu zakat), kecuali
jika telah terjadi hari kiamat (emas dan perak, pent) dijadikan lempengan-lempengan di neraka,
kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya.
Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu
dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di
antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan
menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka”. (HR Muslim)
Para ulama saling berpendapat mengenai hukum zakat perhiasan serta konteks-
konteks yang mengikatnya:

Konteks Pertama: Zakat yang Disimpan dan Diperjualbelikan


Perhiasan yang disimpan atau diperjualbelikan memiliki hukum wajib dibayar
zakatnya. Imam Nawawi dalam al-Majmu' (6/36) berkata, "Berkata ulama-ulama
kami: jika seseorang mempunyai perhiasan (emas dan perak) yang tujuannya
tidak untuk dipakai, baik itu yang haram, makruh, maupun mubah, tetapi untuk
disimpan dan dimiliki, maka hukumnya menurut madzhab yang benar adalah
wajib dikeluarkan zakatnya, dan  ini adalah pendapat mayoritas ulama."
Selain Imam Nawawi, Ibnu Qudamah juga menuliskan di dalam  al Mughni (2/608)
berkata, "Jika seorang perempuan memakai perhiasan, kemudian setelah itu
berniat untuk diperjuabelikan, maka  terkena kewajiban zakat setelah satu tahun,
dimulai pada saat dia berniat."
Konteks Kedua: Perhiasan yang Digunakan dalam kehidupan Sehari-hari .
Konteks kedua adalah perhiasan emas atau perak yang digunakan sehari-hari. Para ulama berselisih pendapat tentang
perhiasan emas atau perak yang sengaja dipakai ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Seperti cincin, kalung, gelang, dan
anting. Ada yang berpendapat tidak wajib dizakatkan, adapula yang berpendapat wajib dibayar zakatnya. 
Mayoritas ulama dan kalangan Imam malik, Imam Syafi’i, dan Ahmad, berpendapat bahwa perhiasan yang biasa dipakai
untuk kegiatan sehari-hari, tidak ada zakat yang wajib dibayarkan. Mereka berpendapat bahwa perhiasan adalah sesuatu
yang dibutuhkan oleh hampir setiap perempuan. Bagi perempuan, kedudukan perhiasan sama seperti baju, kosmetik, serta
peralatan rumah tangga. Maka tidak ada zakat yang perlu dibayarkan atasnya.
Abu Bakar al-Hasni dalam Kitab Kifayat al-Akhyar (266) berkata, "Karena perhiasan tersebut dipakai untuk berhias diri
dalam hal-hal yang dibolehkan, ini seperti halnya unta dan sapi yang digunakan untuk bekerja.”
Sedangkan pendapat ulama dari kalangan Abu Hanifah mengatakan bahwa perhiasan dari emas dan perak wajib
dizakatkan, walaupun digunakan untuk mempercantik diri dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada pembeda dari perhiasan
yang disimpan maupun yang dipakai sehari-hari. Ulama Abu Hanifah menggunakan dalil hadits riwayat Abu Daud, yang
telah dicantumkan di atas, yaitu dalil terapan pertama. Dalil tersebut mengatakan bahwa seorang wanita yang mengenakan
perhiasan gelang emas wajib membayar zakat. Apabila tidak dibayar, maka neraka disiapkan untuk mereka yang tidak
membayar zakat.
Pendapat ketiga berasal dari kalangan ulama dari Mahzab Imam Maliki. Sebagian berpendapat bahwa ada zakat yang harus
dibayar dari perhiasan, namun cukup dibayar satu kali saja. Pertimbangannya berdasarkan hadits Rasulullah yang
mewajibkan membayar zakat perhiasan, dan hadits lainnya yang sekilas terlihat bertentangan. Hadits Ini ditulis oleh Imam
dalab Kitab al-Muwatha’, diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Siti Aisyah yang tertulis, “Adalah Siti Aisyah radliyallahu
‘anha memberikan perhiasan kepada anak-anak perempuan saudaranya yang yatim dan di bawah asuhannya, dan beliau
tidak mengeluarkan zakatnya.” (Kifayatul Akhyar, Juz 1:186).
Konteks Ketiga: Perhiasan Emas yang Memiliki Status Keharaman
Awalnya, perhiasan emas dan perak dilarang untuk dipakai pada masa dakwah di Mekkah. Karena
dikhawatirkan akan memberikan kesan berlebihan dan tidak berempati dengan saudara muslim selainnya
yang kurang mampu. Namun, kemudian perempuan diperbolehkan mengenakan perhiasan untuk merias
dirinya, asalkan tidak berlebih-lebihan.
Namun untuk kaum laki-laki, mengenakan perhiasan menjadi haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadits
yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwasannya Nabi Muhammad SAW mengambil sutera dan
meletakkannya di tangan kanannya, lalu mengambil emas dan meletakkannya di tangan kirinya, kemudian
beliau bersabda, "Sesungguhnya keduanya ini haram bagi laki-laki dari umatku.” (HR. Imam Ahmad)
Bagi laki-laki, mengenakan perhiasan emas dilarang, namun untuk memilikinya diperbolehkan asal
membayarkan zakatnya. Perhiasan yang dimaksud seperti sendok emas, gelas emas, gelang, kalung, cincin,

dan lain sebagainya . 


B. Syarat Wajib Zakat Emas dan Perak

2 3 4 5
1 Merdeka Mencapai Nisab Mencapai
Haul Besar zakat 2,5%
Milik Orang
Islam

6
8 Kepemilikan
7 sempurna selama
Bebas dari utang setahun
9
Merupakan kelebihan
Harus berupa emas harta dari
atau perak murni, kebutuhan pokok
bukan campuran sehari-hari
C. Nisab dan Kadar Zakat Emas dan Perak
Emas
Emas dikenakan kewajiban
zakat apabila sudah Zakat perak dikeluarkan apabila
mencapai 20 dinar (90 gram) Perak
telah mencapai 200 dirham (600
atau mitsqal. Dinar adalah gram). Dirham adalah satuan
satuan uang emas yang uang
dipergunakan sebagai alat perak yang diepergunakan pada
pembayaran pada masa masa Nabi. Jika berat dirham
Nabi, sedangkan mitsqal dibandingkan dengan berat
adalah satuan timbangan dirham
yang berlaku pada masa adalah 10:7. Satu 6 dirham 7/10 ×
Nabi (Basyir A. A., 1997). 4,25 gram = 2,975 gram. Dan
Misal beratnya adalah 4,25 nishab perak adalah 200 ×
gram. Dengan demikian 2,975gram = 595 gram. Zakat
nishab emas adalah 20 × yang
4,25 gram = 85 gram. Zakat wajib dibayarkan adalah 2,5%
yang wajib dikeluarkan 2,5% nya
nya setiap tahun. setiap tahun
D. Persamaan Emas dan Perak Sebagai Barang yang
Dizakati
Uang adalah alat pembayaran dan pengukur harga. Oleh karena itu tidak dibedakan
antara nishab emas dan nishab perak sebab pada masa Nabi memang berlaku sistem uang
logam kembar. Emas dan perak dinar dan dirham. Jika diambil satu ketentuan bahwa nilai
uang emas 20 dirham sama dengan nilai uang perak 200 dirham meskipun ada waktu-waktu
berikutnya antara dua macam uang logam itu mengalami naik turun nilai yang tidak sama.
Jika sudah diambil ketentuan bahwa antara nishab emas dan nishab perak tidak terdapat
perbedaan nilai, maka kita dapat mengambil standar nishab salah satu emas atau perak,
yang dipasaran dunia yang nilainya stabil. Sekarang ini kita mengetahui bahwa emas
dipandang sebagai standar kekayaan sebab nilainya lebih stabil dibandingkan dengan nilai
bahan-bahan logam lainnya, khusunya perak. Dengan demikian dapat ditentukan bahwa
nishab zakat emas dan perak seharga 85 gram emas. Antara emas murni dan yang banyak
dipergunakan untuk perhiasan yaitu emas 22 karat. Oleh karena itu jika kita memilki uang
yang tersimpan selama satu tahun seharga 85 gram emas 22 karat, maka kita sudah wajib
mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Misalnya pada saat zakat harus dibayarkan harga emas
22 karat adalaha Rp. 20.000.00 per gram maka nishab zakat uang itu adalah Rp. 20.000.00 ×
85 = 1.700.000.00. emas dan perak 7 yang dibebani kewajiab zakat meliputi kekayaan emas
dan perak yang berupa uang sebagai pengukur nilai dan alat pembayaran dan yang berupa
barangbarang yang dibuat emas dan perak kecuali perhiasan dalam batas kewajaran. (Basyir
A. A., 1997)
E. Hikmah Kewajiban Zakat Emas dan Perak
B C D
A
Dosa Akan Terampuni
Akan mendapatkan Allah SWT. akan
Uang itu harus berputar menjadi
modal sehingga memberi manfaat
Pahala dari Allah SWT. memberikan petunjuk
dari benefit, profit pelaku dan dan Rahmat-Nya
masyarakat sekitar

E
Keimanannya akan
D
sempurna
Bukan termasuk orang
yang celaka di dunia dan
akhirat
TERIMA KASIH

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai