Anda di halaman 1dari 15

PENALARAN

LANGSUNG PROPOSISI
KATEGORIS

Wasmana, M.Pd.
Penalaran Tidak Langsung
Penalaran tidak langsung adalah penalaran yang didasarkan
atas dua proposisi atau lebih sebagai premis kemudian
disimpulkan.
Penyimpulan adalah suatu kegiatan manusia tertentu. Dalam
dan dengan kegiatan penyimpulan itu, seseorang bergerak
menuju ke pengetahuan yang baru, dari pengetahuan yang
dimiliki dan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya
itu.
 Disebut ‘kegiatan manuia’, karena mencakup seluruh diri manusia,
meskipun akalbudinya yang memegang kendali pimpinan;
 Kata ‘bergerak’ ingin dinyatakan perkembangan pikiran manusia;
 Dinyatakan ‘ke pengetahuan yang baru’, menunjukkan tujuan yang ingin
dicapai dalam pemikiran. Pengetahuan yang baru itu juga disebut
kesimpulan atau consequens. Hal ini juga menyatakan adanya suatu
kemajuan. Kemajuan itu terletak dalam hal ini: pengetahuan yang baru
sudah terkandung dalam pengetahuan yang lama, tetapi belum dimengerti
dengan jelas. Dalam pengetahuan yang baru ini barulah dimengerti
dengan baik dasar serta sebabnya suatu kesimpulan ditarik atau diambil;
 Dinyatakan ‘dari pengetahuan yang telah dimiliki’ menunjukkan titik
pangkal serta dorongan untuk maju. Dalam logika, hal ini disebut
antecedens (yang mendahului) atau praemissae (premis, titik pangkal);
 Dinyatakan ‘berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya itu’
menunjukkan bahwa antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan
yang lama ada hubungan yang bukan kebetulan. Hubungan ini disebut
consequentia (konsekuensi) atau hubungan penyimpulan. Baik antecedens
maupun consequentia selalu terdiri atas keputusan. Keputusan pada
gilirannya terdiri atas term-term.
Baik keputusankeputusan maupun term-term merupakan materi
penyimpulan. Sedangkan hubungan penyimpulan (konsekuensi) merupakan
forma penyimpulan itu
Macam-macam Penyimpulan
a. Dari sudut bagaimana terjadinya:
1) Penyimpulan yang langsung (secara intuitif). Dalam
penyimpulan ini tidak diperlukan pembuktian-pembuktian.
Secara langsung disimpulkan bahwa subyek (S) = predikat
(P). Misalnya, ‘ini hijau’, ‘itu Pak Hasan’.
2) Penyimpulan yang tidak langsung. Penyimpulan ini
diperoleh dengan menggunakan term-antara (M). Dengan
term-antara diberikan alasan mengapa subyek (S) =
predikat (P) atau subyek (S) ≠ predikat (P). Misalnya ‘semua
manusia (M) akan mati (P)’, Pak Hasan (S) adalah manusia
(M)’, kesmimpulannya ‘Pak Hasan (S) akan mati (P).
b. Dari sudut isi (benar) dan bentuk (lurusnya). Kesimpulan
pasti benar:
1) Apabila premisnya benar dan tepat. Hal ini adalah sudut
material penyimpulan. Misalnya ‘Semua manusia akan
mati’, dan ‘Pak Hasan adalah manusia’.
2) Apabila jalan pikirannya lurus; artinya, hubungan
hubungan antara ‘premis dan kesimpulannya haruslah
lurus. Inilah sudut formal suatu penyimpulan. Misalnya
‘Semua manusia akan mati’, dan ‘Pak Hasan adalah
manusia’; kesimpulannya ‘Pak Hasan akan mati’.
3. Hukum-hukum yang berlaku untuk
segala macam penyimpulan
a. Jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga benar;
b. Jika premis-premis salah, maka kesimpulan dapat salah, tetapi
dapat juga kebetulan benar;
c. Jika kesimpulan salah, maka premis-premis dapat benar;
d. Jika kesimpulan benar, maka premis-premis dapat benar, tetapi
dapat juga salah.
Dengan ini mau dikatakan bahwa:
e. Jika premis-premis benar, tetapi kesimpulan salah, maka jalan
pikirannya (bentuknya) tidak lurus;
f. Jika jalan pikirannya (bentuknya) memang lurus, tetapi
kesimpulannya tidak benar, maka premis-premis salah. Dari
salahnya kesimpulan dapat dibuktikan salahnya premis-premis.
4. Pada saat membicarakan ‘perlawanan subaltern’, kata ‘induksi’ dan ‘deduksi’ sudah disinggung. Lebih
lanjut akan diuraikan:
a. Induksi adalah suatu proses yang tertentu. Dalam proses ini akal budi menyimpulkan
pengetahuan yang ‘umum’ atau ‘universal’ dari pengetahuan yang ‘khusus’ atau ‘partikular’.
Dengan induksi berarti mengangkat barang atau hal yang individual yang tertentu, ke tingkat
yang universal. Dengan induksi diperoleh pengertian yang umum tentang barang, hal, kejadian
yang kongkrit serta individual. Halini terjadi dengan ‘abstraksi’, yaitu dengan melepaskan sifat-
sifat kongkrit dan menentukan sifat ini atau hakekat sesuatu. Misalnya pernyataan: ‘Pak Abu
Bakar, Pak Umar, Pak Usman, Pak Ali, dst., disukai orang, mereka adalah para dermawan, ’,
dapat disimpulkan bahwa ‘Para dermawan banyak disukai orang’.
b. Deduksi, sebaliknya, juga merupakan suatu proses tertentu. Dalam proses ini, akal budi
menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘khusus’ dari pengetahuan yang lebih ‘umum’. Hal yang
lebih ‘khusus’ ini sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum. Misalnya
pernyataan: ‘Para dermawan banyak disukai orang’, dalam kenyataannya ‘Pak Abu Bakar, Pak
Umar, Pak Usman, Pak Ali, dst., disukai orang, karena mereka adalah para dermawan’.
c. Induksi dan deduksi selalau berdampingan. Keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat.
Induksi tidak dapat ada tanpa desuksi. Deduksi selalu dijiwai induksi. Dalam proses memperoleh
ilmu pengetahuan, induksi biasanya mendahului deduksi. Sedangkan dalam logika biasanya
deduksilah yang terutama dibicarakan lebih dahulu. Deduksi dipandang lebih penting untuk
latihan dan perkembangan pikiran.
Konversi dan Observasi
 Konversi adalah suatu bentuk penyimpulan langsung yang
didalamnya term subjek dan term predikat dari suatu proposisi yang
ada diubah urutannya tanpa mengubah kualitas dan kebenaran
proposisiitu. Proses perubahan proposisi itu membuat subjek proposisi
asal menjadi predikat proposisi yang baru., dan predikat proposisi asal
menjadi subjek proposisi yang baru. Proposisi yang baru, yang
merupakan kesimpulan dari proposisi asal itu disebut konversi.
 Misalnya, konversi dari “Semua kuda adalah hewan” adalah
“Beberapa hewan adalah kuda” . Konversi dari “Tidak ada anjing
adalah kucing” adalah “Tidak ada kucing adalah anjing” . Konversi dari
“Beberapa ular adalah binatang berbisa” adalah “Beberapa binatang
berbisa adalah ular”.
Jenis-jenis Konversi
 Konversi Simple (Konversi Seluruhnya) adalah kualitas term subjek dan term predikat yang diubah posisinya
tidak berubah. Hanya proposisi E dan I yang dapat dikonversikan secara simple.
 Konversi Aksidental (Konversi Sebagian) adalah term subjek dan term predikat yang dikonversikan mengalami
perubahan kuantitas ini terjadi ketika A dikonversikan menjadi I dan E di konversikan menjadi O.
Agar konklusi benar, ketentuan berikut harus diperhatikan:
(*) Jika proposisi A dikonversikan, hasilnya ialah proposisi I.
(*) Jika proposisi E dikonversikan, hasilnya ialah proposisi E.
(*) Jika proposisi I dikonversikan, hasilnya ialah proposisi I.
(*) Proposisi O Tidak dapat dikonversikan.
Contoh :
1. Konversi Proposisi A
    Premis       : Semua filsuf adalah manusia (A)
    Konklusi    : Sebagian manusia adalah filsuf (I)
2. Konversi Proposisi E
    Premis       : Tak seorangpun filsuf adalah kera (E)
    Konklusi    : Tak satupun kera adalah filsuf (E) 
3. Konversi Proposisi I
    Premis       : Beberapa anggota ABRI adalah sarjana
    Konklusi    : Beberapa sarjana adalah anggota ABRI
4. Konversi O tidak dapat dikonversikan.
Obversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung
yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas sedangkan
artinya tetap sama. Dengan perkataan lain, obversi memberikan
persamaan dalam bentuk negatif bagi proposisi afirmatif atau
persamaan dalam bentuk afirmatif bagi proposisi negatif.
Contoh:      Semua mahasiswa adalah orang-orang intelek. (premis)
Kesimpulan :
 Tak ada mahasiswa adalah orang-orang yang tak intelek.
 Tak ada yang tak intelek adalah mahasiswa.
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari
dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Macam-macam Silogisme :
 Silogisme Kategorial
 Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan
menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis
yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah
term penengah (middle term).
Contoh:           Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
Akasia membutuhkan air (Konklusi)
 Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotetik:
 Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:           Jika hujan saya naik becak.(mayor)]
 Sekarang hujan.(minor)
 Saya naik becak (konklusi).
 Silogisme Alternatif.
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi
alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan
menolak alternatif yang lain.
Contoh:       Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor
Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
 Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disjungtif sedangkan
premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut
oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah
secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
Silogisme disjungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. 
Contoh:           Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
Ia tidak jujur (konklusi).
Silogisme disjungtif dalam arti luas
silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif.
Contoh:           Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
Hasan di pasar (konklusi).
KAIDAH-KAIDAH SILOGISME
KATEGORIS
 Term
1. Silogisme tidak boleh mengandung kurang dari 3 term
(minor, mayor, menengah)
2. Term antara (pembandingan) tidak boleh masuk ke dalam
kesimpulan.
3. Term subjek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh
lebih luas dari term premis.
4. Term antara (pembanding) harus sekurang-kurangnya
satu kali muncul sebagai term/ pengertian universal.
 Proposisi
1. Apabila kedua premis positi maka kesimpulan harus
positif.
2. Kedua premis tidak boleh negatif, premis keduanya negatif
tidak dapat melahirkan kesimpulan.
3. Kedua premis tidak boleh partikular, setidak-tidaknya satu
universal.
4. Kesimpulan harus mengikuti premis yang paling lemah.
SILOGISME TIDAK BERATURAN
Silogisme tidak beraturan bisa dibagi dua jenis yaitu silogisme
dihilangkan (Entimema) dan silogisme yang digabungkan
(Epikeirema, Sorites, dan Polisilogisme).

Anda mungkin juga menyukai