Anda di halaman 1dari 3

Putusan dan Proposisi

Sebagai makhluk “penahu”, setiap individu dapat mengklaim diri sebagai “mengetahui sesuatu”.
Masalahnya, bagaimana saya bisa menunjukkan bahwa saya mengetahui sesuatu? Yang pasti,
masing-masing kita tentu memikirkan sesuatu, dalam dalam proses itu, kita mengetahui sesuatu,
setidaknya sesuatu yang sedang dipikirkan tersebut. Dalam logika, pengetahuan paling sederhana
mengenai sesuatu dapat dinyatakan dalam “term” (kata dan suku kata). Sementara pengetahuan
yang lebih kompleks mengenai sesuatu dinyatakan dalam bentuk proposisi. Demikianlah, kita
mengetahui sesuatu karena kita menyatakan pengetahuan kita itu dalam bentuk putusan dan
proposisi.

Apakah putusan dan apakah proposisi itu? Uraian di bawah ini akan menjelaskan secara singkat
berikut contoh-contoh yang relevan mengenai putusan dan proposisi.

Apa itu Putusan dan Proposisi?

Setelah kita menyelidiki unsur fundamental dari penalaran, yaitu pengertian sebagai kegiatan mental
dan term sebagai ekspresi verbalnya, sekarang kita berusaha menyelidiki unsur kedua dari
penalaran, yaitu putusan sebagai kegiatan mental yang diekspresikan secara verbal dalam proposisi.

Dalam akal budi – terutama dalam rangka penalaran – suatu pengertian selalu dirangkaian dengan
pengertian yang lain sedemikian rupa sehingga pengertian yang satu mengakui atau mengingkari
tentang pengertian yang lain. Rangkaian pengertian berupa pengakuan/pengingkaran itulah yang
disebut putusan. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian selalu terkandung dalam suatu
putusan.

Putusan adalah pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain, yang berlangsung
di dalam akal budi. Sebagai contoh, apabila sewaktu kuliah berlangsung seorang mahasiswa berpikir
“Logika adalah ilmu yang sulit” tanpa menyatakan apa yang dipikirkannya itu dengan kata-kata,
maka mahasiswa tersebut membuat suatu putusan, karena dalam akal budi ia telah mengakui
pengertian “ilmu yang sulit” tentang “logika”. Apabila kemudian ia menyatakan apa yang
dipikirkannya itu kepada teman di sebelahnya, maka ia tidak hanya telah membuat suatu putusan,
tetapi ia telah juga mengungkapkan putusan itu dalam sebuah proposisi. Dengan demikian proposisi
dapat kita rumuskan sebagai pernyataan yang didalamnya manusia mengakui atau mengingkari
sesuatu tentang sesuatu yang lain.

Di antara kegiatan-kegiatan akal budi manusia, putusan adalah kegiatan budi yang paling penting.
Sebab dalam putusan suatu pengertian ditegaskan atau diingkari tentang pengertian yang lain.
Dengan demikian putusan yang diekspresikan secara verbal dalam proposisi menyatakan apakah
sesuatu diakui tentang sesuatu yang lain (afirmasi) atau sesuatu diingkari tentang sesuatu yang lain
(negasi). Maka dengan proposisi (sebagai ekspresi verbal dari putusan) kita dapat menentukan
kebenaran atau kekeliruan secara formal.

Unsur-unsur proposisi

Suatu proposisi selalu menyatakan pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain.
Oleh karena itu dalam suatu proposisi selalu terdapat tiga unsur berikut ini:

 Term subyek:  hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subyek
dalam sebuah proposisi disebut subyek logis. Ada perbedaan antara subyek logis dengan
subyek dalam sebuah kalimat. Tentang subyek logis harus ada penegasan/pengingkaran
sesuatu tentangnya;
 Term predikat:  isi pengakuan atau pengingkaran itu sendiri (apa yang diakui atau diingkari).
Term predikat dalam sebuah proposisi adalah predikat logis yaitu apa yang
ditegaskan/diingkari tentang subyek; dan

 Kopula:  penghubung antara term subyek dan term predikat dan sekaligus memberi bentuk
(pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan yang terjadi. Jadi fungsi kopula ada tiga: (a)
untuk menghubungkan subyek dan predikat; (b) untuk menyatakan subyek itu sungguh-
sungguh berada/exist; dan ( c ) untukj menyatakan cara mana subyek berada.

Setiap proposisi selalu mengandung ketiga unsur tersebut di atas. Itulah sebabnya, meskipun setiap
proposisi selalu, berupa kalimat adalah proposisi. Dalam logika sebuah kalimat adalah proposisi
apabila isi kalimat tersebut sanggup menjadi benar atau salah. Contoh-contoh berikut: “Selamat Hari
Ulang Tahun” dan “Semoga umur panjang” adalah kalimat tetapi bukan proposisi, karena kalimat-
kalimat tersebut dari segi isinya tidak dapat dibenarkan. Hal yang sama berlaku juga untuk kalimat
perintah atau kalimat tanya. Jadi kalimat-kalimat harapan, tanya, perintah, dan keinginan
(desideratif) tidak ada pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain. Oleh karena
itu kalimat-kalimat tersebut tidak dapat disebut proposisi. Hanya kalimat berita (informatif) adalah
proposisi.

Hal lain yang perlu diingat ialah bahwa dalam bangsa Indonesia kopula dalam suatu proposisi tidak
selalu dinyatakan secara eksplisit. “Amir nakal” adalah proposisi, karena nakal (term predikat) diakui
tentang Amir (term subyek), meskipun kedua term tersebut tidak dihubungkan secara eksplisit oleh
kopula. Hal ini kiranya semakin jelas ketika kita membahas tentang “proposisi kategoris standar” di
bawah kelak.

Klasifikasi Proposisi Menurut Sifat Pengakuan atau Pengingkarannya

Menurut sifat pengakuan atau pengingkaran yang terkandung di dalamnya, proposisi dapat
diklasifikasikan menjadi:

1. Proposisi kategoris, yaitu proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkaran yang
terkandung di dalamnya adalah “tanpa syarat”. Dalam kenyataannya, proposisi kategoris
dapat berupa proposisi kategoris dengan keterangan modalitas seperti “pasti”, “mungkin”,
“mustahil”, dan sebagainya; dan proposisi kategoris tanpa keterangan modalitas.

2. Proposisi hipotesis, yaitu proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkaran yang terkandung
di dalamnya adalah “dengan syarat”. Proposisi hipotesisi berdasarkan syarat yang di
dalamnya dibagi menjadi:

 proposisi hipotesisi kondisional (jika …., maka … / Jika dan hanya jika … maka …);

 proposisi disyungtif ( … atau …/ atau … atau … = … atau …, salah satu);

 proposisi konyungtif (tidak sekaligus ….. dan ……).

Pada umumnya proposisi kategoris yang kami kemukakan di sini adalah proposisi kategoris tanpa
keterangan modalitas. Hal ini penting untuk dicatat guna menghindari kesalahpahaman. Sebab apa
yang kami lakukan semata-mata karena keterbatasan waktu dan karena pada kenyataannya lebih
sering jenis proposisi itulah yang kita temukan dalam sehari-hari.

Proposisi Kategoris Standar

Proposisi kategoris yang dipakai standar dalam logika Aristoteles dikenal sebagai proposisi kategoris
standar. Proposisi kategoris standar adalah proposisi kategoris yang dirumuskan dalam bentuk
kalimat berita (informatif) dan di dalamnya terkandung pengakuan atau pengingkaran sesuatu (term
predikat) tentang sesuatu yang lain (term subyek); serta baik term subyek dan term predikatnya
menunjuk pada suatu substantif (dalam bahasa berupa kata benda) dan kedua term itu dihubungkan
oleh kopula dalam pola susunan “S = P” atau “S # P”. Contohnya : “Musang (term subyek, kata
benda) adalah (kopula) binatang (term predikat, kata benda)”. Bentuk ini adalah bentuk proposisi
kategoris yang dipakai sebagai standar dalam sistem Aristoteles. Proposisi-proposisi kategoris yang
berbeda bentuknya harus dikembalikan kepada bentuk proposisi kategoris standar ini. ada 4
kemungkinan penyimpanan dari bentuk standar ini yaitu:

Kemungkinan Penyimpulan Pertama: proposisi kategoris yang predikatnya tidak berupa substantif,


tetapi berupa kata sifat; seperti : “Mobil itu bagus”, “kulitmu hitam”, dan lain-lain. Untuk mengubah
proposisi kategoris yang demikian itu menjadi berbentuk standar, substansi yang memiliki sifat yang
bersangkutan harus disebutkan. Dengan perubahan tersebut, proposisi di atas dapat dijadikan
proposisi kategoris standar sebagai berikut: “Mobil itu adalah mobil yang bagus”, “Kulitmu adalah
kulit yang berwarna hitam”.

Kadang-kadang subyek kategoris standar seolah-olah tidak berupa substantif, tetapi hanya berupa
kata sifat ; misalnya : “Merah adalah berani”, “Ramah-tamah sangat terpuji”. Sesungguhnya subyek
dari kedua proposisi di atas bukanlah kata sifat dalam arti yang sebenarnya, melainkan berupa
substantif karena yang dikatakan di situ adalah hal “merah” dan “ramah-tamah” itu sendiri, yang
apabila kita kembalikan pada proposisi kategoris standar, proposisi itu akan menjadi:” Warna merah
adalah warna yang menunjuk pada sifat berani”, “Sifat ramah-tamah adalah sifat yang terpuji”
(perhatikan : sifat ramah-tamah bukanlah kata sifat, melainkan substantif).

Kemungkinan Penyimpulan Kedua: Proposisi yang tidak mengikuti pola susunan “S = P” atau “S # P”;
misalnya: “Yang mengikuti kuliah itu semuanya mahasiswa fakultas kedokteran”. Bentuknya yang
standar adalah “Semua yang mengikuti kuliah itu adalah mahasiswa fakultas kedokteran”.

Proposisi berikut ini juga menyimpang karena susunan dan predikatnya yang menunjukkan kata sifat
: “Masih ada gajah liar”. Bentuknya yang standar menjadi : “Sebagian gajah adalah binatang yang
masih liar”.

Kemungkinan Penyimpulan Ketiga: Proposisi yang term predikatnya berupa kata kerja. Misalnya
“Ibu Teresa memperjuangkan nasib jutaan orang miskin”. “Irak menginvasi Kuwait”. Bentuk yang
standar dari dua proposisi di atas adalah “Ibu Teresa adalah ibu yang memperjuangkan nasib jutaan
orang miskin”, “Irak adalah negara   yang menginvasi Kuwait”.

Kemungkinan Penyimpulan Keempat: Proposisi yang tidak lengkap. Misalnya: (Siapa yang


mengambil buku itu?) Sardi ! Seharusnya Sardi adalah orang yang mengambil buku itu.

Anda mungkin juga menyukai