Anda di halaman 1dari 46

SISTEM DISTRIBUSI OBAT

DOSEN PENGAMPU : NUR FAHMA LAILI, M.FARM., APT


PRINSIP DASAR PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN

Masyarakat

Obat
Pemerinta dan
Polri
h
Makana
n
Bpom

Pemerintah
Obat dan
Pelak
makanan
u
Usaha
RUANG LINGKUP KERJASAMA

Distribusi Produk Legal Ilegal


Produk Legal Produk Legal/terdaftar diBadan Produksi legal/terdaftar
POM produksi oleh produsen legal (misalnya obat keras)
disalurkan /didistribusikan oleh
BPOM sarana distributor/pengecer yang
tidak berwenang

BPOM POLRI
Produk Ilegal Produk illegal dan tidak terdaftar Obat palsu, produk illegal
disalurkan oleh sarana NAPZA diproduksi illegal
distributor/pengecer legal/terdaftar
BPOM + POLRI
BPOM POLRI
SISTEM DISTRIBUSI OBAT IDEAL

Sarana Produksi

Sarana
Penyaluran(PBF)

Instalasi
Sarana Toko Obat
Farmasi Klinik
Pelayanan(Apotek) berizin
dan RS
PEDOMAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
SK BADAN POM TAHUN 2003
TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
Personalia

Dokumentasi

Aspek-aspek
CDOB Pengadaan dan Penyaluran

Penyimpanan

Penarikan Kembali
GOOD DISTRIBUTION PRACTICE

• Cara Distribusi Obat Yang Baik


• Standart distribusi Obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi
PENERAPAN DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB)
SESUAI PERATURAN PERUUAN
CDOB Prinsip-prinsip CDOB
PERSONALIA
-Kompeten
Sarana Distribusi
-Profesional

SISTEM JAGA MUTU


-Sistem Jaminan Mutu Obat Standart QA --Sumber pengadaan
-Sistem Jaminan Keabsahan Post Market -Kondisi Penyimpanan
Obat -Hindari Kontaminasi
-Pengamanan Lalu lintas
Distribusi DOKUMENTASI
-SOP yang Mantap
AUDIT KOMPREHENSIF -Penataan (Mudah
Telusur)
-Pelaporan
Perlindungan - Inspeksi Diri
masyarakat atas
obat yang beredar
PRINSIP CDOB

1. Menjamin Keabsahan dan Mutu Obat agar obat yang sampai kekonsumen
adalah obat yang aman, efektif dan dapat digunakan sesuai indikasinya
2. Menjamin agar produk obat tidak keluar ke jalur illegal
Contoh
Napza : tidak illegal
Bahan Kimia Obat : Tidak ditambahkan kejamu
PP NO 72 TAHUN 1998
TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
DAN ALKES
• Bab I Ketentuan Umum
• Pasal I
• Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan alat Kesehatan baik dalam
rangka perdagangan bukan perdagangan atau pemindatanganan
• Bab IV Peredaran
• Peredaran sediaan farmasi dan alat Kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan
• Dilaksanakan dengan memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat Kesehatan
• Setiap pengangkut sediaan farmasi dan alat Kesehatan diperlukan kelengkapan dokumen
• -dokumen pengangkutan
• -Ijin Edar
• -Uji Mutu
PP NO 72 TAHUN 1998
TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
DAN ALKES
• Bab IV peredaran
• Penyaluran :
• Penyaluran Sediaan farmasi dan alat Kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Usaha yang telah memiliki Izin
• Penyerahan
• Penyerahan sediaan farmasi dan alat Kesehatan dilakukan untuk digunakan dalam pelayanan Kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
• Dalam pelayanan Kesehatan dilakukan berdasarkan:
• A. Resep Dokter
• B. Tanpa Resep dokter
DISTRIBUSI OBAT
• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai
merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi
ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat.
PENYERAHAN (RESEP DOKTER)
- Apotek Lain
Apotek - Rumah Sakit
- Puskesmas
- Klinik

Hanya Ke Pasien
Pengguna
PENYALURAN NARKOTIKA
Industri Farmasi

-Apotek PBF Kimia Farma/pbf


-RS lain yang berwenang
-Klinik,puskesmas
PENYALURAN PSIKOTROPIKA
Industri Farmasi PBF

-Apotek
-Rumah Sakit
PBF -Sarana Pelayanan Pemerintah
-Klinik
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pengadaan dan Penyaluran

S.K Menkes no 809/ph/64/b Peraturan


PBF
tentang penyaluran Obat Keras Oleh PBF

Surat Pesanan Apotek harus ditandatangani Apoteker


Pesanan PBF: Oleh Apoteker/Asisten Apoteker
Larangan Penjualan dari PBF ke dokter langsung
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Permenkes Tentang Pedagang Besar


PBF
Farmasi No 163/Kab/B/Vii/73

 Menjual/menyerahkan bungkus asli


 Tidak boleh menjual eceran
 Dilarang menyimpan dan memperdagangkan obat
 narkotika apabila tidak memeiliki ijin khusus
 Tidak boleh melayani resep
 Penyerahan obat bebas terbatas disertai tanda peringatan
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Permenkes Tentang Penyaluran Obat


PBF
Produk Farmasi Asing

 Tidak dibenarkan menyalurkan langsung obat yang


diproduksinya
 Menyalurkan melalui PBF
 Dapat menunjuk perusahaan yang belum memiliki izin
untuk mendaptkan izin
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

PBF SK Menkes No 3987/A/SK/73

 Tidak diperkenankan menjual obat langsung kepada


dokter, dokter gigi dan dokter hewan
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

SK Menkes No: 4278/A/SK/72


PBF

 Melarang pengimporan, distribusi, penyimpanan dan


pemakaian obat tidak terdaftar
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Kep Menkes No 1191 Menkes/SK/IX/2002


PBF Tentang Perubahan Permenkes No:
918/Menkes/Per/x/1993
Tentang Pedagang Besar Farmasi

 Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya


langsung ke PBF, apotik, took obat dan saranan pelayanan
Kesehatan lainnya (untuk obat keras, psikotropika dan
narkotika sesuai ketentuan)
 Pengadaan dari sumber sah berdasarkan per-Uuan yang
berlaku
 Dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik
ditempat kerjanya atau ditempat lain
 Dilarang melayani resep dokter
 Dilarang pengadaan dan penyaluran narkotika dan
psikotropika tanpa ijin khusus
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Permenkes No 918/Menkes/Per/IX/1991
PBF tentang PBF

 Ketentuan tentang pengadaan dan penyaluran tidak ada


perubahan sesuai dengan permenkes No
918/Menkes/Per/X/1993
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Permenkes287/Menkes/SK/XI/76 tentang
PBF pengimporan penyimpanan dan
penyaluran bahan baku obat

 Apotik dilarang membeli atau menerima bahan baku obat


selain dari PBF penyalur Bahan Baku obat PT Kimia
Farma dan PBF yang akan ditetapkan kemudian
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

Permenkes tentang pengimporan


PBF penyimpanan dan penyaluran bahan baku
obat No 287/Menkes/SK/XI/76

 PBF yang tidak memiliki ijin penyalur bahan baku obat


dilarang menerima, menyimpan dan menyalurkan bahan
baku obat
Peraturan perundang-Undangan
Pengadaan dan Penyaluran

PBF Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009


tentang pekerjaan kefarmasian

 Pekerjaan Kefarmasian
 Pengadaan Sediaan Farmasi
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi
 Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi
PENYIMPANGAN
PEREDARAN
OBAT DI INDONESIA
TEMUAN PENYIMPANGAN OLEH BPOM

Apotek Panel
Dokumentasi Kehadiran
Tidak tertib Penanggung
jawab

Obat Expired
Pasokan Jenis
tidak resmi Penyimpangan

Ulah
Salesman
Wilayah
Operasi
PEMUTIHAN

• Adalah Tindakan dimana suatu badan usaha (Apotik, Rumah Sakit, atau
bahkan PBF) menyatakan diri sebagai penerima sejumlah barang (obat) yang
sesungguhnya tidak pernah diterimanya
PENYIMPANGAN YANG BIASA DILAKUKAN
PBF
• PBF distributor biasanya mendelegasikan penyimpangan pendistribusian obatnya
kepada PBF Sub Distributor (Sub Distributor mendapat discount untuk tujuan ini
• PBF Distributor dan PBF Sub Distributor memakai Apotik Panel untuk menyamarkan
penyimpangan distribusi obat disebut dengan PEMUTIHAN
• Bekerja sama dengan apotik panel untuk mendapatkan omzet di dokter, klinik RS tanpa
apoteker, toko obat
• Memanipulasi penerima obat yang tidak berhak dengan cara memanipulasi penerima
data
• Cara yang lazim dipakai adalah seolah mengirimkan obat ke outlet X, tetapi
obatnya dikirim ke outlet Y (umumnya ke dokter/took obat)
• Salesman dengan sengaja mengirimkan pesanan yang salah berupa jumlah
obat yang lebih banyak dari yang dipesan apotik, atau obat yang tidak
dipesan oleh apotik.
• Obat-obat yang dikembalikan apotik biasanya dibayar secara TUNAI oleh
salesman lalu dijual oleh salesman ke tempat lain (dokter/took obat)
APOTIK PANEL

• Adalah apotik yang bekerja sama dengan PBF dalam mendistribusikan obat keras kepada pihak-
pihak yang diinginkan oleh PBF yaitu:
• Dokter
• Rumah sakit tanpa apoteker
• Poliklinik atau klinik tanpa apoteker
• Paramedis
• Toko obat
• Perorangan atau freelancer
APOTIK PANEL
APOTIK PANEL
APOTIK PANEL
APOTIK PANEL
TINJAUAN HAK DOKTER ATAS
PENYIMPANAN OBAT
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 athun 2004 tentang praktik kedokteran
• Penjelasan pasal
• Pasal 35 ayat 1 hurf I
• Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan bagi dokter dan dokter gigi
untuk menyimpan obat selain suntik sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien.
• Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari apoteker yang memiliki izin untuk
mengelola apotek. Jumlah obat yang disediakan terbatas pada kebutuhan pelayanan
TINJAUAN HAK DOKTER ATAS
PENYIMPANAN OBAT
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 athun 2004 tentang praktik kedokteran
• Pasal 35 ayat 1
• Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan
praktik kedokteran sesuai Pendidikan dan kompetensi yang dimiliki yang terdiri atas:
• Huruf i:
• Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
• Huruf j:
• Meracik dan menyerahkan obat kepasien bagi yang praktik didaerah terpencil yang tidak ada apotik
ANALISA KASUS
ANALISA KASUS
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG
SYSTEM DISTRIBUSI OBAT

• Sanksi administrative
• Pemerintah berwenang mengambil Tindakan administrative terhadap
• Tenaga Kesehatan
• Sarana Kesehatan yaitu berupa pencabutan izin atau izin lain yang diberikan
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG SYSTEM
DISTRIBUSI OBAT

• Sanksi admiistratif
• Pp 72/1998 pengamanan sediaan farmasi dan alat Kesehatan (pasal 72)
• Peringatan secara tertulis
• Larangan mengedarkan untuk sementara waktu
• Perintah penarikan produk yang tidak memenihi syarat mutu, keamanan, kemanfaatan
• Perintah pemusnahan: jika terbukti tidak memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan
• Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industry, izin edra atau izin lain yang
ditetapkan
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG SISTEM
DISTRIBUSI OBAT
Ordonansi Obat Keras(St. 1949 No. 419)
•Pasal 12 (ayat1)
•Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan atau denda setinggi tingginya 5000 gulden dikenakan
kepada:
•Mereka yang melanggar peraturan-peraturanl arangan yang dimaksudkan dalam Pasal 3, 4 dan 5
•Pedagang kecil yang diakui berdagang berlawanan dgn ayat ayat khusus yg ditentukan pada surat
izinnya atau bertentangan dgn peraturan umum yg dimaksud dalam Pasal 6 ayat(5)
•Pedagang Besar yg diakui berdagang bertentangan dgn syarat syarat yg dimaksudkan dalam Pasal 7
ayat (4)
•Mereka yg berdagangan bertentangan dgn ketentuan-ketentuan pada Pasal 8 ayat(1)
•Mereka yg berdagang bertentangan dgn peraturan-peraturan yg dikeluarkan olehSec. V. St. sesuai dgn
Pasal 8 ayat(2);
•Mereka yg tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 ayat(7); Pasal7 ayat (6) atau Pasal
9 ayat(1) dan(3)
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG
SISTEM
DISTRIBUSI OBAT
Ordonansi Obat Keras (St. 1949 No. 419)
• Pasal 12 ( ayat2 )
• Obat-obat keras dengan mana atau terhadap mana dilakukan dapat
dinyatakan disita
• Pasal 12 ( ayat3 )
• Jika tindakan–Tindakan yang dapat dihukum dijalankan oleh seorang
Pedagang Kecil atau Pedagang Besar yang diakui maka sebagai tambahan
perdagangan dalam obat keras dapat dilarang untuk jangka waktu setinggi–
tingginya 2 tahun
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG SISTEM
DISTRIBUSI OBAT

• Pasal 386
• Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang
makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan
menyembunyikan hal itu,diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
• Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu di palsu, jika nilainya atau
faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan lain.
SANKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG SISTEM
DISTRIBUSI OBAT
•Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2014
•Pasal 80 ayat (4) huruf b;
•Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak
memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya Pasal40 ayat(1);
•Pasal 81 ayat(2) huruf c;
•Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat Kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat(1); dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak
Rp140.000.000,00(serratus empat puluh juta rupiah)
•Pasal 41 ayat (1);
•Sediaan farmasi dan alat Kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar

Anda mungkin juga menyukai