Anda di halaman 1dari 48

FUNGSI HUKUM

PIH
Apa Fungsi Hukum?
• Menurut Achmad Ali, untuk menjawab
pertanyaan tersebut, tergantung yang ingin
kita capai.
• Dengan kata lain fungsi hukum itu luas,
tergantung tujuan-tujuan hukum umum dan
tujuan spesifik yang ingin dicapai.
• Fungsi hukum menurut para ahli.
• Sudikno Mertokusumo, “pada hakikatnya
hukum tidak lain adalah perlindungan
manusia yang berbentuk kaidah atau
norma....”.
• Rusli Effendi dkk, cenderung melihat fungsi
hukum ada dua:
a. Fungsi pasif hanya menjaga status quo.
Fungsi ini disebut “a tool of social control”.
b. Fungsi aktif, merombak hukum yang telah
ada menuju suatu keadaan yang dicita-
citakan. Fungsi ini dikenal sebagai “law as
tool of social engineering”.
• Menurut Harun Utuh, Soerjono Soekanto,
Mustafa Abdullah dalam Lili Rasyidi dkk:
1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila
penentuannya didasarkan pada kaidah yang
lebih tinggi tingkatannya (Hans Kelsen) atau
menurut cara yang telah ditetapkan (W.
Zevenbergen) atau apabila menunjukkan
hubungan keharusan antara suatu sebab
akibat (J.H.A. Logemann).
2. Kaidan hukum berlaku secara sosiologis
apabila kaidah tersebut efektif, artinya dapat
dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak diterima oleh warganya (teori
kekuasaan) atau kaidah itu berlaku karena
diterima dan diakui oleh masyarakat (teori
pengakuan).
3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis
artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai
nilai positif tertinggi.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor yang
mendukung pelaksanaan berlakunya hukum
adalah:
1. Kaidah hukum tersebut bersifat sistematis,
yaitu tidak bertentangan baik vertikal maupun
horizontal.
2. Penegak hukum mempunyai pedoman tertulis
mengenai tugas dan wewenangnya serta
berkualitas secara profesional.
3. Adanya fasilitas pendukung pelaksanaan
kaidah hukum tersebut.
4. Ketaatan dan kepatuhan warga masyarakat di
mana hukum itu berlaku.
• Menurut Soedjono Dirdjosisworo, fungsi dan
peranan hukum adalah penertiban,
pengaturan, dan penyelesaian pertikaian.
Secara garis besar fungsi hukum dibagi dalam
beberapa tahap:
1. Sebagai alat ketertiban dan keteraturan
masyarakat. Hukum memberikan perintah
dan larangan.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan
sosial lahir dan batin. Hukum memiliki
kekuatan daya mengikat baik fisik maupun
psikologis. Seperti mengancam dengan sanksi
bagi yang melakukan kejahatan/pelanggaran.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan.
Hukum sebagai sarana pembangunan
merupakan alat dari otoritas untuk
membawa masyarakat ke arah yang lebih
maju.
4. Sebagai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum
untuk melakukan pengawasan, baik kepada
aparatur pengawas, pelaksana, dan penegak
hukum itu sendiri.
Menurut Satjipto Rahardjo, salah satu ciri
yang menonjol dari hukum pada masyarakat
modern adalah penggunaannya secara sadar
oleh masyarakatnya.
• Hukum dapat digolongkan ke dalam faktor
penggerak yaitu memberikan dorongan
secara sistematik. Menurut Satjipto Rahardjo,
contohnya adalah keputusan yang dibuat oleh
Supreme Court Amerika Serikat tahun 1954
yang menyatakan bahwa pemisahan rasial
pada sekolah-sekolah pemerintah adalah tidak
konstitusional.
• Roscoe Pound dalam Lili Rasyidi menjelaskan,
untuk memudahkan dan menjelaskan tugas
social engineering ini dengan perumusan dan
penggolongan social interest. Terdapat 6
social interest yang penting:
1. Kepentingan masyarakat bagi keselamatan
umum, meliputi kepentingan perlindungan
hukum bagi keamanan dan ketertiban,
kesehatan dan kesejahteraan, jaminan bagi
transaksi dan pendapatan.
2. Jaminan bagi lembaga-lembaga sosial.
3. Kepentingan masyarakat dalam kesusilaan/
moral umum, menyangkut perlindungan
masyarakat terhadap kerusakan moral.
4. Kepentingan masyarakat dalam pemeliharaan
sumber-sumber sosial, seperti keinginan
dalam kehidupan masyarakat beradab.
5. Kepentingan terhadap kemajuan umum,
meliputi, (1) kemerdekaan hak milik,
perdagangan bebas, dan inovasi. (2)
kemajuan politik, melalui kritik yang bebas ,
kemerdekaan dalam menuntut ilmu dsb.
6. Kehidupan individu seperti, hidup layak,
kemerdekaan berbicara, kemerdekaan
memilih jabatan/pekerjaan.
• Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum di
Indonesia tidak cukup berperan sebagai alat,
tetapi juga sebagai sarana pembaharuan
masyarakat.
• Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep
tersebut adalah:
1. Ketertiban dan keteraturan dalam usaha
pembangunan dan pembaharuan memang
diinginkan.
2. Hukum dalam arti kaidah diharapkan dapat
mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang
dikehendaki oleh pembangunan
pembaharuan itu.
Mochtar dalam Darji Darmodihardjo
menjelaskan:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan
dalam proses pembaharuan hukum lebih
menonjol jika dibandingkan dengan di AS yang
menempatkan yurisprudensi sebagai hal yang
lebih penting.
2. Konsep hukum sebagai “alat” akan
mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda
dari penerapan legisme sebagaimana pernah
diadakan pada zaman Hindia Belanda.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum
internasional, konsep hukum sebagai sarana
pembaharuan masyarakat sudah diterapkan
jauh sebelum konsep itu diterima sesuai
landasan kebijakan hukum nasional.
• Selanjutnya ada tiga catatan pelengkap “social
engineering” dari hukum:
1. Hukum sebagai sebuah sistem, secara
keseluruhan tidak dapat terlepas dari nilai-
nilai yang hidup di masyarakat.
2. Penetapan tujuan hukum yang terlalu jauh
dari kenyataan sosial sering menyebabkan
dampak negatif yang perlu diperhatikan.
3. Konsep “social engineering” tidak boleh
berhenti pada penciptaan hukum tertulis,
karena hukum tertulis seperti itu selalu
mengalami keterbatasan.
• Fungsi hukum menurut Achmad Ali:
A. Fungsi Hukum sbg “a tool of social control”.
Menurut Romy Hanitijo Sumitro dalam
Achmad Ali, kontrol sosial merupakan aspek
normatif dari kehidupan sosial atau dapat
disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah
laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya
seperti larangan, tuntutan, pemidanaan, dan
pemberian ganti rugi.
• Hukum bukan satu-satunya alat pengendali
sosial, dan hukum hanya merupakan salah satu
alat kontrol sosial dalam masyarakat.
• Menurut Romy dalam Achmad Ali, “tingkah
laku yang menyimpang merupakan tindakan
yang tergantung pada kontrol sosial. Ini berarti
kontrol sosial menentukan tingkah laku
bagaimana yang merupakan tingkah laku yang
menyimpang.
• Makin tergantung tingkah laku pada kontrol
sosial makin berat nilai penyimpangan. Makin
tergantung tingkah laku itu pada kontrol
sosial, makin berat nilai penyimpangan
pelakunya. Berat ruginya tingkah laku
menyimpang itu tergantung...”
• Menurut Achmad Ali, ada hal yang perlu diketahui
terkait fungsi hukum sebagai alat pengendalian
sosial, yaitu:
a. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial
dapat dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat
yang dewasa ini berwujud kekuasaan negara yang
dilaksanakan oleh “the making class” tertentu atau
suatu “elit”. Hukum biasanya berwujud hukum
tertulis atau perundang-undangan.
b. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian
sosial dapat juga dijalankan sendiri “dari
bawah” oleh masyarakat itu sendiri. Hukum
biasanya berwujud tidak tertulis atau hukum
kebiasaan.
• Terlaksana atau tidak terlaksananya fungsi
hukum sebagai alat pengendalian sosial
ditentukan oleh dua hal, yaitu:
a. Faktor aturan hukumnya sendiri.
b. Faktor pelaksana hukumnya (orangnya).
• Berkaitan dengan hal itu, ada pameo dari guru
besar Fak. Hukum Unhas alm. A. Zainal Abidin
Faried, “Kalau saya disuruh memilih antara
hukum yang baik dengan pelaksanaan yang
buruk, dan hukum yang buruk dengan
pelaksanaan yang baik, maka saya akan memilih
hukum yang buruk dengan pelaksanaan yang
baik. Tetapi tentu lebih baik lagi jika baik aturan
hukumnya maupun pelaksanannya baik.”
B. Fungsi hukum sbg “a tool of social engineering”.
Konsep hukum sbg “a tool of social engineering”
selama ini dianggap sebagai konsep yang netral
yang dicetuskan oleh Roscoe Pound.
Konsep hukum sebagai “a tool of social
engineering” dapat diperhadapkan dengan konsep
hukum yang lain seperti yang diajarkan aliran
historis dari von Savigny.
• Oleh karena itu Roscoe Pound
mengemukakan konsep hukum sebagai “a tool
of social engineering” yang memberikan
dasar bagi kemungkinan digunakannya
hukum secara sadar utk mengadakan
perubahan masyarakat.
• Menurut Adam Podgorecki, untuk
mengefektifkan penggunaan metode “law as
tool of social engineering” agar peraturan
yang dibuat mencapai hasil maksimal, maka
perlu diperhatikan hal utama:
1. Menguasai dengan baik situasi yang
dihadapi.
2. Membuat suatu analisis tentang penilaian-
penilaian yang ada serta menempatkan dalam
suatu urutan hierarki.
3. Melakukan verifikasi hipotesis-hipotesis seperti
apakah suatu metode yang dipikirkan untuk
digunakan pada akhirnya nanti akan
membawa kepada tujuan yang dikehendaki.
4. Pengakuan terhadap efek perundang-undangan
yang ada.
• Contoh dampak positif penggunaan hukum
sebagai alat rekayasa sosial antara lain:
a. Putusan Mahkamah Agung AS tahun 1954
yang menetapkan bahwa orang kulit hitam
harus dipersamakan dengan orang kulit
putih.
b. UU dan peraturan-peraturan lain mengenai
lingkungan hidup, dsb.
3. Fungsi Hukum sebagai Simbol.
contoh dari hukum sebagai simbol, seseorang
yang mengambil barang orang lain dengan
maksud memiliki, dengan jalan melawan
hukum, oleh hukum pidana disimbolkan
sebagai tindakan pencurian yang seyogianya
dihukum.
4. Fungsi Hukum sebagai Alat Politik
Pandangan bahwa hukum tak mungkin
dipisahkan sama sekali dari politik, bukan
hanya pandangan juris yang beraliran
sosiologis, tetapi bahkan pencipta “the pure
theory of law”, Hans Kelsen yang antara lain
mengemukakan (dikutip dari Purnadi dan
Soerjono, 1983:12) bahwa:
• “Pemisahan politik secara tegas sebagaimana
dituntut oleh ajaran murni tentang hukum,
hanya berkaitan dengan ilmu hukum, dan
bukan dengan objeknya yaitu hukum. Dengan
tegas dikatakan hukum tidak dapat dipisahkan
dengan politik”.
5. Fungsi Hukum sebagai Mekanisme untuk
Integrasi.
Dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat
berbagai kepentingan warganya. Diantara
kepentingan itu ada yang selaras dengan
kepentingan pihak lain, tetapi ada juga
kepentingan yang menyulut konflik dengan
kepentingan pihak lain.
• Hukum sering disalahartikan, ia hanya
berfungsi jika terjadi konflik. Padahal hukum
telah berfungsi sebelum konflik itu terjadi.
Oleh karena itu hukum berfungsi sebelum dan
sesudah terjadinya konflik.
• Sehubungan dengan hal itu, hukum berfungsi
sebagai ‘mekanisme untuk melakukan
integrasi’ terhadap berbagai kepentingan
warga masyarakat, dan juga berlaku baik jika
ada konflik maupun tidak ada konflik.
• Namun penyelesaian konflik dalam
masyarakat, bukan hukum satu-satunya
sarana pengintegrasi, melainkan masih
terdapat sarana pengintegrasi lain seperti
kaidah agama, kaidah moral, dsb.
• Salah satu pakar yang menulis teori tentang
fungsi hukum adalah Herry C. Bredemeier
yang memandang “law as an integrative
mechanism”. Adapun kerangka yang
digunakan oleh Bredemeier dalam
membangun analisisnya tentang fungsi hukum
sebagai mekanisme pengintegrasi atau
integrator,
• dikembangkan analisisnya tentang fungsi
hukum serta hubungannya dengan fungsi sub-
sistem lain yang terdapat dalam masyarakat
yang awalnya dibangun oleh Talcott Parsons
dkk.
• Postulat dalam kerangka tsb adalah 4 proses
fungsional terutama diobservasi dalam suatu
sistem sosial, masing-masing:
a. Adaptasi,
b. Pencapaian tujuan (goal pursuance),
c. Mempertahankan pola (pattern
maintenance),
d. Integrasi.
• Bredemeier cenderung melihat fungsi hukum
hanya sebagai penjaga yang bertugas untuk
menyelesaikan sengketa. Hukum barulah
beroperasi setelah ada konflik, misalnya ada
seseorang menggugat bahwa kepentingannya
terganggu oleh orang lain. Dalam hal ini
menjadi tugas pengadilan untuk menjatuhkan
putusan utk menyelesaikan konflik.
• Talcott Parsons dkk. melihat bahwa
pengadilan bergantung pada tiga macam
masukan, yaitu:
a. Pengadilan membutuhkan suatu analisis
mengenai sebab dan akibat dari peristiwa
yang dipersengketakan itu.
b. Pengadilan membutuhkan suatu konsepsi
tentang pembagian tugas.
c. Pengadilan menghendaki agar para
penggugat memilih pengadilan sbg satu-
satunya mekanisme penyelesaian konflik.

Anda mungkin juga menyukai