Anda di halaman 1dari 18

Isma Hayati Nuraida 1805015083

Dyah Ayu Regina Putri 1805015087


PENYAKIT TULAR Indah Rahmayani Putri 1805015088
BINATANG TIKUS Shohibul Mawahib 1805015099
Chika Rizky Adinda 1805015101
Osshy Onegustin 1805015103
KELOMPOK 2 Novira Putri Ruwanda 1805015108
AIKA Personal Hygiene
Al-baqoroh : 222

‫ْث‬ ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َرب ُْوهُ َّن َح ٰتّى ي‬


ُ ‫طهُرْ َن ۚ فَاِ َذا تَطَهَّرْ َن فَأْتُ ْوهُ َّن ِم ْن َحي‬ ۤ
ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ هُ َو اَ ًذ ۙى فَا ْعتَ ِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬ ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِحي‬ َ َ‫ ْون‬Kََُٔ‫َويَسْٔـل‬
‫اَ َم َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِي َْن َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّري َْن‬

Terjemahan : Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu
adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati
mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan
menyukai orang yang menyucikan diri.
Bioekologi Vektor Penyakit Menular Binatang
Pengganggu Tikus Penyakit Leptospirosis
◦ Tikus adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian,
perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak
diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan
berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan. Rodensia komensal yaitu
rodensia yang hidup didekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan
dalam penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen
penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat
ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan
ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan tungau). Beberapa penyakit penting yang dapat
ditularkan ke manusia antara lain, pes, salmonelosis, leptospirosis, murin typhus.
BIOLOGI
Ciri yang menarik adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat + menggigit benda-benda yang
keras). Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing sepasang. Gigi seri ini secara tepat
akan tumbuh memanjang sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan
graham (premolarKarakteristik lainnya adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya. Karakteristik lainnya
adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya. Yaoitu rodensia komensal berjalan dengan telapak kakinya.

Beberapa jenis Rodensia :

1. Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup dilibang tersebut.

2. Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak tinggal ditanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan.
Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik.
Hal ini karena pada bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia penggali
bantalan telapak kakinya halus

3. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya bisa ditemui di dalam dinding, lapisan
atap (eternit), kotak penyimpanan atau laci.
SIKLUS TIKUS REPRODUKSI
Kebiasaan dan habitat
a. R. norvegicus : Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-benda keras seperti
kayu bangunan, aluminium dsb. Hidup dalam rumah, toko makanan dan gudang, diluar rumah,
gudang bawah tanah, dok dan saluran dalam tanah/riol/got

b. R. ratus diardii : Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang ulung, menggigit
benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon, tanaman yang menjalar. Hidup dalam rumah
tergantung pada cuaca.

c. M. musculus : Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang, menggigit hidup


didalam dan diluar rumah
Epidemiologi Penyakit Tular Vector (Penyakit
Leptospirosis)
Leptospirosis terjadi jika ada kontak antara manusia dengan hewan atau lingkungan
yang sudah terinfeksi bakteri Leptospira. Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh
manusia melalui membran mukosa atau luka lecet di kulit. Selanjutnya bakteri
Leptospira menginvasi epitel penderita dan akan berproliferasi serta menyebar ke organ
sasaran. Leptospirosis tersebar luas di negara-negara yang beriklim tropis termasuk
Indonesia. Kondisi lingkungan di wilayah tropis sangat mendukung penyebaran bakteri
Leptospira, karena bakteri ini cocok hidup pada lingkungan dengan temperatur hangat,
pH air dan tanah netral, kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Terlebih jika kondisi
lingkungan dalam keadaan yang buruk yang mendukung perkembangan dan lama hidup
bakteri
Leptospirosis diberi perhatian khusus oleh World Health Organization (WHO)
karena saat ini prevalensinya masih tinggi di berbagai negara dan dapat
mengakibatkan kematian secara mendadak. Di wilayah Asia Pasifik leptospirosis
di kategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui media air (water borne
disease), terlebih air yang sudah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira.
International Leptospirosis Society (ILS) menyatakan bahwa Uruguay, India, dan
Indonesia merupakan tiga negara tertinggi di dunia untuk angka Case Fatality
Rate (CFR). Sedangkan Indonesia sebagai negara peringkat ketiga tertinggi di
dunia yang mempunyai angka CFR sebesar 2,5%-16,45% atau rata-rata 7,1%.
Angka ini dapat lebih tinggi sampai 56% apabila penderita leptospirosis telah
berusia lebih dari 50 tahun dan terlambat mendapatkan pengobatan
Di Indonesia, kasus leptospirosis pada tahun 2014 tersebar di empat provinsi,
yaitu DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.(13) Boyolali
merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang dilaporkan telah terjadi
kasus leptospirosis. Kejadian leptospirosis di Kabupaten Boyolali pertama kali
teridentifikasi pada tahun 2012. Kemudian pada tahun 2014 di Kabupaten
Boyolali dinyatakan telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis dengan
peningkatan jumlah kasus yang cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya (CFR sebesar 33,3%). Secara alamiah leptospirosis terjadi karena
adanya interaksi yang sangat kompleks dan beragam antara agent (pembawa
penyakit), host (tuan tumah/pejamu) dan environment (lingkungan). Penjelasan
tiap faktor akan dibahas sebagai berikut :
• Agent (pembawa penyakit)

Pembawa leptospirosis adalah bakteri berbentuk spiral berpilin yang masuk dalam genus Leptospira. Bakteri
Leptospira memiliki dua lapis membran, berbentuk spiral, lentur, tipis dengan tebal 0,1 µm dan panjang 10-
20 µm. Pada kedua ujungnya terdapat kait berupa flagelum periplasmik. Bergerak maju mundur dan
memutar sepanjang sumbunya. Bakteri ini dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan dan
peka terhadap asam

• Host (penjamu)

Penyakit Leptospira memiliki dua pejamu, yaitu binatang/mamalia dan manusia. Mamalia yang menjadi
pejamu ini dikenal dengan sebutan reservoir, berupa binatang buas dan juga ternak, termasuk tikus. Di
Indonesia, sumber penularan utama leptospirosis adalah tikus.

• Environment (lingkungan)

Penyakit leptospirosis ini biasanya terjadi pada wilayah tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan
tinggi, udara yang hangat dan lembab serta biasanya terjadi setelah banjir berlangsung. Biasanya setelah
banjir berakhir, manusia dan binatang akan terpapar oleh air maupun tanah yang terkontaminasi bakteri
Leptospira
Metode Pengendalian Vektor (Tikus)
1. Pengendalian secara fisik
a. Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping)
Cara penempatan perangkap Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari
dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi. Untuk setiap ruangan
dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah
satu perangkap
Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk memberi kesempatan
pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap dan diperiksa setiap pagi harinya untuk
mengumpulkan hewan yang tertangkap.
B. Rat Proofing
Upaya rat proofing bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya tikus dalam ruangan serta
mencegah tikus bersarang di bangunan tersebut.

C. Sanitasi Lingkungan dan Manipulasi Habitat


Bila ditemukan tempat yang sanitasinya kurang baik dan bisa menjadi factor penarik tikus, maka akan
merekomendasikan diadakan perbaikan oleh klien. Sanitasi dan manipulasi habitat bertujuan
menjadikan lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangbiakan tikus. Tujuan dari
perbaikan sanitasi lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan
tikus.

D. Treatment Tikus (Rodent Control)

Pengendalian tikus menggunakan Rat Baiting. Penggunaan trap untuk jangka panjang menimbulkan
tikus jera umpan dan neophobia terhadap trap. Penggunaan trap hanya untuk tempat-tempat yang sangat
khusus dengan populasi tikus yang rendah.
2. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang dapat
membunuh tikus atau dapat mengganggu aktivitas tikus. Secara umum pengendalian secara kimiawi
dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu umpan beracun, bahan fumigasi, bahan kimia repellent,
bahan kimia antifertilitas.

3. Pengendalian Biologis : Pengendalian metode biologi dilakukan dengan memanfaatkan


organisme yang bersifat predator dan organisme yang menghasil kantoksin. Seperti memelihara
binatang pemangsa tikus (predator), seperti kucing.

4. Pengendalian Fisik dan Mekanik

Memastikan bahwa seluruh konstruksi rumah tidak adanya celah yang memungkinkan tikus masuk, baik dari
bawah pintu, lubang pembuangan air, atau dari bawah saluran air, mengeliminasi sarang atau tempat
persembunyian tikus serta memangkas ranting pohon yang menjulur kebangunan, tidak membuat taman terlalu
dekat dengan struktur bangunan, contohnya dengan memasang plat besi pada pohon.
Permasalahan dan solusi dari metode
pengendalian vektor yg telah dilakukan

Dari survei penilitian yang dilakukan di seluruh kecamatan Boyolali tahun 2012- 2015 yang berjumlah 47 kasus,
didapatkan hasil :
A. variaberl orang: Permasalahan yang ada pada masyarakat yaitu kurangnya pengetahuan terutama pada orang dewasa
(26-45) yang berjenis kalamin laki-laki dimana lakilaki sering melakukan aktivitas di luar rumah yang berhubungan dengan
air, biasanya terjadi pada kelompok petani dan peternak serta para pekerja yang berhubungan dengan hutan dan air .

B. variable waktu: Kejadian leptospirosis di Kabupaten Boyolali paling tinggi terjadi pada saat musim penghujan, Bulan
Maret.

C. variable tempat : Kecamatan Nogosari termasuk kecamatan di Boyolali yang dilewati oleh Sungai Cemoro, selain itu
sebagian besar lahan di Kecamatan Nogosari digunakan untuk persawahan dan perkebunan.
SOLUSI :
Solusi yang perlu dilakukan kepada masyarakat adalah dengan perlu dilakukannya penyuluhan
pada seluruh kelompok umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan terutama pada petani dan
peternak terkait cara pencegahan penularan leptospirosis supaya terhindar dari bahaya
leptospirosis. Peningkatan pengetahuan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
menjadi tantangan utama untuk mencegah terjadinya leptospirosis. Masyarakat yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang leptospirosis akan memiliki sikap yang baik juga dan diharapkan
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan
pemberian sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya dan cara pencegahan leptospirosis.
Sosialisasi dapat dilakukan oleh petugas kesehatan maupun kader kesehatan yang ada di
masyarakat melalui ceramah, penempelan poster, penyebaran leaflet. Solusi untuk tim medis
dalam masalah ini yaitu perlu adanya peningkatan kemampuan tenaga medis untuk menegakkan
diagnosis leptospirosis yang sangat diperlukan yaitu dengan dengan Rapid Diagnostic Test,
Polymerase Chain Reaction, Microscopic Agglutination Test, dan lainnya. supaya penderita dapat
segera ditangani.
Referensi
Sakit, K. D. R. PENGENDALIAN HKUS.

https://antipestmanagement.wordpress.com/2016/07/20/153/

http://www.academia.edu/9362880/MAKALAH_PENGENDALIAN_VEKTOR_DAN_BINAT

Widjajanti, W. (2019). Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan Leptospirosis Epidemiology, diagnosis, and prevention of Leptospirosis. J. Health.
Epidemiol. Commun. Dis, 5(2), 62-68.

Nuraini, S., Saraswati, L. D., Adi, M. S., & Susanto, H. S. (2017). Gambaran Epidemiologi Kasus Leptospirosis Di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(1), 226-234.
Notulensi
1. Pengendalian paling efektif dirmh tangga ? (Mahfud, Kelompok 6)

Jawab :Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping)

a. Cara penempatan perangkap Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing- masing lokasi sebagai berikut. Untuk
menentukan jumlah perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut :Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk
memasuki perangkap dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang tertangkap.Perangkap bekas terisi tikus dan mencit harus dicuci dengan air dan sabun dan dikeringkan segera.
Pemasangan perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut.

b. Bahan dan alat Bahan dan alat untuk penangkapan tikus terdiri atas :

• Perangkap tikus bubu.

• Umpan (selai kacang, keju, umbi-umbian, ikan asin/ikan jambal), kelapa bakar, dan lain-lain)Pencegahan berdasar sanitasi lingkungan adalah pengendalian melalui upaya penyehatan lingkungan di
dalam dan di luar ruang (lingkungan sekitarnya). Penyehatan lingkungan di dalam ruang/bangunan yaitu dengan melakukan penempatan yang tertutup rapat, tempatnya tidak mudah dirusak.

2. Dari materi yg kalian jelaskan, Sebetulnya diagnosis apa sih yang paling menonjol ? (Sarah, Kelompok 7)

Jawab : kalo untuk lepstopirosis, Karena penyakit tersebut salah satu target organ yg terpengaruh adalah di muscle/ otot, jadi gejala yg pertama kali muncul yaitu demam tinggi secara mendadak disertai
dengan keluhan yg lain nyeri nyeri otot lebih dominan.

Sanggahan penanya: Tapi untuk gejala demam dan nyeri itu sama saja seperti gejala DBD dan penyakit lainnya, lalu apa bedanya gejala tersebut?

Jawaban sanggahan: Memang untuk memastikan penyakit ini tanpa di bantu pemeriksaan penunjang, rasanya sulit. Oleh karena itu disini penting nya kewaspadaan dari masyarakat terutama musim
seperti ini, punya gejala demam yg tinggi di Sertai nyeri, kencingnya berkurang. Jadi saya kira sudah harus pemeriksaan. Jangan tunggu sampai parah baru diadakan tindakan pemeriksaan.Pemeriksaan
penunjang bisa di lakukan dengan cara:(1) mendeteksi Leptospira secara langsung menggunakan mikroskop lapangan gelap atau mendeteksi bakteri Leptospira dengan membiakkan; (2) mendeteksi gen
spesifik Leptospira menggunakan PCR; (3) mendeteksi antibodi terhadap Leptospira secara serologis menggunakan metode MAT, ELISA, RIA, IHA, dll. Semua metode ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
3. Salah satu cara dalam pengendalian vektor tikus adalah dengan pengendalian kimiawi yaitu
dengan menggunakan rodentisida (racun tikus). Apakah pengendalian dengan cara ini bisa diterapkan
pada pengendalian tikus yang berada di dalam rumah/ tikus rumah mengingat bahaya dari zat racun
tersebut?(Safira, Kelompok 1)

Jawab :Redentisida adalah salah satu pengendalian vektor tikus yang menjadi alternatif paling akhir
yang dianjurkan, karena sifatnya yang sangat berbahaya. Jadi kami menyarankan untuk pengendalian
di rumah tangga yg paling utama adalah pengendalian fisik. Jika memang pengendalian fisik memang
tidak bisa, maka dilakukan pengendalian kimia

4. Menurut kalian apakah cara yang paling utama untuk mencegah penularan penyakit leptospirosis
adalah dengan menghilangkan hewan yang sudah sakit dan pembawa leptospirosis? (Salsa,
Kelompok 5)

Jawab :Saya tidak tahu apakah semua tikus mengandung Leptospirosis, atau hanya beberapa, tetapi
baiknya tikus yg berada di sekitar kita, segera di hilangkan dan lakukan pengendalian. Karena tikus
kan vektor pembawa oenyay, yg tentunya mengakibatkan zoonosis

Anda mungkin juga menyukai