Anda di halaman 1dari 76

PENAGANAN SYOK DAN HENTI

NAFAS PADA IBU HAMIL

Tjahya aryasa
Departemen /KSM Anestesi dan terapi Intensive RSUP SANGLAH
PENDAHULUAN

kejadian yang tidak terduga dan segera berkembang


menjadi henti jantung yang jika tidak ditagani dengan baik
akan berkembang menjadi pasien kritis.

sangat jarang terjadi.


1: 20.000 ibu hamil.

Walaupun pada umumnya henti nafas yang kemudian


diikuti henti jantung pada ibu hamil terjadi pada umur
yang lebih muda akan tetapi angka harapan hidupnya
sangat kecil. (6,9%)
PENYEBAB :
Local anaesthetic toxicity
High Neuraxial block
Aspiration

© 2010 American Heart Association, Inc.


Keberhasilan penanganan henti nafas dan henti jantung
pada ibu hamil dipengaruhi oleh

1. perubahan fisiologi
2. peralatan dan ketersediaan tim multidisiplin
3. serta tenaga yang terlatih dalam melakukan resusitasi
jantung paru pada ibu hamil.
PENCEGAHAN HENTI NAFAS DAN HENTI JANTUNG PADA IBU HAMIL
 
Cara yang paling baik adalah mencegah ibu hamil jatuh kedalam keadaan kristis.

Hal tersebut dpat dilakukan dengan mengikuti langkah langkah sebagai berikut:
A. Posisikan pasien lateral kiri.
B. Berikan oksigen 100%
C. Akses intra vena yang baik dan berikan bolus cairan.
D. Waspada pada keadaan yang dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung
dan kondisi medis yang memerlukan penanganan segera.
SHOCK
DEFINISI: GANGGUAN PERFUSI YANG DAPAT MENYEBABKAN GANGUAN OKSIGENASI KE JARINGAN

• Shock pada ibu hamil agak sulit untuk dikenali,


• Parameter nadi dan tekanan darah dapat menyesatkan dan bukan yang
sebenarnya
• Hipotensi dan takikardia harus cepat di identifikasi
• Dapat mentoleransi kehilangan darah sampai 20% dari volume darah
• Mentoleransi kehilangan darah secara bertahap sampai 30 %
• Vasokonstriktor poten akan dikeluarkan oleh tubuh selama terjadinya
hipotensi untuk untuk memepertahankan agar aliran darah uterus terjamin.
• Untuk mempertahankan sirkulasi dibutuhkan cairan isotonus maupun darah
bila diperlukan
• Cairan diberikan melaui 2 vena besar pada ante cubiti atau melalui vena
sentral
• Vena femoralis dapat pula digunakan tetapi harus diwaspadai adanya
trauma vaskuler intra abdomen
• Uterus dapat menekan vena cava inferior dan menghambat aliran darah
ke jantung
PENILAIAN JANIN
• Setelah resutasi primer dilakukan penilaian terhadap keadaan janin dan
bunyi jantung janin
• Solusio placenta merupakan penyebab kematin janin yang tersering pada
trauma tumpul abdomen.
• Kematian janin dapat pula disebabkan oleh kematian ibu ataupun shock.
• Bila pada trauma terjadi perdarahan pervaginam maka harus dicurigai
adanya solusio placenta, tetapi karena pada pemeriksaan phisik sulit
untuk memastikan adanya solusio placenta maka perlu dikalakukan
pemeriksaan cardiotokografi
• Kelangsungan hidup janin sangat besar jika solusio placenta sangat sedikit
• Pada trauma yang berat solusio placenta terjadi pada 40% sampai 50%
kasus
• Sangat mungkin janin dalam keadaan shock walaupun
tekanan darah ibu normal sebab tekanan darah ibu
dipertahankan dengan mengorbankan janin
• Jika ada perlukaan yang berpotensi untuk terjadinya
kehilangan darah maka tranfusi dini sangat diperlukan
untuk mempertahankan oksigenasi janin.
• Shock pada ibu hamil dapat menyebabkan kematian janin
sampai 85%
Perubahan fisiologi ibu hamil dan
modifikasi dalam resusitasi jantung paru.
 

Pada ibu hamil terjadi banyak sekali perubahan


fisiologi, tetapi perubahan yang terpenting yang sangat
mempengaruhi keberhasilan resusitasi jantung paru
adalah :
 
A. Posisi pasien untuk mencegah Aortocaval
compression.
 

• Mulai sekitar umur kehamilan 20 minggu, pada saat posisi


terlentang (supine), uterus pada ibu hamil dapat
menyebabkan penekanan pada inferior vena cava dan
aorta,kedua ini dapat menyebabkan penurunan venous
return dengan konsekwesi dapat menyebabkan penurunan
cardiac output sekita30-40%.
• Hal ini sering dikenal sebagai supine hipotensi pada ibu
hamil.
• Supine hipotensi sering menyebabkan kolaps pada ibu
hamil dan dapat kembali normal dengan cara
memposisikan ibu hamil miring ke kiri.
PADA SAAT MELAKUKAN KOMPRESI JANTUNG PARU, KOMPRESI
DADA DIPERLUKAN UNTUK MENINGKATKAN CARDIAC OUTPUT.
PADA IBU YANG TIDAK HAMIL KOMPRESI DADA MENGHASILKAN
SEKITAR 30% DARI TOTAL CARDIAC OUTPUT.

SEDANGKAN AORTOCAVAL COMPRESSION PADA WANITA TIDAK


HAMIL DAPAT MENURUNKAN CARDIAC OUTPUT SAMPAI 10%.

RESUSITASI JANTUNG PARU LEBIH EFEKTIF DILAKUKAN DENGAN


MENGHINDARI AORTOCAVAL COMPRESSION.
AORTOCAVAL COMPRESSION

Non Pregnant Pregnant 90o Lt lateral

Hirabayashi Y et al BJA 1997; 78:317-319


CARDIAC OUTPUT

 d to 30-40% by aortocaval compression


 During chest compression
 30% in non pregnant
10%%
 10% in pregnancy with aortocaval compression

Chesnutt AN. Physiology of normal pregnancy. Crit Care Clin 2004;20:609–15.


.
Sanders AB et al. The physiology of cardiopulmonary resuscitation. An update. JAMA 1984;252:3283–6
Posisi Pasien dan Left Uterine Displacement

• Left uterine displacement (LUD)


direkomendasikan jika uterus dapat dipalpasi
atau dapat dilihat setinggi atau diatas umbilikus.

• Posisi miring (lateral) kiri sebanyak 30o (pelvic


tilt) juga dapat digunakan untuk memperoleh
LUD, namun posisi ini dapat membuat kesulitan
tersendiri saat dilakukannya kompresi karena
dorongan ke dinding dada akan berkurang.
 
LEFT UTERINE DISPLACEMENT

 Uterus at or above the umbilicus


 Left lateral tilt make chest compression challenging

Circulation. 2010;122[suppl ]:S829–S861.) © 2010 American Heart Association, Inc.


X
B. SALURAN NAFAS
 

• Perubahan anatomi pada ibu hamil menyebabkan tingginya


kejadian kesulitan intubasi.
• Peningkatan kejadian resiko aspirasi cairan lambung dibandingkan
dengan ibu yang tida hamil.
• Penggunaan ukuran internal diameter pipa endotrakeal yang lebih
kecil 0,5-1 mm menjadikan ukuran yang sama pada wanita yang
tidak hamil karena pada wanita hamll saluran nafas lebih sempit
oleh karena edema.
C. PERNAPASAN
 

• Ibu hamil lebih cepat mengalami hipoksemia oleh karena


penurunan volume residual capacity ditambah dengan desakan
diafragma oleh uterus yang membesar serta peningkatan
kebutuhan oksigen,Volume ventilasi menurun karena pergeseran
diafragma serta penurunan total lung capacity.
• Ventilasi dengan oksigen 100% sangat penting bagi ibu hamil
sebelum peralatan intubasi disiapkan.
D. SIRKULASI
 

• Pijatan jantung luar lebih dalam dan posisi tangan lebih


tinggi diatas sternum direkomendasikan oleh karena
pergeseran jantung dan diafragma karena pendesakan
uterus yang membesar.

American Heart Association (AHA) merekomendasikan dilakukan


kompresi sedikit diatas pertengahan sternum.
 
E. Defibrilasi
 
• Terutama untuk irama shockable (VT atau VF) direkomendasikan
penggunaan paddle khusus oleh karena terjadi hipertrofi mammae
pada wanita hamil maka terjadi resiko kontak dengan kulit penolong
pada saat paddle defibrilator digunakan.

• Fetal dan uterus monitor harus dilepas saat dilakukan defib untuk
mengurangi resiko.

• Energi setting untuk bifasik sebesar 200 joule sama dengan


guideline untuk pada dewasa advance life support.
F. Obat-obatan
 

• Terjadi peningkatan volume distribusi dan laju filtrasi


glomerulus pada ibu hamil sedangkan protein binding
dari obat mengalami penurunan pada ibu hamil, tetapi
tidak ada penelitan yang megatakan bahwa obat atau
dosis harus dikurangi selama penanganan henti nafas
dan cardiac arrest pada ibu hamil.

• Dan banyak yang merekomendasikan penggunaan obat


dan dosis yang sama dengan saat resusitasi pada pasien
dewasa.
Penyebab dan Manajemen Henti nafas dan
Jantung pada Pasien Obstetrik

• Penanganan henti nafas henti jantung pada kehamilan


berdasarkan pedoman AHA 2010 .
• Penyebab terjadinya henti jantung dapat diingat dengan
menggunakan mnemonik BEAU-CHOPS seperti yang
tertera pada gambar berikut ini.
 
Proses Resusitasi Maternal
 
• Bantuan Hidup Dasar segera dan Panggil Bantuan
• Setelah kondisi henti nafas dan henti jantung dikonfirmasi dengan
melakukan pemeriksaan respons sebelumnya serta kondisi berbahaya
sudah bisa disingkirkan, maka tindakan yang harus dilakukan segera
adalah pemberian bantuan hidup dasar berdasarkan algoritme AHA –
BLS yang meliputi:

• Memulai pemberian kompresi dada yang baik


• Menempelkan AED atau defibrilator (jika tersedia)
• Membuka jalan nafas dan pemberian ventilasi bantuan
Memanggil bantuan (Call for help) pada situasi ini harus meliputi:

1. Tim resusitasi dewasa


2. Obstetrik: spesialis obstetri, bidan
3. Anestesi: anestesiologis obstetrik bila tersedia, atau konsultan anestesiologis;
asisten/perawat anestesi jika ada
4. Tim neonatologi: satu orang perawat, dan satu orang spesialis neonatologi
FIRST RESPONDER
LEFT LATERAL DISPLACEMENT

 Use two hands from the left side

 Pull leftward and upward (toward the ceiling)

Managing Obstetric Emergencies and Trauma Course manual Chapter 3: Pg 24


CHEST COMPRESSIONS

Hard (5-cm depth)


Fast (100 /min)

Uninterrupted

Rotated every 2 minutes

Hand placement 2 to 3 cm higher on the

sternum
EtCO levels >10mmHg and / or rising
2
Defibrilasi

• Defibrilasi harus dilakukan segera apabila ditemukan


irama yang shockable.
• Defibrilasi aman bagi fetus pada kondisi terjadinya
henti jantung maternal dan keperluan energi untuk
defibrilasi pasien maternal adalah sama dengan
keperluan energi defibrilasi untuk orang dewasa.
Manajemen Jalan Nafas dan Ventilasi

Penolong pertama harus menggunakan strategi melakukan oksigenasi pada pasien (jaw
thrust, alat bantu jalan nafas oral, ventilasi bag-mask).

pemberian volume tidal sebesar 500-700 mL yang diberikan dalam waktu 1-2 detik setiap
setelah dilakukan kompresi dada sebanyak 30 kali.
Penolong yang lebih berpengalaman dalam manajemen jalan nafas lanjut segera
melakukan tindakan laringoskopi.

Pedoman AHA 2010 tidak merekomendasikan pemberian tekanan pada krikoid pada
pasien yang tidak hamil dan tidak terdapat informasi spesifik yang mendukung
penggunaan tekanan krikoid pada pasien hamil.

Jika tekanan krikoid dilakukan, maka tekanan harus segera dilepas atau disesuaikan jika
ventilasi sulit dilakukan atau lapangan penglihatan saat dilakukannya laringoskopi
terganggu.
 
Akses Intravena

• akses intravena atau akses intraoseus berlokasi di atas dari batas


diafragma disarankan untuk dapat menghindari efek dari kompresi
vena kava, sehingga pemberian cairan atau obat untuk mencapai
jantung lebih cepat.
 
Resusitasi dan Obat-obatan lainnya

• Dikelola sesuai pedoman AHA saat ini. Tak satu pun dari obat
ini (mis., Epinefrin, amiodaron, dll) harus dianggap sebagai
kontraindikasi selama henti jantung pada ibu hamil.
• Jika henti jantung yang diinduksi anestesi lokal dicurigai, emulsi
lipid dapat diberikan sebagai terapi tambahan seperti pada
pasien pasien yang tidak hamil.
Perimortem Caesarean Section atau Persalinan operatif
pervaginam

• Ketika persalinan pervaginam tidak memungkinkan dilakukan


sesegera mungkin, operasi caesar perimortem (PMCS) diperlukan
untuk meningkatkan kemungkinan ROSC dan kelangsungan hidup ibu
dan janin.
• Tim harus tetap melanjutkan CPR sepanjang tindakan dan berusaha
untuk melakukan tindakan selama 4 menit agar janin dapat
dilahirkan pada menit ke 5 dari menit setelah dimulainya henti
jantung.
 
• Konsumsi oksigen tinggi pada wanita hamil disebabkan
adanya kebutuhan oksigen pada janin. Dimana pada
akhirnya dapat menyebabkan hipoksemia berat dengan
cepat.
• Alasan kepentingan melahirkan bayi pada menit ke 5
adalah untuk memberikan curah jantung yang cukup
pada 4 hingga 5 menit, sehingga memungkinkan
oksigenasi otak untuk meminimalkan kerusakan
neurologis ibu.
• Banyaknya laporan kasus dan beberapa ulasan dari
kasus yang dipublikasikan telah menunjukkan manfaat
kelangsungan hidup ibu yang dirawat di rumah sakit
sebesar 32-54% . Dengan tidak adanya perburukan
status ibu dengan PMCS pada kasus apa pun.
KEUNTUNGAN Perimortem Caesarean Section (PMCS )

a. Merupakan bantuan langsung untuk kejadian obstruksi venacaval


b. Peningkatan aliran balik vena dan curah jantung
c. Kebutuhan akan oksigen menurun,
d. Meningkatkan mekanisme kerja paru
Perawatan pasca henti jantung

• Memperbaiki etiologi yang reversible pada pasien maternal yang mengalami


henti nafas dan henti jantung, dapat menyebabkan pengembalian curah
jantung yang cepat setelah resusitasi dan persalinan.
• sehingga perlu mengelola perdarahan uterus pada pasien pasca-henti
jantung, jika PMCS dilakukan dan harus dilanjutkan ke ruang operasi.
• Kembalinya curah jantung juga dapat meningkatan proses pulih sadar dari
pasien maternal, dan mengharuskan pemberian obat analgetika .
• Pemindahan ibu ke ICU yang lengkap harus dilakukan sesegera mungkin.
• Intensivis yang terampil dan asuhan keperawatan sangat penting.
• Dokumentasi yang akurat dan lengkap serta perjelasan terhadap keluarga
harus dilakukan
 
Peningkatan Kualitas dan Implementasi Strategi

• Karena kejadian henti jantung sangat jarang terjadi dan dalam penangannya
membutuhkan kerja tim dengan keahlian tinggi, maka pembekalan
multidisiplin dan simulasi dapat membantu untuk menyegarkan kembali
keahlian serta dapat membuka dan mempertahankan komunikasi baik dari
beberapa bidang yang terlibat dalam tim resusitasi maternal.
• Penggunaan checklist-based system dalam menangani henti jantung dapat
bermanfaat pada lingkungan yang tidak familiar dan dengan tekanan tinggi.
• Versi untuk checklist yang dapat diterapkan dan disimpan dalam trolley
resusitasi dapat diunduh pada tautan:
www.anesthesiaillustrated.org/cogaids/obstetric-cardiac-arrest-aids/
Kesimpulan
• Henti nafas yang berkembang menjadi henti jantung meruakan peristiwa yang jarang, tak terduga dan
membahayakan bagi pasien hamil dan tim yang merawat mereka.
• Ticm multidisiplin, termasuk kebidanan dan neonatologi, harus terbiasa dengan pedoman ACLS dan
modifikasi khusus mereka untuk wanita hamil.
• Harus ada protokol henti jantung paru. yang disusun dengan baik di ruang bersalin, yang harus
dilengkapi dengan baik untuk resusitasi dan operasi caesar perimortem dalam 4-5 menit.
“TALKING PATIENT”

RESPON BAIK

AIRWAY TERBUKA
 VENTILASI BAIK
 PERFUSI OTAK
(KESADARAN) BAIK
CEK PERNAPASAN

LOOK, LISTEN AND FEEL


LOOK LISTEN

• AGITASI • (SNORING)
• PENURUNAN • (GURGLING)
KESADARAN • (STRIDOR)
• PARAU(HOARSENES)
• SIANOSIS
• RETRAKSI

FEEL
- HEMBUSAN NAPAS
12/27/2021
KEMATIAN KARENA GANGGUAN JALAN
NAFAS :

Tidak mengenali adanya gangguan


Terlambat mengambil tindakan
Kesulitan dalam pertolongan
PEMELIHARAAN JALAN NAPAS
 Jalan napas dasar Chin lift-head tilt
(Manual) Jaw Thrust
Tripple airway manouvre

 Bantuan alat Oropharyngeal airway


sederhana Nasopharyngeal airway

Laryngeal mask airway


 Bantuan alat
lanjutan Combitube
ACLS
Intubasi dg ETT
PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS
DASAR

Teknik Manual

•Tangan penolong diletakkan di dahi


pasien dan secara hati-hati
TENGADAHKAN KEPALA pasien
(head tilt)

•ANGKAT DAGU secara berlahan


untuk meregangkan struktur di leher
bagian depan (chin lift)

CHIN LIFT-HEAD TILT


Jaw Thrust manuver

MANUVER JAW-THRUST  MEMBUKA JALAN NAPAS PASIEN YANG TIDAK SADAR

WARNING PASIEN DENGAN KECURIGAAN TRAUMA PADA KEPALA, LEHER ATAU SPINAL
PIPA OROFARING

Pipaorofaring mengatasi
obstruksi oleh soft palatum
dan lidah pada pasien yang
tidak sadar.

Kerugian:
•Tidak tolerated pada pasien
yang kesadarannya masih
baik
TEKNIK PEMASANGAN PIPA
OROFARING

•Buka mulut korban (teknik crossed-finger).


•Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit),
Putar airway 180o dengan hati-hati, sehingga ujungnya
mengarah ke bawah ke faring pasien.
Ukuran yang tidak tepat justru akan menyebabkan
Obstruksi jalan napas
12/27/2021
PIPA NASOFARING

Pilih ukuran sesuai jarak hidung-telinga


Diameter harus lebih kecil dari nares
Gunakan pelumas

Kontraindikasi:
• Fraktur basis kranii
• Kebocoran liquor cerebro spinalis
TATALAKSANA JALAN NAPAS
LANJUT

• Intubasi Endotrakea Tube (ETT)  definitif

alternatif
• Laryngeal Mask Airway
• Combitube
ACLS
INTUBASI ENDOTRAKEA

 Untuk bantuan pemberian oksigen


 Untuk bantuan ventilasi
Indikasi  Untuk mengurangi kebutuhan oksigen
 Untuk mengamankan jalan nafas
 Untuk membersihkan jalan nafas
 pemberian obatan obatan resusitasi

Trauma
Komplikasi Intubasi esofagus
Intubasi endotrakea
Refleks vagal
ACLS
Teknik Intubasi ETT

ACLS
Ventilasi dengan ETT saat RJP

Tidak perlu sinkronisasi


dengan kompresi

Kompresi 100-120 x/menit


Ventilasi tiap 6 detik
(10 x/menit)

Hindari Hiperventilasi
LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA)
COMBITUBE

Posisi di esofagus (95%) Posisi di Trakhea (5%)


SUCTION JALAN NAPAS

 Jalan napas dibersihkan


(disedot/suctioning) berkala
 Daya hisap – 80 s/d – 120
mmHg
 Waktu penyedotan maksimal
10 detik
 Kateter lunak vs keras
 Selalu pantau hemodinamik
saat penyedotan

ACLS
MANAJEMEN BREATHING
DAN TERAPI OKSIGEN

ACLS
Kanul Nasal

Peningkatan kecepatan aliran oksigen 1 liter per


menit  meningkatkan FiO2 sebesar 4% (max
hanya 44%)

Keuntungan  kenyamanan dan tidak


mengganggu aktivitas
Sungkup muka sederhana (Masker Hudson) :

Oksigen dialirkan dengan kecepatan 6-10 L/mnt


dengan dapat memberi konsentrasi oksigen 30 – 60%,
tergantung tipe pernafasan pasien.
Non Rebreathing mask

Non rebreathing mask


dengan katup inspirasi (IV)
dan katup ekspirasi (EV),
dengan kantung reservoir
(non-rebreathing mask),

Alat ini dapat


menghantarkan konsentrasi
inspirasi oksigen di atas 80%
dengan aliran 10-15 L.
Partial Rebreathing mask

Partial rebreathing mask


dengan lubang untuk ekspirasi

Sungkup tanpa dilengkapi


katup antara masker dengan
reservoir sehingga sepertiga
udara ekspirasi akan masuk dan
mengurangi konsentrasi O2
pada kantong reservoir
Masker Venturi

Sungkup venturi terdiri sari sungkup muka dan mixing jet.


Oksigen yang diberikan dapat diatur berkisar 24 %,35% dan 40% dengan kecepatan
aliran 4-8 L per menit dan 45-50% dengan kecepatan 10-12 liter permenit
DEVICE FLOW RATE DELIVERY O2
Nasal canula 1 L/min 21% - 24%
2 L/min 25% - 28%
3 L/min 29% - 32%
4 L/min 33% - 36%
5 L/min 37% - 40%
6 L/min 41% - 44%
Simple oxygen face mask 6-10 L/min 35% - 60%
Face mask w/ O2 reservoir 6 L/min 60%
(nonrebreathing mask) 7 L/min 70%
8 L/min 80%
9 L/min 90%
10-15 L/min 95% - 100%
Ventury mask 4-8 L/min 24% - 35%
10-12 L/min 40% - 50%
ACLS
PEMBERIAN BANTUAN VENTILASI TEKANAN POSITIF

Indikasi :
1.Henti Napas
2.Napas spontan tidak adekuat
3.Menurunkan kerja pernapasan
dengan Hipoksemia akibat
ventilasi spontan yang tidak
adekuat
Teknik merapatkan masker dengan 2 tangan
dan teknik alternatif
PEMANTAUAN DAN SUPLEMENTASI OKSIGEN

Pulse oximetry
Interpretation Intervention
reading
Desired range
O2 4 l/min – nasal canule
95% - 100%

Mild-moderate
Face mask
90% - <95% hypoxia

Face mask w/ O2 reservoir


85% - <90% Moderate-severe
 assisted ventilation
hypoxia

<85% Severe to life-


Assisted ventilation
threatening hypoxia
ACLS
Kesimpulan
• Henti nafas yang berkembang menjadi henti jantung merupakan peristiwa yang jarang, tak terduga dan
membahayakan bagi pasien hamil dan tim yang merawat mereka.
• Tim multidisiplin, termasuk kebidanan dan neonatologi, harus terbiasa dengan pedoman ACLS dan
modifikasi khusus mereka untuk wanita hamil.
• Harus ada protokol henti jantung paru. yang disusun dengan baik di ruang bersalin, yang harus
dilengkapi dengan baik untuk resusitasi dan operasi caesar perimortem dalam 4-5 menit.
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai