Anda di halaman 1dari 39

FITOFARMAKA Kelompok 6

Metabolomik
AIF ALDIZAR ZULFIN 201810410311187
01
Yustika Faradhiba 201810410311190
02

Aldila Dian Andriani 201810410311184


03
safira nadilawati dulia 201810410311189
04
Data Qottrunnada Diaz Syifa 201810410311188

Kelompok 05
Deajeng Febby Ayu 201810410311191
06
Artikel 1
DETERMINASI DAN ANALISIS FINGER PRINT DAUN MIANA
(COLEUS SCUTELLARIOIDES LINN.) SEBAGAI BAHAN BAKU
OBAT TRADISIONAL DENGAN METODE SPEKTROSKOPI FT-IR
DAN KEMOMETRIK

A. Metode
 Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan yaitu: Gowa, Sudiang, Bantaeng, Maros, Rembon,
Sillanan, Mengkendek, dan Seriti.
 Pengukuran Sampel dengan FT-IR
Sampel daun miana yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,02 mg dan KBr sebanyak 0,2 mg. Masing-masing
dibuat satu ulangan, kemudian KBr dan sampel yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam mortal. Campurkan
dengan baik hingga seragam dengan cepat karena KBr dapat pula menyerap air. Hal ini dapat menyebabkan saat
mengempa tidak akan menghasilkan pellet yang baik. Sampel dan KBr yang telah dicampur dimasukkan ke dalam
alat pembuat pellet. Proses ini berlangsung selama 10 menit kemudian pellet dimasukan ke dalam wadah sampel
dan lakukan pengukuran spektrum FT-IR. Setelah itu spektrum disimpan dengan menggunakan nama yang sesuai.
 Analisis Data
Data hasil spektrum FT-IR yang diperoleh diolah menggunakan program analisis kemometrik dengan data analisis
statistik menggunakan program Minitab versi 16.
B. Hasil dan Pembahasan
Spektroskopi FT-IR merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan
transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrum inframerah. Profil
spektrum FT-IR daun miana yang digunakan memiliki pola yang identik berbeda
dengan pola lainnya yang dilihat dari nilai absorban tiap spektrum dan ditandai dengan
adanya senyawa kimia dari simplisia dengan kadar yang berbeda berdasarkan tempat
tumbuh dari simplisia tersebut. Pengujian dilakukan sebanyak 8 tempat tumbuh yang
berbeda dengan menggunakan spektroskopi FT-IR.
Hasil pembacaan spektrum daun miana dengan menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR) pada bilangan gelombang 4500 cm-1 sampai dengan bilangan
gelombang 400 cm-1, dimana pada bilangan 1500 sampai 800 cm-1 merupakan daerah
sidik jari (fingerprint).
Analisis PCA merupakan salah satu teknik kemometrik yang dapat digunakan untuk
menganalisis informasi data yang diperoleh sehingga kita dapat melakukan
pengenalan pola untuk mengelompokkan daun miana berdasarkan komponen
kimianya.

Hasil dari analisis PCA menunjukkan perbedaan daerah tempat pengambilan daun
miana. Nilai PC1 dan PC2 pada kurva score plot dari hasil analisis PCA digunakan
sebagai pembeda dari daerah tempat pengambilan daun miana yang berbeda.
Semakin dekat letak antara sampel pada score plot, maka semakin besar kemiripan
diantar sampel tersebut.
PC1 memiliki eigenvalue sebesar 8,00 dan terdapat
penurunan yang sangat tajam antara PC1 dan PC2, dimana
pada PC2 memiliki nilai eigenvalue sebesar 2,00 dan
selanjutnya mulai mengalami penurunan yang stabil sampai
pada PC8.

Kurva grafik biplot menjelaskan bahwa hubungan antara daerah


pengambilan sampel secara keseluruhan. Kurva biplot ini memberikan
informasi mengenai hubungan antar variabel, kemiripan relatif antar
objek pengamatan, posisi relatif antar objek pengamatan dengan
variabel. Dari kurva grafik biplot ini dapat menunjukkan variabel
yang memiliki kontribusi atau pengaruh paling besar pada titik dengan
melihat jarak antara variabel maupun sampel. Jarak antara variabel
dengan sampel menunjukkan hubungan antara variabel dan sampel.
Semakin dekat jarak antar kedua titik variabel dan sampel, maka
semakin besar variabel berkontribusi pada sampel. Berdasarkan kurva
biplot semua variabel berkontribusi positif terhadap pembentukan
nilai (PC1) dan (PC2).
Loading plot digunakan untuk menentukan variabel gugus fungsi yang
paling berkontribusi dalam pembentukan nilai principal component.
Kontribusi variabel gugus fungsi pada loading plot dapat dilihat dari
jarak yang digunakan. Semakin jauh jarak variabel dari titik awal,
maka semakin besar kontribusi variabel terhadap proses PCA. Variabel
daerah yang memiliki jarak yang paling jauh dari titik awal terhadap
sumbu x adalah daerah Mengkendek, Sillanan, Rembon dan Gowa.
Daerah-daerah tersebut memiliki kontribusi terhadap pembentukan
PC1. Variabel daerah yang memiliki jarak yang paling jauh dari titik
awal terhadap sumbu y adalah daerah Seriti, Maros, Bantaeng dan
Sudiang. Daerah-daerah tersebut memiliki kontribusi terhadap
pembentukan PC2.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui bobot nilai karakter pembeda dalam setiap pemisahan
individu. Kedekatan hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh 8 jenis sampel daun miana dapat
dilihat dari konstruksi dendrogram yang terbentuk dengan didukung oleh hasil analisis komponen
utama. Dari gambar dendrogram, dapat diketahui bahwa semakin kecil nilai kesamaan dari garis
yang menghubungkan antara individu satu dengan yang lain, maka semakin besar perbedaan yang
dimiliki antar individu tersebut.
Analisis cluster pada gambar dendrogram ditiap daerah yang berbeda memperlihatkan adanya
pengaruh lingkungan tempat tumbuh sebagai faktor eksternal. Hal ini terlihat dari perbedaan yang
tampak atau kelompok-kelompok yang terbentuk berdasarkan kemiripan sifat atau karakter yang
dimiliki oleh masing-masing sampel. Semakin banyak persamaan ciri, maka semakin dekat
hubungan kekerabatannya. Sebaliknya semakin banyak perbedaan ciri, maka semakin jauh hubungan
kekerabatannya. Kecilnya perbedaan yang ditimbulkan menunjukkan bahwa secara morfologi
terdapat banyak kesamaan meskipun berasal dari daerah yang berbeda.
Pada gambar 8, 1-26 diperoleh dari bilangan gelombang hasil
spektrum FT-IR. Metode analisis kluster yang digambarkan
diatas adalah bersifat hirarikal, yang berarti bahwa sekali
objek telah ditandai pada satu kelompok, maka proses ini
tidak dapat dibalik. Selanjutnya tiap individu ditandai pada
suatu kluster (atau titik benih) yang pusatnya adalah yang
terdekat. Ketika suatu kluster kehilangan atau memperoleh
suatu titik, maka posisi pusat (sentroid) akan dihitung balik.
Proses selanjutnya sampai tiap titik berada dalam suatu
kluster yang sentroidnya adalah terdekat.
Dendrogram hasil analisis kluster menunjukkan bahwa
semakin rendah jarak antar sampel maka memiliki tingkat
ketidaksamaan yang rendah atau kesamaan yang tinggi
(Ariawan, 2000). Dengan demikian dapat di ketahui bahwa
dendrogram yang dihasilkan untuk pengelompokan 8 daerah
daun miana dengan cluster analysis memiliki kemiripan pada
sumbu vertical (sumbu Y).
Artikel 2
ANALISIS FINGERPRINT DAUN GEDI HIJAU (ABELMOSCHUS
MANIHOT L) UNTUK MEMPREDIKSI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN KOMBINASI SPEKTROSKOPI
IR DENGAN PARTIAL LEAST SQUAREREGRESSION

Abelmoschus manihot L. merupakan nama ilmiah dari daun gedi hijau, tanaman ini
termasuk dalam kelompok Malvaceae, biasa tumbuh didaerah yang beriklim tropis seperti di
Benua Asia. Di Indonesia sendiri tanaman ini bisa ditemukan tumbuh didaerah Sulawesi
Utara, pada daerah tersebut biasa digunakan sebagai bahan pangan. (Darnetty, 2016)
Beberapa tanaman yang bisa dijadikan bahan pangan berpotensi digunakan sebagai
tanaman obat dikarenakan mempunyai kandungan senyawa tertentu. Daun gedi hijau
memiliki kandungan flavonoid, steroid dan tanin. Menurut penelitian flavonoid pada
tanaman mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. (Warongan, Sudewi and Yudistira, 2017)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan, spektrum infra merah
dan korelasi antara data spektrum dan aktivitas antioksidan daun gedi hijau. Metode
penentuan prediksi aktivitas antioksidan melaui analisis fingerprint menggunakan kombinasi
Spektroskopi IR dan Kemometrik Partial Least Square Regression (PLSR).
METODE
1. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur efektifitas antioksidan secara
cepat, sederhana, dan DPPH telah digunakan secara luas untuk mengukur kemampuan suatu
senyawa untuk menghambat radikal bebas atau sebagai pendonor hydrogen
2. Aplikasi kombinasi spektrum FTIR (Fourier Transformed Infrared Spectrophotometer)
dengan metode kemometrik telah banyak digunakan di antaranya model klasifikasi asal
daerah meniran, metode deteksi pemalsuan atau diskriminasi bahan baku pangan atau obat
herbal, prediksi kadar flavonoid total tempuyung, serta prediksi kapasitas antioksidan total
pada minuman anggur. Pemakaian yang luas tersebut karena teknik ini memberikan hasil yang
cukup teliti dan akurat.
3. Dalam penelitian ini, metode kemometrik digunakan untuk menemukan korelasi statistika
antara data spektrum dan informasi yang telah diketahui dari sampel, yang dalam hal ini
berupa Aktivitas antioksidan . Aktivitas antioksidan dari setiap sampel diukur dengan
menggunakan metode rujukan yang diakui, yaitu metode DPPH. Spektrum FTIR dari sampel
yang telah diketahui aktivitas antioksidannya tersebut lalu digunakan untuk membentuk suatu
model kalibrasi multivariat dengan metode statistika yaitu regresi kuadrat terkecil parsial
(partial least squareregression, PLSR). Kebaikan model kalibrasi prediksi aktivitas
antioksidan yang terbentuk di evaluasi menggunakan nilai koefisien korelasi (r) kalibrasi
maupun validasi, SEC (Standar Error of Calibration), dan SEP (Standard Error of Prediction).
BAHAN
a. Daun gedi hijau dari 3 tempat tumbuh yang berbeda yaitu :
- Kota Bitung (sampel A)
- Kota Manado (sampel B)
- Kota Kotamobagu (sampel C)
b. Etanol teknis 96%
c. KBr
d. 2,2-diphenil-1-picrylhydarzyl (DPPH)
e. Metanol (Pa)
ALAT :
a. Spektrofotometer FTIR (Shimazdu 8400 FTIR)
b. Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu 00780)
c. Komputer pengolah data
d. Alat-alat gelas
e. Vortex
f. Rotary Evaporator
PROSEDUR KERJA
1. Pengambilan Sampel :
Sampel daun Gedi Hijau (Abelmoschus manihot (L.) Medik.) diambil dari Kota Bitung,
Kota Manado dan Kota Kotamobagu. Selanjutnya setiap sampel daun gedi hijau (Abelmoschus
manihot L.) dibuat simplisia. Simplisia dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap kelompok ini
kemudian diukur aktivitas antioksidan dan spektrum inframerah tertransformasi Fourier
sehingga dari 3 sampel daun Gedi Hijau diperoleh 9 pasang data
2. Ekstraksi :
Sebanyak 100 g simplisia dimasukkan ke dalam maserator 500 mL dan kemudian
ditambahkan etanol 96%. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi selama 24 jam dengan
beberapa kali pengocokan. Ekstrak hasil maserasi kemudian diuapkan dengan rotary evaporator
hingga terbentuk ekstrak kental.
3. Pengujian Aktivitas Antioksidan Sebagai Penangkal Radikal DPPH
Sebanyak 1 mL ekstrak daun gedi hijau dengan konsentrasi 150 μg/mL ditambah dengan
2 mL larutan DPPH dalam metanol 0,08 mM. Campuran tersebut kemudian divorteks dan
dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan gelap. Absorbansi diukur pada
panjang gelombang 517 nm dan sebagai blanko digunakan metanol. Dan digunakan
pembanding aktivitas penangkal radikal bebas dengan asam galat. Hasil presentase aktivitas
penangkal radikal bebas DPPH dihitung menurut persamaan :

4. Aktivitas Antioksidan Sebagai Penangkal Radikal DPPH


Ketiga sampel Daun gedi hijau asal Bitung, Manado serta Kotamobagu memiliki
aktivitas penangkal radikal bebas yang berbeda. Perbedaan aktivitas penangkal radikal bebas
dari daun gedi hijau tersebut salah satunya menggambarkan adanya keragaman konstituen
kimia tumbuhan sebagai akibat perbedaan kondisi lingkungan tempat tumbuh.
5 Pembuatan Spektrum FTIR
Sebanyak 0.5 mg serbuk daun gedi hijau (Abelmoschus manihot (L.)Medik.) dicampurkan dengan
0.025 mg KBr, dihomogenisasi. Pengukuran spektrum FTIR dilakukan pada daerah IR tengah (4000-
400cm-1) dengan melibatkan pengontrol kerja berupa personal komputer yang dilengkapi perangkat lunak
OPUS versi 4.2. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 32 detik dan resolusi 4 cm-1. Tampilan data
spektrum akan menampilkan jumlah titik serapan kemudian diubah ke dalam format DPT (data point table)
untuk keperluan pengolahan data. Data ini dapat dibuka dengan program Microsoft Excel. Selanjutnya data
jumlah titik serapan yang ditampilkan (telah dihilangkan serapan CO2-nya pada 2399-2252 cm-1) diolah
dengan program The Unscrambler versi 9.7 (CAMO, Norwegia) yang dijalankan dengan sistem operasi
Microsoft Windows XP Professional.

6. Pembuatan Model Prediksi Aktivitas Antioksidan


Model kalibrasi multivariat dibuat dengan program The Unscrambler versi 9.7 menggunakan metode
PLSR. Pembentukan model prediksi aktivitas antioksidan dilakukan oleh PLSR dengan melibatkan variabel
x (hasil pengukuran FTIR) dan variabel y (data hasil analisis metode DPPH). Kalibrasi dan validasi model
diolah dengan teknik validasi silang. Keakuratan model dapat dilihat pada nilai korelasi atau koefisien
determinasi dan nilai kesalahan yang dihasilkan. Model dapat digunakan bila memiliki nilai kesalahan
(standar error calibration (SEC), standar error of cross validation (SECV) atau standard error of
prediction (SEP)) rendah dan nilai korelasi atau koefisien determinasinya tinggi.
HASIL dan PEMBAHASAN
Identifikasi adanya gugus fungsi tersebut ditafsirkan berdasarkan area spektrum
infra red atau infra red chart. Spektrum FT-IR daun gedi memberikan pola yang hampir
mirip satu
sama lain, hal ini menandakan bahwa senyawa kimia yang dikandung hampir sama.

Berdasarkan pengujian dari ke 9 sampel menggunakan instrument FT-IR, diperoleh


puncak absorbansi pada panjang gelombang 3580,05 cm-1 -3649,76 cm-1 menunjukan gugus
OH (alkohol), pada panjang gelombang 3392,69 cm-1 – 3496.99 cm-1 menunjukan adanya
gugus NH ( Amina Sekunder). Pada ikatan C=O (Aldehid) terlihat di panjang gelombang
1720,43–1739,99 cm-1, C=O (keton) pada 1675-1725cm-1, C=O (asam karboksilat) pada
1700-1725 cm-1. Adanya ikatan C=C (alkena) pada panjang gelombang 1620 cm-1 – 1680 cm-
1. Selain itu pada 1550-1570 cm-1 terdapat –CNO2 (nitro).Serapan di daerah 1400-1500 cm-1
menunjukan adanya C-C aromatik
Penafsiran spektrum FTIR mengenai keberadaan suatu senyawa berdasarkan
identifikasi gugus fungsi tersebut belum dapat dipastikan. Konfirmasi keberadaan senyawa
seperti fenol dan flavonoid yang berperan terhadap kemampuan antioksidan daun gedi
hijau dapat diketahui melalui analisis total fenol, total flavonoid yang dikorelasikan dengan
aktivitas antioksidannya. Adanya korelasi dengan aktivitas antioksidan mengindikasikan
senyawa fenol dan flavonoid tersebut.
KESIMPULAN
1. Daun gedi hijau (Abelmoschus manihot L.) dari kota Bitung, Manado dan Kotamobagu
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik. Pada konsentrasi 150 ppm Sampel Bitung A 91.392
± 1.125, Sampel Bitung B 88.493 ± 1.515 dan Sampel Bitung C 91.663 ± 1.184, pada Sampel
Manado A 89.464 ± 1.642, Sampel Manado B 90.096 ± 3.510, dan Sampel Manado C 89.477 ±
0.850, dan terakir pada Sampel Kotamobagu A 86.678 ± 3.703, Sampel Kotamobagu B 82.963 ±
2.991 dan Sampel Kotamobagu C 83.163 ± 6.354.
2. Analisis FT-IR daun gedi hijau (Abelmoschus manihot L. Medik.) yang tumbuh ditempat berbeda
secara geografis, diperoleh hasil spektrum yang hampir sama.
3. Data spektrum daun gedi hijau dengan data yang diketahui (aktivitas radikal bebas) memiliki
hubungan sehingga dapat dibuat pemodelan Aktivitas Antioksidan daun gedi hijau bisa digunakan
dikarenakan memiliki nilai SEP = 0.076 dan SEC = 0.061 sedangkan nilai r kalibrasi = 0.418 dan r
validasi = 0.291.
Artikel 3
ANALISIS SIDIK JARI KROMATOGRAM STEVIA
REBAUDIANA SECARA HIERACHIAL CLUSTER
ANALYSIS (HCA) DAN PRINCIPAL COMPONENT
ANALYSIS (PCA)
Stevia rebaudiana adalah tanaman herbal yang berasal dari Amerika Selatan (Paraguay dan Brazil
mengandung senyawa diterpen glikosida yang mempunyai karakteristik kemanisan tinggi (lebih 300 kali
sukrosa) dan rendah kalori. Kandungan senyawa diterpen glikosida utama dalam tanaman S. rebaudiana
adalah steviosida (6-10%) dan rebaudiosida A (2-4%). Senyawa diterpen glikosida lain yang terkandung
dalam S. rebaudiana adalah rebaudiosida C (1-2%), dan dulkosida (0,4-0,7%). Konsentrasi senyawa
diterpen glikosida dalam tanaman S. rebaudiana sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lama
penyinaran sinar Matahari, ketinggian tempat tumbuh, temperatur, kultivar dan ketersediaan nutrisi.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sidik jari kromatogram tanaman herbal S.
rebaudiana sejumlah 20 sampel yang berasal dari berbagai tempat tumbuh, usia daun, dan asal bibit.
Uji similaritas dan klasifikasi kualitas tanaman herbal S. rebaudiana dilakukan dengan kemometri
Hierarchical Cluster Analysis (HCA) dan Principal Component Analysis (PCA) berdasarkan waktu
retensi dan area beberapa puncak kromatogram KCKT.
A. Bahan
- Sampel daun S. rebaudiana yang berasal dari berbagai daerah
- Senyawa aktif steviosida dan rebaudiosida A sebagai standar baku
- Pelarut untuk fase gerak HPLC adalah asetonitril, metanol, dan asam trifluoroasetat
- Akuabides
- Pelarut untuk ekstraksi adalahakuades dan etanol
B. Alat
- HPLC Knauer GmBH-Jerman Model Smart Line Series dengan detektor UV (Smart Line UV
Detektor 2500 A 5140)
- kolom Eurosphere C-18 (250 × 4,6 mm i.d, 5μm)
- pompa ganda Smart Line Traditional Medicine Journal, 21(1), 2016
Pump 1000 V 7603,
- sampel injektor dengan volume 20 μL Rheodyne Loop model A1357
- Sonikator Krisbow DSA50-GL2-2.5L
C. Prosedur Kerja
1. Preparasi dan ekstraksi sampel
Daun S. rebaudiana dipisahkan dari batang dan dikeringkan dalam cabinet dryer suhu 50oC selama 24 jam. Kemudian, dihaluskan
dengan grinder lalu diayak menggunakan ayakan dengan ukuran partikel 60 mesh. Sampel ditimbang sebanyak 0,50 g dan
diekstraksi dengan 25 mL pelarut etanol 60% selama 60 menit menggunakan sonikator pada suhu 40 oC. Volume filtrat hasil
ekstraksi ditampung dalam labu takar 25 mL dan digenapkan volumenya. Residu dire-ekstraksi sebanyak dua kali menggunakan
pelarut yang sama. Filtrat hasil ekstraksi setiap bagian digabung dan digenapkan volumenya dalam l abu takar 100 mL. Larutan
sampel disaring menggunakan mikrofilter ukuran 0,45 µm dan diencerkan sesuai kebutuhan sebelum diinjeksikan ke sistem HPLC.
2. Kondisi Operasional KCKT
Kondisi kromatografi menggunakan fase diam Eurosphere C-18 pada suhu 30oC, fase gerak campuran air : metanol ( 90 : 10) :
asetonitril : asam trifluoroasetat (65 : 35 : 0,01, v/v/v), kecepatan alir 0,6 mL/min, detektor UV pada λ210 nm dan volume injeksi
20 µL. Waktu analisis KCKT tidak lebih dari 15 menit.
3. Hierarchical Cluster Analysis (HCA)
Analisis sidik jari menggunakan similarity test dengan uji Hierarchical Cluster Analysis (HCA) secara Cluster Observation
menggunakan model Squared Euclidean Distance, Complete Linkage. Pemilihan puncak-puncak penanda (marker) yang
selanjutnya disebut sebagai “common peak” dilakukan dengan mel akukan uji Cluster Observation pada waktu retensi setiap
puncak yang muncul di setiap kromatogram sampel. Waktu retensi yang memberikan nilai similarity level lebih dari 0,90
digunakan sebagai “common peak”. Analisis HCA dilakukan dengan memasukkan data rasio area “common peak” dengan area
steviosida sebagai senyawa dominan. Data tersebut adalah data Relative Peak Area (RPA).
4. Principal Component Analysis (PCA)
Analisis PCA ini menghasilkan metode klasifikasi sampel yang mengkorel asikan aspek
kuantitatif (area) puncak penanda dengan asal bibit, usia daun dan daerah penanaman S.
rebaudiana sehingga secara langsung dapat digunakan untuk identifikasi karakteristik sampel.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Kromatografi Cair Kinerja (KCKT)
Hasil identifikasi ini menunjukkan adanya puncak-puncak yang tidak muncul dan atau pada area
kecil pada sampel dari daerah dan usia daun yang berbeda. Area pada waktu retensi 7,700 min
pada kromatogram sampel Bandungan usia 1 bulan lebih besar dibanding dengan kromatogram
Bandungan bibit Tawangmangu usia 1 bulan. Kromatogram sampel Tajuk Kintamani 4 bulan
memiliki puncak pada waktu retensi 13,617 min sedangkan puncak yang sama tidak
teridentifikasi pada sampel Tajuk BPBP 4 bulan.
Perbedaan ketinggian tempat akan tumbuh mempengaruhi besarnya kandungan senyawa
dominan sampel. Hasil ini ditunjukkan oleh kromatogram Bandungan bibit Tawangmangu usia
1 bulan (ketinggian tempat tumbuh ± 1400 m di atas permukaan laut) yang mana area senyawa
analit dominan lebih besar daripada area senyawa analit dominan dalam sampel Poloboga bibit
Tawangmangu usia 1 bulan (ketinggian tempat tumbuh ± 800 m di atas permukaan laut).
2. Analisis Sidik Jari Fitokimia Kromatogram S. Rebaudiana
a. Hierarchical Cluster Analysis (HCA)

Tujuan dalam analisis sidik jari ini adalah menemukan kesamaan dan atau perbedaan dalam
profil kromatogram antar sampel berdasarkan karakter retensi dan intensitas peak yang
diidentifikasi. Hasil analisis ini dapat memberikan sidik jari karakteristik sistemik
kandungan senyawa fitokimia antar sampel. Analisis HCA dapat dijadikan uji kemiripan
dan juga klasifikasi tanaman herbal yang
berbeda berdasarkan variasi retensi dan intensitas peak dalam
kromatogram KCKT. Langkah pertama yang dilakukan adalah
memilih “common peak” dengan melakukan uji kemiripan data
waktu retensi setiap peak yang muncul di setiap kromatogram
sampel (Gambar 2). Penentuan common peak ini berdasarkan nilai
similarity level > 0,90 untuk setiap kluster yang diobservasi.
Analisis HCA memberikan hasil bahwa puncak yang memiliki nilai
kemiripan tinggi adalah peak no 1, 2, 4, 6, 7. Dalam penelitian ini,
senyawa aktif dominan yang terkandung dalam S. rebaudiana
ditentukan dengan analisis KCKT senyawa standar baku steviosida
dan rebaudiosida A berdasar waktu retensinya. Senyawa dominan
yang teridentifikasi adalah rebaudiosida A (puncak no 6, waktu
retensi 9,667 min) dan steviosida (puncak no 7, waktu retensi
10,550 min). Daftar nilai similarity level antara waktu retensi
seluruh puncak dan “common peak” ditunjukkan pada Tabel 1.
Analisis HCA dilanjutkan dengan memasukkan data RPA setiap “common peak” untuk setiap
sampel. Pemeriksaan outlier dilakukan untuk meminimalkan bias. Outlier ditentukan dari sampel yang
memberikan nilai Mahalanobis Distance terbesar. Dalam penelitian ini, jumlah
outlier yang ditemukan adalah 1. Data RPA “common peak” tiap sampel disusun sehingga
diperoleh data dengan matrik 19 × 5. Hasil analisis HCA seperti yang ditunjukkan pada
dendogram (Gambar 3) mengelompokkan sampel dalam 3 kluster utama. Hasil pengelompokan ini
didaftar pada tabel II.
Hasil analisis HCA ini menunjukkan bahwa puncak penanda (marker) kromatogram ekstrak
daun S. rebaudiana adalah puncak no 1, 2, 4, 6 dan 7. Puncak-puncak tersebut dapat
menjadi sidik jari kromatogram ekstrak daun S. Rebaudiana berdasarkan kemiripan
karakteristik kandungan senyawa fitokimia khususnya senyawa steviosida dan rebaudiosida
A antar sampel dan lebih luas
lagi antar kelompok.
b. Principal Component Analysis (PCA)
Analisis ini memberikan hasil pengelompokan sampel berdasarkan aspek kuantitatif konsentrasi
senyawa yang mengkorelasikan area “common peak” dengan sampel secara langsung. Dalam
penelitian ini, analisis PCA awal menunjukkan klasifikasi yang masih bias. Hal ini dikarenakan
area puncak no 1 dan 2 memiliki nilai theoretical plate (N) yang kecil sehingga kualitas peak yang
dihasilkan dapat memberikan bias terhadap area terhitung. Oleh karena itu, analisis PCA
dioptimalkan dengan memasukkan data area puncak yang memiliki nilai N > 2000 yaitu puncak
no 4, 6 dan 7. Hasil PCA yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 4.
Klasifikasi PCA ini dapat dijadikan metode untuk mengelompokkan bahan baku daun S.
rebaudiana sesuai karakteristik sampel berdasar asal bibit, usia daun dan daerah. Kualitas ekstrak,
ekstrak terpurifikasi maupun produk yang mengandung ekstrak S. rebaudiana sangat dipengaruhi
kualitas bahan baku berdasar sidik jari kandungan senyawa fitokimia yang berpengaruh. Oleh
karena itu, analisis PCA ini dapat dijadikan metode kontrol kualitas bahan baku yang juga akan
memengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.
Artikel 4
DETERMINASI DAN ANALISIS FINGER PRINT TANAMAN MURBEI (MORUS
ALBA LOUR) SEBAGAI BAHAN BAKU OBAT TRADISIONAL DENGAN
METODE SPEKTROSKOPI FT-IR DAN KEMOMETRIK
 

Latar Belakang
Tanaman murbei (M. alba Lour) merupakan salah satu jenis tanaman yang berkhasiat obat. pada
penelitian ini, determinasi menggunakan bahan baku murbei dengan metode analisis spektroskopi dan
kemometrik. Spektroskopi FT-IR dapat mengukur secara cepat sampel tanpa merusak dan mampu
menganalisis beberapa komponen secara serentak. Penggunaan FT-IR dalam analisis tumbuhan masih
terbatas karena matriks dan spektrum yang dihasilkan cukup kompleks. Spektrum finger print FT-IR
yang dihasilkan merupakan informasi data yang sangat kompleks sehingga dapat menggambarkan
secara menyeluruh karakteristik kimia suatu sampel. Perubahan yang terjadi pada posisi pita dan
intensitasnya dalam spektrum FT-IR akan berhubungan dengan perubahan komposisi kimia dalam
suatu sampel. Oleh karena itu, spektrum FT-IR dapat digunakan untuk membedakan tumbuhan yang
satu dengan yang lainnya walaupun komposisi senyawa kimianya belum diketahui secara pasti.
Metode kemometrik digunakan untuk menemukan korelasi statistika yang telah diketahui dari sampel.
Dukungan kemometrik memperluas potensi spektroskopi FT-IR sebagai metode alternatif untuk
menganalisis komponen tumbuhan.
Metode Penelitian
 
Alat :
1. Pembuat pellet,
2. Spektrofotometer FT-IR,
3. Mortal dan timbangan.
4. Alat rekayasa perangkat lunak yang digunakan yaitu seperangkat komputer merk Acer dengan
spesifikasi sebagai berikut : system processor intel (R) atom (TM), memory (RAM) 1.00 GB,
system type 32-bit operating system,
5. Perangkat lunak yang digunakan yaitu program Minitab versi 16 dan The Unscrambler® 9.7.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia daun murbei, serbuk kbr.
Bahan :
1. Serbuk simplisia daun murbei,
2. Serbuk kbr.
Cara Kerja:
Pengambilan sampel
Sampel diambil dari beberapa tempat di Sulawesi selatan yaitu: Bori, Solie, Baraka, Cendana, Kalambe,
Lemo, Cina, Palangga, dan Tikala.
Pengumpulan sampel
Penelitian yang digunakan adalah daun murbei yang diperoleh dari beberapa tempat di daerah Sulawesi
selatan.
Sortasi basah
Dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bagian tanaman lain atau bagian tanaman yang
rusak.
Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir yang terdiri dari air PAM dan sumur.
Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan dengan memotong kecilkecil secara melintang untuk
mempermudah proses pengeringan.
Pengeringan
Untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih
lama. Pengeringan dilakukan di dalam lemari pengering.
Sortasi kecil
Tahap akhir dari pembuatan simplisia yang bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada atau tertinggal pada simplisia kering.
Preparasi sampel
Sampel daun murbei yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,02 mg dan KBr sebanyak 0,2 mg. Masing-
masing dibuat satu ulangan, kemudian KBr dan sampel yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam mortal.
Campurkan dengan baik hingga seragam dengan cepat karena KBr dapat pula menyerap air. Hal ini dapat
menyebabkan saat mengempa tidak akan menghasilkan pellet yang baik. Sampel dan KBr yang telah
dicampur dimasukkan ke dalam alat pembuat pellet. Proses ini berlangsung selama 10 menit kemudian pellet
dimasukan ke dalam wadah sampel.
Pengukuran Sampel dengan Spektrofotometer FT-IR
Sampel dalam bentuk pellet kemudian diukur degan menggunakan spektrofotometer FT-IR, spektra kemudian
disimpan dengan menggunakan nama yang sesuai. Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan
metode kemometrik dengan menggunakan program Minitab Versi 16 dan The Unscrambler 9.7.
 
Spektroskopi FT-IR merupakan suatu teknik
analisis yang cepat, sederhana dan non-
destruktif dengan seluruh sifat kimia dalam
sampel dapat ditelusuri dan dimunculkan pada
spektra FT-IR. Profil spektrum FT-IR murbei
yang digunakan memberikan pola yang sangat
identik satu sama lainnya terkecuali nilai
absorbans tiap spektrum yang menandakan
bahwa senyawa kimia yang dikandung hampir
sama hanya berbeda pada kadarnya. Pengujian
FT-IR dilakukan pada simplisia murbei. Setiap
objek pengamatan tersebut diukur sebanyak 9
kali pengukuran menggunakan
spektrofotometer FT-IR sehingga diperoleh 9
spektrum untuk tiap sampel.
Hasil ini diperkuat dengan score plot antara
PC 1 dan PC 2 pada gambar yang
menunjukkan bahwa sampel murbei dari
beberapa daerah sudah dapat terpisah dan
dikelompokkan dengan baik.
Pengelompokkan murbei dengan asal daerah
yang sama berada saling berdekatan karena
kemiripan sifat dan komposisi kimia yang
dimilikinya
Analisis PCA dilakukan dengan cara
mencari 9 buah PC yang pertama dari data
matriks. Masing-masing PC ini memiliki
proporsi varians yang berbeda-beda seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3. PC 1
memiliki nilai varians terbesar yaitu sebesar
44%, selanjutnya diikuti oleh PC 2 dengan
nilai varians sebesar 29 %, Sedangkan PC 3
sampai PC 8 hanya menggambarkan 0%
varians dalam data

Anda mungkin juga menyukai