TIM NICU :
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya Gagal Nafas pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel
sel alveoli type II.
MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah.
Gambaran klinis yang dapat terjadi pada neonatus yang harus meningkatkan kewaspadaan
klinisi akan terjadinya gagal nafas antara lain:
Peningkatan respirasi
Periodic breathing
Apnea
Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang diikuti bradikardi
lebih sesuai digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes merupakan
sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya
Kegunaan
Pemeriksaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi Neutropenia menunjukkan infeksi
jenis bakteri Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Penatalaksanaan Non Respiratorik : Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan
neonatus yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari. 16,18-20 Temperatur
bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5°C.10
Penatalaksanaan Respiratorik: Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas
dibersihkan dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan
pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse
oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi.
Tabel 5. Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Berat
(Pch,Grunting,apneu,sianosis)
Ringan
Resusitasi (Takipnea ringan)
Bersihkan jalan Nafas,Hisap lender (saction)
Pemberian oksigen pasang Ogt
Pasang akses intra vena
-D10 60ml/kgBB disesuaikan
Ca-gukonas 10% 6-8ml/kgBB menurut usia
Monitor temperature
Monitor saturasi
Rontgen toraks (bila memungkinkan)
Ya Observasi 30 menit
Perbaikan klinis
membaik
TIDAK (ancaman gagal Nafas/DS≥6
TIDAK Ya
Nilai AGD:
Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB,
Asidosis
dilanjutkan infuse kontinyu ke 6-
Metabolik/respiratorik
8mg/KgBB/mnt
Bila Ph 7,25
Hiperglikemi kurangi konsentrasi
→ Nabikarbonat 1-2
infuse glukosa (D5%)
mEq/kgBB dalam 30 menit
Sumber: Mathai16,
Perawatan di NICU Hermansen18
•Penatalaksanaan di ruang NICU
Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus (NICU) saat ini telah
mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency ventilator,
Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan permukaan alveolar sehinggga terjadi
stabilisasi volume paru pada tekanan transpulmonal yang rendah. Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas
saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan yang lebih rendah untuk mengembangkan paru-paru, sehingga
peregangan yang berlebihan dari paru-paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat
surfaktan mengurangi tekanan
Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan nebulizer.
Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai
ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan lebih
sedikit.
Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi
mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-
paru lebih sedikit.10,24,25
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain, bradikardi, hipoksemia, hipo
atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT)
Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.
Sumber: Kosim24
Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus saat ini meliputi penggunaan ventilator mekanik,
penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), dan extracorporeal
membrane oxygenation yang memiliki banyak efek samping. Penggunaan ventilator mekanik biasa
mempunyai resiko terjadinya baro trauma dan volume trauma.
Inhaled nitric oxide bekerja sebagai vasodilator dari paru-paru, sehingga dapat digunakan sebagai
alternatif terapi terutama pada komplikasi penyakit paru bayi (PPHN.
Surfaktan dapat digunakan pada RDS dan sindroma aspirasi mekonium dan memperlihatkan perbaikan
yang nyata.
High frequency ventilation adalah bentuk ventilasi mekanik yang baik dengan risiko barotraumas dan
volumetrauma yang lebih kecil.
ECMO merupakan alternatif penatalaksanaan gagal napas yang lain apabila terapi diatas sudah tidak
dapat digunakan
TERIMAKASIH