Anda di halaman 1dari 33

FASE-FASE

DALAM HELPING
RELATIONSHIP

Dosen Pengampu Kusmini Suprihatin, M.Kep.,


.
Hubungan perawat-klien disebut sebagian orang sebagai hubungan
interpersonal, oleh sebagian lain disebut sebagai hubungan terapeutik,
dan sebagian lagi menyebutnya hubungan saling bantu. Membantu
merupakan proses yang memfasilitasi pertumbuhan untuk mencapai dua
tujuan dasar (Egan,1998):
• Membantu klien mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi
dalam hidup dengan lebih efektif dan mengembangkan peluang yang
tidak atau kurang digunakan secara lebih utuh.
• Membantu klien menjadi lebih baik dalam menolong diri sendiri
pada kehidupan mereka sehari-hari.
. Helping
relationship dipengaruhi
oleh karakteristik personal
dan profesional perawat
dan klien.
.
.

. .

1. Usia 2. Jenis Kelamin

3. 4. Diagnosis
Penampilan
.

7. Latar
belakang etnik
5. Pendidikan dan budaya
Kepribadian
8. Kepribadian
6. Nilai-nilai
.
.
.
9. Harapan
10. Tempat dapat
mempengaruhi
perkembangan
helping relationship
antara perawat-
klien.
.
.
Karakter Helping
Relationship
.
Karakteristik helping relationship
Merupakan sebuah ikatan
intelektual dan emosional antara
perawat dan klien serta berfokus
pada klien.
Menghormati klien sebagai seorang individu meliputi:
A. Memaksimalkan kemampuan
klien untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan
pengobatan
21,8%
35,5% B.Mempertimbangkan
aspek etnik dan budaya
C. Mempertimbangkan hubungan
serta nilai-nilai keluarga
32,7% D. Menghormati kerahasiaan klien.
10,9%
E. Berfokus pada kesejahteraan klien.
F. Berdasarkan sikap saling percaya,
respek dan penerimaan.
Fase-fase Hubungan Membantu
Perawat-Klien (Helping
Relationship)

.
.
Fase-fase Hubungan
Membantu Perawat-Klien
(Helping Relationship)
Proses pembinaan helping relationship dapat dijelaskan
dalam empat fase berurutan, yang masing-masing
dikarakteristikkan dengan tugas-tugas dan keterampilan
yang dapat diidentifikasi. Hubungan tersebut harus
melewati tahap dengan sukses, karena masing-masing
tahap merupakan landasan untuk tahap berikutnya.
. . . .

Fase-Fase dalam Helping


. Relationship
1. Fase Pra- 3. Fase Kerja
Interaksi

2. Fase Perkenalan 4. Fase


Terminasi
.
.
01. Fase Pra-
Interaksi
Fase pra-interaksi mirip dengan tahap perencanaan
sebelum melakukan wawancara. Biasanya, perawat
memiliki informasi tentang klien sebelum bertatap muka
untuk yang pertama kali. Informasi tersebut dapat
meliputi nama klien, alamat, usia, riwayat medis,
dan/atau riwayat sosial klien. Perencanaan untuk
kecemasan pertama dapat menimbulkan perasaan
cemas pada diri perawat. Jika perawat menyadari
perasaan tersebut dan mengidentifikasi informasi yang
spesifik untuk dibahas, akan diperoleh hasil yang
positif.
Pra-interaksi merupakan masa
persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi
dengan klien. Seorang
perawat perlu mengevaluasi
dirinya tentang kemampuan
yang dimilikinya. Jika merasa ada
ketidaksiapan maka perlu
membaca kembali, diskusi dengan
teman. Jika sudah siap
perlu membuat rencana interaksi
dengan klien.
02. Fase
Perkenalan
Fase perkenalan, yang disebut juga  fase
orientasi  atau  fase prabantuan, sangat
penting karena mengatur sifat keseluruhan
hubungan. Selama pertemuan awal ini, klien
dan perawat mengamati dengan cermat dan
membuat penilaian tentang perilaku mereka
satu sama lain. Menurut Brammer (1998)
dalam kozier (2004), tiga tahap yang terdapat
dalam fase perkenalan adalah membuka
hubungan, mengklarifikasi masalah, dan
membuat serta memformulasi kontrak. Tugas
penting lain dalam fase perkenalan ini
meliputi mengenal satu sama lain dan
membina rasa percaya.
Selama sesi awal fase perkenalan, klien mungkin akan
menunjukkan beberapa perilaku resistif. Perilaku
resistif merupakan bentuk perilaku yang dapat menghambat
keterlibatan, kerja sama, atau perubahan perilaku tersebut
dapat disebabkan oleh adanya kesulitan dalam mengenali
kebutuhan untuk meminta bantuan dan peran
ketergantungan, rasa takut untuk mengungkapkan dan
menghadapi perasaan yang ada, ansietas tentang
ketidaknyamanan yang dirasakan dalam mengubah pola
perilaku yang menyebabkan masalah, serta rasa takut atau
ansietas dalam merespon pendekatan yang dilakukan
perawat, yang menurut klien mungkin tidak tepat.
Perilaku resistif dapat diatasi dengan
menunjukkan sifat caring, minat yang tulus
terhadap klien, serta kompetensi. Perilaku
perawat ini juga membantu menumbuhkan
rasa percaya dalam hubungan tersebut. Rasa
percaya dapat digambarkan sebagai
keyakinan terhadap seseorang tanpa diliputi
keraguan atau pertanyaan, atau keyakinan
bahwa orang lain mampu mendampingi
disaat-saat distres dan di segala keadaan.
Pada akhir fase perkenalan, klien harus mulai
untuk:
• Menumbuhkan kepercayaan terhadap perawat.
• Memandang perawat sebagai tenaga professional yang kompeten untuk
memberikan bantuan.
• Memandang perawat sebagai pribadi yang jujur, terbuka dan peduli
dengan kesejahteraan mereka.
• Percaya bahwa perawat akan mencoba memahami dan menghormati
keyakinan dan nilai budaya mereka.
• Merasa nyaman berbicara dengan perawat mengenai perasaan dan
berbagai persoalan sensitif lainnya.
• Memahami tujuan hubungan tersebut dan juga peran yang dijalani.
• Merasa mereka adalah partisipan yang aktif dalam menyusun sebuah
rencana perawatan yang disepakati bersama.
3. Fase
Kerja
.
Tujuan Utama

1. Menggali serta memahami pikiran dan perasaan


2. Memfasilitasi pengambilan tindakan
. .
1. Menggali serta memahami pikiran dan perasaan
A. Mendengar dan berespons dengan
empati.

B. Respek.

C. Ketulusan.

D. Kekonkretan

E. Konfrontasi
A. Mendengar dan berespons dengan
empati.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan
berkomunikasi (berespons) dengan cara yang menunjukkan bahwa
mereka mendengarkan apa yang telah disampaikan dan memahami
bagaimana perasaan klien. Perawat berespons terhadap isi percakapan
atau perasaan atau keduanya, sesuai keperluan. Perilaku nonverbal klien
juga penting. Perilaku nonverbal yang menunjukkan empati meliputi
anggukan kepala yang wajar, tatapan yang stabil, gestur yang wajar dan
sedikit aktivitas atau pergerakan tubuh. Hasi akhir empati berupa sikap
menghibur dan caring terhadap klien serta sebuah hubungan saling
bantu yang menyembuhkan.
B. Respek
Perawat harus menunjukkan penghargaan atas kesediaan klien,
keinginan untuk bekerja sama dengan klien dan sikap yang
menunjukkan bahwa perawat memandang serius pendapat klien.
C. Ketulusan
Pernyataan pribadi dapat bermanfaat untuk memperkuat antara perawat
dan klien. Egan (1998) mengulas lima perilaku yang merupakan
komponen ketulusan meliputi:
 Orang yang tulus tidak berlindung dibalik peran konselor ataupun
terlalu mengagungkan peran tersebut
 Orang yang tulus bersikap spontan.
 Orang yang tulus bersikap nondefensif
 Orang yang tulus memperlihatkan sedikit ketidaksesuaian—yaitu,
individu bersikap konsisten dan tidak “lain di mulut, lain di hati dan
pikiran”.
 Orang yang tulus mampu membuka dirinya dalam-dalam (self-
sharing) apabila dibutuhkan.
D. Kekonkretan
Perawat harus membantu klien dengan bersikap konkret dan spesifik,
bukan berbicara secara garis besar. Saat klien berkata, “saya bodoh dan
ceroboh,” perawat mempersempit pembicaraan ke area spesifik yang
menegaskan, “Anda tersandung keset.”
E. Konfrontasi
Perawat memaparkan ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan dan
tindakan yang menghambat kesadaran diri klien atau eksplorasi area
tertentu. hal ini dilakukan dengan empati, bukan dengan sikap
menghakimi.
Pada akhirnya, klien harus membuat
keputusan dan mengambil tindakan
2. Memfasilitasi untuk menjadi lebih efektif.
pengambilan tindakan Tanggung jawab untuk bertindak
ada di tangan klien. Meski
demikian, perawat berkolaborasi
terhadap keputusan tersebut,
memberi dukungan dan
menawarkan pilihan atau
informasi.
04. Fase
Terminasi
Fase terminasi dalam hubungan ini biasanya berjalan sulit dan diliputi
kebimbangan. Akan tetapi, jika fase sebelumnya berjalan dengan efektif, klien
umumnya memiliki pandangan yang positif serta mampu untuk mengatasi
masalah secara mandiri. Di sisi lain, karena perasaan caring telah tumbuh,
sangat wajar jika muncul perasaan kehilangan dan setiap individu perlu
mengembangkan cara untuk mengucapkan selamat tinggal.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan.
Proses terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam
membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien
dalam menhadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin
mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan
marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara
dangkal.
Fase Terminasi
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien
sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya,
dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih
memerlukan bantuan.

A. Terminasi B. Terminasi
Sementara. Akhir.
Terminasi sementara adalah setiap Terminasi akhir terjadi jika
akhir dari pertemuan perawat pasien akan pulang atau
klien. Sehingga perawat masih mahasiswa yang selesai
akan bertemu lagi dengan klien. praktek dirumah sakit.
Sumber
 Aziz, A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
 Blais, K., K., Hayes, J., S., Kozier, B., & Erb, G.
(2007) . Praktik Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
S., J. (2010) . Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik, Ed. 7. Jakarta: EGC
 Nasir, A., Muhith, A., Sajidin & Mubarak, W., I.
(2011). Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika
THANKS!
Do you have any questions?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created by ​Slidesgo​,


including icons by Flaticon​, infographics & images by ​Freepik
Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai