DALAM HELPING
RELATIONSHIP
. .
3. 4. Diagnosis
Penampilan
.
7. Latar
belakang etnik
5. Pendidikan dan budaya
Kepribadian
8. Kepribadian
6. Nilai-nilai
.
.
.
9. Harapan
10. Tempat dapat
mempengaruhi
perkembangan
helping relationship
antara perawat-
klien.
.
.
Karakter Helping
Relationship
.
Karakteristik helping relationship
Merupakan sebuah ikatan
intelektual dan emosional antara
perawat dan klien serta berfokus
pada klien.
Menghormati klien sebagai seorang individu meliputi:
A. Memaksimalkan kemampuan
klien untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan
pengobatan
21,8%
35,5% B.Mempertimbangkan
aspek etnik dan budaya
C. Mempertimbangkan hubungan
serta nilai-nilai keluarga
32,7% D. Menghormati kerahasiaan klien.
10,9%
E. Berfokus pada kesejahteraan klien.
F. Berdasarkan sikap saling percaya,
respek dan penerimaan.
Fase-fase Hubungan Membantu
Perawat-Klien (Helping
Relationship)
.
.
Fase-fase Hubungan
Membantu Perawat-Klien
(Helping Relationship)
Proses pembinaan helping relationship dapat dijelaskan
dalam empat fase berurutan, yang masing-masing
dikarakteristikkan dengan tugas-tugas dan keterampilan
yang dapat diidentifikasi. Hubungan tersebut harus
melewati tahap dengan sukses, karena masing-masing
tahap merupakan landasan untuk tahap berikutnya.
. . . .
B. Respek.
C. Ketulusan.
D. Kekonkretan
E. Konfrontasi
A. Mendengar dan berespons dengan
empati.
Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan
berkomunikasi (berespons) dengan cara yang menunjukkan bahwa
mereka mendengarkan apa yang telah disampaikan dan memahami
bagaimana perasaan klien. Perawat berespons terhadap isi percakapan
atau perasaan atau keduanya, sesuai keperluan. Perilaku nonverbal klien
juga penting. Perilaku nonverbal yang menunjukkan empati meliputi
anggukan kepala yang wajar, tatapan yang stabil, gestur yang wajar dan
sedikit aktivitas atau pergerakan tubuh. Hasi akhir empati berupa sikap
menghibur dan caring terhadap klien serta sebuah hubungan saling
bantu yang menyembuhkan.
B. Respek
Perawat harus menunjukkan penghargaan atas kesediaan klien,
keinginan untuk bekerja sama dengan klien dan sikap yang
menunjukkan bahwa perawat memandang serius pendapat klien.
C. Ketulusan
Pernyataan pribadi dapat bermanfaat untuk memperkuat antara perawat
dan klien. Egan (1998) mengulas lima perilaku yang merupakan
komponen ketulusan meliputi:
Orang yang tulus tidak berlindung dibalik peran konselor ataupun
terlalu mengagungkan peran tersebut
Orang yang tulus bersikap spontan.
Orang yang tulus bersikap nondefensif
Orang yang tulus memperlihatkan sedikit ketidaksesuaian—yaitu,
individu bersikap konsisten dan tidak “lain di mulut, lain di hati dan
pikiran”.
Orang yang tulus mampu membuka dirinya dalam-dalam (self-
sharing) apabila dibutuhkan.
D. Kekonkretan
Perawat harus membantu klien dengan bersikap konkret dan spesifik,
bukan berbicara secara garis besar. Saat klien berkata, “saya bodoh dan
ceroboh,” perawat mempersempit pembicaraan ke area spesifik yang
menegaskan, “Anda tersandung keset.”
E. Konfrontasi
Perawat memaparkan ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan dan
tindakan yang menghambat kesadaran diri klien atau eksplorasi area
tertentu. hal ini dilakukan dengan empati, bukan dengan sikap
menghakimi.
Pada akhirnya, klien harus membuat
keputusan dan mengambil tindakan
2. Memfasilitasi untuk menjadi lebih efektif.
pengambilan tindakan Tanggung jawab untuk bertindak
ada di tangan klien. Meski
demikian, perawat berkolaborasi
terhadap keputusan tersebut,
memberi dukungan dan
menawarkan pilihan atau
informasi.
04. Fase
Terminasi
Fase terminasi dalam hubungan ini biasanya berjalan sulit dan diliputi
kebimbangan. Akan tetapi, jika fase sebelumnya berjalan dengan efektif, klien
umumnya memiliki pandangan yang positif serta mampu untuk mengatasi
masalah secara mandiri. Di sisi lain, karena perasaan caring telah tumbuh,
sangat wajar jika muncul perasaan kehilangan dan setiap individu perlu
mengembangkan cara untuk mengucapkan selamat tinggal.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan.
Proses terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam
membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien
dalam menhadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin
mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan
marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara
dangkal.
Fase Terminasi
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien
sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya,
dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih
memerlukan bantuan.
A. Terminasi B. Terminasi
Sementara. Akhir.
Terminasi sementara adalah setiap Terminasi akhir terjadi jika
akhir dari pertemuan perawat pasien akan pulang atau
klien. Sehingga perawat masih mahasiswa yang selesai
akan bertemu lagi dengan klien. praktek dirumah sakit.
Sumber
Aziz, A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Blais, K., K., Hayes, J., S., Kozier, B., & Erb, G.
(2007) . Praktik Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
S., J. (2010) . Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik, Ed. 7. Jakarta: EGC
Nasir, A., Muhith, A., Sajidin & Mubarak, W., I.
(2011). Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika
THANKS!
Do you have any questions?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com