Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MORBUS

HANSEN

Dosen Pengampu : Hepta Nur Anugrahini, S.Kep., Ns., M. Kep


Disusun Oleh : Putri Eka Nur Fadilah
01
LAPORAN
PENDAHULUAN
Definisi

Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah penyakit


infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (primer),
kulit, dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf
pusat.

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di


sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler
obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya
dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas
bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis
Patofisiologi

Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakti karena deformitas atau
cacat tubuh. Kelainan kulit yang tanpa komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya
berbentuk macula saja, infiltrate saja, atau keduanya.
Secara inspeksi, penyakit ini mirip penyakit lain, ada tidaknya anastesi local
sangat banyak membantu penentuan diagnosis, meskipun tidak terlalu jelas. Teknik
untuk menilai adanya anastesi local adalah dengan cara menggoreskan ujung jarum
suntik ke sisi tengah lesi kearah kulit normal. Aoabila pasien tidak mengalami
sensasi nyeri pada area groresan, maka tes anastesi local dinyatakan positif.
Etiologi
Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M.leprae berbentuk hasil
dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam, dan alcohol.
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti
mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan
saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan
masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya
berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.
Klasifikasi

01 02
03
TT BT

Lesi berupa makula hipo Lesi berupa Lesi berupa mamakula/infiltrat


pigmantasi/eutematosa makula/infiltrat eritematosa permukaan agak
dengan permukaan kering eritematosa dengan mengkilat. Gambaran khas lesi
dan kadang dengan skuama permukaan kering bengan ”punched out” dengan infiltrat
di atasnya. Jumlah biasanya jumlah 1-4 buah, eritematosa batas tegas pada
yang satudenga yang besar gangguan sensibilitas tepi sebelah dalam dan tidak
bervariasi (+) begitu jelas pada tepi luarnya
GOOD MANNERS

04 05
BL LL
Lesi infiltrat eritematosa dalam Lesi infiltrat eritematosa
jumlah banyak, ukuran bervariasi, dengan permukaan mengkilat,
bilateral tapi asimetris, gangguan ukuran kecil, jumlah sangat
sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak dan simetris. BTA ( + )
banyak, uji Lepromin ( - ) sangat banyak pada kerokan
jaringan kulit dan mukosa
hidung, uji Lepromin ( - ).
Pathway
Manifestasi Klinis

Ada 3 tanda cardinal pada penyakit kusta bila


salah satunya ada, tanda tersebut sudah cukup untuk
menetapkan diagnosis penyakit :
1. lesi kulit yang anestesi
2. Penebalan saraf perifer
3. Ditemukan mycobacterium leprae
Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang terjadi pada
klien kusta baik akibat fungsi saraf tepi rusak
maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringa kulit)
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan.
2. Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan histopatologik merupakan pemeriksaan pada
jaringan tubuh dimana terdapat makrofag dalam jaringan yang
berasal dari monosit d dalam adarah.
3. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya
antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.Lepae.
02
ASUHAN
KEPERAWAT
AN .
Pengkajian
a. Identitas c. Riwayat Kesehatan
Nama, Umur, Jenis Kelamin, 1. Kesehatan Sekarang
Alamat dan lainnya 2. Kesehatan dahulu
3. Kesehatan Keluarga
b. Keluhan Utama d. Pola-Pola Fungsi
Pada morbus Hansen meliputi Kesehatan
1. Pola aktivitas /
lesi pada kulit secara tunggal istirahat
maupun multiple dan bahkan 2. Pola sensori/kognitif
terdapat nyeri tekan, 3. Pola tidur
sebelumnya pasien mengeluh 4. Dan
demam ringan PEMERIKSAAN
FISIK
Diagnosis

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi


dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan
proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan
fisik
Intervensi Diagnosa 1
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

1. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji / catat warna


kulit yang berhubungan keperawatan proses inflamasi lesi,perhatikan jika ada jaringan
dengan lesi dan proses berhenti dan berangsur-angsur nekrotik dan kondisi sekitar
inflamasi sembuh. luka
Kriteria hasil : Rasional : Memberikan
1) Menunjukkan regenerasi inflamasi dasar tentang terjadi
jaringan proses inflamasi dan atau
2) Mencapai penyembuhan tepat mengenai sirkulasi daerah yang
waktu pada lesi terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus
pada daerah yang terjadi
inflamasi
Rasional : menurunkan
terjadinya penyebaran inflamasi
pada jaringan sekitar.
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

3. Evaluasi warna lesi dan .


jaringan yang terjadi inflamasi
perhatikan adakah penyebaran
pada jaringan sekitar
Rasional : Mengevaluasi
perkembangan lesi dan
inflamasi dan mengidentifikasi
terjadinya komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun
pada waktu direndam
Rasional : Kulit yang terjadi lesi
perlu perawatan khusus untuk
mempertahankan kebersihan
lesi
5. Istirahatkan bagian yang
terdapat lesi dari tekanan
Rasional : Tekanan pada lesi
bisa maenghambat proses
penyembuhan
Intervensi Diagnosa 2
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi lokasi, intensitas


nyaman, nyeri yang keperawatan proses inflamasi dan penjalaran nyeri
berhubungan dengan berhenti dan berangsur-angsur Rasional: Memberikan
proses inflamasi hilang informasi untuk membantu
jaringan Kriteria hasil : dalam memberikan intervensi.
Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi tanda-tanda vital
keperawatan proses inflamasi Rasional: Untuk mengetahui
dapat berkurang dan nyeri perkembangan atau keadaan
berkurang dan beraangsur- pasien
angsur hilang 3. Ajarkan dan anjurkan
melakukan tehnik distraksi dan
relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi
rasa nyeri.
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

4. Atur posisi senyaman .

mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman
dapat menurunkan rasa nyeri
5. kolaborasi untuk pemberian
analgesik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa
nyeri
Intervensi Diagnosa 3
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan posisi tubuh


yang berhubungan keperawatan kelemahan fisik yang nyaman
dengan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas Rasional: meningkatkan posisi
dapat dilakukan fungsional pada ekstremitas
Kriteria Hasil : 2. Perhatikan sirkulasi,
1) Pasien dapat melakukan gerakan, kepekaan pada kulit
aktivitas sehari-hari Rasional: oedema dapat
2) Kekuatan otot penuh mempengaruhi sirkulasi pada
ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang
gerak secara konsisten, diawali
dengan pasif kemudian aktif
Rasional: mencegah secara
progresif mengencangkan
jaringan, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot/ sendi
NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA

4. Jadwalkan pengobatan dan .

aktifitas perawatan untuk


memberikan periode istirahat
Rasional: meningkatkan
kekuatan dan toleransi pasien
terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan
bantuan keluaraga/ orang yang
terdekat pada latihan
Rasional: menampilkan
keluarga / oarng terdekat untuk
aktif dalam perawatan pasien
dan memberikan terapi lebih
konstan.
Implementasi
Merupakan tindakan yang dilakukan
perawat kepada klien sesuai dengan
intervensi keperawatan.
Evaluasi

Tingkat keberhasilan dalam melakukan tindakan keperawatan


1. Tujuan Terapi : Klien telah mencapai kriteria hasil ditentukan dalam
tujuan
2. Tujuan Tercapai Sebagian : Klien menunjukan perubahan perilaku tetapi
tidak sebaik yang ditentukan
3. Tujuan Tidak Tercapai : Klien tidak menunjukan perubahan sama sekali
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/40147691/MA
KALAH_FIX_MORBUS_HANSEN

Anda mungkin juga menyukai