Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MBL
Anestesi
Pelumpuh Otot
Muhammad Yusuf
11120181017
Pembimbing: dr. Muhammad Wirawan Harahap
DEFENISI

Pelumpuh otot yang digunakan dalam anestesia


dikenal juga sebagai obat penghambat
neuromuskuler dengan blokade spesifik
neuromuscular junction. Penggunaan klinis
pelumpuh otot dalam bidang anestesiologi adalah
menyediakan suatu kondisi relaksasi otot untuk
memfasilitasi intubasi endotrakea dan memudahkan
kerja operator selama anestesi umum.
KLASIFIKASI

Non Depolarisasi

Depolarisasi
Non-
Depolarisasi
Depolarisasi
• •

Ciri
Fasiculus Otot (+) Tidak ada fasikulasi otot
• Berpotensiasi dengan • Berpotensiasi dengan
asetilkolin esterase hipokalemia, hiponatremi,

Kelumpuhan • Tidak menunjukkan


kelumpuhan bertahap •
obat anastesi inhalasi
Kelumpuhan tunggal pada
pada perangsangan perangsangan tunggal atau
tunggal maupun tetanik tetanik
• Belum dapat diatasi • Dapat diantagonis dengan
dengan obat spesifik asetilkolinesterase
Pelumpuh otot Non Depolarisasi

Pelumpuh Otot non depolarisasi


akan bergabung dengan reseptor
nikotinik dan mencegah pengikatan
asetilkolin sehingga mencegah
depolarisasi dan menghambat
kontraksi otot
•Kepekaan Otot terhadap obat pelumpuh otot ini berbeda-beda. Otot pada daerah wajah dan mata yang dilumpuhkan
pertama kali, lalu diikuti dengan otot jari, tungkai, leher, ekstremitas, sela iga dan diafragma

Efek

• Semua obat diberikan secara IV dan kebanyakan obat tidak di metabolisme, kerjanya akan diakhiri dengan penyebaran
kembali
Farmakokinetik
a. Penghambat kolinetrase, seperti neostigmin fisostigmin dapat
menghilangkan kerja dari pelumpuh otot non depol.

b. Anestesi inhalasi, obat obat seperti halotan bekerja memperkuat pelumpuh


Interaksi
otot
Obat
c. Antibiotik aminoglikosida, seperti gentamisin tobramisin akan menghambat
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dengan cara bersaing terhadap
ion kalsium.
Long Acting

Klasifikasi
Pelumpuh Otot
non
Depolarisasi

Intermediate Short Acting


Acting
Dosis Awal Dosis Rumatan Durasi Efek Samping
(mg/Kg) (mg/kg) (menit)

D-tubokurarin 0,40-0,60 0,10 30-60 Histamin +,


hipotensi

Pankuronium 0,08-0,12 0,15-0,20 30-60 Vagolitik, takikardi

Non Metakurin 0,20-0,40 0,05 40-60 Histamin -,


hipotensi
Depolarisasi Pipekuronium 0,05-0,12 0,01-0,015 40-60 Kardiovaskuler
Long Acting stabil

Doksakurium 0,02-0,08 0,005-0,010 45-60 Kardiovaskuler


stabil

Alkurium 0,15-0,30 0,05 40-60 Vagolitik, takikard


Non Depolarisasi Intermediate

Dosis Dosis Durasi Efek


Awal Rumatan (menit) Samping
(mg/Kg) (mg/kg)

Gallamin 4-6 0,5 30-60 Histamin +,


hipotensi
Atrakurium 0,5-0,6 0,1 20-45 Aman untuk
hepar
Vekuronium 0,1-0,2 0,015-0,02 25-45

Rokuronium 0,6-1,0 0,10-0,15 30-60

Cistakuroniu 0,15-0,20 0,02 30-45 Isomer


m Artrakurium
Non Depolarisasi
Short Acting

Dosis Awal Dosis Durasi Efek


(mg/Kg) Rumatan (menit) Samping
(mg/kg)
Mivakurium 0,20-0,25 0,05 10-15 Histamin +,
Your Text Here hipotensi
Ropakuronium 1,5-2,0 0,3-0,5 15-30
PELUMPUH OTOT DEPOLARISASI

Melekat pada reseptor nikotinik dan

bekerja mirip asetilkolin untuk

mendepolarisasi. Obat depolarisasi ini

berada di celah sinaptik sehingga cepat

dihidrolisis kolinesterase dalam plasma


• Berikatan pada reseptor nikotinik→ Membuka kanal Na→ depolarisasi reseptor (Fase

Mekanisme 1)→Melumpuhkan reseptor→ tidak mampu mentransmisi impuls→repolarisasi seiring dengan

Kerja menutupnya kanal Na

• Mengawali efeknya dengan fasikulasi otot secara singkat lalu dilanjutkan


Efek dengan lumpuh dalam beberapa menit. Obat tidak menyebabkan
penyekatan ganglion kecuali dalam dosis tinggi.

• Suksinilkolin diberikan IV, kerja singkat karena hidrolisis cepat


Farmakokineti
kolineterase dalam plasma.
k
Depolarisasi Short Acting
Dosis Awal (mg/Kg) Durasi (menit) Efek Samping

Suksinilkolin 1,0 3-10 menit Bradikardi, Hiperkalemia,


hipersalivasi
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai