Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

OBAT- OBAT PELUMPUH OTOT

FARMAKOLOGI ORGAN
DEFINISI & TUJUAN

• Obat pelumpuh otot adalah obat


Definisi yang digunakan untuk melemaskan
atau merileksasikan otot
• Memudahkan dan mengurangi cidera
tindakan laringoskopi dan intubasi
Tujuan trakea serta memberikan relaksasi
otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali
FISIOLOGI TRANSMISI SYARAF OTOT.

 Asetilkolin merupakan bahan


 Transmisi rangsang syaraf ke otot perangsang syaraf
terjadi melalui hubungan syaraf otot. (neurotransmiter) yang dibuat dalam
ujung syaraf motor dan disimpan
 Hubungan ini terdiri atas bagian dalam kantong atau gudang yang
ujung syaraf motor yang tidak disebut vesikel.
berlapis mielin dan membran otot.
 Ada 3 bentuk asetilkolin, yaitu
 Ujung syaraf motor merupakan bentuk bebas, cadangan belum siap
gudang persediaan kalsium, vesikel pakai, dan bentuk siap pakai.
atau asetilkolin, mitokondria, dan
retikulum endoplasmik.  Faktor –faktor yang mempengaruhi
pelepasan asetilkolin adalah kalsium,
 Pada membran otot terdapat magnesium, nutrisi, oksigenasi, suhu,
reseptor asetilkolin. analgetik lokal, antibiotik golongan
aminoglikosida.
FISIOLOGI TRANSMISI SYARAF OTOT (LANJUTAN)

 Potensial membran ujung syaraf


motor terjadi karena membran
bersifat permiabel terhadap ion
 Bila depolarisasi ini cukup kuat
kalium ekstrasel dari pada
maka akan diikuti oleh kontraksi
natrium.
otot.
 Pada saat pelepasan asetilkolin
 Setelah itu akan terjadi
(transmiter saraf) yang dipicu
repolarisasi membran ujung
oleh kalsium, membran tersebut
syataf motor karena kerja
menjadi lebih permeabel
asetilkolin cepat di hidrolisis
terhadap ion natrium dan
oleh asetilkolin-esterase menjadi
kalsium sehingga kalsium dan
asetil dan kolin.
natrium masuk sedangkan
kalium keluar sel, maka terjadi
reaksi depolarisasi.
FISIOLOGI
JENIS OBAT PELUMPUH OTOT

• Terjadi karena serabut otot mendapat


A. Depolarisasi
rangsangan depolarisasi yang menetap sehingga
(menyerupai kerja
akhirnya kehilangan respon berkontraksi yang
acethyl choline)
menyebabkan kelumpuhan.

• Terjadi karena aseptor asetilkolin diduduki oleh


B. Non-Depolarisasi
molekul-molekul obat pelumpuh otot non
( golongan
depolarisasi sehinggga proses depolarisasi
benzylisoquinolinium
membran otot tidak terjadi dan otot menjadi
dan aminosteroid )
lumpuh atau lemas
Mekanisme Kerja Pelumpuh Otot
 Kerja Asetilkolin sebagai agonis normal,
dapat membuka kanal

 Penyekat non-depolarisasi mencegah


pembukaan kanal ketika berikatan
dengan reseptor (Gambar kiri bawah)

 Penyekat depolarisasi bekerja dengan


menempati reseptor dan menyekat
kanal.
 Penutupan normal gerbang kanal
dicegah dan penyekat tersebut dapat
keluar masuk lubang dengan cepat.
Penyekat depolarisasi dapat
mendesensitisasi lempeng dengan cara
menempati reseptor dan menyebabkan
depolarisasi persisten
A. Pelumpuh Otot Depolarisasi

Suksinilkolin (succinyl choline) = Suksametonium (Suxamethonium)


= Diasetilkolin (Diacethylcholin)
Mekanisme Kerja Pelumpuh Otot Depolarisasi

senyawa menyerupai asetilkolin

tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase

konsentrasi tidak cepat hilang dalam celah sinaps

perpanjangan depolarisasi pada kanal lempeng

Kanal Natrium tertutup sehingga tidak responsive terhadap stimulus selanjutnya

relaksasi otot secara terus menerus


Suksametonium (Succinyl Choline)

Onset dan • Onset : 1-2 menit Durasi : 3-5 menit.


Durasi • Onset : 30 – 60 detik Durasi : kurang dari 10 menit

• Suksinil kolin sebagian besar dimetabolisme oleh


Metabolisme. pseudocholinesterase menjadi suksinil monokolin dan kolin, sehingga
hanya 10% obat yang mencapai neuromuskular junction

Durasi dapat diperlama dengan cara menaikkan dosis atau ketika


metabolisme abnormal (hipotermi yang menyebabkan hidrolisis
dan penurunan pseudocholinesterase karena kehamilan, penyakit
hati, gagal ginjal dan penggunaan obat tertentu misalnya neostigmin )
Suksametonium (Succinyl Choline)
• i.v 0,7 – 1 mg/kg (1,5 mg/kg dengan prapengobatan
Dosis nondepolarisator), untuk anak-anak intubasi 1-2
mg/kgBB/i.v., untuk neonatus dan bayi 2-3 mg/kg

Cara
pemberian
• IV / IM / intra lingual / intra bukal

Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering diberi dahulu


dengan obat pelumpuh otot depolarisasi ¼ dosis relaksasi otot
misalnya pankuronium 1 mg (prekurarisasi).
Suksametonium (Succinyl Choline)

• falkon berisi bubuk putih 100 mg atau 500 mg. Pengenceran dapat
Kemasan memakai garam fisiologik atau akuades steril 5 atau 25 ml sehingga
membentuk larutan 2%.

Indikasi • sebagai pelumpuh otot jangka pendek.

• terutama untuk mempermudah /fasilitas intubasi trakea karena mula


kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dapat dipakai untuk
Kegunaan memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus
atau suntikan intermiten.
Suksametonium (Succinyl Choline)

Komplikasi dan efek samping :


• Bradikardi, bradiaritmia dan asistol terutama pada pemberian berulang atau
terlalu cepat serta pada anak-anak.
• Takikardia dan takiaritmia.
• Lama kerja yang memanjang terutama kadar enzim kolinesterase plasma
berkurang .
• Peninggian tekanan intraokuler, hati-hati pada glaukoma.
• Blok fase II terutama pada pemberian berulang atau dosis tinggi.
• Lama kerja yang memanjang terutama pada penyakit hati parenkimal, kaheksia
dan anemia (hipoproteinemia).
• Hiperkalemia, karena itu harus berhati-hati pada luka bakar atau gagal ginjal.
• Nyeri otot pasca fasikulasi.
B. Pelumpuh Otot Non- Depolarisasi

Berdasarkan susunan molekul, Pelumpuh otot non-


depolarisasi digolongkan menjadi :
Bensiliso- Steroid:
kuinolinum :
d-tubokurarin,
pankuronium, Eter-fenolik : Nortoksiferin:
vekuronium,
metokurarin, gallamin alkuronium
atrakurium, piekuronium,
doksakurium, ropakuronium,
mivakurium roluronium
Kerja Pelumpuh Non Depolarisasi Berdasarkan Berdasarkan
Lama Kerja :
Ciri-ciri Kelumpuhan Otot

Non depolarisasi Depolarisasi

 Ada fesikulasi otot


 Tidak ada fesikulasi otot  Berpotensi dengan antikolinesterase
 Berpotensi dengan hipokalemia,  Kelumpuhan berkurang dengan
hipotermia, obat anestetik inhilasi eter, memberikan obat pelumpuh otot non
halotan, enfluran, isofluran. depolarisasi, dan asidosis
 Menunjukan kelumpuhan yang bertahap  Tidak menunjukan kelumpuhan bertahap
pada perangsangan tunggal atau tetanik. pada perangsangan tunggal maupun
 Dapat diantagonis oleh antikolinesterase tetanik.
 Belum dapat diatasi dengan obat spesifik
Obat –Obat Pelumpuh Otot Non Depolarisasi

Tubokurarin klorida (kurarin)

Galamin (flaxedil)

Pankuronium bromide (pavulon)

Atrakurium besilat (tracrium)

Vekuronium (norcuron)
1. Tubokurarin Klorida (Kurarin)

• Merupakan obat penyekat neuromuskuler non depolarisasi


Farmakologi
aksi menengah.

• Awitan aksi : < 2 menit


Farmakokinetik • Efek puncak : 2-6 menit
• Lama aksi : 25-90 menit

Toksisitas : efek dipotensiasi oleh anestetik volatil, antibiotik


aminoglikosid, anestetik lokal, diuretik, magnesium, litium, obat-
obatan penyekat ganglion, asidosis respiratorius.
1. Tubokurarin Klorida (Kurarin)
• Intubasi : i.v. 0,3-0,6 mg/kg
• Pemeliharaan : i.v. 0,05-0,3 mg/kg (10%-50% dari dosis intubasi)
Dosis • Infus : 1-6 g/kg/menit
• Prapengobatan : i.v 10% dari dosis intubasi yang diberikan 3-5 menit
sebelum dosis relaksasi depolarisasi/non depolarisasi

Cara pemberian : terutama melalui i.v., kadang-kadang i.m

Eliminasi : Ekskresi terutama melalui ginjal dan sebagian melalui hepar

Kemasan : suntikan 3 mg/ml

Penyimpanan : suhu kamar(15-30o C) jangan dibiarkan membeku

Pengenceran untuk infus : 15 mg dalam 100ml D5W (0,15mg/ml)


1. Tubokurarin Klorida (Kurarin)

• Pantau respon dengan stimulator saraf tepi untuk


memperkecil resiko kelebihan dosis.
• Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat
asma bronkial dan reaksi anafilaktoid.
Pedoman • Efek reversi dengan antikoliesterase seperti
/peringatan: piridostigmin bromida, neostigmin, atau edrofuniom
bersamaan dengan pemakaian atropin atau glikopirolat.
• Dosis prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkat
blokade neuromuskuler yang cukup untuk
menyebabkan hipoventilasi pada beberapa pasien
1. Tubokurarin Klorida (Kurarin)

• Kardiovaskuler : hipotensi, vasodilatasi,


takikardi sinus, bradikardi
sinus.
Reaksi • Pulmoner : hipoventilasi, apnoe,
samping bronchospasme, dispnoe,
utama: laringospasme,
• Muskulus skeletal : blok tidak adekuat, blok
diperpanjang.
• Dermatologik : ruam, urtikaria.
2. Galamin (Flaxedil)

• Lama kerja obat berkisar 15-20 menit. Mula kerja sangat


berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek
Farmakologi yang lenah terhadap ganglion syaraf dan tidak
menyebabkan pelepasan histamine

• Awitan aksi : 1-2 menit


• Efek puncak : 3-5 menit
• Lama aksi : 25-90 menit
Farmakokinetik • Toksisitas : efek dipotensiasi oleh prapemberian soksinilkolin, anastetik
volatile, antibiotic haminoglikosida, anestetik local, diuretic
ansa, margensium litium,obat-obatan penyekat ganglion
2. Galamin (Flaxedil)

• Intubasi : i.v. 1 – 1,5 mg/kg


• Pemeliharaan : i.v. 0,1 – 0,75 mg/kg (10% - 50% dari dosis intubasi )
• Prapengobatan : i.v. 10% dari dosis intubasi diberikan 3 – 5 menit
Dosis: sebelum dosis relaksan depolarisasi / nondepolarisasi.
• Kemasan : suntikan, 20 mg/ml (hanya untuk penggunaan i.v.)
• Penyimpanan : suhu kamar ( 150 – 300 C ). Jangan biarkan membeku.

Eliminasi : Ekskresi terutama melaui ginjal dan sebagian


melaui empedu.
2. Galamin (Flaxedil)

• Kardiovaskuler : takikardi, aritmia, hipotensi.


Reaksi
• Pulmoner : hipoventilasim apnoe.
samping
• Muskuloskeletal : blok yang tidak adekuat , blok yang
utama diperpanjang

• Pantau respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko


kelebihan dosis.
• Penggunaannya merupakan kontra indikasi pada pasien dengan miastenia
Pedoman/ gravis dan gangguan fungsi ginjal.
• Efek reversi ( ballik ) dengan antikolinesterase seperti neostigminm
peringatan edrofonium, atau piridostigmin bromida bersama dengan pemakaian atropin
atau glikopirolat.
• Pada beberapa pasien dosis prapengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat
blokade noeuromuskuler yang cukup untuk menyebebkan hipoventilasi.
2. Galamin (Flaxedil)

Pedoman/peringatan
• Pantau respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko
kelebihan dosis.
• Penggunaannya merupakan kontra indikasi pada pasien dengan
miastenia gravis dan gangguan fungsi ginjal.
• Efek reversi ( ballik ) dengan antikolinesterase seperti neostigminm
edrofonium, atau piridostigmin bromida bersama dengan pemakaian
atropin atau glikopirolat.
• Pada beberapa pasien dosis prapengobatan dapat menimbulkan suatu
tingkat blokade noeuromuskuler yang cukup untuk menyebebkan
hipoventilasi.
3. Pankuronium Bromide (Pavulon)
Merupakan steroid sintesis adl obat pelumpuh otot non depolarisasi yang banyak
dipakai di Indonesia. Kemasan dalam bentuk ampul berisi 2 ml larutan yamg
mengandung pankuronium bromida 4 mg

• Mula kerja pada menit ke 2-3 untuk selama 30 – 40 menit.


Berikatan kuat dengan globulin plasma dan berikatan sedang
Farmakologi: dengan albumin. Memberikan efek komulasi pada pemberian
berulang

• Awitan aksi : 1 – 3 me nit


Farmakokinetik: • Efekpuncak : 3 – 5 menia
• Lama aksi : 40 – 65 menit
3. Pankuronium Bromide (Pavulon)

• Bolkade neuromuskuler dipotensiasi oleh amonigliosida,


Toksisitas antibiotic, anestetik local, diuretic ansa, agnesium, litium, obat
obatan penyekat ganglionic.

• Ekskresi terutama melalui ginjal (60 – 80%) dan sebagian melalui


Eliminasi empedu (20 – 40%).

• Dosis intubasi trakea : 0.04 – 0,1 mg/kg


• Dosis pemeliharaan : 0,01-0,05 mg/kgBB(10%-50% dari dosis intubasi)
Dosis • Prapengobatan : i.v. 10% dari dosis intubasi diberikan 3-5 menit
sebelum dosis relaksan depolerisasi/nondepolarisasi
3. Pankuronium Bromide (Pavulon)

• Kardiovaskuler : Takikardi, hipertensi


• Pulmuner : hipoventrilasi, apnoe, bronchospasme
Reaksi
• GI : salivasi
samping
utama • Alergik : kemerahan, rekasi anafilaktik
• Muskulosketal : blok yang tidak adekuat, blok yang
diperpanjang

Penyimpanan: stabil sehingga tanggal kadaluarsa (cth: stabil 18 bulan)


jika didinginkan (20-80C), stabil pada suhu kamar ( 180-220C)
3. Pankuronium Bromide (Pavulon)
Pedoman peringatan
• Pantau respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan
dosis.
• Efek reversi denga antikolinsteresae seperti noestigmin, edofonium, atau
piridostigmin bromida bersama dengan atropin atau glikopirolat.
• Dosis prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler
yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
• Kelumpuhan yang diperpanjang dapat terjadi setelah dihentikannya infus jangka
panjang pada pasien perawatan intensive kususnya pada mereka yang gagal ginjal
ketidak seimbangan elektrolit atau pemakaian bersama kortikosteroid atau
aminoglikosida. Hal ini disebabkan oleh perkembangan miopati akut dan blokade
noeuromuskuler persisten sebagai akibat sekunder dari penumpukan metabolik
aktif terutama pankoronium 3-desasetil.
4. Atrakurium Besilat (Tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolirasasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
Leontopeltalum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain :

• Metabolisme terjadi di dalam darah (plasma)terutama melalui reaksi kimia yang


disebut elimiasi Hoffman. Reaksi ini tidak tergantung pada fungsi hati atau ginjal.
Metabolisme • Tidak memberi efek kumulasi pada pemberian berulang.
• Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

• Dibuat dalam kemasan ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium


Kemasan besilat atau 10mg/ml.
4. Atrakurium Besilat (Tracrium)

• Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada dosisi


yang dipakai.
Farmakologi • Pada umumnya mula keraja atrikurium pada dosis intubasi
2-3 menit, sedang dengan dosis relaksasi 15-35 menit.

Eliminasi • Eliminasi : plasama(hoffman, hidrolisi ester), hati, ginjal.

• Awitan aksi : kurang dari 3 menit


• Efek puncak : 3-5 menit
Farmakokinetik • Lama aksi : 20 – 35 menit
• Toksisitas : blokade nouromuskuler dipotensiasi oleh amino
glokosida, antibiotik, anestetik lokal, diuretik ansa
4. Atrakurium Besilat (Tracrium)

• Dosis intubasi : 0.5-0.6 mg/kg BB/i.v.


Dosis • Dosis relaksasi otot : 0.5-0.6 mg/kgBB/i.v.
• Dosis pemeliharaan : 0.1-0.2 mg/kgBB/i.v.

Penyimpanan: dinginkan (20 – 80 C). Jangan biarkan


membeku. Pada saat pengangkatan dari pendinginan kesuhu
ruang, gunakan dalam 14 hari jika didinginkan kembali.
4. Atrakurium Besilat (Tracrium)
Pedoman peringatan
• Pantau respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan
dosis.
• Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asthma bronchial dan reaksi
anafilaktoid.
• Efek reversi dengan antikoliesterase seperti piridostigmin bromida, neostigmin,
atau edrofuniom bersamaan dengan pemakaian atropin atau glikopirolat.
• Dosis prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler
yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
• Dosis prapengobatan dapat menimbulakan suatu tingkan blokade noeuromuskuler
yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.
5. Vekuronium (Norcuron)

merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang baru dan


merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih
besar dengan lama kerja yang singkat. Tidak memiliki efek
kumulasipada pemberian erulang per infus. Tidak menyebabkan
perubahan fungsi karduiovaskuler yang bermakan.

Kemasan: dibuat dalam bentuk ampul. Berisi bubuk vekuronium 4 mg.


Pelarut yang dapat dipakai antara lain akuades, garam fisiologik, ringer
laktat atau dextrose 5% sebanyak 2 ml.
5. Vekuronium (Norcuron)

• Mula kerja terjadi pada menit ke 2-3 dengan lama kerja


sekitar 30 menit. Analog monokuartener dari
Farmakologi pankoronium ini merupakan suatu obat penyekat
neouromuskuler non depolariasasi dengan lama kerja
menengah

• Awitan aksi : kurang dari 3 menit


• Efek puncak : 3 – 5 menit
• Lama aksi : 25 – 30 menit
Farmakokinetik • Toksisitas : blokade nouromuskuler dipotensiasi oleh amino
glokosida, antibiotik, anestetik lokal, diuretik ansa, magnesium, litium,
obat-obat penyekat ganglion
5. Vekuronium (Norcuron)
• Intubasi : i.v. 0,08 – 0,1 mg/kg
• Pemeliharaan : i.v. 0,01 – 0,05 mg/kg ( 10% - 50 % dari dosis
Dosis intubasi)
• Prapengobatan : i.v. 10 % dari dosis intubasi diberikan 3 – 5
menit sebelum dosis relaksan non depolarisasi/depolarisasi.

• Penyimpanan: bubuk suhu kamar ( 150 – 300 C). Lindungi dari cahaya. Jika
direkonstisusikan dengan air steril untuk disuntikan, larutan stabil selama
Penyimpanan 24 jam didinginkan atau pada suhu kamr. Jika direkonstitusi dengan D5w,
NS, atau D5 NS, larutan stabil selama 24 jam, jika didinginkan ( 20 - 80 C).

Pengenceran • untuk infus 20 mg dalam 100 ml D5W ( 0,2 mg/l).

Anda mungkin juga menyukai