Anda di halaman 1dari 23

Tax dan konsep

pengganda
Kelompok 6
Anggota
1. berliana anggi oktavia 152010613065
2. R.Ajeng.Amalina 152010613088
3. Muhammad Afif Ismail E. 152010613085
4. Alfina putri nurmalitasari 152010613096
5. Imas jihansyah 152010613099
6. Rivaldo Yanuar 152010613079
01
TAX
JENIS JENIS PAJAK

Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser kepada
wajib pajak yang lain. Contohnya PPh dan PBB.

Pajak Tidak Langsung


Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada
wajib pajak yang lain. Contohnya, pajak penjualan (PPn dan PPnBM).
BENTUK BENTUK PAJAK PENDAPATAN

• Pajak regresif
Sistem pajak yang persentasi pungutan pajaknya menurun apabila pendapatan yang
dikenakan pajak menjadi bertambah tinggi.

• Pajak proposional
Persentasi pungutan pajak yang tetap besarnya pada berbagai tingkat pendapatan,
yaitu dari pendapatan yang sangat rendah kepada yang sangat tinggi.

• Pajak progresif
Sistem pajak yang persentasinya bertambah apabila pendapatan semakin meningkat.
EFEK PAJAK TERHADAP KONSUMSI DAN TABUNGAN

Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, hubungan diantara pendapatan disposebel
dan pendekatan nasional dapat dinyatakan secara persamaan berikut:
Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan tabungan rumah tangga. Hal
ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk
melakukan pengeluaran konsumsi dan menabung.
Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak yang dipungut
tersebut dalam persamaan: Yd=Y-T
Penurunan pendapatan disposebel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah
tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan. Bentuk sistem pajak, yaitu pajak
tetap atau pajak proporsional, pemungutan pajak akan mengakibatkan konsumsi dan
tabungan rumah tangga berkurang sebanyak yang ditentukan oleh persamaan berikut:
ΔC = MPC x T
ΔS = MPS x T
EFEK PAJAK

• Pendekatan Aljabar
 Efek pajak tetap
Konsumsi
Efek pajak atas konsumsi dan tabungan dalam analisis umum dimisalkan dengan
fungsi konsumsi C = a + bY dengan pajak tetap. Pajak sebanyak T menurunkan konsumsi
sebanyak ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1) adalah:
C1=-bT+a+bY

 Tabungan
Sedangakn, untuk fungsi asal adalah ΔS = -a + (1-b) Y. Pajak sebanyak T menurunkan
tabungan sebanyak ΔS = - (1-b). Dengan demikian fungsi tabungan sesudah banyak
(S1) adalah:
S1=-(1-b)T-a+(1-b)Y
 Pengaruh pajak proporsional
Konsumsi
Pajak proporsional sebanyak tY menurunkan konsumsi sebanyak ΔC = -b. tY. Apabila
fungsi konsumsi asal adalah: C = a + bY, maka fungsi konsumsi setelah pajak proposional /
yang baru (C1) adalah:
C1=a+By-b.Ty
C1=a+b(1-t)Y

Tabungan
Jika fungsi asal tabungan adalah S = -a + (1 – b) Y dan pajak tersebut akan menurunkan
fungsi tabungan sebanyak ΔS = (1 – b) tY, maka fungsi tabungan yang baru (S1) adalah:
S1 = -a + (1 – b) Y – (1 – b) tY
S1 = a + {(1 – b) – (1 – b) t} Y
S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y
• Pendekatan Grafik
 Efek pajak tetap
sebelum pajak, fungsi konsumsi adalah C = a + bY. Pajak tetap mengurangi konsumsi
sebanyak ΔC = -bT dan menyebabkan :
fungsi konsumsi bergeser kepada C1 = -bT + a + bY, yaitu pengurangan sebanyak –bT =
-MPC.T.
fungsi tabungan menjadi : S1 = -(1-b)T –a+(1-b)Y

 Pengaruh pajak proposional


Pajak proporsional akan mengurangi konsumsi dari C = a + bY menjadi :
C1 = a + bY – btY
C1 = a + bY – MPC.T.
Dengan demikian fungsi konsumsi (C1) berubah menjadi: C1=a+b(1-t)Y
Pajak proporsional menyebabkan fungsi tabungan berubah dari S = -a + (1 – b) Y
menjadi S1 = -a + (1 – b) (1 – t) Y.
GRAFIK EFEK TERHADAP KONSUMSI
GRAFIK EFEK TERHADAP TABUNGAN
PENDEKATAN MAKRO
factor-faktor yang
mempengaruhi rasio pajak diantaranya Pendapatan Per Kapita, Komposisi Output Sektoral, Tingkat
Perdagangan Internasional (trade openess), Bantuan dan Hutang Luar Negeri, Tingkat Ekonomi
Informal, dan faktor institutional seperti korupsi dan stabilitas politik.

Pendapatan Per Kapita menunjukkan kemajuan ekonomi secara keseluruhan dari suatu bangsa.
Semakin besar pendapatan perkapita, sebuah negara akan dinilai semakin makmur. Sedangkan,
komposisi Output Sektoral menunjukkan struktur dari perekonomian. Negara yang lebih bergantung
kepada pertanian cenderung lebih sulit untuk menarik pajak; negara agraris cenderung
menghasilkan output yang lebih kecil dibanding negara industri karena produk pertanian memiliki
nilai tambah yang kecil dan melibatkan pelaku yang banyak.
Peran PPh di Indonesia cukup signifikan. Di tahun 2011, direct tax (PPh) memberikan kontribusi
hampir 50% dari total penerimaan dibanding dengan kontribusi PPN yang menyumbang 32% saja.
Artinya, merujuk pada studi tersebut, porsi direct tax pada penerimaan pajak di Indonesia sudah
dominan terlepas dari kenyataan bahwa masing-masing jenis pajak baik itu PPh atau PPN memiliki
keunggulan dan prioritas rulling yang berlainan. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah faktor
institutional. Krisis fiskal yang dialami beberapa negara Eropa terutama Yunani karena
ketidakmampuanya untuk menghimpun penerimaan secara mandiri melalui pajak banyak
dipengaruhi oleh faktor institutional terutama korupsi.
PENDEKATAN
c
MIKRO
Pencapaian rasio pajak yang optimal juga dipengaruhi faktor lain, yaitu dari sisi strategi dan
kebijakan serta proses bisnis yang terjadi didalam suatu otoritas pajak. Selain itu, rasio pajak sangat
berhubungan dengan tax compliance. Plumley (1996) dalam IRS paper series mengungkapkan
bahwa income tax compliance dipengaruhi oleh banyak hal dari mulai audit coverage sampai
dengan status perkawinan–Wajib Pajak (WP) yang berstatus belum menikah memiliki compliance
rate yang lebih rendah dibanding dengan yang sudah menikah, dan masih banyak variabel lainnya.

Untuk mencapai tingkat rasio pajak yang optimal, harus diakui bahwa peran data pihak ketiga
menjadi semakin signifikan karena kemudahan dan ketepatannya menyasar data yang sebelumnya
tersembunyi. Bisa dianalogikan juga bahwa otoritas pajak yang belum mengoptimalkan peran data
pihak ketiga adalah seperti suatu industri yang bersifat labour intensive, karena membutuhkan
banyak sumberdaya manusia untuk melakukan pengawasan terhadap WP, sedangkan otoritas
pajak yang sudah memanfaatkan data pihak ketiga lebih bersifat capital & technology intensive.
UPAYA YANG TELAH
c
DILAKUKAN
Variabel yang bersifat makro sangat sulit untuk dikontrol dan diatur secara langsung atau dengan
kata lain variabel-variabel tersebut lebih bersifat given. Bagi otoritas pajak, pilihan yang tersisa
untuk mendongkrak rasio pajak yaitu dengan mengoptimalkan variabel-variabel mikro. Banyak
upaya yang sudah dilakukan DJP untuk meningkatkan rasio pajak. Diantaranya Program Sensus
Pajak Nasional (SPN) yang mulai digaungkan pada tahun 2011 untuk menjaring WP baru dan
mengoptimalkan penerimaan dari WP. DJP butuh data pihak ketiga untuk menghitung data yang
ada di dalam SPT. SPN sangat membantu dalam membangun database pajak yang lebih kuat,
namun demikian pendekatan survei seperti SPN hanya menghasilkan data statis. Selain itu data
SPN berumber dari pihak yang sama yaitu WP itu sendiri sehingga validitas dan akurasinya sebagai
data counter SPT menjadi kurang mumpuni.

Terobosan seperti e-filing patut diacungi jempol dan harus terus dikembangkan karena bisa
memberikan kemudahan kepada Wajib pajak sekaligus menekan beban adminsitrasi. Jika data
pihak ketiga sudah dapat dimanipulasi dengan baik, tantangan berikutnya adalah mengadopsi model
pre-populated atau pre-filled tax return. Optimalisasi data pihak ketiga memang membutuhkan
koordinasi dan kerja sama yang sangat kuat antara seluruh elemen pemerintahan dan swasta.
KONSEP
02 PENGGANDA
Konsep penggandaan (multipiler)
Pengganda atau multipiler adalah suatu koefisien atau angka yang dapat menjelaskan besarnya tambahan GDP
(gross domestic product) / pendapatan nasional (Y) sebagai akibat dari adanya tambahan variable tertentu
dalam perekonomian

• Besarnya multipiler: k = =
Dengan arti :

a. MPS: Marginal Propensity to Save (kecenderungan tambahan tabungan marginal).

b. MPC: Marginal Propensty to Consume (Kecenderungan tambahan konsumsi marginal)


Contohnya :
1. Apabila MPC = 0,90,Maka MPS = 0,1 dan kI0= 10
2. Apabila MPC = 0,50,Maka MPS = 0,5 dan kI0= 2
3. Apabila MPC = 0,70 Maka MPS = 0,3 dan kI0 = 3,33
Multiplier juga memilik definisi lain yaitu menggambarkan perbandingan antara jumlah pertambahan
(pengurangan) dalam pendapatan nasional dengan jumlah pertambahan (pengurangan) dalam pengeluaran
agregat yang telah menimbulkan perubahan dalam pendapatan nasional.
Pada sistem perekonomian tiga  sektor dan empat sektor, terdapat sejumlah faktor yang dapat
mengakibatkan perubahan pada keseimbangan Y (pendapatan nasional) yang semula pada keseimbangan
baru.

Faktor yang bisa menimbulkan keseimbangan adalah :


• Perubahan Investasi,
• Perubahan Konsumsi / pengeluaran pemerintah
• Perubahan Pajak
• Perubahan Transfer Payment

Oleh karena Y dipengaruhi oleh C, I, G, Tx, Tr, X, M maka akan ada multiplier C, I, G, Tx, Tr, X, M.
Macam multiper :
• Multipilier Investasi
• Multipiler Konsusi (Kc) / Pengeluaran Pemerintah (KG)
• Multipilier Pajak (KTX)
• Multipilier Transfer Payment (KTR)
Penjelasan:

1. Multipiler Investasi
Investment Multiplier (angka pengganda investasi) adalah angka yangg menunjukkan berapakali lipat pendapatan
nasional akan berubah sebagai akibat adanya perubahan investasi.
Penurunan Rumus
Y=C+I

 
Karena , maka I
Jadi Rumus Multipiler Investasi =

Dimana:
k = Angka pengganda
MPC = Hasrat konsumsi marginal atau Marginal propensity to consume
∆Y = tambahan pendapatan nasional
∆ I = tambah aninvestasi
Proses multiplier atau pelipatgandaan juga berlaku jika ada perubahan negatif (penurunan) Investasi. Untuk
mengetahui apakah terjadi kenaikan atau penurunan investasi dalam suatu perekonomian maka perlu diketahui
besar Investasi Bersih or Net Investment-nya.
Net Investment ( ‘)= – Depresiasi
Depresiasi = Y x % Depreciation
Bila setelah dikurangi depresiasi Nilai tambahan Investasi positif (+) maka terjadi kenaikan investasi dalam
perekonomian tersebut di tahun itu. Sebaliknya, jika nilai tambahan Investasi negative (–) maka terjadi penurunan
investasi di tahun tersebut. Jika penambahan investasi berdampak meningkatkan pendapatan nasional (Y) dengan
berlipat ganda maka penurunan investasi juga akan menurunkan (Y) dengan berlipat ganda juga.
Contoh soal :
Jika diketahui ada depresiasi 2%, maka ∆I ‘= – Depresiasi = 10 T – 0,02. 170 T ‘ = 6,6 T Selanjutnya, yang digunakan
untuk menghitung Y’ adalah ‘, bukan lagi

2. Multiplier konsumsi dan pengeluaran pemerintah


multiplier konsumsi, yaitu angka yang menunjukkan besaran perubahan pendapatan nasional (Y) akibat perubahan
konsumsi sebesar satu-satuan.
Dengan cara penurunan rumus yg sama degan multiplier investasi akan diperoleh rumus multipiler konsumsi.
Multipiler Konsumsi (Kc)
c=
 
Multipiler Pengeluran Pemerintah
G=
 
3. Multipiler Pajak dan Multipiler Transaksi

• Multipiler Pajak
Saat ada perubahan Tx (∆Tx)
Y’ =
=
=
=

= (C – MPC)
Sehingga KTX =
• Multipiler Transaksi

Degan cara yg sama:


KTR = =
4. Multipiler Lainnya
• Multipiler Ekspor ( Kx)

• Multipiler Impor (KM)

 
Dengan m adalah kecenderungan untuk mengimpor atau perubahan atas perubahan besar impor saat ada
perubahan nasional.
5. Multipiler Perekonomian Terbuka
Dalam perekonomian terbuka, kI, Kc, kG, kTx, kTr dipengruhi juga oleh m, sehingga rumusnya sebagai berikut:

• KTX =
• KTR =
Contoh Soal:
1. Jika GDP sebesar Rp 4.000 .000 dan diketahui MPC adalah 0,75, hitunglah pertambahan pendapatan
(perubahan GDP) yang terjadi jika diadakan investasi bruto sebesar Rp 4.500.000 dengan tingkat depresi sebesar
10% setahun.
Jawaban:
Diketahui :
• Besar penyusutan = 10% ×Rp 4.000.000 = 400.000
• Gross Investment = Rp 4.500.000
• Net Investment = Rp 4.500.000 – 400.000 = Rp 4.100.000
• MPC = 0,75
• MPS = 0,25
• kI = = = 4
• = Rp 4.100.000
Ditanyakan:
=k×
= 4 × Rp 4.100.000
= 16.400.000

Anda mungkin juga menyukai