2 Wali Ini adalah pilar (RUKN) pernikahan (Pasal Hal ini tidak pilar pernikahan
14) (Pasal 6)
3 Administrasi Tidak pilar perkawinan (Pasal 14) Pilar perkawinan (Pasal 6)
Pernikahan
4 Perempuan saksi Perempuan tidak diizinkan untuk menjadi Perempuan, seperti laki-laki
dalam pernikahan saksi (Pasal 25) diperbolehkan untuk menjadi saksi
dalam pernikahan (Pasal 11)
5 Usia minimal Tua untuk pengantin 16 tahun, dan 19 Tua untuk kedua pengantin 19
yeras tua untuk pengantin pria (Pasal 15) tahun (Pasal 7)
6 Pernikahan untuk Tidak peduli usia, dia harus menikah di Gadis dalam 21 tahun dia berusia
Virgin (gadis yang bawah kendali walinya atau orang atas bisa menikah tanpa izin darinya
pernah nama walinya (Pasal 14) wali (Pasal 7)
menikah
sebelumnya)
7 Mahar Diberikan oleh pengantin pria ke Dapat diberikan oleh
pengantin (Pasal 30) pengantin untuk pengantin
pria dan sebaliknya (Pasal
16)
8 Sikap suami& istri Suami adalah kepala keluarga dan istri Stance, hak dan kewajiban
adalah kiper rumah tangga (Pasal 79) suami dan istri adalah sama
(Pasal
49)
9 Kebutuhan dasar (Pasal 80 angka 4) Kewajiban suami dan istri
hidup (nafkah) (Pasal 51)
Kewajiban suami
10 Perjanjian tentang Tidak Diatur, Diatur; pernikahan berakhir
periode waktu bersama-sama dengan
tertentu akhir periode tercantum
pernikahan
dalam perjanjian (Pasal 22,
Tidak diatur
28, dan 56 titik [a])
11 Antar-agama pernikahan Diizinkan, asalkan bertujuan
Benar-benar dilarang untuk mencapai tujuan
(Pasal 44 dan 61) perkawinan (Pasal 54)
12 Poligami (ta'addud Diizinkan, dengan beberapa kondisi Tidak diizinkan sama sekali,
al-zawjât) (Pasal 55-59) haram li ghairihi
(Pasal 3)
13 Iddah (masa 'Iddah hanya diterapkan pada istri (Pasal 'Iddah diterapkan untuk kedua
transisi) 153) suami dan istri (Pasal 88)
14 Iddah cerai Berdasarkan dukhûl (Pasal 153) Berdasarkan akad, bukan pada dukhûl
(Pasal 88).
15 Ihdâd (berkabung) Ihdâd hanya diterapkan pada istri (Pasal 170) Selain untuk istri, ihdâd juga
diterapkan pada suami (Pasal 112)
16 Nusyuz (memberontak usyuz hanya mungkin Nusyuz dapat dilakukan dengan istri
Dari melakukan dilakukan oleh istri (Pasal 84) dan suami (Pasal 53 [1])
Kewajiban)
17 Khulu` (perceraian oleh Khulu` dinyatakan sebagai Thalaq bâ'in Sughra, Khulu` adalah sebagai sama Thalaq,
inisiatif istri) baik suami dan istri yang diizinkan untuk suami dan istri yang diizinkan untuk
mendamaikan dengan kontrak pernikahan baru reconcilliate (raj'iy Thalaq) (Pasal 1 dan
(Pasal 119) 59)
No HUKUM WARIS KHI- Impres No.1/ 1991 CLD- KHI
1 Agama yang Hal ini menjadi kendala (mani ') Ini bukan halangan (mani ‘)
berbeda antara dalam proses pewarisan (Pasal 171 dalam proses pewarisan
orang mati dan dan 172) (Pasal 2)
ahli warisnya
2 Anak ilegal Hanya memiliki hubungan dengan- Jika / ayah kandungnya itu
Nya diketahui, ia / dia memiliki
Ibu (pasal 186) hak untuk inherite kekayaan
/ nya ayahnya (Pasal 16)
4 Berbagi untuk Berbagi untuk anak adalah dua kali Berbagi untuk putra dan
anak dan dari itu untuk putri putri adalah sama (Pasal 8
putri [3]).
N UU KHI- Impres No.1/ CLD- KHI
o Waqaf 1991
1 Hak tidak diatur Diatur (Pasal 11)
intelektual
kekayaan
sebagai
milik
disumban
gkan ke
pengguna
an agama
Tampak bahwa peraturan dalam usulan dari
CLD-KHI berbeda dari yang hukum Islam di
KHI-Inpres, RUU HTPA, dan pemahaman
tentang hukum Islam tersebar luas di
kalangan umat Islam Indonesia.
Sebagai seperangkat aturan Islam hukum,
CLD-KHI didasarkan pada sumber utama
Islam, al-Qur'an dan al-Hadits yang didukung
oleh penalaran.
CLD-KHI, apalagi, juga didasarkan pada buku
klasik yang biasa digunakan sebagai
referensi di pesantren.
Latar Belakang munculnya RUU HMPA bidang perkawinan
Usaha keras pembentukan UU perkawinan telah
dimulai semenjak tahun 1950 dengan surat Putusan
Menteri Agama No. B/2/4299 tanggal 1 oktober
1950 dengan membentuk panitia penyidik peraturan
hukum perkawinan, talak dan rujuk yang diketuai
oleh Mr Teuku Mohammad Hasan.
Setelah mengalami bebarapa kali perubahan
personalia, maka pada tanggal 1 April 1961 di
bentuk panitia baru yang di ketuai oleh Mr. H. Moh.
Noer Poerwosoetjipto
Secara hukum, ikhtiar Negara untuk memiliki
Hukum Keluarga telah hadir melalui
keberadaan UU No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Namun patut diakui bahwa undang-undang
tersebut lahir dari proses tarik menarik yang
kuat di antara berbagai kelompok kepentingan
dan masih memiliki muatan untuk mengatur
salah satu agama saja dan memberikan
kewenangan agar KUA dan Kantor Catatan
Sipil mengurus administrasi perkawinan.
Saat ini, Pemerintah telah rampung menyusun
Rancangan Undang-undang Hukum Materiil
Peradilan Agama Bidang Perkawinan.
RUU ini bahkan telah masuk dalam prioritas
TERIMA KASIH
SEkian
Terima Kasih
Mohon Ma’af