Anda di halaman 1dari 11

RESUME DAN CRITICAL REVIEW

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir

Mata Kuliah: Hadits Ahkam

Dosen Pengampu: Dr. Hj. Nur Mahmudah, MA

Oleh:
JULIANTO
IS-19006

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS


HUKUM KELUARGA ISLAM/HKI
TAHUN 2019
RESUME ARTIKEL
HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN : (ANALISIS PUTUSAN
TERHADAP PENYELESAIAN HARTA BERSAMA AKIBAT
PERCERAIAN)

Oleh : Rini Sidi Astuti (NIM 03.2.00.01.01.0059)


IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam tatanan
normatifnya adalah sama dengan menerapkan konsep keadilan dan tidak adanya
diskriminasi. Hal ini menuntut adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan
kewajiban. Konsep ini dalam politik hukum Indonesia terwujud dalam adanya
pengakuan terhadap kesetaraan gender. Salah satu bentuk diskriminasi yang masih
terjadi adalah dalam masalah penyelesaian harta bersama. Contoh yang kasuistik
adalah kasus yang menimpa seorang presenter Made Hughesia Dewi dengan
Alfin, mantan suaminya. Gugatan komulasi perceraian dengan harta yang
diajukannya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dikabulkan oleh hakim dengan
pembagian harta bersama adalah separuh separuh, berdasarkan ketentuan dalam
pasal 97 KHI. Padahal sebagian besar harta tersebut dihasilkan dari aktivitas
Hughes di dunia entertainment. Istilah harta bersama yang dibakukan dalam UU
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada dasarnya sudah ada sejak lama dalam
kehidupan dan adat yang berlaku dalam masyarakat. Pelembagaan harta bersama
ini dalam ketentuan hukum positif di Indonesia dijelaskan dalam UU No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan KHI. Konsep harta bersama dalam ketentuan
tersebut pun bersifat kontradiksi. Dalam UU No. 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa
tidak ada perjanjian antara suami istri terhadap harta, maka harta yang didapat
selama masa perkawinan adalah harta bersama. Sebaliknya, dalam KHI
dinyatakan bahwa tidak ada harta bersama antara suami istri yang tidak pernah
melakukan perjanjian sebelumnya. Adanya kontradiksi dalam persoalan harta
bersama antara UU No. 1 Tahun 1974 dengan KHI kemudian diformulasikan
dalam suatu pertanyaan yang menjadi major research question dalam penelitian
ini, yaitu; “Bagaimanakah penyelesaian harta bersama akibat perceraian menurut
putusan pengadilan ditinjau dari sudut hukum islam dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia?”. Dalam beberapa literatur ditemukan
beberapa pendapat, di antaranya pendapat Hazairin dalam bukunya yang berjudul
“Tinjauan mengenai undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974”, yang
menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang spesifik dalam kitab-kitab suci
agama (Islam, Kristen, Hindu dan Budha). Sementara itu, Bustanul Arifin
menyatakan bahwa tidak ditemukan bahasan mengenai harta bersama dalam
kitab-kitab fiqih klasik. Di lain sisi, Ismuha dan Sayuti Thalib menyatakan bahwa
masalah harta bersama dapat dikategorikan sebagai syirkah dalam rumah tangga
secara resmi dan cara-cara tertentu.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mendeskripsikan pandangan hukum Islam terhadap harta bersama
akibat perceraian baik dari al-Qur’an, sunnah, ijma’, ataupun qiyas.
b. Mendeskripsikan kaitan antara hak dan kewajiban dalam hubungannya
dengan harta bersama dalam perkawinan.
c. Memaparkan defenisi dan konsep harta bersama dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI.
d. Menjelaskan akibat hukum terhadap harta bersama akibat perceraian
dari sudut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai tambahan informasi bagi pemerhati hukum Islam khususnya
yang berkaitan dengan harta bersama dalam perkawinan.
b. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
C. Kerangka Teori
Berdasarkan pendapat para ahli dalam beberapa literatur, penulis
menyimpulkan bahwa harta bersama adalah harta benda yang diperoleh oleh
suami istri selama ikatan perkawinan berlangsung, baik yang didapatkan secara
sendiri-sendiri ataupun secara bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama
siapa. Pengajuan harta bersama ini biasanya dikomulasikan dengan gugatan
perceraian di pengadilan yang berwenang, dalam hal ini adalah Pengadilan
Agama. Penjelasan mengenai harta dalam perkawinan, disebutkan dalam
ketentuan pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 berikut ; Fokus
pembahasan dalam artikel ini adalah telaah terhadap hak dan kewajiban suami
istri dalam perkawinan yang kemudian dikaitkan dengan pembagian harta
bersama; dan konsep harta bersama dalam hukum Islam dan peraturan
perundangundangan yang berlaku di Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian artikel ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
bahan sekunder belaka. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian normatif
dan deskriptif–kualitatif, dengan mengadakan penelitian kepustakaan terhadap
data sekunder yang bersumber pada bahan kepustakaan. Penelitian ini adalah
peneltian kasus (case study) terhadap putusan-putusan lembaga peradilan.
2. Metode Analisis Data
Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah content
analysis, dengan menganalisis data menurut isinya. Dalam kajian teoritis tentang
harta bersama, ada dua pokok bahasan yaitu; hak dan kewajiban suami istri serta
pembagian harta bersama akibat perceraian yang ditinjau dari sudut hukum Islam
dan hukum positif Indonesia.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode nalar
(logika) deduktif dengan berpijak serta bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan
hukum Islam yang berkaitan dengan harta bersama.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang berhubungan dengan putusan dan
yurisprudensi yang akan diteliti.
b. Data Sekunder
1) Bahan hukum primer seperti; al-Qur’an, hadits dan buku-buku yang ada
relevansinya;
2) Bahan hukum sekunder seperti; buku-buku ushul fiqih yang relevan,
dan;
3) Bahan hukum tersier seperti; kamus dan ensiklopedi.
4. Metode dan Teknik Penulisan
Metode penulisan artikel ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis dan Desertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: IAIN
Press, 2002)”. Penggunaan transliterasi dalam penulisan tesis ini sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam “Panduan Program Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”.

BAB II : PEMBAHASAN
“HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA DALAM
PERKAWINAN”
Hak-hak perkawinan (marital right) merupakan salah satu indikator
penentu status perempuan dalam masyarakat. Persamaan hak dan kewajiban
suami istri dalam perkawinan menunjukkan kesetaraan antara kedua belah pihak.
Namun jika seandainya terjadi ketidak-adilan dalam suatu rumah tangga, tidak
jarang perempuan yang akan dirugikan. Hal ini menuntut adanya suatu jalan
keluar untuk menyelamatkan hak-hak perempuan dalam perkembangan
selanjutnya.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban
1. Pengertian Hak Secara etimologi, kata “hak” berasal dari akar kata bahasa
arab, yaitu “haqq” yang artinya; kebenaran, lawan dari kata kezhaliman dan
bahagian atau peruntukkan tertentu. Secara terminologi, hak didefenisikan
berbeda-beda oleh para ahli. Ada yang mendefenisikan dari segi materi, dan tidak
sedikit pula yang memandangnya dari segi non materi. Dari beberapa defenisi
yang dikemukakan oleh para ahli, penulis menyimpulkan bahwa hak adalah
kekuasan khusus yang dimiliki oleh seseorang yang ia peroleh berdasarkan
ketentuan syara’ untuk mencapai kemashlahatan.
2. Pengertian Kewajiban Kewajiban adalah perintah yang dituntut oleh pembuat
hukum (dalam hal ini adalah Allah SWT) berupa keharusan untuk melakukan
sesuatu atau berupa sanksi dosa bagi yang meninggalkannya. Penjelasan
mengenai hak dan kewajiban bagi pasangan suami istri dalam perkawinan secara
terperinci telah dijelaskan dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.
B. Macam-macam Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Hak Istri Terhadap Suami
a. Hak Materi
1) Mahar. Mahar merupakan bagian terpenting dalam awal pembentukan
rumah tangga dan merupakan pemberian yang wajib diberikan oleh suami kepada
istri disebabkan adanya pernikahan. Akad nikah merupakan salah satu penyebab
timbulnya hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak.
2) Nafkah. Pengaturan masalah nafkah ini dijelaskan dalam al-Qur’an
surat al-Thalaq ayat 7. Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban seorang suami
untuk memberikan nafkah kepada istrinya, meskipun berapa besarnya tidak
ditentukan secara terperinci karena hal ini digantungkan kepada kemampuan.
b. Hak Non Materi
1) Mendapat Perlakuan yang Baik dari Suami Perkawinan merupakan titik
awal pembentukan masyarakat yang kokoh. Oleh sebab itu islam menganjurkan
agar suami menunjukkan sikap yang baik dan lemah lembut kepada istrinya.
Keduanya diharapakan untuk bisa saling pengertian, saling menghargai dan saling
menghormati. Penulis mengkritik makna hadits yang menyatakan; “Mereka (para
istri) adalah orang yang lemah dari segi fisiknya dan membutuhkan orang lain
untuk melindunginya”. Karena stereotype wanita seperti itu merugikan, sementara
dalam konteks kontemporer tidak sedikit wanita yang menggantikan profesi laki-
laki.
2) Mendapat Perlindungan yang Layak dan Wajar Syari’at Islam
mewajibkan suami untuk mencukupi kebutuhan istrinya, seperti; menjamin
nafkah, sandang dan tempat tinggal yang bersifat materi. Tidak hanya sampai di
situ, syari’at Islam juga tidak meremehkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
kejiwaan (spiritual).
2. Hak Suami Terhadap Istri
Suami mempunyai hak yang ditimbulkan dari kewajiban istri, di antaranya
adalah suami berhak dita’ati dalam hal kebaikan dan tdiak untuk perbuatan
maksiat. Terlepas dari perdebatan akademik tentang kedudukan perempuan dalam
struktur sosial, penulis berpendapat bahwa, kepemimpinan laki-laki yang
dimaksudkan berada dalam konteks rumah tangga yang mengharuskan akan
adanya suatu pihak yang memimpin.
3. Hak Timbal Balik antara Suami Istri Berdasarkan beberapa literatur, penulis
menyimpulkan bahwa hak timbal balik antara suami istri adalah melakukan
hubungan badan. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan dan argumen yang
dikemukakan dalam fiqih yang kemudian diperkuat dengan beberapa dalil. Hal ini
juga dijelaskan dalam pasal 34 ayat [3] Undang-undang Perkawinan dan dalam
pasal 77 ayat [5] KHI yang menyatakan bahwa salah satu pihak boleh mengadu ke
Pengadilan apabila ada salah satu pihak yang melalaikan kewajibannya.
C. Kewajiban Suami Istri Menurut Kompilasi Hukum Islam
1. Kewajiban Suami Terhadap Istri
Kewajiban suami terhadap istrinya adalah; membimbing istri dalam urusan
rumah tangga, melindungi istri dan mencukupi kebutuhannya. Namun, kewajiban
suami untuk memberikan nafkah dan tempat tinggal kepada istrinya akan gugur
apabila istrinya nusyuz.
2. Kewajiban Istri Terhadap Suami Kewajiban istri terhadap suami adalah
berbakti lahir dan batin kepada suami selama berada dalam batas-batas yang
dibenarkan dalam ajaran Islam. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan
rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
D. Hak Suami Istri Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Mengenai hak suami istri dalam Undang-undang Perkawinan, dijelaskan
dalam pasal 31 ayat [1], [2] dan [3]. Demikian juga dalam KHI pada pasal 79 ayat
[1], [2] dan [3]. Penulis menyimpulkan bahwa kandungan ayat tersebut
inkonsisten dan saling bertentangan. Dalam dua ayat terakhir dinyatakan bahwa
kedudukan suami istri adalah seimbang, sementara dalam ayat 1 dinyatakan
bahwa suami dipatok sebagai kepala keluarga. Penulis menyimpulkan bahwa
pasal-pasal tersebut mengindikasikan pembekuan peran perempuan berdasarkan
jenis kelamin, sekaligus mengukuhkan domestikasi perempuan. Sebagai salah satu
contoh adalah seorang istri yang ditugaskan untuk mengelola dan mengatur rumah
tangga, berimplikasi pada masalah ketenagakerjaan.
BAB III : KESIMPULAN/HASIL
A. Kesimpulan
1. Proses pembagian harta bersama harus dilakukan dengan itikad baik dan
tanpa adanya diskriminasi. Pengelolaan harta bersama adalah berdasarkan porsi
yang dihasilkan oleh masing-masing pihak dalam rumah tangga. Pemanfaatan
harta bersama adalah perwujudan semangat kerjsasama dan nilai gotong royong
yang berkembang pada masyarakat Indonesia.
2. Ada tiga lingkup dalam harta bersama yang harus dibedakan, namun
terkadang juga harus disamakan, meliputi penguasaan, pemilikan dan
pengelolaannya. Harta bersama yang terbentuk dalam masyarakat adalah
berdasarkan perjanjian yang terbentuk secara diam-diam dalam rumah tangga dan
menjadi adat yang berlaku dalam masyarakat.
3. Putusan Pengadilan Agama sebagian besar telah membahas pembagian
harta bersama, sementara perkawinan belum putus, namun putusan ini merupakan
bentuk perencanaan pembagian harta bersama dalam keluarga. Dalam hal ini,
hakim dalam memutus perkara mengacu kepada petitum yang diajukan dan
disandarkan kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan
harta bersama dalam keluarga pada didasarkan kepada kerjasama dan semangat
gotong royong tanpa harus membedakan harta.
B. Saran
1. Perlu diadakan edukasi dan sosialisasi perihal harta bersama di tengah
masyarakat. Luasnya makna harta bersama menuntut adanya singkronisasi antar
ketentuan perundang-undangan.
2. Pengundang-undangan aturan pengurusan masalah surat-surat tanah
antara suami istri oleh Badan Pertanahan Nasional.
CRITICAL REVIEW
METODE PENGUTIPAN HADITS DALAM PENULISAN ARTIKEL

BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN
Makalah ini merupakan salah satu tugas akhir semester dalam mata kuliah
Hadits Ahkam pada Pasca Sarjana IAIN Kudus. Artikel yang reviewer pilih adalah
:
Harta Bersama Dalam Perkawinan (Analisis Putusan Terhadap
Penyelesaian Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian), karya Rini Sidi
Astuti NIM 03.02.00.01.01.0059 dengan tebal 25 halaman. Artikel ini
diselesaikan pada akhir tahun 2007.
Dalam menimbang baik buruknya dalam pembagian harta akibat
perceraian, penulis mengungkapkan dua pendapat yakni :
a. Waktu Pembagian Harta Bersama Apabila suatu ikatan perkawinan
putus, maka harta bersama selaku institusi yang memenuhi kewajiban bersama
juga ikut bubar dan karenanya maka pembagian harta bersama hendaknya
dilakukan secepatnya, karena di dalamnya terdapat hak orang lain.
b. Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Ajaran Islam
menganjurkan untuk melakukan pembagian harta bersama secara adil. Penulis
menyatakan bahwa dari beberapa indikasi yang ada dalam ajaran Islam, terlihat
bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan lahir bathin yang dibangun secara
kuat. Meskipun perceraian merupakan perbuatan yang diperbolehkan namun
dibenci oleh Allah SWT.
BAGIAN KEDUA
KRITIK METODE PENGUTIPAN HADITS
Harta Bersama Dalam Perkawinan (Analisis Putusan Terhadap
Penyelesaian Perkara Harta Bersama Akibat Perceraian), karya Rini Sidi
Astuti NIM 03.02.00.01.01.0059.
Secara umum, artikel ini menganalisis putusan-putusan Pengadilan Agama
yang berkaitan dengan perkara penyelesaian harta bersama akibat perceraian.
Putusan putusan tersebut dianalisis dalam upaya menjawab konfigurasi hukum
Islam dalam merespon permasalahan kontemporer.
1. Hadits tentang bukti kesempurnaan akhlak seseorang yang santun dan
bersikap halus terhadap istrinya. Hadits ini tidak mempunyai catatan kaki, penulis
tidak menjelaskan darimana mengutipnya serta kedudukannya. Sanad hadits ini
dimulai dari Abu Hurairah dan langsung kepada Nabi SAW.
2. Hadits riwayat al-Tirmidhi dari Sulaiman ibn ‘Umar al-Ahwas yang
menceritakan tentang nasehat Rasulullah SAW pada saat beliau dalam haji wada’.
Sanad hadits ini diambil dari Sulaiman ibn ‘Umar al-Ahwas dan langsung ke
Nabi Muhammad SAW. Hadits ini merupakan hadits nomor 1.162 dalam bab
rada’ yang dikutip dari kitab Abi Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah al-Turmudhi,
Jami’ al-Sahih Sunan Turmudhi (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, 2000). Untuk
menguatkan, penulis juga mengutip penjelasan tentang kedudukan hadits ini dan
menyatakan bahwa hadits ini kedudukannya sebagai hadits hasan sahih. Hal ini
dikutip oleh penulis dari hadits nomor 1.851 kitab Sunan Ibn Majah, Kitab al-
Nikah (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah,
BAGIAN KETIGA
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam artikel yang reviewer kaji, ditemukan ada 2 hadits yang dikutip.
Berdasarkan telaahan reviewer terhadap temuan dalam artikel yang telah dikaji,
penulis menyimpulkan bahwa metode pengutipan hadits yang ada dalam artikel
tersebut masih belum tepat sebagaimana mestinya. Seperti sanad yang langsung
menyambung pada Rasulullah SAW pada hadits yang pertama.
Dilihat dari segi Hukum Keluarga Islam, reviewer berpendapat
pembahasan artikel ini sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa sebagai
wacana dalam menambah wawasan di bidang Hukum Keluarga dalam Islam,
seperti masalah perceraian dan pembagian harta pasca bercerai.
B. SARAN
Demikianlah laporan ini reviewer sampaikan tanpa ada tujuan untuk untuk
men-judge pihak-pihak tertentu. Reviewer selalu terbuka dalam menerima
masukan, kritikan dan saran konstruksional guna pengembangan dan kemajuan
khazanah ilmu pengetahuan akademis yang lebih baik pada masa yang akan
datang tentunya.

Anda mungkin juga menyukai