PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr. Barzah Latupono, SH., MH Sabri Fataruba, SH., LLM
NIP. 197511042003122002 NIP . 197307072005011003
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dirubah ke undang-undang nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan juga
dijelaskan bahwa:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
Jika dilihat dari Pasal 2 ayat (1) tersebut dapat dijelaskan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum dan kepercayaanya
masing-masing. Karena itu merupakan bentuk suatu perlindungan bagi para pihak. Tetapi dalam praktiknya ada juga yang melakukan perkawinan
yang tidak memenuhi rukun atau syarat perkawinan dan adanya salah sangka antara kedua belah pihak setelah” perkawinan dilangsungkan., untuk
melindungi kesakralan suatu perkawinan dan untuk mendapatkan kepastian hukum suatu perkawinan tersebut dapat dilakukan pembatalan
perkawinan, agar tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya perkawinan tersebut. Dengan demikian perkawinan yang tidak memenuhi syarat
atau rukun perkawinan maupun perkawinan yang dilakukan karena penipuan salah satu pihak maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
Pembatalan perkawinan dalam hukum Islam disebut juga fashak. Menurut Sayyid Sabiq dalam bukum fiqh sunnah, fashak secara harfiyah berarti
membatalkan suatu perjanjian atau menarik kembali suatu perkawinan. Arti fashak adalah merusak atau membatalkan. Menfashak akad nikah berarti
membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami istri.
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan atau ditempat
tinggal suami-istri ( Pasal 25 UU Nomor 1 tahun 1974 yang telah diruba ke undang-undang nomor 16. tahun 2019 tentang perkawinan)
Pembatalan perkawinan termasuk kompetensi absolut Pengadilan dalam lingkunagan Peradilan Agama. Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang
perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan menurut hukum Islam, serta wakaf, dan sedekah. Adapun yang menjadi alasan dan
probematika penulis mengambil judul tersebut adalah bahwa pembatalan perkawinan muncul karena berbgai alasan tetapi dalam kasus yang
penulis kaji bahwa perkawinan tersebut dilakukan karena tipu muslihat dari sala satu pihak yaitu memalsukan identitas pada saat mau
melangsungkan perkawinan, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 24 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: “barang siapa karena
perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan
perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 undang-undang ini”. Sehingga perkawinan tersebut
melanggar syarat sahnya perkawinan dan adanya perkawinan tersebut juga berakibat merugikan pihak lain.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah perkawinan yang telah dilangsungkan dapat dibatalkan karena adanya penipuan ?
2. Bagaimana prosedur Pembatalan perkawinan atas dasar adanya penipuan dari salah satu pihak serta akibat
1. Untuk mengkaji dan menganalisis apakah 1. Manfaat secara teoritis, penilitian ini di
perkawinan yang telah dilangsungkan dapat harapkan dapat berguna bagi pengembangan
dibatalkan dengan alasan salah satu pihak ilmu hukum terutama berkaitan dengan
melakukan penipuan. hukum perkawinan,khususnya tentang
pembatalan perkawinan atas dasar penipuan 2. Manfaat secara praktis, penilitian ini
salah satu pihak serta akibat Hukum dari diharapkan dapat dijadikan sebagai refrensi
adanya putusan pembatalan perkawinan bagi bagi akademisi,praktisi serta masyarakat
para pihak. umum yang membutuhkanya.
1. Perkawinan
2. Pembatalan Perkawinan
METODE PENELITIAN
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHperdata). Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer, seperti tentang perkawinan, buku hukum
b. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang telah dirubah perkawinan, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana
menjadi undang-undang Nomor 16. tahun 2019 tentang serta pendapat para pakar hukum yang berkaitan dengan penulisan
perkawinan skripsi ini.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 3. Bahan Hukum Tersier
tentang perkawinan.
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
d. Kompilasi Hukum Islam buku ke I tentang perkawinan. bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus Bahasa Indonesia,
e. Intruksi presiden nomor 1 tahun 1991. kamus hukum dan ensiklopedia.
PENGOLAHAN DAN ANALISIS BAHAN
PENGUMPULAN BAHAN HUKUM HUKUM
Prosedural pengumpulan bahan hukum yang di Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
gunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan dan wawancara. adapun maksudnya analisa hukum untuk menjawab permasalahan yang di
adalah sebagai berikut. angkat dalam penulisan ini, peneliti melakukan
1. Penelitian Kepustakaan penafsiran gramatika (penafsiran Undang-Undang)
Telaah pustaka merupakan kegiatan untuk mengkaji terhadap bahan hukum yang telah peneliti peroleh
secara kritis bahan-bahan yang berkaitan dengan tersebut, dilakukan dengan menganalisis data yang
masalah yang diangkat dalam penelitian, bahan-bahan meliputi Peraturan Perundang-Undangan, dokumen-
pustaka yang dikaji tersebut kemudian dirinci secara
sistematis dan di analisa secara deduktif. dokumen, buku-buku kepustakaan, dan literature lainya
yang berkaitan dengan kasus tentang Pembatalan
2. Wawancara
Perkawinan. Kemudian peneliti menafsirkan dan
Wawancara di lakukan dengan cara tanya jawab
secara langsung dimana semua pertanyaan disusun menguiraikan menurut bahasa, susunan kata, kemudian
secara sistematis. menghubungkan demgan permasalahan yang di angkat
dan dikaitkan dengan bahan hukum tersebut dengan
perundang-undangan.
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH