Anda di halaman 1dari 28

REHABILITASI STROKE

DR. Rita Vivera Pane SpKFR, FIPP


RSU Haji Surabaya
Divisi neuromuskuloskeletal
SKDI
Level kompetensi penanganan stroke tanpa penyulit dan komplikasi
berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, merupakan level
3A yaitu :

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan


terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindak lanjuti
sesudah kembali dari rujukan
SKDI
Level kompetensi penanganan stroke dengan penyulit
dan komplikasi berdasarkan standar kompetensi dokter
indonesia, merupakan level 1 yaitu :

Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik


penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut selanjutnya
menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
Sindroma Stroke
Definisi :

Intervensi medik dan rehabilitasi terhadap gejala sisa paska stroke


melalui neurorestorasi dan neurorehabilitasi, sehingga survivor stroke
dapat mencapai tingkat kemandirian dan kualitas hidup yang lebih baik.
DIAGNOSA ICF (International Classification Functioning)

 Diagnosa Medis (kelainan patologis struktur atau organ tubuh)


 Diagnosa fungsi/structure ( fungsi tubuh yang mengalami gangguan
akibat patologis struktur tubuh)
 Diagnosa partisipasi sosial
 Diagnosa faktor lingkungan
 Diagnosa faktor personal
Ganguan fungsional akibat stroke berdasarkan
ICF
• Disease : stroke
• Impairment/loss of body functions : kelemahan , hipoesteria, ggn koordinasi dll
• Body structure : otak
• Activity limitation : gangguan berjalan dan mobilitas, gannguan aktifitas sehari-
hari dll
• Participation restriction : tidak bisa ikut pengajian
• Enviromental factor : tidak ada kebijakan penyediaan kendaraan umum untuk
orang berkebutuhan khusus
• Personal factor : tidak mempunyai kepercayaan diri untuk naik kendaraan
umum
ICF (International Classification of
Functioning)
TUJUAN INTERVENSI REHABILITASI
 Tujuan : Mengoptimalkan pemulihan dan atau memodifikasi gejala sisa yang ada agar penyandang stroke
mampu melakukan aktivitas fungsional secara mandiri, dapat beradaptasi dengan lingkungan dan mencapai
hidup yang berkualitas.
 Rehabilitasi stroke disesuaikan dengan fase-fase
 Fase akut umumnya pasien masih di dalam perawatan rumah sakit
 Fase sub akut biasanya pasien sudah pulang dari perawatan rumah sakit hingga enam bulan berikutnya
 Fase kronis adalah suatu fase dimana pasien sudah dapat dikatakan selesai perbaikan saraf-saraf yang
mengalami kerusakan dan gejala sisa hampir bisa dikatakan menetap
Pemilihan Jenis Intervensi Rehabilitasi

Beratnya gejala sisa stroke

Fase stroke saat terapi

Penyakit penyerta

Komplikasi medis

Faktor terkait : usia, motivasi, dukungan dan ekonomi keluarga

Ketersediaan fasilitas dan sumber daya manusia profesional di bidang rehabilitasi stroke
Karena tidak mengerti
keluarga seringkali
“memanjakan” pasien

Pasien tirah baring


lama

Menimbulkan
komplikasi

Membatasi pemulihan
kemampuan
fungsional yang
seharusnya dapat
segera dicapai
Komplikasi Neuromuskuloskeletal & Kardiorespirasi Akibat
Tirah Baring Lama

• Sistem kardiovaskuler : - denyut nadi naik ½ ketuk/menit setiap hari selama 3-


4 minggu.
- risiko DVT dan emboli pulmonal
- viskositas darah meningkat
- ortostatik hipotensi
• sistem respirasi : - retensi sputum dan menurunnya oksigenasi,
- kecepatan pernafasan meningkat,
- risiko pneumonia
• Sistem muskuloskeletal : - kekuatan dan massa otot menurun
- perubahan histologi otot
- osteopeni
- kontraktur
Komplikasi Neuromuskuloskeletal &
Kardiorespirasi Akibat Tirah Baring Lama
• Sistem metabolik dan endokrin : - presentasi lemak tubuh meningkat
- toleransi glukosa menurun dalam 3
hari tirah baring
- hiperkalsemia
• Sistem integumen : ulkus dekubitus
• Sistem gastrointestinal : konstipasi, refluks gastroesofageal
• Sistem urogenital : awal volume urin meningkat, kemudian menurun/ statis,
inkontinensia urin
• Sistem saraf pusat : perubahan pada afeksi, penurunan kognitif dan
persepsi
Kondisi tersebut sebagian besar dapat dicegah
dengan :
Mencegah pemenndekan otot dan kontrakktur sendi

• Latihan lingkup gerak penuh semua persendian disertai latihan peregangan otot 2x/hari

Mencegah spastisitas dan pola gerak sinergis berlebihan

• Pemberian posisi antispastik

Mencegah timbulnya nyeri

• Nyeri muskuloskeletal pada bahu dapat dicegah dengan pemberian posisi bahu yang
tepat, cara membantu pasien dalam transfer dan aktifitas sehari-hari, serta saat latihan
Fase Rehabilitasi Stroke
Fase Akut
• 2 minggu pertama paska stroke
• Kondisi hemodinamik belum stabil, biasanya pasien dalam perawatan di RS
• Tujuan : meminimalkan gejala sisa, dengan membantu perfusi otak terjaga baik, mencegah
komplikasi akibat stroke maupun immobilisasi sehingga tercapai pemulihan fungsional yang
optimal

Fase Subakut
• 2 minggu – 6 bulan pasa stroke
• Umumnya kondisi sudah stabil dan dibolehkan kembali ke rumah
• Tujuan : mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas dasar seperti merawat diri, berjalan
serta melakukan peran kehidupannya
Fase Rehabilitasi Stroke

Fase Kronik
• > 6 bulan
• Sirkuit-sirkuit gerak/aktivitas sudah terbentuk, pembentukan sirkuit
baru lebih sulit, dan lambat
• Latihan endurans dan penguatan otot secara bertahap ditingkatkan
Prinsip Rehabilitasi Stroke
• Prinsip pertama sebanyak mungkin bergerak
• Gerak yang dilakukan adalah gerak fungsional yang bertujuan
• Diperlukan stabilitas duduk dan berdiri
• Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan latihan
• Kondisi medis menjadi pertimbangan. Terapi latihan yang tidak sangat
melelahkan, durasi 45 – 60 menit, pengulangan sesering mungkin dalam sehari.
Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh.
Keberhasilan diukur pada kemampuan pasien kembali ke aktivitas dan
kehidupannya sebelum sakit
• Terapi kebugaran merupakan bagian rehabilitasi yang penting
Gangguan Komunikasi
Afasia
- Ganguan memformulasikan dan menginterpretasikan simbol bahasa
- Akibat adanya lesi pada mekanisme bahasa di sistem saraf pusat,
umumnya di hemisfer dominan
- Penanganan disesuaikan dengan gangguan afasia yang dideritanya
- Pasien dengan afasia sensorik, stimulasi auditori (bahasa verbal) yang
diberikan sebaiknya simultan degan stimulasi visual (bahasa tulisan
atau gambar-gambar)
Disartria

• Gangguan dalam mengekspresikan bahasa verbal akibat kelemahan,


spastisitas, dan atau gangguan koordinasi pada organ bicara dan
artikulasi
• Parameter bicara yang terkena pada disartria : respirasi, fonasi/suara,
artikulasi, resonansi dan prosodi
• Terapi latihan diberikan sesuai dengan penyebab disartria:
- perbaiki kontrol pernafasan
- meningkatkan kelenturan dan penguatan organ bicara dan artikulasi
termasuk otot wajah, otot leher dan otot pernafsan
Ganguan fungsi luhur
• Fungsi kortikal luhur dibedakan menjadi :
- Fungsi berbahasa
- Fungsi memori
- Fungsi visuospatial
- Fungsi emosi
- Fungsi kognisi
• Fungsi kognisi :kemampuan atensi, konsentrasi, registrasi, kategorial, kalkulasi, persepsi,
proses pikir, perencanaan, pentahapan serta pelaksanaan aktivitas/tugas, pertimbangan
baik-buruk, bahaya tidak bahaya, pemecahan masalah dan lain sebagainya
• Pasien dengan gangguan fungsi luhur memerlukan rehabilitasi spesifik
Gangguan menelan / disfagia
Pemeriksaan sederhana untuk mendeteksi disfagia :
- Posisikan pasien duduk tegak
- Berikan 1 sendok teh (5 ml) air dingin, minta pasien untuk menelan dengan kepala sedikit menunduk
- Apakah pasien mampu menutup bibir saat mencoba menelan
- Lihat dan palpasi dengan meletakkan jari pada laring, rasakan apakah terjadi elevasi laring yang
menunjukan terjadinya proses menelan. Monitor ada keterlambatan atau ada terjadi proses
menelan yang inkomplit
- Minta pasien untuk menyuarakan huruf “aaaaaa....” monitor apakah suara yang terdegar kering atau
basah/serak
- Minta pasien berusaha membatukkan lendir, ulangi menyuarakan huruf “aaa...” , monitor bagaimana
suara yang terdengar. Mampukah pasien membersihkan jalan nafas dengan air
- Jika pasien tak dapat menelan/suara menjadi basah, maka perlu dipasang NG tube
- Tatalaksana pasien gangguan menelan memerlukan tenaga spesialis
Gangguan Miksi dan Defekasi
Ganguan miksi → umumnya uninhibited bladder →inkontinensia urin.
- Evaluasi apakah urin keluar tuntas :
residu sisa dalam kandung kemih setelah miksi < 50 - 80 ml
Sisa urin terlalu banyak → timbul infeksi kandung kemih
- Diatasi dengan manegemen waktu berkemih dengan voiding diary
Gangguan defekasi → umumnya konstipasi akibat imobilisasi
- Penanganan : bergerak aktif
- Berikan cukup cairan (sekitar 40 ml/kg BB, ditambah 500 ml air/cairan bila tidak ada
kontra indikasi
- Makan makanan tinggi serat
- Bila perlu obat laksatif
Gangguan berjalan

• Diperlukan kekuatan otot ekstremitas bawah,


kemampuan kognitif, persepsi, keseimbangan,
dan koordinasi
• Terapi latihan diberikan bertahap
- Kemampuan mempertahankan posisi duduk statik dan dinamik,
keseimbangan berdiri statik dan dinamik kemudian latihan jalan
- Bila jalan sudah cukup stabil di dalam pararel bar → memakai tripod
Gangguan perawatan diri/ aktivitas sehari-
hari
• Memotivasi pasien untuk melakukan
perawatan diri semampunya
• Semakin cepat pasien melakukan latihan
perawatan diri sendiri semakin cepat mandiri
• Perhatikan tangan yang parese diikutsertakan
dalam setiap aktifitas
• Pertolongan keluarga diberikan hanya pada
aktivitas yang beresiko jatuh atau membahayakan pasien
Gangguan kebugaran fisik dan mental
• Pasien stroke sering sekali mengeluh cepat lelah, dan ia selalu berupaya
untk sedikit bergerak dan lebih banyak beristirahat
Terapi :
• Biasakan pasien sejak awal aktif semampunya.
Jangan dibiarkan istirahat berkepanjangan
• Sering duduk di kursi di luar kamar tidur
• Waktu aktif dan istirahat dijadwalkan secara
proporsional sesuai kondisi pasien
• Pasien selalu dilibatkan dalam aktifitas keluarga
• Latihan endurans dengan beban ringan
Daftar Pustaka
• Wirawan RP. Stroke Rehabilitation in Primary Health Care. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2009 : 59 (2):61-73
• Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. 3rd edition.
Philadhelphi : wb Saunders Company;2007
• World Health Organization (WHO). Toward A Common Lnaguage for
Functioning, Disability and Health (ICF). Geneva: World Health
Organization; 2002

Anda mungkin juga menyukai