Anda di halaman 1dari 178

KALENDARIUM

(PENANGGALAN)
LITURGI
HANTARAN
 Kata “Kalender” (Calendae-arum: hari pertama tiap bulan;
calendarium: penanggalan, almanak, buku piutang)
mengindikasikan suatu sistem pembagian waktu dan bagian-bagian
yang teratur yang membentuk tahun dengan bulan-bulan, minggu-
minggu, dan hari-hari serta peristiwa-peristiwa yang berhubungan
dengannya.
 Kalender paling umum dipergunakan adalah calendario solare atau
tropicale yang diukur dari permulaan musim primavera (semi) ke
musim primavera selanjutnya.
 Akan tetapi, beberapa budaya dan agama juga memiliki kalender
tersendiri yang mereka susun berdasarkan kegiatan-kegiatan
kultual entah berupa pesta-pesta menetap atau pesta-pesta
temporal.
 Kalender liturgi yang disebut di sini adalah kalender Gereja
Katolik yang mengatur perayaan-perayaan liturgi yang
dirayakan sepanjang satu tahun dalam Gereja Katolik.
 Dalam Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi
(PTLPL) yang diundangkan tahun 1969 disebut:
 “Penanggalan Liturgi yang berlaku bagi seluruh ritus
Romawi disebut penanggalan umum;
 sedangkan yang hanya berlaku bagi suatu Gereja
setempat atau suatu tarekat religius disebut
penanggalan khusus” (PTLPL 48).
1. DATA SEJARAH
 Penggunaan kalender yang berhubungan dengan liturgi
sudah dimulai pada abad-abad awal kekristenan,
khususnya sejak pertengahan abad ke-2.
 Bentuk kalender liturgi gereja sudah mulai menetap sejak
pertengahan abad ke-4.
 Ada dua Kalender liturgi kuno yang dapat dijadikan sebagai
dokumen penting: Cronografo Filocalino dan Cronografo
Romano.
 Cronografo Filocalino adalah almanak yang tersusun sekitar thn. 336-
354 oleh Furio Dionisius Filocalus (+ 382).
 Kalender ini sangat dihubungkan dengan perayaan-perayaan liturgi
dari Paus Damasus yang merayakan peristiwa para martir.
 Bagian pertama dari dokumen berisi ttg. Peringtan2 tahunan romawi
dan pesta-pesta tradisional, diikuti dgn peringatan2 penting seturut
astrologi dari 7 hari dalam pekan.
 Bagian kedua, berisi sejumlah informasi seputar aturan sipil dan
beberapa indikasi langsung kekristenan, dua daftar yang berkaitan
dengan penahbisan uskup dan kesaksian para martir.
 Dari kalender itu ditemukan daftar para paus yang bukan
martir (dari Lusius, +254, sampai Silvester, + 335).
 Sementara dalam bagian depositio martyrum dimulai dengan
Natal Kristus pada tgl 25 Desember. Dilanjutkan dengan
daftar para martir yang dipestakan di Roma sejak Januari
hingga Desember dengan tgl kemartiran dan tempat
dikuburkan: dari Paus Cllistus (+222) hingga para martir pada
kekejaman Dioclezianus sampai thn 305.

 Cronografo Romano berisi daftar para martair dari Gereja


Africa: Perpetua dan Felicitas (7 Maret) dan Ciprianus dari
Cartago (14 September).
 Di daerah Timur, ditemukan kalender Martirologio Siriaco
atau Martirologia Nicomedia, disusun sekitar thn. 362
dalam bahasa Yunani.
 Kalendarium ini berisi daftar para martir pada masa
Dioclezianus (284-305) dan pada masa kekejaman Yulianus
Apostata (361-363).
 Pada bagian pertama ditemukan para martir occidental dan
pada bagian kedua berisi dari daerah Armenia dan
Mesopotamia. Di dalamnya ditemukan juga pesta Epifania
dan peingatan “pengakuan iman para pendosa” (Jumat
sesudah Paskah).
 Kalender lain adalah Martirologio Geronimiano.
 Kalender ini dihubungkan dengan St. Hironimus. Disusun
sekitar abad V di Italia Utara di daerah Aquileia berdasar
pada dua calendarium dari abad sebelumnya.
 Berisi nama para santo, hari dan tempat mereka
meninggal. Ditambahkan juga beberapa catatan tentang
para martir dan kematian mereka.
 Tambahan dalam kalender ini adalah unsur-unsur
kebiasaan Perancis, misalnya pesta mariana pada tgl. 18
Januari, yakni pesta paling tua tentang maria yang
dirayakan di daerah Perancis.
 Selama Abad Pertengahan ada penambahan dalam
martirologi dengan mencantumkan biografi para kudus dan
penambahan pesta-pesta Temporal.
 Sementara pada akhir abad XII tampak dalam sejarah
Kalender Romawi yang terbuka pada kekudusan
kontemporer.
 Sebelumnya dirayakan hanya para martir antik dan
beberapa figur kelas atas dalam hidup di tengah Gereja,
misalnya Gregorius Agung (+604).
 Sesudah Konsili Trente, kalender dari Breviarium dan dari
Missale Pius V memuat peristiwa-peristiwa (pertambahan)
selama abad XII.
 Pada thn. 1584, Gregorius XIII mengatur suatu edisi dari Martirologi
yang kemudian dipublikasikan dengan judul “Martiriologio
Romano”.
 Reformasi Martiriologi ini bertitik tolak dari kalender liturgi tradisional.
 Mengikuti perhitungan (bilangan) dari Yulius Cesar, ditetapkan thn. 46 M, tahun
lebih lama sekitar 11,25 menit dari tahun solar. Setiap 11 detik tiap tahun akan
menghasilkan 1 hari sesudah 128 tahun. Karena itu, dalam abad XVI tgl. 11
Maret ditiadakan.
 Untuk mengoreksi kesalahan itu, Paus Gregorius XIII mengeluarkan bulla Inter
Gravissimas (24-02-1582) menghapus 10 hari dari kalender dan menetapkan
bahwa tgl 4 Oktober 1582 harus diikuti langsung tgl. 15 Oktober.
 Selanjutnya, meminimalisasi jarak kesalahan, diputuskan menghapus 3 hari
tahun kabisat setiap 4 abad. Seturut perhitungan modern, kalender gregorianus
adalah mengalami kesalahan selama 19.45 detik tiap tahun, konsekwensinya
harus menghapus 1 hari setiap 4442 tahun.
 Pada permulaan abad XVII, liturgi aktual tampaknya dirayakan menurut pesta
para kudus (santorale). Pesta penghormatan untuk para kudus berkembang
dan masuk dalam kalendarium. Kalender yang disusun Paus Pius V
menampilkan hanya 120 pesta orang kudus.
 Pada abad XVIII pesta itu menjadi 128 tambah 36 pesta tambahan.
 Paus Benediktus XIV (1740-1758) membaharui Gereja universal seraya
merevisi pesta-pesta para kudus.
 Revisi ini kemudian menjadi nyata dalam editi typica Martirologio Romano
yang dipublikasikan oleh Paus Pius X pada thn. 1913.
 Masih ada lagi perkembangan pada masa Paus Pius XII (1939-1958) dan Paus
Yohannes XXIII (1958-1963).
 Selama 4 abad sejak Konsili Trente hingga Vatikan II dimasukkan 144 orang
kudus dalam Missale dan Breviarium.
2. KALENDER LITURGI
KV II
 Konstitusi Liturgi (Sacrosanctum Concilium – SC) Konsili Vatikan II
menulis tentang revisi Tahun Liturgi (SC, 17).
 Paus Paulus VI, sebelum dipublikasikan Liturgia Horarum dan
Missale baru, mengundangkan Normae Universales de Anno
Liturgico et de Calendario (Pedoman Tahun Liturgi dan
Penanggalan Liturgi) pada 21 Maret 1969.
 Dalam surat apostolik Mysterii Paschalis (14 Febr. 1969), Paus
Paulus VI memperkenalkan kalendarium yang baru dengan
berkata: “Perayaan misteri paska, menurut pengajaran Konsili
Vatikan II, menetapkan momen istimewa dari kultus kristen
dalam perkembangannya setiap hari, mingguan, tahunan…”
 Perhatian khusus terhadap misteri paska ini dikonkritkan pada hari Minggu,
yang adalah “hari pesta utama” (SC, 106) dan pada hari-hari pesta Tuhan yang
merayakan misteri-misteri dari sejarah keselamatan kita.
 Oleh karena itu, kalendarium memberi sifat utama pada waktu yang
bersangkutan akan Santorale.
 Harap dicatat bahwa pesta Beata Vergine Maria dan orang-orang kudus tidak
harus bertabrakan dengan pesta utama misteri Kristus (SC, 103-104).
 Waktu (Temporale), yang merayakan karya penyelamatan, disusun dalam 3
kelompok besar:
 perayaan-perayaan yang mengitari Hari Raya Paska (Prapaska, Trihari Paska,
50 hari Paska);
 perayaan-perayaan manifestasi Tuhan (Adven, Natal, Epifania);
 waktu-waktu yang tidak merayakan aspek khusus dari penyelamatan (Masa
Biasa). Lih. SC 106, 105, 4 , 18.
 Menurut tingkatannya, santorale dikelompokkan menjadi 3 bagian:
solennità, pesta, dan memoria (wajib atau fakultatif).
 Pembedaan ini dipengaruhi oleh besarnya pengaruh orang kudus itu kepada
Gereja.
 Kalendarium sekarang lebih banyak menampilkan peringatan fakultatif
dengan tujuan memberi kebebasan kepada umat untuk menampilan
penghormatan mereka secara khusus kepada orang-orang kudus yang
bersangkutan.
 Kalendarium juga memberi perhatian khusus terhadap pesta-pesta Maria,
sejalan dengan seruan SC, 103.
 Perayaan itu pun ada tingkatannya seturut tingkat partisipasi Maria dalam
karya penyelamatan Yesus.
 Ada juga tingkat HR, Pesta, Peringatan (wajib atau fakultatif).
 Umumnya, perayaan-perayaan mariana dibagi sepanjang tahun dgn
mengikuti ritme dari peristiwa sejarah keselamatan, dalam mana Tahun
Liturgi adalah satu bagian dari sakramen.
 Dalam edisi terakhir Missale Romanum, ditemukan adanya
perkembangan baru dalam Santorale.
Editio typica III, MR 2002, menambahkan 3 peringatan wajib dan 11
peringatan fakultatif (a.l. Nama Kudus Yesus (3 Januari) dan dua
mariana: Perayan Maria Kudus dari Fatima (13 Mei), dan Nama
Kudus Maria (12 September). Ditambahkan juga Pf Beata Perawa
Maria dari Guadalupe (12 Desember).
 Di samping kalendarium umum Romanum ada juga kalender
partikular di keuskupan atau tarekat religius.
 Dan, bila tidak ada Pw, umat beriman bisa juga membuat Pf bagi
orang kudus yang terdapat dalam Martiriologi.
 Tentang kalendarium partikulari ini, sudah ada diaturkan oleh
Kongregasi Ibadat Suci yang mempublikasikan Instruksi Kalender
Khusus pada 24 Juni 1970.
3. PEDOMAN UMUM PENANGGALAN
LITURGI 1969
 Pedoman Umum Penanggalan Liturgi (PUPL) ini diterbitkan dalam satu
kesatuan dengan dokumen Pedoman Umum Tahun Liturgi dan
Penanggalan Liturgi (PUTLPL).
 Pedoman ini diterbitkan pada 21 Maret 1969 sebagai tindak lanjut atas
seruan SC perihal pembaharuan Tahun Liturgi.
 PUPL adalah bagian kedua dari PUTLPL (bagian pertamanya adalah
berkaitan dengan pembaharuan Tahun Liturgi).
 Isi pokok dari PUPL adalah:
1. Penanggalan Liturgi dan Perayaan-perayaan yang harus dicantumkan di
dalamnya (no. 48-55)
2. Menentukan hari perayaan (no. 56-61)
3. Lampiran berisi Penanggalan Liturgi Ritus Romawi.
1. PLIT DAN PERAYAAN-PERAYAANNYA

 Penanggalan Liturgi (PLit)merupakan buku liturgi yang di


dalamnya diatur perayaan-perayaan liturgi sepanjang tahun
(48)
 Jenis Plit (48):
 Penanggalan Umum: Penanggalan yang berlaku begi seluruh
ritus romawi.
 Penanggalan Khusus: Penanggalan yang berlaku bagi suatu
Gereja setempat atau suatu tarekat.
 Penanggalan Umum (PU) memuat seluruh perayaan sepanjang
tahun liturgi, yakni : (49)
 perayaan misteri keselamatan dalam masa-masa liturgi,
 peringatan para kudus yang mempunyai arti penting untuk
dirayakan oleh seluruh Gereja, dan
 juga peringatan para kudus lain yang telah terbukti bahwa
kekudusannya dalam umat Allah tidak terbatas pada tempat atau
waktu tertentu.
 Penanggalan Khusus (PK)memuat pesta-pesta khusus untuk
Gereja setempat atau tarekat tertentu, yang disusun serasi
dengan Penanggalan Umum. Penanggalan Khusus itu hendaknya
disusun oleh pembesar yang berwenang dan disyahkan oleh Tahta
Apostolik.
 Petunjuk menyusun Penanggalan Khusus: (50)
a. Masa liturgi, yaitu seluruh lingkaran masa, hari raya dan pesta yang
menjabarkan dan memperingati misteri penebusan dalam jangka satu
tahun, hendaknya diambil alih dengan utuh.
b. Perayaan-perayaan khusus hendaknya dimasukkan secara organis dalam
Penanggalan Umum. Agar PK tidak terlalu penuh, hendaknya masing-masing
orang kudus hanya dirayakan satu kali saja dalam setahun.
c. Perayaan dalam PK hendaknya jangan mengulangi perayaan yang sudah ada
dalam PU dan jangan pula perayaan-perayaan khusus menjadi terlalu
banyak jumlahnya.
 Setiap keuskupan boleh menyusun PK. Boleh juga keuskupan
menyusun PK bekerjasama dengan suatu provinsi atau daerah
gerejawi, atau suatu bangsa ataupun wilayah lebih luas. Hal ini boleh
juga berlaku bagi tarekat-tarekat untuk beberapa provinsi dalam satu
negara. (51)
 PK disusun dengan memasukkan hari-hari raya, pesta-pesta dan
peringatan-peringatan yang khusus, ke dalam PU:
a. Penanggalan Keuskupan, memuat:
 perayaan santo pelindung dan pemberkatan gereja katedral.
 Perayaan santo/beato yang punya hubungan khusus dengan
keuskupan.
b. Penanggalan Tarekat, memuat:
 perayaan nama tarekat serta pendiri dan pelindungnya.
 Perayaan para santo/beato anggota tarekat atau punya hubungan khusus
dengannya.
 Perayaan HUT pemberkatan gereja katedral dan santo pelindung
keuskupan atau wilayah gerejawi.
c. Penanggalan masing-masing gereja, memuat:
 Perayaan-perayaan khusus sekeuskupan atau setarekat
 Perayaan-perayaan gereja yang bersangkutan sebagaimana tercantum
dalam daftar hari-hari liturgis.
 Para kudus yang jenazahnya dimakamkan dalam gereja itu.
 Anggota tarekat-tarekat harus iktu merayakan HUT pemberkatan gereja
katedral dan santo pelindung keuskupan atau wilayah gerejawi. untuk
menunjukkan kesetiakawanan dengan umat setempat.
 Pengaturan perayaan santo/beato dalam satu keuskupan atau tarekat supaya
tidak terlalu banyak: (53)
a. Diadakan satu perayaan gabungan untuk semua santo dan beato keuskupan
atau tarekat, atau untuk satu golongan santo dan beato.
b. Dapat dirayakan bila santo dan beato itu mempunyai arti penting bagi
seluruh keuskupan atau tarekat.
c. Para santo dan beato lainnya hanya dirayakan di tempat mereka
dimakamkan atau di tempat mereka dihormati secara khusus.
 Perayaan-perayaan khusus itu dadakan sebagai peringatan wajib atau
peringatan fakultatif kecuali ada ketentuan lain atasnya. Boleh juga
merayakan suatu perayaan dengan lebih meriah dalam keuskupan atau
tarekat yang bersangkutan. (54)
 Semua perayaan yang tercantum dalam PK harus dirayakan oleh semua yang
terikat dengan penanggalan itu. Perubahan perayaan-perayaan itu (dihapus
atau ditingkatkan) harus dengan persetujuan Tahta Apostolik. (55)
2. MENENTUKAN HARI PERAYAAN
 Perayaan-perayaan dalam PU telah ditentukan oleh Tahta Suci
 Petunjuk memasukkan suatu perayaan ke dalam PK: (56)
a. Perayaan dalam PU dimasukkan ke dalam PK. Tingkat perayaan dapat diubah
bila perlu.
b. Perayaan orang-orang kudus yang tidak terdapat dalam PU dilaksanakan
seturut tanggal kematiannya; atau pada hari lain yang berhubungan dengan
orang kudus tersebut.
c. Bila hari yang disebut dalam poin b di atas telah berisi dalam PU maka
hendaknya dicari tanggal terdekat yang masih bebas.
d. Bila tanggal tersebut dalam poin b dan c, karena alasan pastoral, tidak dapat
dipindahkan, maka hendaknya perayaan yang sudah mengisi tanggal
tersebut dipindahkan ke tanggal lain.
e. Perayaan-perayaan lain yang diizinkan secara khusus, hendaknya
dimasukkan pada tanggal yang paling sesuai dengan mengingat segi-segi
pastoral.
f. Janganlah hendaknya perayaan khusus dijatuhkan pada tanggal yang
biasanya bertepatan dengan Masa Prapaska dan Oktaf Paska, atau pada
tanggal 17-31 Desember, kecuali Hari Raya yang tidak dapat dipindahkan
ke tanggal yang lain.
Terkecuali mengenai peringatan fakultatif atau pesta yang tercantum dalam Daftar Hari-
hari Liturgi, no 8a,b,c,d, (Pesta pelindung utama keuskupan; Pesta HUT pemberkatan
gereja katedral; pesta pelindung utama daerah, provinsi, bangsa atau wilayah; Pesta
nama pendiri atau pelindung utama tarekat atau suatu provinsi tarekat tanpa
membatalkan hari-hari Raya dalam PU) atau mengenai hari raya yang tidak dapat
dipindahkan ke tanggal lain.
Konferensi Waligereja bisa memindahkan HR Santo Yosef (19 Maret) ke tanggal lain di
luar Masa Prapaska. Kecuali kalau tanggal 19 Maret itu hari raya wajib.
 Para santo dan beato yang perayaannya jatuh pada hari yang sama,
dirayakan bersama-sama bila semuanya mempunyai tingkat yang
sama. Bila ada yang memiliki tingkat yang lebih tinggi maka itulah
yang dirayakan; santo dan beato yang lainnya akan dilewatkan atau,
bila diperlukan, dipindahkan ke tanggal yang lain sebagai peringatan
wajib. (57).
 Perayaan yang jatuh pada hari biasa, yang sangat digemari umat,
untuk kepentingan pastoral, boleh dipindahkan ke hari Minggu dalam
Masa Biasa asal saja perayaan itu lebih tinggi dari hari Minggu. (58)
 Hari-hari liturgi memiliki tingkat perayaan: Hari Raya; Pesta;
Peringatan dan hari hari Biasa. (59)
DAFTAR HARI-HARI LITURGI
MENURUT TINGKAT PERAYAANNYA
I. TINGKAT HARI RAYA
1. Trihari Paska
2. Natal, Penampakan Tuhan, Kenaikan Tuhan, Pentakosa.
Hari-hari Minggu dalam Masa Adven, Prapaska dan Paska.
Hari Rabu Abu.
Hari Senin-Kamis dalam Pekan Suci.
Hari-hari dalam Oktaf Paska.
3. Hari-hari Raya Tuhan; hari-hari raya Santa Perawan Maria dan orang-orang
kudus yang tercantum dalam PU; Peringatan arwah semua orang beriman.
4. Hari-hari raya khusus, yaitu:
a. Hari raya pelindung umat setempat, sekota atau sedaerah.
b. HR pemberkaran gereja setempat atau HUTnya.
c. HR gereja setempat
d. HR nama, pendiri atau pelindung utama tarekat.
II. TINGKAT PESTA
5. Pesta-pesta Tuhan yang tercantum dalam PU
6. Hari-hari Minggu dalam Masa Natal dan hari-hari Minggu Biasa.
7. Pesta-pesta St. Maria dan para kudus yang tercantum dalam PU.
8. Pesta-pesta khusus:
a.Pesta pelindung utama keuskupan
b.Pesta HUT pemberkatan gereja katedral
c.Pesta pelindung utama daerah, provinsi, bangsa atau wilayah yang lebih luas.
d.Pesta nama, pendiri atau pelindung utama tarekat atau suatu provinsi tarekat
tanpa membatalkan ketentuan no.4 di atas.
e.Psta lain-lainnya yang khusus untuk suatu gereja.
f.Pesta lain-lainnya yang tercantum dalam penanggalan keuskupan atau tarekat.
9. Hari-hari biasa dalam Masa Adven dari 17-25 Desember; hari-hari dalam Oktaf
Natal; Hari-hari biasa dalam Masa Prapaska.
III. TINGKAT PERINGATAN DAN HARI BIASA
10. Peringatan-peringatan wajib yang tercantum dalam PU
11. Peringatan-peringatan wajib yang khusus:
a.Peringatan pelindung kedua suatu tempat, keuskupan, daerah, negara atau
wilayah yang lebih luas; suatu tarekat atau provinsi tarekat yang bersangkutan.
b.Peringatan wajib lain-lainnya untuk gereja setempat.
c.Peringatan wajib lain-lainnya yang tercantum dalam penanggalan keuskupan
atau tarekat.
12. Peringatan-peringatan fakultatif, yang dapat dirayakan juga pada hari-hari
no.9 di atas seturut peraturan PUBM dan PUIH. Demikian pula Pw pada
hari-hari biasa dalam Masa Prapaska dapat dirayakan sebagai Pf.
13. Hari-hari biasa dalam Masa Adven s/d 16 Desember; Hari-hari biasa dalam
Masa Natal dari 02 Januari s/d hari Sabtu sesudah Penampakan Tuhan;
Hari-hari biasa dalam Masa Paska; hari-hari biasa sepanjang tahun.
 Jika beberapa perayaan jatuh pada tanggal yang sama
maka yang dirayakan adalah yang lebih tinggi tingkatannya
menurut daftar hari-hari liturgi tsb. Jika suatu hari raya
terhalang oleh perayaan yang lebih tinggi tingkatnya, HR itu
hendaknya dipindahkan ke hari berikutnya yang bebas dari
perayaan-perayaan no. 1-8 menurut Daftar HL di atas. (60)
 Jika pada suatu hari Ibadat Sore hari itu bertepatan dengan
Ibadat Sore Pertama hari berikutnya, maka didahulukan
Ibadat Sore yang lebih tinggi tingkatnya menurut daftar HL
di atas. Kalau tingkatnya sama, maka didahulukan Ibadat
Sore hari ybs.
LAMPIRAN

PENANGGALAN UNIVERSAL
(PENANGGALAN LITURGI
UNTUK RITUS ROMAWI)
Ket:
1.Huruf besar tebal: HR
2.Huruf biasa tebal: Pesta
3.Huruf biasa: Pw
4.Huruf miring: Pf
JANUARI
1: Oktaf Natal, SANTA MARIA BUNDA ALLAH
2: St. Basillius Agung dan Gregorius Nazianze , uskup dan Pujangga Gereja
3: Nama Yesus Tersuci
6: EPIPHANI (dirayakan pada hari Minggu antara tgl 2 - 8 Januari )
7: St. Raymundus Penyafort - Imam
13: St. Hilarius Poitiers , uskup dan PG
17: St. Antonius Abas
20: St Fabianus , paus dan martir; St Sebastian , martir
21: St Agnes , perawan dan martir
22: St Vincentius , diakon dan martir
24: St Fransiskus de Sales , uskup dan PG
25: St Paulus , rasul
26: St Timotius dan Titus , uskup - Peringatan
27: St Angela Merici , perawan
28: St Thomas Aquinas , imam dan PG
31: St John Bosco , Imam
Catt: Minggu setelah Epiphani ( atau, jika Epiphani dirayakan pada 7 atau 8 Januari,
hari Senin berikutnya ): Baptisan Tuhan - Pesta
FEBRUARI

2: Yesus dipersembahkan di Kenisah


3: St Blasius, uskup dan martir, atau St Ansgar, uskup
5: St. Agatha , perawan dan martir
6: St. Paulus Miki dan rekan-rekannya, para martir
8: St. Hironimus Emiliani, Imam
10: St. Skolastika , perawan
11: S.P. Maria Lourdes
14: St. Sirilus, rahib, dan Methodius , uskup
17: Tujuh Pendiri Suci Ordo Servite
21: St. Petrus Damian, uskup dan PG
22: Tahta S. Petrus, rasul
23: S. Polikarpus , uskup dan martir
MARET
4: S. Kasimirus
7: S. Perpetua and Felisitas , martir
8: S. Yohanes a Deo, brw
9: S. Fransiska dari Roma, brwi
17: S. Patrick, uskup
18: S. Sirilus dari Yerusalem, uskup dan PG
19: S. YUSUF, SUAMI DARI SANTA PERAWAN MARIA
23: S. Turibius dari Mogrovejo, uskup
25: KABAR SUKACITA
APRIL
2: S. Fransiskus dari Paola, pertapa
4: S. Isidorus, uskup dan PG
5: S. Vincensius Ferrer, imam
7: S. Yohanes Baptis de la Salle, imam
11: S. Stanislaus, uskup dan martir (Pw sejak 29-05-1979)
13: S. Martinus I, paus dan martir
21: S. Anselmus dari Canterbury , uskup dan PG
23: S. Gregorius, martir,
24: S. Fidelis dari Sigmaringen , imam dan martir
25: S. Markus Penginjil
28: S. Petrus Chanel , imam dan martir
29: S. Katarina dari Siena , perawan dan PG
30: S. Pius V , paus
MEI
1: S. Yusuf, Pekerja
2: S. Athanasius, uskup dan PG
3: S. Philipus dan Yakobus , Rasul
12: S. Nereus dan Akhiles, martir; S. Pakcrasius , martir
13: Bunda Maria dari Fatima (mulai 2019)
14: S. Matias Rasul
18: S. Yohanes I, Paus dan Martir
20: S. Bernardinus dari Siena, imam
21: S. Christopher Magallanes dkk, para martir
22: S. Rita dari Cascia
25: S. Beda, imam dan PG; atau S. Gregorius VI , paus atau S. Maria Magdalena de
Pazzi , perawan
26: S. Filipus Neri, imam
27: S. Agustinus dari Canterbury , uskup
29: S. Paulus VI , paus
31: Kunjungan Perawan Maria yang Terberkati
Hari Senin setelah Pentakosta: Maria Bunda Gereja (Sejak 2019)
Hari Minggu I sesudah Pentakosta: TRITUNGGAL MAHAKUDUS
Hari Minggu II sesudah Pentakosta: TUBUH DAN DARAH KRISTUS
Hari Jumat III sesudah Pentakosta: HATI YESUS YANG MAHAKUDUS
Hari Sabtu III sesudah pentakosta: Hati Tersuci S.P. Maria
JUNI

1: S. Yustin Martyr
2: S. Marcellinus dan Petrus, para martir
3: S. Karolus Lwanga dkk, para martir
5: S. Bonifasius, uskup dan martir
6: S. Norbert, uskup
9: S. Efrem, diakon dan PG
11: S Barnabas, Rasul
13: S. Antonius dari Padua, imam dan PG
19: S. Romualdus, Abas
21: S. Aloysius Gonzaga, religius
22: S. Paulinus dari Nola, uskup; atau Santo Yohanes Fisher, uskup dan martir; dan
Thomas More, martir
24: KELAHIRAN SANTO YOHANES PEMBAPTIS
27: S. Sirilus dari Alexandria, uskup dan PG
28: S. Irenaeus , uskup dan martir
29: S. PETRUS DAN PAULUS, RASUL
30: Para Martir Pertama Gereja Roma
JULI
3: S. Thomas, Rasul
4: S. Elizabeth dari Portugal
5: S. Anthonius Maria Zaccaria, imam
6: S. Maria Goretti, perawan dan martir
9: S. Agustinus Zhao Rong dkk, para martir (sejak 2019)
11: S.Benediktus, Abas
13: S. Henrikus
14: S. Kamillus de Lellis, imam
15: S. Bonaventura, uskup dan PG
16: Maria Bunda Karmel (sejak 2019)
20: S. Apollinaris, uskup dan martir
21: S. Laurensius dari Brindisi, imam dan PG
22: S. Maria Magdalena (Pesta sejak 2019)
23: S. Birgitta, biarawati
24: S. Sharbel Makhluf, pertapa (sejak 2019)
25: S. Yakobus, rasul
26: S. Yoakim dan Anna, orangtua S.P.Maria
29: S. Marta
30: S. Petrus Krisologus, uskup dan PG
31: S. Ignatius dari Loyola, imam
AGUSTUS
1 Agustus: S. Alphonsus Maria de Liguori, uskup dan PG
2 Agustus: S. Eusebius dari Vercelli, uskup, [atau S. Petrus Julian Eymard, imam]
4 Agustus: S. Yohanes Maria Vianney, imam
5 Agustus: Dedikasi Basilika S. Maria Maggiore
6 Agustus: Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya (Transfigurasi Tuhan)
7 Agustus: S. Sixtus II, paus, dan rekan, martir; atau S. Kayetanus, imam
8 Agustus: S. Dominikus, imam
9 Agustus: S. Teresa Benedicta dari Salib (Edith Stein), perawan dan martir
10 Agustus: S. Laurensius, diakon dan martir
11 Agustus: S. Klara, perawan
12 Agustus: S. Jane Frances de Chantal , religius
13 Agustus: S. Ponsianus, paus, dan Hippolytus, imam, martir
14 Agustus: S. Maximilian Maria Kolbe, imam dan martir
15 Agustus: S.P.MARIA DIANGKAT KE SURGA
16 Agustus: S. Stefanus dari Hongaria
19 Agustus: S. Yohanes Eudes, imam
20 Agustus: S. Bernardus dari Clairvaux, abas dan PG
21 Agustus: S. Pius X, Paus
22 Agustus: S. Perawan Maria, Ratu
23 Agustus: S. Rosa dari Lima, perawan
24 Agustus: S. Bartolomeus, Rasul
25 Agustus: S. Ludovikus; atau S. Yoseph dari Calasanz, imam
27 Agustus: S. Monika
28 Agustus: S. Agustinus dari Hippo, uskup dan PG
29 Agustus: Wafatnya S. Yohanes Pembaptis, Martir
SEPTEMBER

3 September: S. Gregorius Agung, Paus dan PG


8 September: Kelahiran Perawan Maria
9 September: S. Petrus Claver, imam
12 September: Nama Suci Perawan Maria
13 September: S. Yohanes Krisostomus, uskup dan PG
14 September: Pesta Salib Suci
15 September: S.P.Maria Berdukacita
16 September: S. Kornelius, paus, danSiprianus, uskup, martir
17 September: S. Robertus Bellarmino, uskup dan PG
19 September: S. Yanuarius, uskup dan martir
20 September: S. Andreas Kim Taegon, imam, dan Paul Chong Hasang dkk, para
martir (sejak 12-03-1985)
21 September: S. Matius, Rasul, Penginjil
23 September: S. Pius dari Pietrelcina (Padre Pio), imam
26 September: S. Kosmas dan Damian, para martir
27 September: S. Vinsensius de Paul, imam
28 September: S. Wenseslaus, martir; atau S. Lorenzo Ruiz dkk, para martir
29 September: S. Mikael, Gabriel dan Raphael , Malaikat Agung
30 September: S. Hironimus, imam dan PG
OKTOBER

1 Oktober: S. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, perawan dan pelindung misi


2 Oktober: Para Malaikat Pelindung
4 Oktober: S. Fransiskus dari Assisi
5 Oktober: S. Faustina Kowalska (sejak 2019)
6 Oktober: S. Bruno, imam
7 Oktober: Rosario S.P.Maria
9 Oktober: S. Dionisius, uskup, dkk, martir; atau S. Yohanes Leonardus, imam
11 Oktober: S. Yohanes XXIII, Paus (sejak 2019)
14 Oktober: S. Kallistus I, paus dan martir
15 Oktober: S. Teresia Besar, perawan dan PG
16 Oktober: S. Hedwig, biarawati; atau S. Margaret Maria Alacoque, perawan
17 Oktober: S. Ignatius dari Antiokhia, uskup dan martir
18 Oktober: S. Lukas, Pengaran Injil
19 Oktober: S. Yohanes de Brébeuf dan Isaac Jogues, imam, dkk. martir; atau S.
Paulus dari Salib, imam
22 Oktober: S. Yohanes Paulus II, paus
23 Oktober: S. Yohanes dari Capistrano, imam
24 Oktober: S. Antonius Maria Claret, uskup
28 Oktober: S. Simon dan Yudas, Rasul
NOVEMBER
1 November: SEMUA ORANG KUDUS
2 November: PERINGATAN SEMUA ARWAH ORANG BERIMAN
3 November: S. MartinUS de Porres, biarawan
4 November: S. Karolus Borromeo, uskup
9 November: Pemberkatan basilika Lateran
10 November: S. Leo Agung, Paus dan PG
11 November: S. Martinus dari Tours, uskup
12 November: S. Yosafat, uskup dan martir
15 November: S. Albertus Agung, uskup dan PG
16 November: S. Margareta dari Skotlandia; atau S. Gertrud, perawan
17 November: S. Elizabeth dari Hongaria, biarawati
18 November: Dedikasi basilika Santo Petrus dan Paulus, Rasul
21 November: S.P.Maria dipersembahkan kepad Allah
22 November: S. Sesilia, perawan dan martir
23 November: S. Klemens I, paus dan martir; atau S. Kolumbanus, abas
24 November: S. Andreas Dung-Lac dkk , para martir
25 November: S. Katarina dari Alexandria
30 November: S. Andreas, Rasul
Minggu Terakhir di Waktu Biasa ( Minggu terakhir sebelum 27 November ):
TUHAN KITA YESUS KRISTUS, RAJA SEMESTA
DESEMBER
1 Desember: B. Dionisius dan Redemptus, martir Indonesia
3 Desember: S. Fransiskus Xavierius, imam dan pelindung karya misi
4 Desember: S. Yohanes dari Damsik, imam dan PG
6 Desember: S. Nikolaus, uskup
7 Desember: S. Ambrosius, uskup dan PG
8 Desember: S.P.MARIA DIKANDUNG TANPA NODA DOSA
9 Desember: S. Juan Diego
10 Desember: Bunda Maria Loreto
11 Desember: S. Damasus I, paus
12 Desember: S. Yohana Fransiska de Chantal; atau Bunda Maria Guadalupe
13 Desember: S. Lusia dari Siracusa, perawan dan martir
14 Desember: S. Yohanes dari Salib, imam dan PG
21 Desember: S. Petrus Kanisius, imam dan PG
23 Desember: S. Yohanes dari Kanty, imam
25 Desember: KELAHIRAN TUHAN - HARI RAYA NATAL
26 Desember: S. Stefanus, martir pertama
27 Desember: S. Yohanes, Rasul dan Penginjil
28 Desember: Para Kanak-kanak Suci, martir
29 Desember: S. Thomas Becket, uskup dan martir
31 Desember: S. Silvester I, paus
Minggu dalam Oktaf Natal (atau, jika tidak ada hari Minggu seperti itu, 30 Desember ):
Keluarga Kudus Yesus, Maria, dan Yusuf
II

TAHUN LITURGI
DALAM
EMPAT ABAD PERTAMA
1

PERAYAAN
HARI MINGGU
1.1 ASAL USUL HARI MINGGU SEBAGAI HARI
IBADAT
 Data biblis (PB): Keaslian apostolik hari Minggu sebagai hari ibadat:
 1 Kor 16: 1-2
 Paulus telah berjanji dalam Konsili Yerusalem untuk mengingat orang-
orang miskin di Gereja ini (bdk. Gal 2:10). Maka, ia menulis kepada umat
di Korintus untuk agar menyediakan persembahan dalam bentuk mata
uang demi tujuan membantu orang miskin.
 Paulus menekankan bahwa hari pengumpulan derma itu dilaksanakan
pada “setiap hari pertama pekan”. Itu berarti hari pertama sesudah Sabtu
yaitu hari Minggu.
 Paulus menunjuk hari ini untuk menjamin keteraturan pengumpulan
dana bagi kaum miskin.
 Abad II di Roma, menurut kesaksian Yustinus, pengumpulan derma ini
dilaksanakan pada akhir pertemuan jemaat yang merayakan Ekaristi ada
hari Minggu.
 Kis 20: 7-12: Paulus di Troas
 Konteks: Paulus di Troas.
 Hari terakhir ia tingga di Troas persis “hari pertama dalam minggu itu”.
 Semua umat berkumpul untuk memecah-mecahkan roti (ungkapan menunjuk pada
perayaan Ekaristi (bdk. Luk 24:35; Kis 2:46; 1Kor 10:16).
 Tempat perkumpulan adalah di “ruang atas” (bdk. Mrk 14:15).
 “Banyak lampu” menerangi ruangan.
 Indikasi: umat merayakan ekaristi pada hari pertama dalam pekan
 Kapan persisnya perayaan itu terjadi?
 Tradisi Yahudi: hari dihitung dari sore ke sore. Karena itu, pertemuan itu terlaksana
pada hari Sabtu sore, yang sudah dihitung juga sebagai hari Minggu.
 Tradisi Yunani-Romawi: hari dihitung dari malam ke malam. Karena itu, pertemuan
terebut kiranya terlaksana pada hari Minggu sore/malam.
 Why 1: 9-10
 Ini satu-satunya perikope yang mengatakan hari pertama pekan sebagai “hari Tuhan”
(Yunani mengungkapkan kata sifat kyriake, dari ungkapan ini muncul nama kristiani “hari
Minggu” dari Latin dominica dies).
 Istilah “hari Tuhan” memiliki kesejajaran dengan “perjamuan Tuhan” (1Kor 11:20).
 Kata sifat kyriake, berhubungan dengan kyrios atau Tuhan yang bangkit sebagai Mesias
dan Putera Allah (bdk. Kis 2:36; 1Kor 12:13).
 Konteks perikope:
 Bukan secara langsung berkaitan dengan peribadatan
 Ada kaitannya dengan Didache yang mengatakan hari Tuhan adalah hari untuk berkumpul
yang dilaksanakan secara teratur guna merayakan ekaristi: “berkumpullah kalian pada hari
Minggu Tuhan, pecah-pecahkanlah roti dan bersyukur, setelah kalian mengaku dosa,
sehingga kurban kalian menjadi murni”.
Konteks perikope:
 Bukan secara langsung berkaitan dengan peribadatan
 Ada kaitannya dengan Didache yang mengatakan hari
Tuhan adalah hari untuk berkumpul yang dilaksanakan
secara teratur guna merayakan ekaristi:
“berkumpullah kalian pada hari Minggu Tuhan,
pecah-pecahkanlah roti dan bersyukur, setelah
kalian mengaku dosa, sehingga kurban kalian
menjadi murni”.
 Hari Minggu sbg Hari Tuhan
 Mengandung aspek eskatologis: keterlibatan Allah secara sempurna dalam waktu-
waktu messianis.
 Mewartakan keseluruhan misteri paska Yesus Kristus, bukan hanya kebangkitan.
 Alasan penetapan hari Minggu
 Peristiwa-peristiwa penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya: hari pertama pekan
atau hari pertama setelah sabat (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1); Wanita-wanita saleh
menuju makam (Yoh 20:1); sore hari Yesus menampakkan diri kepada para rasul (Yoh
20:19).
 Delapan hari kemudian saat Thomas ada (Yoh 20:26)
 Hari yang sama dengan kebangkitan (Emaus, Luk 24:13)
 Makan bersama dengan para murid (Luk 24: 30.42; Mrk 16:14; Kis 1:10.41).
 Ekaristi, inti perayaan hari Minggu sejak itu, dihubungkan dengan perjamuan-
perjamuan ini.
 Kis 20:7-12 = eksplisit menyinggung perayaan hari Mingu.
Hari Minggu lahir dalam kondisi pengalaman
ekaristi dan spiritual (pneumatis dan
eskatologis) terhadap penampakan-
penampakan Kristus yang bangkit di
Yerusalem.
1.2 HARI SABAT dan Hubungannya dengan
HARI Minggu
 Hari Sabbat: arti harafiah “berhenti”, “beristirahat”. Karakter utama
hari Sabbat adalah bebas dari kerja.
 Hari Sabbat adalah hari yang kudus mili Tuhan. Satu-satunya hari yang
memiliki nama dalam penanggalan orang Yahudi. Hari-hari lain selalu
dikaitkan dengan Sabat (hari pertama sesudah Sabat, hari kedua, hari
ketiga, dst).
 Tradisi orang Israel memberi arti teologis yang indah atas perayaan hari
Sabbat. Bermakna persekutuan: Tanda kebersamaan dan kekeluargaan.
Setiap orang Israel mengalami unisitas iman atas janji-jani messianis
seraya mengenang Allah pencipta yang “beristirahat pada hari ketujuh”
(Kel 20:11; Kej 2:1-3) dan Allah pembebas dari perbudakan Mesir (Ul
5:12-15)
Problem Hubungan Sabbat-Minggu
 Pada awal kekristenan problem hubungan antara Sabbat Yahudi
dengan hari Minggu kristen merupakan persoalan yang sungguh-
sungguh rumit.
 Polemik ini juga sudah muncul pada masa pelayanan publik Yesus (lih.
Mat 12:1-8; Mrk 3:1-6; Luk 14:1-6). Teks-teks tsb menggambarkan
situasi Yesus menunjukkan misiNya di dalam lingkungan Yahudi.
Polemik itu masih terbawa-bawa dalam pengalaman hidup orang
kristen di antara orang Yahudi serta adanya pertengkaran-
pertengkaran intern di kalangan komunitas-komunitas kristen yang
masih mempraktekkan Sabbat.
Sikap Yesus atas hari Sabbat:
Yesus menyatakan diri sebagai “Tuhan atas Sabat” dan sabat
dibuat untuk pelayanan manusia (Mrk 2:27-28). Ini dimengerti
sebagai penjelasan kondisi messianis-Nya.
 Yesus tidak pernah menghapus Sabat.
Yesus memelihara tradisi yang baik pada hari sabat tetapi
sekaligus menyempurnakannya. “Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat
5:17).
 Orang-orang kristen awal:
 Orang kristen awal yang berasal dari Yahudi tetap mempraktekkan
hukum dan menghadiri keizah dan sinagoga (Kis 13:14.44; 17:2;
18:4).
 Missionaris di Filipi juga berkumpul pada hari Sabat di suatu tempat
doa di luar pintu gerbang kota (Kis 16:13);
 Perlahan-lahan orang kristen awal mengubah istirahat dari Sabat
ke hari Minggu meskipun mereka masih tetap memelihara tradisi
sabat.
 Paulus melawan kecenderungan-kecenderungan ke arah kebiasaan
Yahudi yang nampak dalam komunitas Galatia (Gal 4:8-10) dan
Kolose (Kol 2:16-17).
 Orang kristen awal (bapa-bapa apostolik abad III) dengan cepat
mengelaborasi suatu teologi tentang hari Sabbat:
 Ide-ide Yahudi tetap dipegang tetapi dengan perubahan motivasi di
kalangan orang kristen.
 Ibr 4:4: berbicara tentang istirahat sabat (bdk. Mzm 95:8-11; Kej 2:2)
sebagai dimensi eskatologis, masa depan: sabat sempurna, istirahat
integral yang akan memberi kelengkapan terhadap janji Allah.
 Sabat dan istirahatnya adalah suatu kebaikan surgawi dan masa depan.
 Umat Allah yang berziarah di dunia berjalan ke arah masa depan, ke
keselamatan di masa depan, pelepasan dari yang jahat dan mengalami
karya-karya baik, puncak segala kebaikan dalam Kristus.
1.3 Nama-nama hari Minggu: pendekatan teologis
 Hari pertama setelah Sabat
 Istilah yang paling tua untuk menyebut hari Minggu adalah hari pertama
setelah Sabat. Ini sungguh terminologi Yahudi.
 Dalam cerita Injil (Mrk 16: 2--), terminologi ini menggaungkan kembali
kebangkitan Yesus yang terlaksana pada hari pertama setelah Sabat.
 “Hari pertama” mengingatkan peristiwa Kej 1, permulaan penciptaan dan
terutama terhadap penciptaan terang (Kej 1: 3-5). Hari kristen beribadat
disebut dengan ungkapan hari matahari.
 Yustinus memakai simbolisasi tersebut dengan menghubungkan secara
eksplisit permulaan penciptaan dengan kebangkitan Tuhan:
“Kita perhatikan jemaat komunitas kita dalam hari matahari karena hari
itu adalah hari pertama Allah mengalahkan kegelapan dan materi,
menciptakan dunia dan karena Yesus Kristus Penyelamat kita pada hari
itu bangkit dari antara orang mati”.
 Bapa-bapa Gereja banyak mengambil simbolisme biblis tentang
cahaya. Mereka menginterpretasikan penciptaan “pertama”
sebagai tipe dan figur dari penciptaan “kedua”. Kebangkitan
Tuhan menjadi misteri sentral dalam pemaparan mereka.
 Para nabi telah menyadari keselamatan masa depan sebagai
suatu ciptaan baru (Yes 41: 20; 45:8; 48:7).
Hari Minggu dihubungkan dengan awal maka disebut “hari
pertama”, di mana penciptaan menandai permulaan
keselamatan yang berpuncak dalam paska Kristus. Misteri Kristus
Tuhan merangkul seluruh masa lalu, berangkat dari penciptaan.
 Hari Minggu, hari Tuhan, mengingatkan penciptaan pertama
dan baru.
 Hari Minggu adalah kenangan paska, tetapi dilihat sebagai
pusat unik keselamatan Allah.
 Ungkapan “hari pertama pekan” dihubungkan dengan hari
Minggu mengetengahkan tema paska (mingguan) sebagai
perjalanan dari kegelapan kepada terang, kemenangan atas
kematian, kebangkitan dan kebaharuan hidup.
Hari Minggu menjadi hari kegembiraan bagi orang Kristen.
 Hari TUHAN
 Hari Tuhan (Why 1:10) dan dalam Didache dimengerti dalam konteks kultual.
 Hari Tuhan mengingatkan kita pada hari kebangkitan, karena Tuhan (Kyrios) adalah
gelar yang dikenakan pada Yesus yang telah bangkit (Rom 1:4; 10:9; Fil 2:11).
 Dalam peristiwa Pentakosra, Petrus berkata: “Seluruh kaum Israel harus tahu dengan
pasti bahwa Allah telah memuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan
Kristus” (Kis 2:36).
 Hironimus: “Hari Tuhan, hari kebangkitan, hari orang-orang kristen adalah hari kita.
Karena itu disebut juga hari Tuhan, karena dalam dia Tuhan diangkat pemenang
kepada Bapa”.
 Hari Minggu dimaksudkan sebagai hari penampakan kekuatan, keagungan, dan
kemenangan Kristus, yang dalam kebangkitan dijadikan sumber kehidupan , rahmat
dan kekuatan.
 Hari Tuhan adalah hari berkumpulnya komunitas-komunitas kristern pertama
untuk melaksanakan kenangan akan Tuhan dengan ekaristi atau “perjamuan
Tuhan” (1Kor 11:20):
Kita dari perjanjian baru, dengan merayakan paska kita setiap
hari Tuhan, selalu kita cicipi tubuh Penyelamat, selalu kita
ambil bagian dalam darah Anak Domba...
 Hari Minggu adalah juga hari Gereja yang kembali menghidupinya dalam jemaat
ekaristi. Dalam PE mingguan, Gereja mengambil kesadaran sebagai synaksis:
“komunitas terpanggil” untuk perayaan.
 Hari Tuhan adalah kenangan dan kehadiran Tuhan yang bangkit di antara para
pengikut-Nya yang berkumpul dalam nama-Nya: orang-orang kristen, para
pentobat, berkumpul dalam jemaat pesta dan kegembiraan untuk mewartakan
kehadiran historis-pengalaman sakramnetal akan misteri paska Tuhan.
 HARI KEDELAPAN
 Ungkapan hari Kedelapan dikutib dari Yoh 20:26 perihal kebangkitan dan
penampakan Yesus.
 Hari kedelapan berhubungan dengan hari pertama setelah hari ketujuh.
Ini memuat makna eskatologis. Sabat tetap hari ketujuh yang menutup PL
sementara hari kebangkitan Kristus, hari Minggu, adalah “hari
kedelapan”, permulaan waktu baru (PB).
 Hari kedelapan memuat suatu realitas baru, mewartakan kebahagiaan
kekal, pertemuan definitif dengan Tuhan.
 Surat Barnabas (thn. 135) mengungkapkan kaitan hari Minggu dengan
“hari kedelaoan”: “Kita berpesta dalam kegembiaraan pada hari
kedelapan, pada waktu itu juga Kristus bangkit dari antara orang mati dan
menampakkan diri naik ke surga”.
 Simbolisme hari Minggu sebagai hari kedelapan dikaitkan juga dengan
tipologi pembaptisan dan penyunatan (Kol 2:11-13) dalam hari kedelapan
dan dari air bah dari mana menyelamatkan diri delapan orang: Nuh,
1.4 Perkembangan Lanjut Hari Minggu dalam Abad IV
 Pengaruh hukum kekaisaran:
 Pada 03 Maret 321 (delapan tahun sesudah kebebasan beribadat orang
kristern), kaisar Konstantinus mengeluarkan suatu undang-undang.
Ditetapkan bahwa pada “hari matahari” orang harus beristirahat dari
kerja hukum, masyarakat kota dan semua tukang (kecuali orang desa).
 Pada Juli 321, hukum lain kekaisaran menekankan larangan bekerja
pada hari Minggu bagi setiap hakim dan memberi kebebasan kepada
semua budak.
 Pada tahun 337, muncul hukum baru mengenai hari Minggu dengan
motivasi yang lebih religius dan dengan mengekplisitkan pada
pelaksanaan peribadatan.
 Pengaruh Sinode dan Konsili
 Dari abad IV, beberapa sinode provinsi memberikan norma-norma dan aturan yang
berjalan dalam keharusan ikut serta dalam ekaristi hari Minggu.
 Konsili di Elvira, Spanyol (300-302 atau 306-313) menegaskan:
“Barangsiapa yang berada di suatu kota tidak pergi ke gereja selama tiga minggu, ....
harus dihukum...”.
 Di Jerusalem dan gereja-gereja Timur
 Sejak abad IV dimensi peribadatan hari Minggu disolidkan dan dikembangkan dengan
tugas berdoa mingguan.
 Pada akhir abad IV, di Jerusalem dan gereja-gereja Timur seluruh komunitas kristen
mengenal veglia mingguan. Adanya veglia mingguan ini tertulis dalam catatan Egeria.
Veglia itu diisi dengan offisi dengan mazmur-mazmur dan doa. Puncak perayaan adalah
bacaan Injil tentang kebangkitan. Uskup sendiri yang mewartakan Injil dengan
mewartakan kebangkitan, seperti malaikat, di hadapan makam kosong. Ini adalah tugas
populer meriah; yang menyerukan hari Minggu sebagai kenangan mingguan tentang
misteri paska.
2
PERAYAAN
PASKA
TAHUNAN
2.1 Data Perayaan
 Beberapa pengarang berpendapat bahwa Gereja Apostolik
sudah mengenal perayaan paska tahunan.
Pendapat tersebut didasarkan pada data biblis: cerita paska
dalam Kisah para Rasul (12:3-4; 20:6), kisah perjamuan malam
terakhir sebagai perjamuan paska yang dilakukan oleh Yesus
bersama murid-murid-Nya (Mrk 14:14; Mat 26:18; Luk 22:8),
dan Paulus menginterpretasikan kematian Yesus sebagai
kurban paska (1Kor 5:7).
 Bukti-bukti pertama yang jelas mengenai perayaan paska
tahunan terdapat dalam pertengahan abad II dan berasal
dari Asia Kecil. Gereja-gereja di Asia Kecil merayakan
paska pada 14 Nisan, hari di mana orang-orang Yahudi
mengorbankan anak domba.
Orang-orang kristen ini disebut Quartodecimani. Mereka
yakin bahwa kematian Kristus telah mengganti Pesah
Yahudi. Mereka merayakan paska sambil berpuasa pada
14 Nisan dan mengakhiri puasa dengan perayaan ekaristi
pada malam antara 14 dan 15 Nisan.
 Gereja-gereja lain diaturkan dari Roma, merayakan
paskan hari Minggu setelah 14 Nisan.
NB:
“Quartodecimanisme” (quarta decima = "yang keempat belas")
adalah istilah yang digunakan sebagai sebutan bagi
kebiasaan umat Kristen perdana untuk mulai merayakan Paskah
pada malam hari ke-14 bulan Nisan (Aviv/Abib) dalam kalender
Alkitab Ibrani). Waktu senja pada hari tersebut menurut Alkitab
adalah "Paskah bagi Tuhan“ (Imamat 23:5).
Berdasarkan kronologi Yesus, mereka menyatakan bahwa 14
Nisan adalah hari dimana Yesus disalib di Yerusalem (Yoh 9:14;
19:31.42). Injil-Injil Sinoptik menyebutkan bahwa peristiwa
tersebut terjadi pada hari pertama Perayaan Roti Tak Beragi
(Mat 26:17).
Dalam agama Yahudi modern, Paskah dan hari raya Roti Tidak
Beragi dirayakan selama tujuh hari, dimulai pada waktu senja
yang mengawali hari ke-15 bulan Nisan (yaitu senja tanggal 14
Nisan di mana domba Paskah seharusnya disembelih).
 Pada pertengahan abad IV, Eusebius dari Kaisarea
menceritakan bahwa pada akhir abad II terjadi suatu
kontroversi sehubungan dengan pelaksanaan hari paska.
 Titik persoalan adalah apakah paska dirayakan pada hari
kematian Yesus atau pada hari kebangkitan Yesus.
Quartodecimani merayakan paska pada hari kematian Yesus;
Kristen lainnya seturut tradisi merayakannya pada hari
kebangkitan.
 Puncak perselisihan terjadi pada tahun 190. Paus Viktor (193-
203) memberi ancaman ekskomunikasi bagi kamunitas-
komunitas kristen quartodecimani.
 Uskup Ireneus dari Lion mengingatkan pihak kepausan di
Roma tentang perselisihan ini: 50 tahunan sebelum Polikarpus
dari Smirna berada di Roma untuk mengetengahkan argumen
yang sama kepada Paus Anicetus, keduanya sampai pada
persetujuan untuk menghormati tradisi-tradisi.
 Pantas dicatat bahwa data paska mingguan sudah diletakkan
pada perjalanan abad III.
 Dekrit Paska dari Konsili Nice (325) tidak lagi membahas
kontroversi paska dengan para quartodecimani karena
kelompok tersebut sudah lenyap.
 Hal yang dibicarakan dalam dekrit tersebut adalah perbedaan
utam yang dipraktekkan untuk melaksanakan paska dalam
gereja-gereja berbeda yang beberap di antaranya mengikuti
perhitungan baru yang sudah disesuaikan sedikit oleh orang
Yahudi.
2.2 Sifat Perayaan
 Dokumen-dokumen dari abad II-III menyebut bahwa esensi
paska adalah puasa. Lamanya puasa berbeda-beda dari
Gereja ke Gereja. Puasa itu diikuti dengan doa dan bacaan
pada malam hari, ditutup dengan ekaristi.
Sudah pada akhir abad II, paska adalah suatu pesta yang
berlangsung selama 50 hari.
 Pada masa ini, paska diadakan untuk merayakan
kenangan akan kematian Kristus yang dilaksanakan pada
malam hari dan berpuncak pada perayaan ekaristi.
 Pada malam hari itu, cerita paska yang dimuat dalam
Keluaran mempunyai peranan penting.
 Paska juga merupakan hari yang cocok untuk
pembaptisan.
2.3 Bingkai Teologis
 Paska adalah perayaan kematian Kristus yang
menyelamatkan, puncak sejarah keselamatan.
Sengsara Kristus mengandung nilai keselamatan dan
keberuntungan bagi manusia yang berdosa.
Paska dilengkapi secara sempurna oleh Yesus Kristus,
pemenang atas dosa dan kematian.
Muatan perayaan paska ialah kemenangan Kristus
mengalahkan kematian, puncak dari seluruh karya
keselamatan.
2.4 Proses lanjut Paska dalam perjalanan abad IV

 Pada abad IV, karena pegaruh komunitas di Yerusalem,


hanya ada malam paska.
 Perayaan malam paska mengandung posisi dan arti
sentral dalam abad ini. Dia dikatakan sebagai mater
omnium vigiliarum.
 Tekanan perayaan ini adalah penantian (vigilia) dengan
pembagian: liturgi sabda, inisiasi, dan perayaan
ekaristi.
Liturgi Sabda
 Bahan-bahan bacaan pada perayaan malam
paska bersumber dari khotbah-khotbah dan
katekse Bapa-bapa Gereja serta buku Bacaan
Misa yang paling tua.
 Teks utama bacaan adalah kisah sengsara dan
kebangkitan bagi umat Yerusalem, Antiokhia,
Roma, dan Afrika Utara.
 Pada masa ini telah dibacakan Kej 1, Kej 22, dan
Kel 12-14 yang memperlihatkan peristiwa
keselamatan.
Liturgi Inisiasi
 Pada abad IV, malam paska merupakan malam agung
untuk pembaptisan. Tetapi, di Aleksandria sejak tahun
387 pembaptisan dilaksanakan pada hari Jumat
sebelumnya.
 Ide pelaksanaan pembaptisan pada malam paska adalah:
 pascha perjalanan umat dari kematian ke kehiduapan,
sebagai permulaan hidup baru.
 Ini berkaitan dengan penyembelihan anak domba pada
malam hari oleh orang Israel dan dihubungakan dengan
penderitaan dan kematian Kristus yang membawa hidup
baru.
 Teologi PB atas pembaptisan:
dihubungkan dengan keluaran dari Mesir (cf. 1Kor
10:11).
Paulus melihat pembaptisan sebagai masuknya
orang kristen ke dalam kematian Tuhan dan
mempunyai kehidupan baru dalam hidup Kristus
(Rom 6:1-14);
 Pembaptisan sebagai kelahiran baru dan
kehidupan baru (Yoh 3:1-13; 1Ptr 1:3.23; 2:1-10).
Perayaan Cahaya

 Bukti pertama atas ritus cahaya dalam perayaan paska


dalam abad IV ialah khotbah-khotbah Asterius Sofista.
 Dalam satu madah untuk malam paska yang berisi 16 bait,
tujuh di antaranya menyinggung malam ini sebagai malam
cahaya.
 Eusebius menceritakan bahwa Konstantinus menetapkan:
Pada malam penantian itu seluruh kota diterangi lampu,
“lebih terang dari hati yang paling cerah”.
 Gregorius dari Nazianze menginginkan agar dilaksanakan
pawai malam dengan lampu dan menamai malam paska
sebagai:
 “malam gemerlapan, di mana kita merayakan keselamatan
dalam lautan cahaya” dan
 “ malam di mana kematian bersama dengan sang Cahaya
yang mati untuk kita, kita juga akan bangkit bersama
Tuhan yang bangkit”.
 Motif utama ritus cahaya ini adalah suatu ungkapan non
verbal. Ada yang mengatakan sebagai lambang peralihan
dari kesedihan ke suasana gembira.
Muatan Teologis
 Paska merangkul tindakan-tindakan keselamatan, dari
Penciptaan sampai kematian dan kebangkitan Kristus.
 Pembaptisan dan cahaya menampakkan lebih jelas
peristiwa-peristiwa keselamatan, partisipasi manusia dan
komunitas.
 Peralaihan dari kematian kepada kehidupan
 Tema kelahiran kembali merupakan tradisi tua.
 Paska dihayati bukan hanya dalam sejarah keselamatan
tetapi juga dalam penciptaan, dalam alam. Hal ini
kemudian diungkapkan oleh pengarang Exultet yang
mengutip banyak ungkapan Gregorius dari Vigilio.
Dari perayaan tunggal Malam Paska ke Triduum
Sacrum dan Pekan Suci

 Selain Malam Paska dirayakan kemudian


Trihari Paska (Jumat, Sabtu, dan Minggu):
kematian, pemakaman, dan kebangkitan
Tuhan.
 Dirasakan juga perlu mengadakan Pekan
Suci.
 Sebelum Paska ada puasa yakni hari Jumat
dan Sabtu. Secara liturgis, kedua hari ini
dulunya bukanlah berbeda.
Triduum Sacrum (Jumat, Sabtu, Minggu)
 Ambrosius (->386): Dalam ketiga hari itu Kristus
menderita, beristirahat dari penderitaan, dan bangkit.
 Augustinus (->400): Sacratissimum triduum crucifixi,
sepulti, suscitati.
 Ambrosius dan Augustinus tidak pernah menganggap
triduum sebagai paska. Bagi mereka, paska secara
khusus ialah perayaan malam paska (bersama dengan
hari Minggunya).
 Augustinus mengenal suatu perayaan khusus (Ambrosius
tidak) untuk mengenang kematian Yesus pada hari Jumat
sebelum Paska: Solemniter legitur passio, solemniter
celebratur.
 Setelah pembacaan kisah sengsara, dibuat homili.
 Pada hari itu, dikenang sengsara sebagai “waktu
untuk meratap, menangis, dan waktu untuk
penyesalan, waktu untuk bermohon”.
 Surat Innocentius I (416) memberi keterangan bahwa
di Roma ada suatu perayaan khusus untuk sengsara
pada Jumat dan kebangkitan pada hari Minggu.
 Hari Minggu Paska disebut hari kedelapan dan hari
ketiga kalau dihitung dari penderitaan (Asterius
Sofista). Akhir abad IV umum diketahui bahwa hari
Paska menjadi hari Ketiga Triduum atau biasa
disebut dies resurrectionis.
Pekan Suci
 Setelah terbentuk Triduum Sacrum, dirasakan perlu ada
Pekan Suci. Kesaksian pertama ditemukan menjelang tahun
370.
 Di beberapa tempat umat berpuasa sepanjang pekan
sebelum Paska; di tempat lain ada vigilia pada malam Kamis
hingga Jumat dan dari Sabtu ke Minggu; masih ada di
tempat lain pada jam ke-8 (pkl. 11.00 pagi) secara khusus
hanya vigilia Paska.
 Di Siria menjelang pertengahan abad IV ada vigilia dari
Kamis hingga Jumat.
 Khotbah-khotbah Krisostomus menunjukkan bahwa pada
hari Kamis dibacakan dan dikhotbahkan pengkhianatan
Yudas dan pendirian Ekaristi; Jumat tentang sengsara; dan
malam paska tentang sengsara, kematian, dan kebangkitan.
 Di Barat, Leo I membuktikan bahwa kisah sengsara
dibacakan pada hari Minggu, Rabu, dan Jumat sebelum
paska dan dalam Malam Paska.
 Di Yerusalem menjelang akhir abad IV, seturut catatan
perjalanan Egeria (383) ada perayaan Minggu Agung.
Cerita perjalanan tsb merupakan bukti terlengkap tentang
Pekan Suci.
 Menurut kesaksian Egeria, umat sangat banyak selama
perayaan Pekan Suci dan setiap hari mempunyai
beberapa liturgi.
Masa Puasa dan Masa Paska
 Puasa kemudian diperpanjang selama 40 hari.
Dengan demikian muncul masa puasa (prapaska)
yang sudah terjadi pada tahun 334.
 Pada abad ini muncul juga pesta Pentakosta,
masa Paska selama 50 hari dan 40 hari.
 Kemudian muncul Oktaf Paska. Selama oktaf
paska, para uskup melaksanakan mistagogi bagi
orang yang baru dibaptis. Di Capadoccia, Oktaf
Paska sudah dikenal sejak awal abad IV.
 Hari ke-50, Pentakosta, pada awalnya bukanlah suatu
pesta seperti sekarang ini. Menurut konsep kristen purba,
pentakosata adalah laetissimum spatium, rentang waktu
50 hari paska dan ditutup secara meriah pada hari ke-50.
 Ambrosius: “Selama 50 hari dirayakan paska dan setiap
hari seperti hari Minggu”.
 Pada abad IV ada perubahan: Pentakosta dimaksudkan
sebagai hari ke-50.
 Di Gereja Siria Timur dan Palestina, hari ke-50 menjadi
peringatan akan kenaikan Yesus (bc. Doctrinum
Apostulorum, Can.9, dari Siria Timur abad III/IV). Hari ke-
50 sebagai perayaan akan kenaikan dan turunnya Roh
Kudus.
 Di Yerusalem, menurut Egeria, hari ke-50 dirayakan sbb:
 Pagi hari, pada jam ke-3, di Sion dirayakan turunnya Roh
Kudus; dan pada petang hari dilaksanakan di gereja
kenaikan di mana dibacakan cerita kenaikan Yesus.
 Hari ke-50 sebagai kenangan akan kedatangan Roh
Kudus.
 Hari ke-40, kenaikan, muncul pada abad IV.
 Sinode Elvira (306) pertama kali menetapkannya sebagai
pesta dan Konsili Nicea menekankannya sebagai hari
yang penting.
 Khotbah Krisostomus (386) menekankan hubungan erat
antara kenaikan dan rahmat Roh Kudus.
 Abad V, pesta ini diterima secara umum di Timur dan di
Barat.
•3
TAHUN LITURGI
DALAM RITUS
ROMAWI
I

PERKEMBANGAN
PERAYAAN-PERAYAAN PASKA
ABAD IV-XVI
 Sejak abad V hingga VII sumber-sumber tentang perayaan Paska di
Roma sudah tersedia. Beberapa sumber yang pantas dicatat
adalah: Sermon-sermon Leo Agung, Sacramentarium-
sacramentarium Romawi awal, Ordines dan Lectionarium.
 Penyusunan Tahun Liturgi sangat kuat sejak abad V-VII meskipun
sudah dimulai pada abad-abad sebelumnya.
 Perayaan Trihari Paska dengan persiapannya, Prapaska, dan
sesudahnya, Masa Paska, sampai awal abad VII dilaksanakan di
wilayah Roma.
 Sejak pertengahan abad VII dan awal VIII perayaan-perayaan
tersebut tersebar ke wilayah luar Roma bahkan melewati
pegunungan Alpen, yakni daerah Gallia-Prancis.
 Bentuk perayaan ini kemudian dipengaruhi budaya Jerman
sehingga terbentuk perayaan Romawi-Jerman pada abad X.
 Pada abad XII-XIII dilaksanakan kodifikasi seluruh buku-buku
liturgi di kuria Romawi.
 Pada abad XVI muncul buku-buku liturgi hasil pembaharuan
Konsili Trente, yang lazim disebut dengan istilah liturgi Tredentia.
 Pada periode panjang ini perayaan siklus Paska dibaharui dan
dikembangkan. Pada mulanya Kamis Suci merupakan hari terakhir
masa Puasa, sebagai bagian dari Trihari Suci dan antisipasi
perayaan Malam Paska ke Sabtu Suci. Dengan ini, perayaan
Trihari Suci bukan lagi memuat perayaan sengsara-kematian-
kebangkitan, tetapi menjadi Trihari “(sengsara) kematian”.
 Pemisahan kesengsaraan-kematian Kristus dari kebangkitan-Nya
demikian akan jelas bahwa “Trihari kematian” akan diikuti “Trihari
Kebangkitan” kedua, yakni hari Minggu, Senin dan Selasa Paska.
1.1 Trihari Suci dan Pekan Suci
Pada akhir abad IV, Ambrosius memakai ungkapan
Triduum Sacrum untuk Kristus yang telah menderita,
beristirahat dalam kubur dan dibangkitkan.
Augustinus memakai ungkapan Sacratissimum Triduum
Crucifixi, Sepulti, Suscitati.
 Mengenai perayaan-perayaan Trihari Suci di Roma,
sekitar tahun 416, dalam surat Paus Innocentius I kepada
uskup Decentius dari Gubbio disinggung tentang sebuah
perayaan khusus untuk kesengsaraan pada hari Jumat
dan kebangkitan pada hari Minggu, bukan hanya puasa
pada hari Jumat dan Sabtu.
Kamis Suci
 Pada akhir abad IV, Kamis Suci merupakan hari rekonsiliasi bagi
para pendosa.
 Kemudian pada abad VII, rekonsiliasi para pendosa itu dimasukkan
dalam kerangka sebuah misa pagi yang dirayakan di tituli,
sebagaimana dilukiskan dalam Gelatianum Vetus (GeV) no. 352-
359, 360-363, 364-367.
 GeV membuktikan bahwa ada misa kedua pada hari Kamis itu,
dirayakan pada sore hari di tituli. Tema utama ialah traditio ganda:
pengkhianatan Yudas dan pendirian atau penyerahan (tradidit)
ekaristi kepada para murid (GeV, 391-394; bdk. GrH, 328-332).
 Di Lateran, Paus merayakan satu misa pada tengah hari untuk
mengenang Perjamuan Tuhan. Ketika itu minyak krisma
dikonsakrir dan kedua minyak lain diberkati (GeV, 375-390; bdk.
GrH, 333-337).
 Pontificale Romano-Germanico (PRG) abad X hanya
mengenal misa krisma dan misa sore hari tersebut, yang
didahului pada jam 9 pagi (PRG XCIX, 222.252), dan
menempatkan rekonsiliasi para pendosa sebelum misa
krisma (PRG XCIX, 224).
 Buku-buku liturgi pada abad XIII dan Missale Romanum
(MR) 1570 hanya memiliki rumusan yang sesuai untuk misa
pengenangan pendirian ekaristi. Pelaksanaan misa krisma
dan pemberkatan minyak-minyak terjadi dalam katedral-
katedral. Hal ini dilaporkan oleh Pontificali [bdk. Pontificale
Romanum (PR) 1596]
 Pada abad XVI, satu-satunya misa Kamis Suci sudah
didahulukan pada pagi hari.
 Penyimpanan dan penyembahan Sakramen Mahakudus pada hari
Kamis Suci sudah ada pada abad XII-XIII. [Ini kiranya ada kaitannya
dengan penetapan Pesta Tubuh Tuhan pada thn. 1264]. Tempat
penyimpanan waktu itu adalah sakristi yang dihiasi secara meriah.
 Buku-buku liturgi pada abad XVI mencatat bahwa tempat
penyimpanan Sakramen Mahakudus ialah di bagian depan gereja,
di atas altar, dan pemindahannya dilaksanakan dengan perarakan.
 Penyimpanan Sakramen Mahakudus akan merupakan unsur
penting bagi Kamis Suci sebagai suatu hari dari Trihari Suci.
 Pencucian kaki sebagai unsur liturgi Kamis Suci mulai terlaksana di
Roma ketika PRG tiba di kota Roma. Pencucian kaki dilaksanakan
setelah Ibadat Sore.
Jumat Agung – Sabtu
Suci
 Pada pertengahan abad VII terdapat suatu paparan dalam GrH (338-355)
menyangkut liturgi kepausan tentang perayaan Jumat Agung. Liturgi
kepausan itu memakai orationes sollemnes sebagai bagian dari Liturgi Sabda
yang dirayakan di Basilika Salib Suci (dari) Yerusalem di Roma.
 Dalam perayaan-perayaan yang dipimpin oleh para imam di tituli, Liturgi
Sabda digabungkan dengan penyembahan Salib dan Komuni umat (GeV,
395-418).
 Pada permulaan abad VIII, penghormatan Salib masuk ke liturgi kepausan,
tetapi Paus dan Klerus tidak menyambut (Ordo Romanus [OR] XXIII).
 Dalam buku-buku liturgi abad XIII tertulis bahwa hanya Paus yang
menyambut. Dengan demikian terbuka jalan bagi praktik bahwa komuni
direservir hanya untuk pemimpin perayaan. Peraturan ini berlangsung terus
sampai pembaharuan Pius XII pada tahun 1956.
 Sabtu Suci dari mulanya adalah suatu hari tanpa liturgi. Hari itu merupakan
hari doa, penitensi, dan puasa.
Malam
Paska
 Puncak Trihari Suci dan seluruh Pekan Suci adalah Malam Paska.
Pada malam itu, totum paschale sacramentum dirayakan.
 Sermon Leo Agung (pada Malam Paska): “Cerita Injil telah
menjelaskan kepada kita seluruh misteri Paska”. Ini menunjukkan
bahwa bacaan Injil pada malam itu berisi fakta-fakta
kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan.
 Pada thn. 385, Paus Siricus menyatakan bahwa Malam Paska
adalah malam besar untuk pembaptisan; dan Leo Agung
mengakui bahwa terdapat banyak calon yang pada waktu itu
mempersiapkan dirinya selama masa puasa.
 Pada awal abad VI, Ekaristi yang menutup Malam Paska disadari
oleh Yohanes Diakon sebagai suatu bagian dari Sabtu.
 Dalam GeV ditemukan, di samping rumusan orationes et preces
ad missam in nocte (463-462) ada misa kedua paska, Dominicum
Pascha (465-467). Di sini, misa Malam Paska menjadi bagian dari
hari Minggu.
 Dalam abad VI sudah ada keinginan untuk mendahulukan liturgi
Malam Paska ke sore hari Sabtu. Keingina itu tetap ada pada
tahu-tahun selanjutnya. Paus Pius V melarang misa setelah
tengah hari (MR 1570) maka misa Malam Paska dipindahkan ke
pagi hari.
 Pada abad VII terdapat struktur rituale Malam Paska yang kaya;
terdiri dari 3 unsur fundamental: perayaan Sabda, perayaan
Baptisan, perayaan Ekaristi [untuk Lit Kepausan (GrH, 362-382);
untuk lit di tituli ( GeV, 425-462)]. Tetapi, lit di tituli dimulai
dengan pendupaan dan pemberkatan lilin paska. Ritus ini
kemudian diterima oleh lit kepausan.
 Perayaan Malam Paska mengalami perkembangan baru
sejak abad VIII. Sepanjang abad VIII liturgi kepausan
menerima tanda cahaya tetapi tanpa rumusan.
 PR XII (XXXII, 1-10) merupakan dokumen pertama yang
memuat: rumus-rumus pemberkatan api baru, perarakan
dengan aklamasi-aklamasi Lumen Christi, pemberkatan lilin
Paska, dan teks Exsultet.
 Ritus agung untuk cahaya itu tampaknya sebagai titik
berangkat praktek pendupaan dalam perayaan-perayaan di
sore hari.
Hari Minggu
Paska
Misa hari Minggu Paska tidak dengan cepat muncul
di Roma. Perayaan hari Minggu Paska telah
berkembang dengan tendensi yang selalu lebih kuat
untuk mendahulukan malam Paska ke sore hari
Sabtu.
 Dalam GeV ditemukan, di samping rumusan
orationes et preces ad missam in nocte (463-462) ada
misa kedua paska, Dominicum Pascha (465-467). Di
sini, misa Malam Paska menjadi bagian dari hari
Minggu.
MINGGU
PALMA
 Hari Minggu sebelum Minggu Paska disebut dalam GeV (329-333) disebut
Dominica in palmas de passione Domini.
 Daun-daun palma tidak disebut dalam seluruh Epistolari dan Evangeliari
Romawi pada abad VII dan VIII.
 Praktek pemakaian daun-daun palma di Roma baru terlaksana pada abad X.
 Rumusan Gelasianum untuk mengungkapkan hari ini adalah lebih baik: hari
Minggu sengsara.
 Proses daun-daun palma menjadi suatu kebiasaan baru terjadi dengan
adanya Ordo de Die Palmarum dari PRG (XCIX, 162-206) yang sangat
berpengaruh pada buku-buku liturgi Romawi pada abad XIII.
 Sejak abad XIII, liturgi hari Minggu Palma mengkombinasikan perayaan
Romawi antik untuk sengsara dan kenangan akan masuknya Yesus ke
Yerusalem.
 Karakter Pekan Suci berakar pada abad VI-VII. Inti sentralnya adalah
sengsara Tuhan.
1.2 Paska Lima Puluh Hari
 Pekan Suci dan Trihari Suci dilanjutkan dengan perayaan lima puluh
hari Paska sebagai satu kesatuan pesta.
 Pengaturan hari-hari Minggu dalam masa Paska sudah
memperkenalkan garis-garis Pentakosta dalam sumber-sumber
liturgi Romawi yang lebih tua.
 Beberapa tulisan Romawi dari akhir abad IV dan awal abad V
membuktikan bahwa kata “Pentakosta” senantiasa untuk menunjuk
hari kelimapuluh bukan seluruh periode limapuluh hari Paska.
 Leo Agung menghayati bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus atas
para Rasul merupakan isi utama hari Pentakosta. Leo Agung juga
pertama kali memberi kesaksian mengenai perayaan kenaikan di
Roma pada hari keempatpuluh setelah Paska.
 Perkembangan antisipasi veglia paska pada Sabtu menginginkan
pembentukan liturgi khusus dan tersendiri untuk Minggu Paska. Teks-teks
liturgi menggarisbawahi peristiwa kebangkitan sebagai aspek parsial dari
satu-satunya misteri paska.
 Rumusan In dominica sancta ad missam dalam GrH (383-391) diterima
kemudian oleh MR 1570.
 Selanjutnya terdapat suatu rumusan untuk Minggu Paska yang secara jelas
dipisahkan dari perayaan-perayaan vigilia.
 Hari Oktaf Paska jatuh pada hari Sabtu sebelum Minggu disebut post albas
(GrH, 429-434). Dengan cara ini, oktaf menghilangkan makna awalnya,
mereduksi pekan paska ke hari Minggu, Senin, dan Selasa.
 Pemendekan tersebt telah ada pada abad VII/VIII dalam OR I yang
memperlihatkan hanya ada tiga liturgi stasional pada: Minggu, Senin, dan
Selasa.
 Dalam MR 1570 hari-hari oktaf pada hari Rabu dst menjadi Senin dan Selasa.
1.3 Masa Puasa - Prapaska
 Puasa muncul sebagai suatu masa persiapan mendahului puasa Paska pada
Jumat Agung dan Sabtu Suci.
 Hironimus, dalam suratnya kepada Marcella sekitar tahun 384, memberi
kesaksian pertama bahwa di Roma eksistensi masa puasa (quadragesima)
adalah puasa.
 Sermon-sermon Leo Agung pada masa Puasa memiliki isi yang jelas bersifat
asketis-moral yang dipusatkan pada puasa dan praktek kebajikan.
 Puasa juga menjadi bingkai yang sesuai untuk persiapan akhir bagi para
katekumen yang akan dibaptis pada Malam Paska.
 Liturgi Masa Puasa sangat kuat dipengaruhi tema-tema yang bersifat
katekumenal.
 Masa Puasa adalah juga masa penintensi bagi mereka yang harus
menjalankan penitensi publik.
 Permulaan Masa Puasa, ditetapkan pada Minggu VI sebelum Paska.
Kemudian diantisipasi ke hari Rabu sebelumnya. Ini desebut dalam GeV, 83:
Caput Quadragesima. Tampaknya, antisipasi ini dibuat agar tercapai 40 hari
puasa.
 Pada hari Rabu ini pendosa-pendosa publik, dengan mengenakan pakaian
penitensial dan menaburi kepada dengan debu, dijauhkan dari jemaat dan
wajib menjalankan penitensi publik.
 Pada abad V, seturut kesaksian Innocentius I, di Roma Para penitensi
didamaikan pada hari Kamis sebelum Paska.
 Sejak abad V, masa Prapaska menjadi masa persiapan calon baptis
(katekumen) dan masa persiapan para pentobat menyambut puasa dengan
lebih sering menghadiri liturgi Sabda Allah, doa yang lebih intensif dan
panjang, dan khususnya berpuasa.
 Menjelang akhir abad XI penintensi publik ini hilang dan digantikan dengan
penaburan abu kepada seluruh umat beriman yang dilakukan pada hari Rabu
sebelum hari Minggu I Puasa.
 MR 1570 menempatkan ritus penaburan abu itu sebelum perayaan ekaristi.
PERAYAAN-PERAYAAN
PASKA SETELAH
PEMBAHARUAN
KONSILI VATIKAN II

C. L.Gaol
Sejak penerbitan MR 1570 sampai abad XX, khususnya
sampai pembaharuan dari Konsili Vatikan II, tidak terjadi
perubahan-perubahan penting dalam struktur perayaan
sekitar Paska.
Kebaharuan paling nyata dalam periode ini adalah
pemugaran vigilia paska pada tahun 1951 oleh Pius XII.
Pemugaran itu dimasukkan ke dalam peraturan baru
seluruh Pekan Suci, Ordo Hebdomadae Sanctae
Instauratus yang diterbitkan pada tahun 1956.
Ordo ini dimasukkan ke dalam edisi MR 1962.
Pembaharuan ini kemudian disempurnakan oleh KV II.
Hasil pembaharuan sesudah KV II seputar
perayaan-perayaan Paska dituliskan dalam:
Normae Universalies de Anno Liturgica et de
Calendario, 18-31 (Pedoman Tahun Liturgi
dan Penanggalan Liturgi), 21 Maret 1969.
Litterae Circulares de Festis Paschalibus
Praeparandis et Celaebrandis (Perayaan Paska
dan Persiapannya), 16 Januari 1988.
 Puncak perayaan-perayaan sekitar Paska dan seluruh
Tahun Liturgi ialah Trihari Paska “sengsara dan
kebangkitan”.
 Dalam keseluruhannya, Vigili Paska dihayati sebagai “induk
semua vigili”.
 Masa Paska (50 hari Paska) dirayakan sebagai “satu
perayaan besar”, “Hari Minggu Agung”.
 Masa Prapaska adalah persiapan untuk Paska “dengan
mengenang pembaptisan dan tobat”.
 Pekan Suci bertujuan untuk “menghormati sengsara Kristus
mulai dari persitiwa Kristus masuk kota Yerusalem sebagai
Almasih”.
TRIHARI PASKA
 Banyak umat dan imam masih memegang paham Trihari Suci, istilah yang
merujuk pada hari Kamis Suci, Jumat Agung, dan Sabtu Suci.
 Istilah yang dipergunakan dalam buku-buku liturgi post KV II adalah Sacrum
Triduum Paschale (Trihari Suci Paska, atau lebih singkat: Trihari Paska) yang
merujuk pada hari Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Paska.
 Trihari Paska ini menunjukkan suatu periode yang dimulai dari Misa sore in
Cena Domini pada hari Kamis Suci sore, berpuncak pada Malam Paska, dan
berakhir dengan Ibadat Sore hari Minggu Paska (PLTL, 19; MR 1970; PPDP,
38).
 Kurun waktu itu selayaknya juga disebut: “Trihari Penyaliban, Pemakaman,
dan Kebangitan Kristus”, hari-hari di mana misteri Paska dipentaskan dan
diwujudkan (PPDP, 38).
 Secara menyeluruh, Trihari Paska mengenangkan misteri kematian dan
kebangkitan Kristus sebagai satu kesatuan.
 Secara skematis, kita dapt ringkaskan perayaan tentang moment-moment
essensial dari Trihari Paska, sbb:

MOMENT AKTUS KRISTUS LITURGI GEREJA

Pendahuluan (Sore hari Kamis


Suci)

PERJAMUAN PASKA RITUAL MISSA IN CENA DOMINI

TRIHARI PASKA:
Jumat, Sabtu, Minggu

SALIB KURBAN KRISTUS PERAYAAN SENGSARA

MAKAM ISTIRAHAT KRISTUS DOA RESMI/IBADAT

MAKAM KOSONG KEBANGKITAN KRISTUS VIGILI (MALAM) PASKA –


HR PASKA
Pembaharuan KV II kembali menemukan ide antik
Trihari Kristus yang wafat, dikubur, dan bangkit,
sebagaimana telah dicetuskan oleh para Bapa
Gereja pada empat abad pertama.
Perayaan sore pada hari Kamis Suci, masuk –
sebagai pembukaan “sakramental”- dalam
keseluruhan Trihari Paska (Jumat, Sabtu, Minggu).
Trihari Paska menghadirkan realitas Paska dalam
dimensi sejarahnya; Perayaan in cena Domini
mengetengahkan realitas misteri Paska dalam
dimensi ritualnya.
Misa In Cena
Domini

Misa in Cena Domini (ICD) bersifat pesta, kesatuan,


dan kebersamaan.
Dengan Misa ini “Gereja mengawali Trihari Suci
Paska dan memperingati Perjamuan Malam
Terakhir...” (PTLPL, 19; PPDP, 44).
Dalam Perjamuan tsb, Yesus mengantisipasi dalam
ritus ekaristi kurban-Nya dalam prospektif
kemenangan.
Sore hari Kamis Suci merupakan moment
“sakramental” misteri tunggal Paska.
 Tiga tema sentral dalam perayaan In Cena Domini:
 Pendirian Ekaristi,
 Pendirian Sakramen Imamat,
 Perintah Tuhan mengenai kasih persaudaraan.
Ketiga tema ini kiranya akan ditampilkan dalam isi homili (PPDP, 45).
 Mengenai pendirian Ekaristi ini harus dipahami dalam terang
tradisi Romawi Kuno sebagai penyerahan (traditio) misteri-misteri
Tubuh dan Darah Tuhan kepada para murid agar mereka
merayakannya (Lih. MR 1970 & MR 2002: tradidit discipulus suis).
 Sakramen Imamat dan kasih merupakan unsur-unsur yang
membentuk setiap perayaan Ekaristi.
 Moment-moment fundamental dalam perayaan Misa ICD adalah:
1) Liturgi Sabda
 Bacaan pada Misa: Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15.
 Hal yang baru sesudah KV II dibanding pembaharuan tahun 1956
adalah pewartaan perikope Kel 12 (sebagai bacaan pertama) yang
mengetengahkan aturan-aturan paska Yahudi; dan Mzm 115
sebagai Mzm Tanggapan.
 Pilihan bacaan dan Mzm tsb hendak menggarisbawahi karakter
Perjamuan Tuhan sebagai kenangan Paska. Kristus memberikan
Paska-Nya kepada kita dalam ritus Ekaristi; dan kita dituntut-Nya
untuk ambil bagian dalam pelayanan dan kasih persaudaraan.
2) Pembasuhan kaki (fakultatif)

Pembasuhan kaki merupakan tradisi yang baik dalam perayaan


hari ini, meniru apa yang telah dilakukan oleh Yesus kepada para
rasul-Nya, sebagai perwujudan pelayanan dan kasih (Lih. PPDP,
51).
Dalam perayaan Misa ICD, tindakan pembasuhan kaki disebut
fakultatif, karena hal tersebut dapat dilaksanakan di luar misa,
mis. Dalam Ibadat Sore sebelum misa ICD.
 Menurut tradisi, orang-orang yang diikutkan dalam tindakan
pembasuhan kaki adalah para lelaki dewasa yang dipilih. (51).
Paus Fransiskus membuat pembaharuan bahwa wanita juga bisa
diikutkan dalam tindakan pembasuhan kaki.
3) Liturgi Ekaristi
 Misa ICD ini dirayakan pada petang hari, pada waktu yang paling
sesuai untuk partisipasi seluruh jemaat. Semua imam dapat
berkonselebrasi... (PPDP, 46).
 Sesuai keadaan pastoral, Ordinaris Wilayah dapat
memperkenankan Misa petang kedua di gereja-gereja dan di
kapel-kapel. Ordinaris boleh juga memperkenankan umat
merayakan misa pagi hari bila umat tidak dapat ambil bagian
dalam Misa petang (PPDP, 46).
 Sebelum perayaan, tabernakel harus sungguh kosong. Hosti
untuk umat beriman harus dikonsakrir dalam perayaan Misa ICD
ini. Disediakan juga cukup jumlah hosti yang harus dikonsakrir
untuk komuni pada Jumat Agung (PPDP, 48).
 Sementara “Gloria” dinyanyikan, lonceng-lonceng dibunyikan,
bila lazim, dan setelah itu hening sampai Gloria di malam
Paskah, kecuali jika ditentukan lain oleh Konferensi Waligereja
atau Uskup setempat. Selama waktu itu juga orgel dan alat
musik lain hanya boleh dipakai untuk mendukung nyanyian
(50).
 Untuk persembahan dapat diadakan sumbangan bagi kaum
miskin, terutama bila dikumpulkan selama masa Prapaskah
sebagai buah matiraga; dalam pada itu orang menyanyi “Ubi
caritas est vera” (52).
 Amat layaklah pada hari ini para diakon, akolit atau pembantu
komuni menyambut komuni langsung dari altar, pada saat
komuni, untuk kemudian membawanya kepada orang sakit,
agar mereka ini lebih erat dihubungkan dengan Gereja yang
merayakan. (53).
4) Pentahtaan Sakramen Mahakudus
 Untuk menyimpan Sakramen Mahakudus harus dipersiapkan kapel
dan dihias dengan pantas yang mengundang untuk doa dan
meditasi; Bila tabernakel berada dalam kapel tersendiri yang
terpisah dari ruang utama gereja, dianjurkan menyediakan tempat
penyimpanan dan penyembahan di situ. (49).
 Setelah doa penutup diadakan prosesi. Sakramen Mahakudus
dibawa melalui gereja ke tempat penyimpanan; pembawa salib
terdepan, diikuti pembawa lilin dan dupa; Madah “Pange lingua”
atau nyanyian ekaristis lain dinyanyikan.
 Pemindahan Sakramen Mahakudus tidak dilaksanakan, bila
keesokan harinya pada Jumat Agung tidak diadakan perayaan
Sengsara dan Wafat Kristus (54).
 Sakramen Mahakudus ditempatkan dalam tabernakel yang
kemudian ditutup.
 Pentakhtaan dengan monstrans tak diperkenankan.
 Tempat penyimpanan tak boleh berbentuk “makam suci”;
hendaknya juga dihindari ungkapan “makam suci”; tempat
penyimpanan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan
pemakaman Tuhan, melainkan untuk menyimpan hosti suci
untuk komuni pada Jumat Agung. (55)
 Kaum beriman hendaknya diajak untuk setelah Misa Kamis
Suci mengadakan adorasi malam di hadapan Sakramen
Maha-kudus dalam gereja. Dalam pada itu dapat dibacakan
sebagian dari Injil Yohanes (bab 13-17).
 Adorasi ini dilaksanakan tidak lebih dari tengah malam,
karena hari Sengsara Tuhan sudah mulai (56).
5) Penggulungan kain altar (dilaksanakan dengan hening
setelah perayaan).
 Setelah Misa altar ditutupi.
 Salib-salib bila mungkin diselubungi dengan kain merah atau
ungu, bila tidak sudah terjadi Sabtu sebelum Minggu Prapaskah
ke-5.
 Di depan gambar para Kudus tak boleh dinyalakan lilin.
Sebelum KV II, pernah terjadi tradisi bahwa tindakan
penggulungan kain altar ini dilaksanakan oleh imam dengan
menggunakan ritus khusus.
Sesudah pembaharuan KV II, tindakan penggulungan kain altar
dilaksanakan dengan hening oleh petugas yang dihunjuk; tanpa
doa-doa atau ritus khusus.
JUMAT AGUNG
 Pada hari Jumat Agung, Gereja merenungkan Sengsara Tuhan dan
Mempelainya dan menyembah Salib-Nya (58).
 Simbolisme sentral Jumat Agung adalah Kemuliaan Salib atau
Perayaan Sengsara.
 Jumat Agung di seluruh Gereja harus dijalani sebagai hari tobat,
dan puasa serta pantang diwajibkan (60).
 Menurut tradisi kuno pada hari ini Gereja tidak merayakan Ekaristi
(59).
 Perayaan sakramen-sakramen pada hari ini juga dilarang keras,
kecuali sakramen tobat dan orang sakit.
 Pemakaman diadakan tanpa nyanyian, orgel dan lonceng (61).
 Dianjurkan pada hari ini merayakan ibadat bacaan dan ibadat pagi
dalam gereja bersama jemaat (62).
 Komuni suci dibagikan kepada kaum beriman hanya selama
perayaan Sengsara dan Wafat Kristus, tetapi mereka yang sakit
yang tak dapat mengikuti perayaan ini, dapat menerimanya pada
setiap saat (59).
 Pembaharuan tahun 1956 kembali memasukkan komuni bagi
kaum beriman tetapi bukan tanpa menimbulkan problem.
Probelmnya adalah mengenai hubungan komuni hari Jumat ini
dengan perayaan-perayaan Trihari Paska yang semuanya
diarahkan ke perayaan ekaristi vigili Paska.
 Bila pada Jumat Agung dan Sabtu Suci dirayakan puasa Paska
(PPDP, 28) maka problematik komuni Jumat Agung menjadi
semakin sulit.
 Problem utama dalam hal ini adalah teologis yakni presentia realis
Kristus dan presentia ekaristis.
 Perayaan Sengsara dan Wafat Kristus diadakan siang menjelang jam
15.00. Karena alasan pastoral dapat ditentukan waktu lain, yang
memudahkan umat berkumpul, misalnya langsung setelah siang atau
petang, tetapi tidak sesudah jam 21.00 (63).
 Tata perayaan Sengsara dan Wafat Kristus yang berasal dari tradisi kuno
Gereja dibagi dalam tiga bagian, yakni:
 ibadat Sabda,
 penghormatan salib,
 perayaan komuni.
Tata perayaan ini harus diadakan dengan tepat dan setia, dan tak boleh
diubah sesukanya (64).
Dalam struktur perayaan sekarang ada pendapat yang melihat skema linear
sebagai sintesi dari berbagai tradisi: Sengsara yang diwartakan (Liturgi
Sabda), Sengsara yang diserukan (Doa-doa Permoohonan meriah),
Sengsara yang disembah (Penghormatan Salib), dan Sengsara yang
disambut (Komuni Ekaristi).
Sekilas Tata
Perayaan
 Imam dan asistennya pergi dengan diam ke altar, tanpa nyanyian. Bila perlu
diadakan pengantar, hendaknya hal ini diadakan sebelum imam masuk.
 Imam dan asistennya tunduk di depan altar dan menelungkupkan diri. Ritus
ini khas bagi Jumat Agung dan hendaknya dipertahankan, baik karena sikap
rendah hati pantas bagi manusia”, maupun mengungkapkan kedukaan
Gereja.
 Kaum beriman berdiri selama masuknya imam dan setelahnya berlutut dan
hening sejenak dalam doa. (65).
 Bacaan yang tersedia harus dibacakan lengkap:
Yes 52: 13-53; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 18:1 – 19:42
 Nyanyian tanggapan dan nyanyian sebelum Injil dinyanyikan seperti
biasanya.
 Kisah Sengsara menurut Yohanes dinyanyikan atau dibaca-kan seperti pada
Minggu Palma (bdk.no.33).
 Setelah Kisah Sengsara ada homili yang diakhiri dengan keheningan doa
sejenak.
 Doa permohonan hendaknya dilaksanakan menurut teks dan
bentuk yang berasal dari tradisi kuno dengan segala intensi,
karena mengacu kepada daya universal sengsara Kristus, yang
tergantung pada kayu salib untuk keselamatan seluruh dunia.
 Dalam keadaan darurat berat Ordinaris wilayah dapat
memperkenankan atau memerintahkan doa khusus tambahan.
 Dari jumlah doa permohonan yang disediakan Buku Misa, imam
dapat memilih yang paling sesuai dengan keadaan setempat.
Tetapi urutan doa permohonan hendaknya dipertahankan, yakni
selalu mendahulukan kepentingan umum (67).
 Untuk pengangkatan salib hendaknya cukup besar dan
indah;
 Salah satu dari kedua bentuk yang disediakan dalam buku
Misa dapat dipilih.
 Ritus ini hendaknya dibawakan dengan meriah, sesuai
dengan misteri penebusan kita: baik seruan pada
pengangkatan salib maupun jawaban umat harus
dinyanyikan, dan
 keheningan penuh hormat setelah ketiga kali berlutut
jangan diabaikan, sementara imam sambil berdiri
menjunjung salib (68).
 Salib harus disajikan kepada setiap orang beriman untuk
dihormati, karena penghormatan pribadi adalah unsur
hakiki perayaan ini;
 hanya bila hadir jemaat yang amat besar, ritus
penghormatan bersama dapat dilaksanakan.
 Hanya satu salib disediakan untuk dihormati, karena
dituntut kesejatian tanda.
 Pada penghormatan salib dinyanyikan antifon, improperia
dan madah, yang mengingatkan sejarah keselamatan
dalam bentuk lirik; tetapi dapat juga diambil nyanyian lain
yang sesuai. (69).
Imam menyanyikan pengantar doa Bapa Kami, yang kemudian
dinyanyikan oleh semua.
Salam damai tak dipakai.
Komuni dilaksanakan seperti diatur dalam Buku Misa.
Sementara komuni dibagikan, dapat dinyanyikan mazmur 22
(21) atau nyanyian lain yang sesuai.
Setelah pembagian komuni, bejana dengan hosti yang lebih
dibawa ke tempat yang disediakan di luar gereja (70).
Setelah perayaan altar dilucuti, tetapi salib dan keempat
kandelar dibiarkan.
Dalam gereja dapat disediakan tempat bagi salib (misalnya di
kapel, di mana pada hari Kamis Suci Sakramen Mahakudus
disimpan), di mana kaum beriman menghormatinya dan
mengucupnya dan meluangkan waktu untuk merenung. (71).
 Kegiatan kesalehan rakyat, misalnya Jalan Salib, prosesi sengsara
atau kebaktian terhadap Santa Perawan Maria yang berduka,
janganlah diabaikan karena alasan pastoral, tetapi teks dan
nyanyiannya hendaknya sesuai dengan liturgi.
 Waktu untuk kebaktian itu hendaknya ditetapkan sedemikian rupa,
sehingga tak mengganggu ibadat utama, sehingga menjadi jelas
bahwa perayaan liturgi jauh lebih penting daripada kebaktian itu.
(72).
 Hal yang baru dari pembaharuan KV II dibanding pembaharuan
1959 adalah:
 Pemilihan bacaan I dan II
 Waktu perayaannya (sekitar pkl. 15.00 --)
 Paramente warna merah, warna martir sebagai tanda kemenangan.
Maka Jumat Agung bukanlah hari untuk berkabung, melainkan
kontemplasi atas kematian Tuhan, Sumber keselamatan kita.
SABTU SUCI
/PASKA
 Pada hari Sabtu Paskah Gereja tinggal di makam Tuhan,
merenungkan Penderitaan, Wafat dan turun-Nya ke alam
maut dan menantikan Kebangkitan-Nya dengan puasa dan
doa (73).
 Amat dianjurkan, untuk merayakan ibadat bacaan dan
ibadat pagi bersama jemaat (bdk. no.40). Di mana hal ini
tak mungkin, hendaknya diadakan ibadat Sabda atau
kebaktian yang sesuai dengan misteri hari ini.
 Gambar Kristus – pada salib, beristirahat di makam atau
turun ke alam maut -, yang menjelaskan misteri Sabtu
Paskah, atau juga gambar Bunda berduka, dapat dipasang
dalam gereja untuk dihormati kaum beriman. (74).
 Pada hari ini Gereja tidak merayakan Kurban Misa.
 Komuni suci hanya dapat diberikan sebagai bekal suci.
 Perayaan sakramen perkawinan dan sakramen-sakramen lain,
kecuali sakramen tobat dan orang sakit, tak boleh diberikan.
 Kaum beriman harus diajar tentang ciri Sabtu Paskah:
 Kontemplasi mengenang Kristus di dalam kubur.
 Gereja berpuasa
 Gereja berjaga di dekat kubur Tuhan dalam penantian akan
kebangkitan-Nya.
Ini merupakan kebiasaan yang terkait dengan hari ini, karena dahulu
waktu perayaan Paskah dimajukan, harus dikhususkan bagi malam
Paskah dan Minggu Paskah.
MALAM PASKA
 HARI RAYA KEBANGKITAN TUHAN dimulai dengan perayaan Malam
Paska (MR 1970).
 Malam Paskah menurut tradisi kuno adalah “malam tirakatan (vigili)
bagi Tuhan”; tirakatan yang diadakan mengenang malam kudus Tuhan
bangkit dan karena itu dipandang sebagai “induk semua tirakatan.
 Di malam ini Gereja menantikan dalam doa Kebangkitan Tuhan dan
merayakannya dengan Sakramen Baptis, Penguatan dan Ekaristi (77).
 Kebangkitan Kristus adalah dasar iman kita dan harapan kita; oleh
baptis dan krisma kita dimasukkan ke dalam misteri Paskah: mati
bersama Dia, kita dimakamkan bersama Dia, dibangkitkan bersama Dia
dan akan berkuasa bersama Dia. Tirakatan ini juga ditujukan kepada
penantian kedatangan Tuhan kembali. (80).
 Seluruh perayaan Malam Paskah dilaksanakan waktu malam: tak boleh
diadakan sebelum gelap atau berakhir setelah fajar Minggu” (78).
STRUKTUR PERAYAAN MALAM PASKA
 BAGIAN I: RITUS CAHAYA
 Perayaan sebaiknya dimulai di luar gereja.
 Disediakan perapian dan pemberkatan api baru. Perapian hendaknya
cukup besar.
 Pemberkatan lilin paska yang baru. Satu lilin paska dan besar. (82).
 Prosesi masuk ke gereja. Ada akklamasi “Lumen Christi” (Kristus
cahaya dunia) dan “Syukur kepada Allah”. Cahaya (api) dari lilin paska
dibagikan untuk menyalakan lilin-lilin umat. Lampu gereja (listrik)
masih padam. (83).
 Lilin paska diempatkan di sisi ambo atau di sisi altar.
 Exultet dinyanyikan oleh diakon atau oleh imam sendiri; Boleh juga
dinyanyikan oleh seorang yang dihunjuk. Saat itu, lampu gereja
dinyalakan.
 BAGIAN II: LITURGI SABDA
 Melalui bacaan-bacaan dilukiskan karya-karya agung sejarah
keselamatan. Hal itu harus direnungkan kaum beriman dengan tenang;
mereka dibantu nyanyian mazmur tanggapan, keheningan meditatif
dan doa-doa setelah bacaan.
 Ada tujuh bacaan dari Perjanjian Lama, yakni dari Taurat dan para Nabi
dan dua bacaan dari Perjanjian Baru, satu bacaan surat Rasul dan Injil.
Kej 1:1-2; Kej 22:1-18; Kel 14:15 – 15:1; Yes 54:5-14; Yes 55:1-11;
Bar 3:9-15.31 – 4:4; Yeh 36:16-28;
Rom 6:3-11;
Mat 28:1-10 [A]; Mrk 16:1-8 [B]; Luk 24:1-12 [C].
 Semua bacaan hendaknya dibacakan, sejauh mungkin, agar terpelihara
ciri tirakatan yang memang memerlukan waktu yang lebih lama. Tetapi
bila ada alasan pastoral untuk mengurangi jumlah bacaan itu, haruslah
sekurang-kurangnya dipakai tiga bacaan dari Perjanjian Lama, yakni
dari kitab Taurat dan Nabi-nabi; dalam pada itu Kitab Keluaran 14 – 15
dengan kantikum-nya harus dibacakan.
 Arti tipologis teks-teks Perjanjian Lama berakar dalam
Perjanjian Baru dan dijelaskan dalam doa yang dibawakan
imam setelah setiap bacaan; kiranya dapat membantu, bila
kaum beriman dengan pengantar pendek oleh imam atau
diakon diantar untuk mengerti arti tipologis itu.
 Setelah setiap bacaan dinyanyikan Mazmur Tanggapan; jemaat
menjawab dengan refren. Pengulangan unsur-unsur itu
dimaksud-kan untuk mempertahankan irama yang membantu
kaum beriman mengikutinya dengan batin penuh perhatian
dan kesalehan. Hendaknya dengan seksama diusahakan agar
mazmur jangan diganti dengan nyanyian yang kurang pantas
bagi liturgi.
 Setelah bacaan Perjanjian Lama dinyanyikan gloria dan
lonceng-lonceng dibunyikan, di mana lazim; Lilin-lilin altar
dinyalakan.
 Doa Pembuka (Colecta)
 Bacaan-bacaan dari Perjanjian Baru. Sebagai epistola dibacakan
nasihat Rasul Paulus tentang baptis sebagai inisiasi ke dalam
misteri Paskah Kristus.
 Alleluya. Semua berdiri dan dengan meriah imam menyanyikan
alleluya, tiga kali dan setiap kali lebih tinggi, dan umat
mengulanginya. Bila perlu, alleluya dinyanyikan pemazmur atau
penyanyi; umat mengulanginya sebagai sisipan antara ayat-ayat
mazmur 118 (117), yang begitu sering dipakai para Rasul dalam
kotbah Paskah.
 Injil. Pemakluman Kebangkitan Tuhan dalam Injil merupakan
puncak seluruh ibadat Sabda.
 Homili. Homili, meskipun pendek dan tak boleh diabaikan.
 BAGIAN III: PERAYAAN BAPTIS
 Paskah Kristus dan Paskah kita kini dirayakan dalam sakramen.
 Pada Malam Paska diadakan pembaptisan bagi orang dewasa
yang digabungkan pada Gereja atau anak-anak.
 Bila ada pembaptisan, maka dipanjatkan litani dan doa khusus
pemberkatan air.
 Bila tidak ada calon baptis, dalam gereja paroki diberkati air
baptis.
 Bila pemberkatan tidak dilaksanakan pada tempat baptis,
melainkan di dekat altar, air baptis kemudian dibawa ke tempat
baptis, di mana ia disimpan selama seluruh masa Paskah.
 Bila tiada orang dibaptis dan tiada pemberkatan air baptis, air
diberkati untuk mengenang baptis dan untuk memerciki umat.
Pada situasi ini tidak dipanjatkan litani; rumus doa
pemberkatan air dipakai yang tanpa pembaptisan.
 Setelah itu dilaksanakan pembaharuan janji baptis. Imam
mengatakan beberapa kata pengantar.
 Kaum beriman sambil berdiri memegang lilin yang menyala dan
menjawab atas pertanyaan yang diajukan.
 Lalu mereka diperciki dengan air suci. Imam menelusuri gereja
dan memerciki jemaat.
 Sementara itu, semua menyanyikan antifon; “Vidi aquam” –
“Aku melihat air” atau nyanyian lain dengan ciri baptis.
 Demikianlah dengan tanda dan kata mereka diingatkan akan
baptis yang telah mereka terima.
 BAGIAN IV: PERAYAAN EKARISTI
 Perayaan Ekaristi adalah puncak perayaan Malam Paskah, karena
ekaristi adalah sakramen Paskah, kenangan akan kurban salib
Kristus, kehadiran Tuhan yang Bangkit, penyelesaian inisiasi ke
dalam Gereja dan antisipasi pesta Paskah abadi.
 Perayaan ekaristi hendaknya jangan cepat-cepat dan tergesa-
gesa. Semua ritus dan perkataan harus diungkapkan dengan tegas
sehingga tampak sebagai doa permohonan yang dilaksanakan
mereka yang baru dibaptis untuk pertama kalinya sebagai kaum
beriman yang mewujudkan imamat kerajaan.
 Persiapan persembahan yang melibatkan peran mereka yang baru
dibaptis.
 Doa Syukur Agung I, atau II, atau III dengan sisipan masing-
masing, yang sebaiknya dinyanyikan.
 Komuni sebagai saat partisipasi paling mendalam pada
misteri yang dirayakan.
 Pada komuni bila mungkin, hendaknya dinyanyikan
Mazmur 118 (117) dengan antifon “Anak domba kita”
atau mazmur 33 (32) dengan tiga kali halleluya sebagai
antifon, atau nyanyian Paskah lain.
 Sepantasnya komuni dalam perayaan Malam Paskah
diberi kepenuhan tanda ekaristis, dengan
membagikannya dalam rupa roti dan anggur. Ordinaris
wilayah hendaknya memutuskan, sejauh mana hal ini
sebaiknya dilaksanakan.
MINGGU: HARI RAYA
PASKA
 Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah.
 Sebagai tobat dianjurkan hari ini pemercikan dengan air,
yang diberkati pada Malam Paskah; sementara itu
dinyanyikan antifon “Vidi aquam” – “Aku melihat air” atau
nyanyian lain dengan ciri baptis.
 Dengan air berkat ini juga tempat air pada pintu gereja
diisi.
 Perayaan Vesper Paskah yang disertai prosesi ke bejana
baptis seraya menyanyikan mazmur, hendaknya
dipertahankan, di mana lazim, dan hendaknya dimulai, bila
belum lazim.
MASA PASKAH
 Perayaan Paskah dilanjutkan dalam masa Paskah. Ke 50
hari, dari Minggu Paskah sampai dengan Minggu
Pentakosta, dirayakan dengan gembira bagaikan satu Hari
Raya, bagaikan “Minggu Agung” (100).
 Hari-hari Minggu masa ini dipandang sebagai Minggu-
minggu Paskah dan juga disebut demikian, dan diutamakan
di atas semua hari raya Tuhan dan semua hari raya.
 Bila hari raya jatuh pada hari Minggu ini, maka dipindahkan
ke Sabtu sebelumnya. Perayaan untuk menghormati
Perawan Maria atau para Kudus, yang jatuh pada pekan,
tak dapat diadakan pada Minggu-Minggu itu.
 Bagi orang dewasa yang digabungkan pada Gereja pada
Malam Paskah, seluruh masa Paskah adalah waktu
mistagogi. Di mana ada orang yang baru dibaptis,
hendaknya ditepati apa yang dikatakan dalam “Ordo
initiationis christianae adultorum” no.37-40 dan 235-239.
 Dalam semua gereja selama oktaf Paskah hendaknya
dalam Doa Syukur Agung mereka yang baru dibaptis
didoakan.
 Selama seluruh masa Paskah dalam Misa Minggu mereka
yang baru dibaptis hendaknya disediakan tempat tersendiri
pada kaum beriman. Semua yang baru dibaptis kalau bisa,
hendaknya mengambil bagian dalam Misa bersama wali
baptisnya.
 Dalam homili dan bila sesuai, dalam doa permohonan
mereka harus disebut. Sebagai penutup masa inisiasi,
sekitar Minggu Pentakosta, hendaknya diadakan perayaan,
sesuai dengan kebiasaan negeri.
 Juga pantaslah anak-anak menerima komuni pertama pada
Minggu-Minggu masa Paskah.
 Dalam masa Paskah para gembala hendaknya mengajar
kaum beriman yang sudah menyambut ekaristi, tentang
makna perintah Gereja menerima komuni pada masa ini.
 Amat dianjurkan memberi komuni kepada orang-orang
sakit, bila dapat dalam oktaf Paskah.
Di mana lazim memberkati rumah waktu Paskah.
Hendaknya pemberkatan ini dilaksanakan oleh Pastor
atau imam lain atau diakon yang diutusnya. Ini
merupakan peluang untuk pertemuan pastoral.
Pastor hendaknya mengunjungi rumah-rumah dan setiap
keluarga, berbicara dengan mereka dan berdoa dengan
mereka; ia dapat menggunakan teks buku De
Benedictionibus.
Di kota-kota besar hendaknya disediakan kemungkinan
menghimpun sejumlah keluarga dan bersama mereka
mengadakan perayaan pemberkatan bersama.
MR 1970 telah menghapus judul Tempus Ascencionis (Masa
Kenaikan Tuhan) yang ada pada MR 1962. Kenaikan Tuhan
dirayakan pada hari ke 40 dan dapat dipindahkan ke hari
Minggu berikutnya.
Ke 50 hari ini ditutup dengan Minggu Pentakosta, hari
perayaan kedatangan Roh Kudus pada para Rasul, asal-usul
Gereja dan awal perutusannya kepada manusia segala
bahasa, rakyat dan bangsa.
Dianjurkan untuk memperpanjang Misa petang sebelumnya
menjadi tirakatan; tetapi tidak diarahkan kepada baptis,
seperti pada malam Paskah, melainkan lebih pada doa tak
kunjung henti, menurut teladan para Rasul dan murid, yang
“rukun bertekun dalam doa bersama Maria, Ibu Yesus” dan
menantikan Roh Kudus.
 Misteri Paska dirayakan sebagai suatu kesatuan (kematian,
kebangkitan, kenaikn Tuhan, dan kedatangan Roh Kudus).
 Untuk menggarisbawahi kesatuan misteri Kristus dengan Roh,
dalam teks-teks doa ditekankan bahwa seluruh masa Paska
adalah masa Roh. Doa-doa selama masa Paska telah dibaharui;
menekankan aspek pneumatologis khususnya pada pekan
terakhir.
 ”Salah satu ciri khas perayaan Paskah ialah bahwa seluruh Gereja
menikmati pengampunan dosa, yang diberikan tak hanya kepada
mereka yang dilahirkan kembali dalam baptis, melainkan juga
kepada mereka yang sudah lama adalah anak-anak angkat”.
 Dengan upaya pastoral intensif dan kerajinan rohani yang
diperdalam, dengan bantuan Tuhan, semua yang telah merayakan
Paskah, juga akan mempertahankannya dalam kehidupan
mereka.
 Lilin Paska sekurang-kurangnya pada semua perayaan liturgi agak
besar dinyalakan, pada Misa, ibadat pagi dan ibadat sore, sampai
dengan Minggu Pentakosta.
 Lilin Paska dipadamkan setelah Minggu Pentakosta. [n.b: Sebelum
MR 1970, Lilin paska dipadamkan setelah bacaan Injil pada hari
Kenaikan Tuhan].
 Setelah itu lilin Paskah itu disimpan dengan hormat dalam kapel
baptis, dan pada perayaan baptis lilin baptis dinyalakan padanya.
 Pada Misa Arwah pada hari pemakaman lilin Paskah hendaknya
ditempatkan di sekitar peti sebagai tanda bahwa kematian orang
kristiani adalah paskah pribadinya.
 Di luar masa Paskah lilin Paskah tak boleh dinyalakan dan juga
tidak tinggal di altar.
 Seturut tradisi Timur dan Barat, selama masa Paska dibacakan
buku-buku Perjanjian Baru:
Kisah Para Rasul (menggantikan bacaan PL), Surat I Petrus,
Surat Yohanes, Wahyu Yohanes, dan Injil Yohanes.
 Sintense ajaran-ajaran utama dari bacaan-bacaan tematis bibilis:
Peristiwa-peristiwa Paska adalah bagi kita, agar kita ambil bagian
dalam kehidupan Tuhan yang bangkit, dan itu datang melalui Roh,
secara khusus dalam perayaan ekaristi yang adalah Paska kita.
 Dengan itu ditekankan nilai ekklesial-sakramental dari perayaan-
perayaan Paska.
 Sangat kuat ditekankan aspek kehidupan Paska sebagai “hidup
seturut Roh” selama menanti Paska eskatologis.
MASA PUASA
(PRAPASKA)
C. L.Gaol
 Masa Prapaska berlangsung dari hari Rabu Abu sampai hari
Kamis Suci sore (Sebelum Misa ICD).
 Masa Prapaska dibedakan dengan Trihari Paska.
 Dihapus Hari-hari Minggu Septuagesima (sebelum
pembaharuan MR 1970, hari Minggu III sebelum hari
Minggu I Prapaska), Sexagesimo (Hari Minggu II sebelum
hari Minggu I Prapaska), dan Quinquagesima (Hari Minggu
sebelum hari Minggu I Prapaska).
 Dalam MR 1962 terdapat ritus pemberkatan dan
pemberian abu sebagai tanda dimulainya masa tobat
sebelum Paska. Pemberkatan dan pembagian abu
dilaksanakan pada awal misa. MR 1970 dan 2002
menempatkannya sesudah Liturgi Sabda.
 Masa Prapaskah tahunan adalah masa rahmat, karena kita mendaki Gunung
Suci Hari Raya Paskah.
 “Masa Prapaskah mempunyai tugas ganda, mempersiapkan para katekumen
dan kaum beriman untuk perayaan misteri Paskah. Para calon diantar oleh
perayaan pendaftaran, oleh perayaan tobat dan pengajaran untuk
menghayati sakramen-sakramen inisiasi; kaum beriman harus lebih rajin
mendengarkan Sabda Allah dan berdoa dan mempersiapkan diri dengan
tobat atas pembaharuan janji baptis” (CE, no. 249). (6)
 Seluruh inisiasi ke dalam Gereja mempunyai ciri Paskah, karena merupakan
partisipasi sakramental pertama dalam Wafat dan Kebangkitan Kristus.
 Maka dari itu masa tobat Paskah harus di-manfaatkan secara intensif untuk
persiapan rohani para calon, terutama dengan perayaan tobat dan
“penyerahan”. Karena alasan yang sama Malam Paskah harus merupakan
waktu normal untuk sakramen-sakramen inisiasi. (7).
 Jemaat yang tak mempunyai calon baptis, janganlah mengabaikan
doa bagi mereka yang pada Malam Paskah mendatang akan
menerima sakramen-sakramen inisiasi ke dalam Gereja di tempat
lain.
 Para gembala hendaknya menerangkan kepada kaum beriman,
apa makna pembaharuan janji baptis bagi mereka, yang diundang
untuk menjalaninya pada akhir masa Puasa 40 hari itu (8).
 Selama masa Prapaskah hendaknya diadakan katekese bagi kaum
dewasa yang dibaptis pada usia kanak-kanak, tetapi tidak
mendapat pelajaran agama dan karenanya juga tidak menerima
sakramen penguatan dan ekaristi.
 Demikian pula selama masa ini hendaknya diadakan perayaan
tobat untuk mengantar mereka menerima sakramen tobat . (9)
Masa tobat Paskah juga merupakan waktu perayaan tobat
yang sesuai, baik bagi anak-anak usia sekolah yang belum
dibaptis, tetapi dapat mengikuti pengajaran agama, maupun
bagi anak-anak yang telah dibaptis yang untuk pertama
kalinya diperkenankan menerima sakramen tobat (10).
Uskup hendaknya juga memajukan pengajaran agama para
calon, orang dewasa atau anak-anak dan sebisa-bisanya
memimpin pe-rayaan-perayaan yang ditentukan dengan
partisipasi sebesar mungkin jemaat.
Hari-hari Minggu dalam Masa Prapaskah harus diutamakan di
atas semua Hari Raya Tuhan dan semua hari Raya yang jatuh
pada salah satu dari Minggu-minggu ini, dipindah ke hari
Sabtu sebelumnya. Hari-hari biasa masa tobat Prapaskah
harus diutamakan di atas hari peringatan wajib (11) .
 Pada hari Minggu haruslah dalam khotbah diadakan pengajaran
terutama tentang misteri Paskah dan sakramen-sakramen. Dalam
pada itu hendaknya dijelaskan teks-teks buku bacaan, terutama
perikop Injil yang mengedepankan aneka aspek baptis dan
sakramen-sakramen lain dan kerahiman Allah. (12).
 Imam hendaknya lebih sering dan lebih intensif mewartakan
Sabda Allah dalam homili Misa hari biasa, dalam perayaan Sabda,
dalam perayaan tobat, dalam khotbah khusus, atau pada
kunjungan rumah, bila mereka mengunjungi keluarga dan pada
kesempatan itu (seperti lazim di beberapa kawasan) mengadakan
pemberkatan rumah.
 Kaum beriman hendaknya sering ikut merayakan ekaristi pada
hari biasa, dan di mana hal itu tak mungkin, sekurang-kurangnya
membaca bacaan liturgi Misa hari itu, sendiri atau dalam keluarga.
(13)
 ”Masa Tobat Prapaskah mempunyai ciri tobat”15 “Dalam
katekese hendaknya ditegaskan kepada kaum beriman beserta
akibat-akibat sosial dosa, hakikat tobat, yang menyangkal dosa
sejauh merupakan penghinaan terhadap Allah”.
 Keutamaan tobat dan pelaksanaan praktisnya merupakan bagian-
bagian yang perlu persiapan Paskah; dari pertobatan hati keluar
praksis lahiriah tobat, baik bagi orang kristiani perorangan, mau-
pun bagi seluruh jemaat; praksis tobat ini haruslah sesuai dengan
semangat tobat yang dinyatakan Injil dengan jelas, dan dapat
dimanfaatkan demi para saudara yang menderita kekurangan.
Dalam pada itu harus diingat perlunya kesesuaian dengan situasi
dan keadaan kehidupan zaman kita.
 Peran Gereja dalam peristiwa tobat harus diperhatikan dan doa
bagi pendosa ditekankan; hal ini dapat dilaksanakan dengan
sering memasukkan doa itu ke dalam Doa Umat.
 ”Kaum beriman harus diingatkan untuk lebih rajin dan dengan
manfaat lebih besar mengambil bagian dalam ibadat Masa Pra-
paskah dan perayaan tobat. Mereka terutama hendaknya
diundang, sesuai dengan peraturan dan tradisi Gereja, untuk
menerima sakramen tobat di masa ini, agar mereka dapat ikut
merayakan misteri Paskah dengan hati murni. Dalam pada itu
amat layak merayakan dalam masa Prapaskah sakramen tobat”
sebagai perayaan bersama rekonsiliasi dengan pengakuan dan
absolusi pribadi, seperti disediakan Ritus (Perayaan tobat).
 Hendaknya para imam lebih sering menyediakan diri untuk pe-
layanan sakramen tobat dan menyediakan lebih banyak waktu
untuk pelayanan pengakuan dosa dan dengan demikian memper-
mudah penerimaan sakramen ini.
 “Aneka kegiatan Masa Prapaskah juga harus diarahkan
untuk lebih menerangi kehidupan Gereja setempat dan
memajukannya.
 Maka dari itu amat dianjurkan, agar Gereja-gereja
setempat, sekurang-kurangnya di kota-kota agak besar,
sesuai dengan kebiasaan Romawi mengadakan perayaan
station yang sesuai.
 Seyogyanya Uskup diosesan memimpin perayaan seperti
itu. Tempat-tempat yang dapat dipakai ialah gereja dan
kapel yang berarti, makam para Kudus dan tempat ziarah
yang disukai di Ke-uskupan” (CE, 260).
 ”Dalam Masa Prapaskah tak diperkenankan, menghias altar dengan
bunga-bunga, bunyi alat-alat musik diperkenankan hanya untuk
mengiringi nyanyian” (CE, 252), karena keduanya menggarisbawahi
ciri tobat masa ini.
 Sejak awal Masa Prapaskah sampai Malam Paskah “Haleluya” tidak
dipakai dalam semua ibadat, juga pada Hari Raya dan Pesta (PTLPL,
28).
 Nyanyian yang dipakai dalam ibadat, terutama perayaan Ekaristi,
tetapi juga dalam kebaktian lain, harus disesuaikan de-ngan masa ini
dan sedapat mungkin juga sesuai dengan teks liturgi.
 Kebaktian rakyat yang sesuai dengan Masa Prapaskah, misalnya Jalan
Salib, hendaknya dipelihara dan diresapi dengan semangat liturgi,
sehingga kaum beriman dapat dihantar lebih mudah ke misteri
Paskah Kristus.
Hari-hari Khusus Masa Prapaska
 HARI RABU ABU
 Pada Rabu Abu kaum beriman dengan menerima abu, memasuki masa yang
diperuntukkan bagi pemurnian jiwa. Tanda tobat ini yang berasal dari tradisi
alkitabiah dan melalui tradisi Gereja sampai kepada kita, berarti bahwa
manusia itu pendosa yang mengakukan dosanya terbuka di hadapan Allah;
dengan demikian ia mengungkapkan kemauannya untuk bertobat,
dibimbing pengharapan agar Tuhan berbelaskasih kepadanya. Dengan tanda
ini mulailah jalan tobat yang bertujuan menerima sakramen tobat sebelum
Hari Raya Paskah”. (CE, 253).
 Pemberkatan dan pembagian abu dilaksanakan dalam Misa atau di luar
misa; bila dalam Misa orang mulai dengan ibadat Sabda dan menutupnya
dengan doa umat (MR 1970/2002).
 Untuk pemberian atau penaburan abu disediakan rumus baru berupa
sebuah undangan untuk bertobat: “Bertobatlah dan percayalah pada Injil”
(Mrk 1:15). Rumus kuno tetap bisa dipergunakan: “Ingatlah, kita ini abu dan
akan kembali menjadi abu” (Kej 3:19).
 Rabu Abu harus dijalani sebagai hari tobat dalam seluruh Gereja, dengan
pantang dan puasa. (KHK, 252).
 HARI MINGGU PUASA/PRAPASKA
 Minggu Puasa (Prapaskah) I adalah permulaan Masa Suci terhormat
40 hari.
 Dalam perayaan ekaristi Minggu ini hal ini dapat diungkapkan:
misalnya dengan prosesi masuk yang diiringi nyanyian Litani para
Kudus (CE, 261).
 Uskup harus mengadakan perayaan pendaftaran para pelamar dalam
gereja katedral atau juga dalam gereja lain, sesuai dengan kebutuhan
pastoral (CE, 408-410).
 Bacaan Injil tentang perempuan Samaria, orang yang lahir buta dan
pembangkitan Lasarus, yang disediakan untuk Minggu Prapaskah ke-
3, ke-4 dan ke-5 Tahun A, juga dapat dibawakan pada Tahun B dan C,
karena amat bermakna bagi inisiasi ke dalam Gereja, terutama di
mana ada pelamar baptis (OLM, 97).
Pada Minggu Prapaskah ke-4 (“Laetare”) dan pada
Hari Raya dan Pesta orgel dan alat-alat musik lain
dapat dimainkan dan altar dapat dihias dengan
bunga-bunga. Pada Minggu ini dapat juga dipakai
busana berwarna merah muda (CE, 252).
Kebiasaan memberi selubung kepada salib-salib
dalam gereja sejak Minggu Prapaskah ke-5, dapat
dipertahankan, bila diperintahkan demikian oleh
Konferensi Waligereja. Salib-salib tetap terselubung
sampai akhir liturgi Jumat Agung, tetapi gambar-
gambar sampai awal perayaan Malam Paskah. (MR
1970/2002).
PEKAN SUCI
 Dalam Pekan Suci Gereja merayakan misteri keselamatan
yang diwujudkan Kristus pada hari-hari terakhir hidup-Nya,
sejak Ia sebagai Al Masih memasuki Yerusalem.
 Masa Prapaskah berlangsung sampai dengan Kamis pekan
ini.
Dengan ekaristi Perjamuan Malam Terakhir mulailah ketiga
Hari Paskah, yang meliputi Jumat Agung dan Sabtu Paskah,
dan me-muncak dalam perayaan Malam Paskah dan
berakhir dengan ibadat sore Minggu Paskah.
 “Hari-hari Pekan Suci, dari Senin sampai dengan Kamis,
diutamakan di atas semua Hari Raya”. Baptis dan krisma
tak boleh diberikan pada hari-hari ini.
MINGGU
PALMA
 Pekan Suci mulai pada Minggu Palma, yang menghubungkan perayaan
kemenangan Kristus Raja dengan pewartaan penderitaan-Nya. Pengaitan
kedua aspek misteri Paskah ini harus menjadi jelas dalam perayaan dan
katekese.
 Sejak dahulu, masuknya Kristus ke Yerusalem diperingati dalam prosesi
meriah. Dengan ini kaum kristiani menjalani peristiwa ini dan menyertai
Tuhan, seperti anak-anak Ibrani yang menyongsong-Nya dan menyerukan
“Hosana”.
 Dalam setiap gereja hanya boleh diadakan satu kali prosesi, sebelum Misa,
yang dihadiri kebanyakan kaum beriman; boleh juga Misa sore, Sabtu atau
Minggu. Kaum beriman berkumpul dalam gereja samping atau di tempat lain
yang pantas di luar gereja, yang menjadi tujuan prosesi, dan membawa
ranting palma atau ranting lain dan mendahului umat. Ranting-ranting itu
diberkati untuk dibawa dalam prosesi.
 Kaum beriman dapat menyimpan ranting-ranting itu di rumah; mereka
diingatkan akan kemenangan Kristus yang mereka rayakan dalam prosesi
Palma.
 Para gembala janganlah mengabaikan apa pun untuk mempersiapkan prosesi
demi penghormatan Kristus Raja, dan merayakannya agar juga menghasilkan
buah rohani dalam kehidupan kaum beriman.
 Untuk perayaan masuknya Kristus ke Yerusalem di samping prosesi meriah
yang telah dilukiskan di atas, dalam Buku Misa disediakan dua bentuk lain,
yang dapat dipakai bila prosesi karena aneka alasan tidak mungkin; tetapi
jangan dipakai karena memilih kemudahan.
 Bentuk kedua ialah masuk meriah, bila tak dapat dilaksanakan prosesi di luar
gereja. Bentuk ketiga ialah masuk biasa, yang diadakan dalam semua Misa
Minggu ini, yang tidak didahului masuk meriah.
 Di mana tidak dapat diadakan Misa, dianjurkan untuk pada petang
sebelumnya atau pada saat yang pantas pada hari Minggu mengadakan
perayaan Sabda dengan tema masuknya Kristus se-bagai Almasih dan
penderitaan-Nya.
 Selama prosesi hendaknya dinyanyikan oleh paduan suara dan umat
nyanyian yang disediakan dalam Buku Misa seperti Mazmur 24 (23)
dan 47 (46), atau nyanyian lain untuk menghormati Kristus Raja.
 Kisah sengsara Tuhan dibawakan dengan meriah. Dianjurkan untuk
membacakan atau menyanyikannya secara tradisional oleh tiga
orang, yang mengambil alih peran Kristus, Penginjil dan umat. Harus
dibawakan oleh para Diakon atau imam, atau, bila tidak ada, oleh
lektor; dalam hal ini peran Kristus dikhususkan bagi imam.
 Pada pewartaan kisah sengsara ini tidak dinyalakan lilin; dupa, salam
bagi umat dan penandaan buku tidak diadakan; hanya para diakon
sebelumnya mohon berkat imam, seperti pada Injil.
 Karena manfaat rohani kaum beriman kisah sengsara dibawakan
seutuhnya dan bacaan-bacaan sebelumnya tak boleh dilewati.
 Setelah pembacaan kisah sengsara harus diadakan homili.
Pokok-pokok Warta Injil Masa Puasa
 Selain teks-teks doa, dibanding MR 1570 & 1962, MR 1970 sudah
diperkaya dengan teks-teks biblis dalam rumusan-rumusan masa
Puasa.
 Minggu I & II Puasa tahun A,B,C diwartakan episode-episode klasik
mengenai godaan terhadap Yesus di padang gurun dan transfigurasi
Yesus di atas bukit, menurut Mateus, Markus, dan Lukas.
 MINGGU III, IV, dan V, sebelum Minggu Palma mengetengahkan
tahap-tahap yang mengarahkan umat beriman menuju perayaan
Paska:
 Tahap Sakramental atau Pembaptisan (Siklus A).
 Tahap Kristosentris-Paska (Siklus B).
 Tahap Pertobatan (Siklus C).
 Tahap Sakramental atau Pembaptisan (Siklus A).
 Siklus A mengarahkan kita pada realitas misterik mengenai inisiasi
kristen. Ketiga hari Minggu (III,IV,V) pada tahun A mengetengahkan
kutipan-kutipan Injil Yohanes yang dihubungkan dengan scrutinium
(eksorsisme) pembaptisan [Dalam MR 1570, kutipan-kutipan itu
dibacakan pada hari biasa].
 Pada Minggu III direnungkan dialog Yesus dengan orang Samaria (Yoh
4:5-42);
 Minggu IV, penyembuhan orang buta sejak lahir (Yoh 9:1-41);
 Minggu V, kebangkitan Lazarus (Yoh 11:1-45).
 Dalam episode-episode ini bergema kembali pewahyuan pribadi
Yesus: air hidup, terang dunia, kebangkitan, dan kehidupan.
 Rumus-rumus misa menyediakan prefasi-prefasi khusus yang
merangkumkan tema perikope Injil hari itu.
 Tahap Kristosentris-Paska (Siklus B).
 Siklus B mengundang perhatian kita pada Paska Yesus. Dengan ini
kita merenungkan lebih awal misteri Paska.
 Dalam ketiga Minggu (III, IV, V) dibacakan perikope Injil Yohanes yang
menampilkan tema Paska Kristus:
 Minggu III, Yesus adalah sungguh kenizah yang akan diruntuhkan. Ia
akan membangunnya kembali dalam kematian-Nya (Yoh 2:13-25);
 Minggu IV, Kristus adalah kesempurnaan tipologi ular yang
ditinggikan oleh Musa di padang gurun (Yoh 3:14-21);
 Minggu V, Yesus memberitakan kematian-Nya dan dengan kematian-
Nya Ia memberikan kehidupan bagi orang yang percaya (Yoh 12:20-
33).
 Tahap Pertobatan (Siklus C).
 Siklus C digambarka sebagai suatu katekese tentang rekonsiliasi
bukan hanya undangan kepada pertobatan.
 Dalam ketiga Minggu (III, IV, V) diwartakan teks-teks Lukas yang
mengumandangkan belaskasih Allah.
 Perumpamaan tentang pohon ara yang tak berbuah (Luk 13:1-9).
 Perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk 15;1-3. 11-32).
 Episode tentang pengampunan terhadap pezinah (Yoh 8:1-11).

Dalam tahap-tahap ini, baptisan dan tobat terus menerus


diketengahkan sebagai dasar seluruh perjalanan puasa dalam terang
rekonsiliasi sempurna antara manusia dengan Allah.
MISA
KRISMA
 Paus Paulus VI membuat Misa Krisma menjadi pesta imamat
pelayanan. Dalam perayaan ini imam membaharui janji imamat,
membaharui tugas-tugas yang mereka janjikan ketika tahbisan.
 Misa krisma dirayakan oleh Uskup bersama presbiterium harus
menjadi ungkapan kebersamaan para imam dengan Uskup dalam satu
imamat Kristus.
 Para imam dari semua kawasan Keuskupan harus diundang
menghadiri Misa ini dan mengadakan konselebrasi bersama Uskup;
mereka harus berfungsi sebagai saksi dan pembantu pada
pemberkatan krisma, seperti mereka melaksanakan pelayanan sehari-
hari sebagai rekan-rekan Uskup dan penasihatnya.
 Juga kaum beriman hendaknya diundang untuk mengambil bagian
dalam Misa ini dan menyambut ekaristi.
 Misa Krisma dirayakan pada pagi-siang hari, dipimpin oleh Uskup.
 Menurut tradisi Misa Krisma diadakan pada Kamis Putih. Tetapi bila
klerus dan umat pada hari ini sulit berkumpul sekitar Uskup,
pemberkatan dapat dimajukan pada hari lain, yang harus dekat Paskah
[salah satu hari pada Pekan Suci antara Minggu Palma – Kamis Suci].
 Misa Krisma dirayakan hanya satu kali karena maknanya bagi
kehidupan Keuskupan; harus di katedral, atau karena alasan pastoral
dalam suatu gereja lain yang penting.
 Pada perayaan Misa ini, Minyak Krisma Suci dikonsekrasi dan minyak-
minyak lain diberkati.
 Minyak-minyak suci harus diterima di paroki-paroki atau sebelum Misa
Perjamuan Malam Terakhir atau pada waktu lain yang sesuai. Hal ini
bermanfaat untuk mengajar kaum beriman tentang penggunaan
krisma dan minyak lain serta dayanya dalam kehidupan kaum kristiani.
 Minyak Krisma dan minyak katekumen yang baru akan dipakai pada
Malam Paskah untuk sakramen inisiasi.
Perayaan tobat pada akhir masa Prapaskah
Masa Prapaskah harus ditutup dengan perayaan
tobat, untuk mempersiapkan orang beriman
perorangan dan seluruh jemaat menyelami misteri
Paskah lebih mendalam.
Perayaan demikian itu harus diadakan sebelum
ketiga Hari Paskah, tetapi tidak langsung sebelum
Misa Perjamuan Malam Terakhir.

Anda mungkin juga menyukai