Hari Besar dalam Gereja sangat erat berkaitan dengan Penanggalan Liturgi.
Sebagaimana kita ketahui, Penanggalan Liturgi kita terdiri akan dua lingkaran
kehidupan Yesus, yaitu :
serta masa biasa di antara kedua lingkaran tersebut. Kita baru saja melewati
lingkaran kelahiran, berada dalam masa biasa, sebelum akan masuk dalam
lingkaran kebangkitan dengan masa prapaskah yang akan dimulai dengan Hari Rabu
Abu. Pada kedua lingkaran masa liturgi itu kita memiliki sejumlah hari-hari yang
dipakai untuk merenungkan misteri Kristus penebus. Di luar masa itu kita juga
merayakan tokoh-tokoh dan peristiwa tertentu, bersama Bunda Maria dan
GerejaNya.
Kita memang memulai tahun liturgi/Penanggalan Liturgi dari Minggu Pertama Adven
dan berakhir pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam.
Penanggalan Liturgi kita terdiri dari dua lingkaran kehidupan Yesus, terdiri dari:
Ada tingkatan kemeriahan Hari Raya, seperti kita merayakan Hari Minggu Paskah di
atas Hari Minggu lainnya. Berdasarkan nilai teologisnya, Hari Raya dikelompokkan
dalam 4 kategori:
Kita tentu saja WAJIB merayakan Hari Minggu Paskah dan semua Hari Minggu dan
Hari Raya. Pedomannya ada dalam Kitab Hukum Kanonik dalam Kanon nomer 1246
dan 1247.
Kan. 1246 § 1 Hari Minggu, menurut tradisi apostolik, adalah hari dirayakannya
misteri paskah, maka harus dipertahankan sebagai hari raya wajib primordial di
seluruh Gereja. Begitu pula harus dipertahankan sebagai hari-hari wajib: hari
Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, Penampakan Tuhan, Kenaikan Tuhan, Tubuh dan
Darah Kristus, Santa Perawan Maria Bunda Allah, Santa Perawan Maria dikandung
tanpa noda dan Santa Perawan Maria diangkat ke surga, Santo Yusuf, Rasul Santo
Petrus dan Paulus, dan akhirnya hari raya Semua Orang Kudus.
Kan. 1246 § 2 Namun Konferensi para Uskup dengan persetujuan sebelum- nya
dari Takhta Apostolik, dapat menghapus beberapa dari antara hari- hari raya wajib
itu atau memindahkan hari raya itu ke hari Minggu.
Kan. 1247 Pada hari Minggu dan pada hari raya wajib lain umat beriman
berkewajiban untuk ambil bagian dalam Misa; selain itu, hendaknya mereka tidak
melakukan pekerjaan dan urusan-urusan yang merintangi ibadat yang harus
dipersembahkan kepada Allah atau merintangi kegembiraan hari Tuhan atau
istirahat yang dibutuhkan bagi jiwa dan raga.
Yang mudah dilihat tentu saja Hari Raya Natal ya. Jatuh pada hari apa pun, kita
akan merayakannya pada 25 Desember. Hari Raya lainnya ada yang bisa
dipindahkan perayaannya pada Hari Minggu sesudahnya. Kalau berdasarkan Kanon
1246(2) itu, kita di Indonesia mendapatkan libur resmi pada Hari Raya Natal dan
Hari Raya Kenaikan Tuhan, sehingga kedua Hari Raya itu selalu dirayakan tepat
pada tanggalnya, tidak digeser pada Hari Minggu.